Minggu, 30 September 2007

Balada Seorang Penyiar




Judul : Balada Seorang Penyiar
Judul Asli : L'autre laideur, l'autre folie
Penulis : Marc Males
Penerjemah : Rosi L. Simamora
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Agustus 2007
Tebal : 128 hlm ; 6.5 mm
Harga : Rp40,000


Llyod Goodman, adalah seorang penyiar radio terkenal di tahun 30-an. Suatu masa dimana televisi belum ada dan radio menempati tempat utama sebagai satu-satunya media hiburan dalam ruang keluarga. Karakter suara yang khas plus imajinasi pendengarnya membuat penyiar radio di masa itu menjadi publik figur seperti layaknya artis-artis film masa kini.

Demikian pula yang dialami oleh Llyod Goodman, penyiar radio NBC. Suaranya memikat jutaan pendengarnya belum lagi ditambah dengan ketampanannya yang dipublikasikan lewat poster-poster publikasi membuat dirinya menjadi sosok publik figur yang ideal, bersuara merdu, dan berwajah tampan. Namun Goodman memiliki rahasia. Bersama produsernya ia melakukan kebohongan publik. Lambat laun kebohongan ini merrobek-robek hati nuraninya dan justru di saat puncak kejayaannya Goodman meghilang dan meninggalkan ribuan pendengar setianya Tak seorangpun termasuk produser NBC yang mengetahui keberadaannya.

Di lain peristiwa, lama setelah Goodman menghilang, Helen Ford melakukan perjalanan seorang diri tanpa tujuan yang pasti. Kematian saudara kembarnya membuat Helen terguncang dan melakukan perjalanan tanpa tujuan. Dimanapun ia menemukan cermin, ia berdialog dengan bayangannya sendiri, seolah bayangannya dalam cermin itu adalah saudara kembarnya. Ia melakukan perjalanan dari stasiun ke stasiun berikutnya hingga akhirnya uangnya habis dan harus berjalan kaki sambil membawa kopor pakaiannya.

Ketika sampai di sebuah tempat terpencil ia bertemu dengan seorang pria berwajah buruk. Mereka berkenalan dan ketika Helen hendak melanjutkan perjalanannya, ia jatuh kelelahan. Si pria berwajah buruk itu membantunya dan mengajaknya beristrirahat di rumahnya yang tak jauh dari tempat pertemuan mereka. Lelaki berwajah buruk yang digambarkan dengan sosok yang jangkung, berkepala lonjong, hidung dan bibir yang besar itu ternyata memiliki perangai yang baik, sopan dan multi talenta. Diundangnya Helen untuk menginap di rumahnya hingga kesehatannya benar-benar pulih.

Ada yang ganjil dalam rumah laki-laki berwajah buruk yang hanya tinggal bersama anjingnya itu. Tak satupun cermin ditemui di rumah itu. Padahal Helen membutuhkan sebuah cermin untuk berdialog dengan ‘saudara kembarnya’. Selain itu laki-laki itu tak juga mau mengungkap siapa jati dirinya. Ia hanya mengatakan bahwa ia hidup menyendiri karena merasa malu dengan wajahnya yang buruk dan membenci wajahnya sendiri sehingga tak ada satupun cermin dalam rumah tersebut.

Lambat laun ada kecocokan antara Helen dan lelaki berwajah buruk itu. Mereka saling membuka diri tentang kepedihan yang mereka alami. Namun Helen harus melanjutkan perjalanannya. Kelak Persahabatan dan pertemuan antara keduanya yang tidak terduga akan membawa pengaruh dalam kehidupan mereka masing-masing. Hal ini sesuai dengan keyakinan Helen yang pernah diungkapkan pada laki-laki itu bahwa setiap orang dalam hidupnya memiliki bakat atau kekuatan magis untuk melakukan keajaiban yang mampu merubah jalan hidup seseorang.

Alur cerita komik ini menggunakan teknik flash back. Di lembar pertama pembaca akan dibawa pada setting tahun 50-an yang mengisahkan diluncurkannya sebuah buku yang mengisahkan tentang bintang-bintang radio di tahun 30-an dan salah satu bab didedikasikan kepada Lloyd Goodman yang telah meninggal lima tahun sebelumnya.

Lalu kisahnya beralih pada Helen yang telah berusia 78 tahun dan sedang menderita penyakit kanker tahun bersama anaknya, Linda melakukan perjalanan napak tilas ke sebuah stasiun yang memberinya kenangan akan masa lalunya. Dari sinilah Helen menuturkan kisahnya 50 tahun yang lampau tentang perjalanan hidupnya dan perjumpaannya dengan seorang lelaki berwajah buruk.

Komik ini dibuat dengan sapuan warna hitam putih yang kuat. Gambar-gambarnya sederhana seperti sebuah sktesa, namun tetap menyajikan detail yang memikat. Penggunaan warna hitam putih untuk komik ini menimbulkan kesan klasik dan membawa pembacanya tenggelam dalam nuansa tahun 30 dan 50-an.

Frame-frame gambarnya juga sangat standard berupa kotak-kotak yang teratur dalam setiap halamannya. Banyaknya frame dalam satu halaman tidak sama, tergantung pada maksud penulis untuk menggambarkan karakter tokoh-tokohnya dan setting tempatnya. Kadang dalam satu atau dua halaman hanya ada 3 frame yang menyorot perilaku dan ekspresi tokohnya saja baik dengan menyertakan teks dalam balon percakapan ataupun hanya merupakan komik bisu (tanpa teks).

Salah satu yang menarik ada pada hal 96-101. Masing-masing halaman itu hanya menyajikan 3 panel gambar yang menggambarkan Helen yang sedang duduk merokok di bangku stasiun. Awalnya panel gambar tersebut menggambarkan sosok Helen secara utuh, lambat laun mengarah pada clos up wajah Helen. Semua itu tersaji tanpa balon percakapan namun gambarnya sangat hidup sehingga walau tanpa balon percakapan, dengan rangkaian gambar tersebut pembaca akan merasakan bagaimana resahnya Helen dengan pikirannya.

Ceritanya sendiri,walau temanya sederhana namun kalimat-kalimatnya bernas dan bermakna. Pembaca akan diajak kedalam percakapan soal jati diri, mimpi, kebahagiaan, harapan, dll. Males dengan piawai mampu mengungkap karakter tokoh-tokohnya melalui gambar dan percakapan-percakapan singkat yang mengungkap keresahan jiwa yang dialami masing-masing tokohnya.

Komik ini bukan komik yang mudah dicerna, layaknya komik-komik superhero, perlu sedikit konsentrasi untuk memahaminya, apalagi alur cerita yang kerap berpindah dari masa lalu ke masa kini sehingga tak jarang membuat pembacanya kehilangan orientasi waktu, dan perlu sedikit usaha untuk merangkaikan kisahnya yang kadang tepenggal-penggal karena loncatan setting waktunya.

Namun jangan khawatir komik setebal 128 hal ini tetap mengasyikan untuk dibaca dan dimaknai. Malah kekuatan ceritanya yang tentang dua orang yang mencoba mengatasi luka-luka batin mereka yang begitu dalam, saya rasa akan memberikan inspirasi positif bagi pembacanya. Bukan tak mungkin apa yang dialami Llyod Goodman dan Helen juga dialami oleh kita walau dalam kadar yang berbeda dalam kehidupan kita masing-masing.

@h_tanzil



Tentang Penulis

(sumber.www.gramedia.com)

Marc Males

Mark Males memasuki dunia industri komik lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Beberapa karyanya mendapat pujian tinggi, dan sekarang karya-karyanya tersebut mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (juga bahasa Indonesia). Salah satunya yang telah terbit di Indonesia adalah BALADA SEORANG PENYIAR (Different Ugliness, Different Madness). Males berkata karya ini dipengaruhi "Clint Eastwood dan Bridges of Madison County".

Perkenalan Males dengan dunia komik diawali di usia yang sangat muda, dia mulai menggambar komik sejak usia 10 tahun. Tapi sebelum jadi pengarang komik sungguhan, dia bekerja sebagai petugas layout di sebuah agen periklanan, juga membuat ilustrasi untuk Heart Press (majalah cerita romantis di Inggris).

Ini katanya tentang BALADA SEORANG PENYIAR: "Pertama-tama ada kisah universal: pria bertemu wanita, jatuh cinta, dan hidupnya berubah... Aku mengombinasikan ini dengan dua ide yang sudah lama kupikirkan. Karena aku senang mendengar radio, aku selalu membayangkan orang seperti apa yang ada di balik suara yang kudengar. Kadang-kadang aku kecewa saat melihat foto mereka, terutama yang wanita! Aku juga ingin menceritakan kebohongan seperti yang pernah terjadi dalam sejarah musik pop, saat ada model `meminjamkan` penampilannya bagi suara si penyanyi. ... Aku juga ingin menjawab pertanyaan `Apakah wanita merupakan keajaiban?`. Dan jawabannya adalah cara terbaik untuk mengakhiri buku ini."

----@@@---
salam,
h_tanzil
http://bukuygkubaca.blogspot.com
Read more »

The Bartimaeus Trilogy # 3: Ptolemy’s Gate (Gerbang Ptolemy)

The Bartimaeus Trilogy # 3: Ptolemy’s Gate (Gerbang Ptolemy)
Jonathan Stroud
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU, September 2007
576 Hal.

Dalam ‘mewujudkan’ dirinya, Bartimaeus sering mengambil sosok seorang anak laki-laki Mesir, lengkap dengan rok pendeknya. Ternyata, sosok itu adalah anak laki-laki bernama Ptolemy, yang pernah menjadi master Bartimaeus yang dipanggil Rekhyt ketika itu. Hubungan mereka berdua tidak hanya sekedar master dan jin-nya, tapi lebih dari itu. Bartimaeus sangat menghormati Ptolemy, karena berbeda dengan master-masternya yang lain, Ptolemy tidak pernah menuntut. Bartimaeus pernah menyelamatkan nyawa Ptolemy dari usaha pembunuhan yang diperintahkan oleh saudara sepupunya.

Itu dulu… beberapa ribu tahun yang lalu, ketika energi Bartimaeus masih kuat. Sekarang, di bawah perintah Nathaniel yang tak ada habisnya, energi Bartimaeus terkuras habis. Bartimaeus sering jadi bulan-bulanan jin-jin lainnya. Jika dipaksakan maka Bartimaeus akan mati.

Sementara Nathaniel sudah menjadi Menteri Penerangan. Ia sibuk membuat poster propaganda mendukung perang dengan Amerika. Sudah punya rumah mewah dan asisten pribadi. Nathaniel menjadi salah satu dari tujuh orang yang menduduki jabatan penting di pemerintahan.

Kitty yang dianggap sudah mati oleh Nathaniel ketika menyelamatkannya dari Golem, ternyata masih hidup. Ia mengganti penampilannya, mengganti namanya dan bekerja sebagai asisten seorang penyihir, Mr. Button. Di rumah Mr. Button, Kitty yang dikenal sebagai Clara, belajar buku-buku yang biasa dibaca penyihir, bahkan Kitty belajar untuk melakukan pemanggilan jin. Selain bekerja dengan Mr. Button, Kitty juga menjadi pelayan di sebuah café commoner, The Fogg Inn. Di sini, nama Kitty bukan lagi Clara, tapi Lizzie. Di café ini, para commoner membahas berbagai hal untuk melawan penyihir.

Suatu hari, Quentin Makepeace, yang selama ini dikenal sebagai sutradara, melakukan sebuah pemanggilan yang aneh di mata Nathaniel. Selama ini Makepeace bukanlah orang yang dikenal cakap dalam keahlian sihir. Tapi, apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang tidak wajar. ‘Korban’ percobaan itu adalah Nicholas Drew, teman Kitty di kelompok Resistance yang melarikan diri ketika mereka mencoba mencuri Makam Gladstone. Dari sinilah Nathaniel tahu kalau Kitty masih hidup.

Nathaniel pun mencari keberadaan Kitty. Dan ketika bertemu, mereka masih bersikap seperti musuh, dan ketika itu, Nathaniel terpaksa mengajak Kitty ke pertunjukkan theater yang diadakan Makepeace. Di sini, terjadi lagi keanehan. Ternyata, Makepeace merencanakan sebuah ‘kudeta’ menggulingkan pemerintahan yang ada. Para jin merasuki tubuh-tubuh para penyihir pengikut Makepeace. Keadaan kota London kacau-balau. Bartimaeus saat itu sedang ‘diistirahatkan’ Nathaniel.

Kitty dan Nathaniel yang tertangkap oleh Makepeace, bahu-membahu mencari jalan keluar untuk menyelamatkan diri dan juga kota London. Sementara Nathaniel mencari Tongkat Gladstone, Kitty melakukan hal seperti yang dilakukan Ptolemy, yaitu pergi ke Dunia Lain untuk ‘menjemput’ Bartimaeus.

Ending cerita trilogy ini ternyata ‘menguras’ emosi gue. Hiks..hiks.. akhir cerita yang keren banget. Kaya’nya semua emosi Bartimaeus, Nathaniel bahkan Kitty tumpah di sini. Merubah pandangan gue tentang Bartimaeus yang cuek, Nathaniel yang sombong dan Kitty yang keras hatinya. Hubungan antara jin dan penyihir yang ada antara Bartimaeus dan Nathaniel ternyata punya arti yang beda dibanding dengan yang lain. Dan gue jadi berpikir, jangan-jangan Nathaniel jatuh cinta lagi sama Kitty…

Tapi, sumpah… gue jadi sedih ‘berpisah’ sama Bartimaeus dan Nathaniel… mmmm… agak hiperbola sih, tapi, waktu baca Harry Potter terakhir, koq gue gak terlalu merasa kehilangan. Apa karena, gue udah bisa mengira-ngira ending-nya bakal seperti apa, ya? Karena toh, hanya ada dua pilihan, Harry Potter atau Voldemort yang mati. Sementara ini, bener-bener, tidak terbayangkan…
Read more »

Jumat, 21 September 2007

Dracula

Judul : Dracula
Penulis : Bram Stroker
Penerjemah : Ny. Suwarni A.S
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Mei 2007
Tebal : 528 hlm ; 20 cm
Harga : Rp. 60.000,-

Dracula, adalah monster vampir yang usianya telah mencapai ratusan tahun. Ia memiliki kekuatan sama dengan dua puluh orang. Kelicikannya yang luar biasa tumbuh bersama masa hidupnya dari abad ke abad. Ia memiliki kemampuan sihir. Semua orang mati berada di bawah perintahnya. Dia setan bengis yang tak punya hati. Dalam batas-batas tertentu dia bisa muncul kapan dan di mana saja, dan dalam batas kemampuannya dia bisa memerintah keadaan alam, badai, kabut dan petir. Bisa pula memerintah binatang seperti tkus, kelelawar, rubah , serigala dan beruang. Dia bisa pula menjadi serigala atau kelelawar. Bisa menghilang dan menjelma menjadi kabut pekat.

Sepak terjang Dracula menjadi legenda selama berabad-abad. Sebagian mempercayainya dia benar-benar ada, sebagian menganggap hanya kisah tahayul belaka. Tak seorangpun berani membuktikan keberadaannya apalagi memburunya hingga akhirnya ada enam orang pemberani yang memiliki syaraf baja untuk memusnahkan dan membuangnya ke neraka paling dalam hingga tak lagi mengganggu umat manusia yang berada di bumi ini.

Mereka adalah Mina Harker yang dengan keberaniannya telah menyelamatkan suaminya, Jonathan Harker, seorang penasehat hukum dari kegilannnya setelah secara tak disadarinya bertemu langsung dengan Count Dracula dan membuka jalan bagi vampir itu untuk memasuki Inggris. Quincey Morris, jutawan petualang, Arthur Holmwood (Lord Goldaming), seorang bangsawan Inggris, Dr. John Seward, kepala rumah sakit Jiwa di Inggris, dan Prof. Abraham Van Helsing, dokter bedah asal Amsterdam dan satu-satunya dari kelima orang diatas yang mengetahui kekuatan vampir serta bahaya yang mengancam hidup dan jiwa para pemburunya. Hanya dia yang tahu artinya menantang kejahatan Dracula.

Keenam orang ini dipersatukan untuk memburu Dracula karena orang yang mereka kasihi, Lucy Westenra mati dan berubah wujud menjadi vampir yang meneror anak-anak di London. Lucy adalah korban pertama yang dipilih Count Dracula di Inggris. Semua berawal ketika Jonathan Harker ditugaskan oleh kantor pengacaranya untuk mengunjungi Count Dracula di purinya di Transylvania guna mengurus pembelian beberapa rumah di London – Inggris. Awalnya Jonathan tak mengira bahwa kliennya adalah mahluk vampir hingga akhirnya ia menemukan beberapa keanehan di puri tersebut dan menyadari bahwa dirinya terperangkap dalam puri Dracula. Walau akhirnya Jonathan bisa meloloskan diri dari puri setan tersebut, jiwanya terguncang dan menderita demam otak hingga harus dirawat di Budapest selama berminggu-minggu.

Ketika sembuh, Jonathan pulang ke Inggris dan menikah dengan Mina yang merupakan sahabat Lucy Westenra. Adapun Count Dracula setelah urusannya dengan Jonathan Harker selesai, ia segera berangkat ke Inggris dengan membawa beberapa peti dan menumpang sebuah kapal Rusia. Kapal yang ditumpanginya itu terombang-ambing terdampar di pantai Wiltby Inggris, anehnya ketika sampai di pelabuhan tak seorang awak kapalpun yang ditemukan kecuali mayat nahkoda kapal yang terikat pada kemudi kapal. Dalam kantungnya terdapat secarik kertas yang menceritakan kejadian-kejadian mengerikan di atas kapalnya. Selain itu beberapa saksi mata melihat bahwa ada seekor anjing besar melompat dari kapal dan kabur menuju pekuburan umum.

Korban pertama yang dipilih Dracula di Inggris adalah , Lucy Westenra yang saat itu sedang diperebutkan oleh berapa pria sekaligus yaitu Quincey Morris, Dr. Seward, dan Lord Goldaming. Walau akhirnya Lucy memilih Lord Goldaming sebagai calon suaminya, kebahagiaannya tiba-tiba terengut ketika kesehatan Lucy menurun drastis. Lucy selalu tampak lemas dan kekurangan darah. Di lehernya tampak dua luka seperti bekas gigitan binatang Awalnya Dr. Seward yang merawatnya tak bisa menyembuhkannya, kondisi Lucy yang semakin memburuk hingga akhirnya Dr Seward mengundang rekannya Prof Van Helsing untuk memeriksa Lucy. Dari diganosa Van Helsing inilah akhirnya diketahui apa penyebab sakitnya Lucy.

Nyawa Lucy tak terselamatkan dan berubah menjadi vampir. Dengan sangat terpaksa jasad Lucy harus dipenggal kepalanya dan ditusuk jantungnya dengan pasak kayu oleh orang-orang yang mengasihinya. Setelah kematian Lucy, Van Helsing beserta Dr. Seward, Quincy Moris, Lord Goldaming, dan pasangan Jonathan dan Mina Harker memburu keberadaan Dracula di Inggris, mereka menyatroni rumah-rumah yang dibeli Count Dracula untuk menyucikan peti-peti yang merupakan tempat peristirahatannya di Inggris hingga memburunya ke Puri Dracula di Translyvania.

Kisah diatas adalah novel horor klasik karya Bram Stoker – Dracula. Novel yang pertama kali terbit pada tahun 1897 ini bisa dikatakan merupakan novel yang pertama kalinya mempopulerkan kisah dracula/vampir. Setelah itu ratusan buku dan film tentang dracula bermunculan hingga kini. Yang terakhir dan fenomenal adalah novel The Historian karya Elizebth Kostova yang mengaku terinspirasi dari karya Bram Stoker ini. Sedangkan di ranah film, salah satu film terkenal yang diadaptasi dari novel Dracula adalah film besutan sutradara kondang Francis Ford Coppola yang berjudul Dracula (1992). Film ini dibintangi oleh artis-artis papan atas Hollywod seperti Keanu Reaves, Anthoni Hopkins, Winona Ryder, dll.

Novel Dracula ini ditulis Bram Stroker layaknya sebuah buku harian, atau istilah sastranya dikenal dengan ‘epistolary novel’ dimana isinya merupakan kumpulan catatan harian, telegram, surat-surat para tokoh-tokohnya, kliping surat kabar, alat rekam, dll. Gaya penulisan seperti ini lazim ditemui di novel-novel abad 19. Jadi dalam novel ini pembaca akan disuguhkan berbagai catatan harian yang disusun secara urut tanggal dari para tokoh-tokohnya yaitu Jonathan Harker, Mina Harker, Lucy, Dr. Seward, dan Van Helsing. Selain itu terdapat juga artikel surat kabar, isi sebuah telegram, dan surat menyurat antar para tokohnya.

Uniknya walau ditulis dengan cara seperti ini, semuanya terangkai dengan sempurna dan membentuk sebuah kisah yang menarik. Catatan-catatan ini tersaji secara linier dari hari- kehari, kadang mundur sedikit kebelakang atau terdapat beberapa tanggal yang sama untuk melihat sebuah kejadian dari sudut pandang tokoh lain. Hal ini membuat karakter tokoh-tokohnya menjadi kuat karena mengungkap kondisi jiwa para tokohnya menurut perasaannya masing-masing. Hanya saja rupanya Bram Stroker terjebak dalam gaya tuturan yang sama antara tokoh satu dengan yang lainnya, padahal sejatinya catatan harian tiap orang pasti memiliki gaya penulisan yang berbeda.

Karena novel ini ditulis di abad ke 19, tentu saja plot kisah novel ini tidak secepat novel-novel horor jaman kini. Beberapa bagian bahkan terkesan sangat romantik dan mendayu-dayu. Tidak ada ketegangan yang belebihan pada novel ini. Deskripsi yang lazim dalam novel-novel horor seperti darah, kekerasan, dan prosesi pemusnahan mayat yang telah menjadi vampir dideskripsikan dengan wajar sehingga tak membuat pembacanya mual atau bergidik jijik. Namun novel ini tetap menarik untuk dibaca. Pembaca akan dibawa dalam suasana kota London yang kelam ketika matahari beranjak terbenam. Emosi para tokoh-tokohnya tereksplorasi secara mendalam, disini tampak kelihaian Stroker meninjau ke dalam jiwa manusia yang dilanda ketakutan.

Selain menyuguhkan kekelaman, kengerian dan serunya kisah perburuan Dracula. Novel ini bisa dipandang sebagai sebuah novel tentang perubahan peran gender, pergumulan antara tradisi dan modernisasi di akhir abad 19. Di sepanjang cerita, terdapat berbagai referensi atas perubahan peranan gender; Mina Harker adalah seorang wanita modern, yang kecerdasannya yang membuat kagum para tokoh prianya. Ia fasih menggunakan mesin tik. Ia juga menggunakan akal sehatnya dalam melacak keberadaan Count Dracula.

Dalam hal tradisi dan modernisasi, melalui novelnya ini Bram stroker juga menguraikan mengenai menyatunya tradisi (tradisi rakyat dan agama) dan modernisasi. Hal ini terlihat jelas pada tokoh Van Helsing, seorang dokter yang menggunakan cara-cara modern dalam menyelamatkan nyawa Lucy seperti transfusi darah (bisa dibayangkan bagaimana transfusi darah di abad ke 19!), namun ia juga melakukan tindakan diluar nalar seperti menggunakan bawang putih sebagai penangkal vampire, mensterilkan peti Dracula dengan hosti (roti perjamuan kudus), dll.

Melihat luasnya cakupan yang ditulis Stoker dalam novelnya ini, tak heran jika novel ini menjadi novel klasik yang walau telah berusia lebih dari satu abad namun terus dikenang orang hingga kini. Rl. Fisher dalam kata pengantar novel ini mengungkap bahwa novel ini menjadi abadi bukan karena penulisnya, bukan pula karena keistimewaan plotnya, gayanya, dialognya atau pada bagian-bagian deskriptifnya.

Menurutnya yang menjadi keistimewaan Dracula adalah temanya yang luar biasa kuat, penggunaan sudut pandangnya yang beragam, kemampuan Stroker untuk mencakup beberapa bidang (intelektual, emosional, maupun seksual), serta adanya beberapa peristiwa yang benar-benar mengerikan, dan mungkin yang paling penting adalah kemampuan penulisnya meninjau ke dalam jiwa manusia. Efek Dracula sangat cocok kalau disamakan dengan efek mimpi buruk. Kita tak bisa menyentuh mimpi buruk, bahkan tak bisa menimbang atau mengukurnya. Tak seorangpun bisa membantah rasa takut yang ditimbulkannya pada diri kita. Jadi keberhasilan Dracula untuk bertahan adalah berkat kemampuan Bram Stroker untuk melihat dunia dari segi di mana mimpi adalah kenyataan dan kesadaran adalah mimpi (hal 14)

Novel Dracula ini pernah diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 90-an, kini menyusul diterbitkannya The Historian – Elizabeth Kostova (GPU, Jan 2007), Gramedia menerbitkan ulang Dracula dalam kemasan yang menawan. Sampul bukunya dibuat menyerupai buku-buku kuno lengkap dengan bercak-bercak keusangan. Warna cover hitam pekat dengan tulisan “Dracula – Bram Stroker dalam bingkai emas. Punggung bukunya dibuat dengan beberapa ukiran emas khas buku-buku abad 19. Sedangkan pinggir halamannya disalut dengan warna merah darah. Kemasan seperti ini tentu saja membuat orang penasaran terhadap buku ini dan membawa pembacanya untuk masuk dalam abad ke 19 dimana novel ini untuk pertama kalinya diterbitkan.

Semoga GPU terus menerbitkan ulang karya-karya klasik dunia dengan sentuhan kemasan yang kreatif seperti novel dracula ini. Sehingga karya-karya ini yang biasanya sarat dengan pesan-pesan moral tidak pernah terlupakan dan terus terbaca oleh pembaca kita dari generasi ke generasi.

@h_tanzil


Bram Stoker
(Sumber : www.gramedia.com)

Abraham "Bram" Stoker dilahirkan di dekat Dublin pada tanggal 8 November 1847. Ia bermimpi menjadi penulis sejak masih sangat muda, ketika berbaring di ranjang karena penyakit aneh yang sulit dikenali. Karena merasa harus mengalah pada keinginan orangtuanya, selama delapan tahun ia berkarier sebagai pegawai negeri. Namun ia terus menulis, mulai dari kisah fantasi impian sampai ulasan drama panggung. Ia juga masih punya waktu sebagai kritikus teater, editor, dan menulis resensi tentang rujukan teater. Henry Irving, aktor panggung terkenal, membawanya masuk lebih jauh ke dunia teater, sebagai manajer aktor di London`s Lyceum Theater. Novel lengkapnya yang pertama, The Snake`s Pass, terbit tahun 1890, tahun saat ia memulai riset tentang karya akbarnya, Dracula. Diluncurkan ke tengah pembaca bebarapa tahun kemudian, cerita dengan tema luar biasa ini mengangkat tokoh utamanya yang haus darah, Count Dracula, ke arah kemasyhuran ...dan terus bertambah populer bahkan sampai satu abad kemudian.
Read more »

Rabu, 19 September 2007

Gadis Serigala (Wolf Girl)

Gadis Serigala (Wolf Girl)
Theresa Tomlinson
Ferry Halim (Terj.)
Penerbit Atria (Serambi), Juli 2007
486 Hal.

Wulfrun, Cwen – ibunya dan Gode, adiknya, tinggal di lingkungan Biara Whitby yang dikepalai oleh Suster Hild. Cwen menjadi seorang penenun di sana, sementara Wulfrun merawat angsa-angsa mereka. Mereka hidup sangat miskin. Sebelum tinggal di Biara Whitby, mereka tinggal di daerah Fisherhead. Bahkan, Cwen terpaksa menjual Sebbi, kakak laki-laki Wulfrun, sebagai budak. Dan menjual semua harta benda mereka, kecuali sebuah kotak pernikahan.

Di dalam kotak pernikahan itulah sebuah rahasia tersimpan. Wulfrun menemukan sebuah kalung yang sangat indah. Diam-diam, Wulfrun sering memakai kalung itu dan mengagumi dirinya sendiri. Karena kalung itulah, keluarga mereka dicap sebagai pencuri oleh para penghuni biara dan sekitarnya. Wulfrun tertangkap basah ketika sedang bermain dengan kalung itu. Cwen menyerahkan diri untuk ditangkap. Wulfrun yakin ibunya tidak bersalah dan bertekad menyelamatkan ibunya dari tiang gantungan.

Tapi, dari mana Wulfrun bisa mendapatkan bantuan, sementara orang-orang yang selama ini baik, memalingkan muka mereka. Menurut ramalan Fridgyth, ahli ramuan di biara itu, bantuan akan datang dari seseorang yang tak terduga. Dan… ramalan itu terbukti. Bantuan itu datang dari Elfled, seorang putri Raja Oswy dan Ratu Ianfleda yang diserahkan kepada biara. Padahal sehari sebelumnya terjadi pertengkaran antara Wulfrun dan Elfled yang manja itu.

Demi membalas budi Elfled, Wulfrun rela menjadi ‘budak’ Elfled. Wulfrun membantu Elfled dalam pelajaran menulis. Lama-lama mereka berdua menjadi sahabat, meskipun kadang Elfled masih menganggap dirinya lebih tinggi dari Wulfrun. Dengan alasan agar Elfled bisa lebih mengenal dunia luar, Adfrith, calon biarawan, meminta ijin pada Irminburgh, wanita yang diberi tugas mengawasi Elfled, untuk mengajak Elfled berjalan-jalan dengan menunggang kuda dan tentu saja, Wulfrun harus ikut.

Mereka bertiga berjalan ke tempat-tempat yang diduga bisa memberikan informasi yang berharga untuk menyelamatkan Cwen. Sampai akhirnya, mereka bertiga plus Cadmon si pengembala sapi, sampai ke Barmburgh, istana Raja Oswy dam Ratu Ianfleda, orang tua Elfled. Banyak hal yang terduga yang mereka temui dan dengar selama perjalanan panjang mereka itu. Selain menyelamatkan Cwen, ternyata mereka juga harus menyelamatkan kerajaan dari rencana ‘kudeta’ Irminburgh.

Cerita Gadis Serigala ini berlatar belakang sejarah era Anglo-Saxon. Beberapa nama dalam buku ini memang nyata, hanya ada beberapa nama yang dirubah sedikit biar lebih familiar. Nama Wulfrun, Cwen, atau Gode adalah karangan si penulis.

Cerita persahabatan yang sedikit banyak bikin terharu. Elfled yang manja, lama-lama bisa juga bersikap dewasa, yang secara gak langsung, karena pengaruh Wulfrun.

Read more »

Minggu, 16 September 2007

9/11 Kegagalan Amerika Melindungi Warganya

Judul : 9/11 Kegagalan amerika Melindungi Warganya
Judul Asli : The 9/11 Report – A Graphic Adaptation
Penulis : Sid Jacobson & Ernie Collon
Penerjemah : Andrea K. Iskandar
Penyelia : Pandu Ganesa
Penerbit : Pustaka Primatama
Cetakan : I, Juni 2007
Tebal : x + 138 hal , 16,5 x 24 cm
Harga : Rp. 69.000,-

Enam tahun telah berlalu sejak gedung World Trade Center New York dihantam dua pesawat dan runtuh pada 11 September. Masih segar dalam ingatan kita ketika Presiden George W. Bush begitu geram dan menyatakan perang terhadap terorisme. Setahun lebih setelah serangan terror ini, Bush membentuk komisi Nasional Serangan Teroris ke Amrika Serikat. Komisi yang beranggotakan 10 orang ini kemudian dikenal sebagai “Komisi 9/11” atau "Kean/Zelikow Commission"

Komisi 9/11 bekerja selama dua setengah tahun dan menyelesaikan laporannya dalam bentuk buku setebal 585 halaman yang diberi judul THE 9/11 COMMISSION REPORT Laporan itu berisi analisis dan kesimpulan yang dikumpulkan komisi dari hasil wawancara 1.200 orang di 10 negara dan menyelisik 2.5 juta halaman dokumen termasuk dokumen-dokumen lembaga pertahanan negara. Bisa dibayangkan betapa lengkap dan komprehensifnya laporan tersebut. Walau bukunya telah beredar bahkan bisa dibaca secara online dengan gratis. Tak semua orang mampu melahap buku tebal yang penuh nama dan data-data detail tersebut.

Untunglah dua komikus terkenal Sid Jacobson dan Ernie Colon yang sudah 50 tahun malang melintang di dunia perkomikan Amerika mengadaptasi laporan komisi itu ke dalam bentuk grafis. Colon adalah komikus yang bekerja di Harvey, Marvel, dan DC Comics yang turut membuat tokoh komik Green Lantern, Wonder Woman, dan The Flash. Adapun Jacobson adalah pemimpin redaksi Harvey Comics dan pencipta tokoh Ritchie Rich.

Jacobson dan Colon mengadaptasi laporan komisi itu ke dalam bentuk grafis dengan judul The 9/11 Report: A Graphic Adaptation. Buku ini memadatkan 585 halaman laporan menjadi 128 halaman (131 hal edisi terjemahan) bergambar dalam sajian grafis layaknya cerita superhero dalam DC Comic atau Harvey Comics.

Buku yang diterbitkan Hill and Wang pada tahun 2006 ini, sepenuhnya menggambarkan apa yang muncul dalam Laporan Komisi 11 September. Pembagian bab dan sub bab berserta judul-judulnya sama persis dengan laporan komisi. Artinya buku ini benar-benar mengadaptasi buku aslinya secara konsisten. Yang berbeda, buku ini memanfaatkan kekuatan gambar untuk memaparkan lebih terperinci, misalkan, timeline menit demi menit ketika pesawat dibajak, kepanikan penumpang di pesawat, bingungnya para penyelamat mengevakuasi korban, dll

Sama seperti laporan komisi, melalui buku ini pembaca akan mengetahui deskripsi grafis dalam bentuk komik pada saat penyerangan dan kehancuran gedung WTC terjadi, kita juga akan dibawa terus jauh ke berbagai peristiwa teror yang pernah terjadi yang ternyata memiliki saling keterkaitan dengan peristiwa 11 September. Selain itu buku ini secara jelas mengkritik lembaga-lembaga yang seharusnya cepat tanggap ketika serangan terjadi. Misalnya mengenai buruknya jalur komunikasi antar departemen saat terjadinya serangan, kacaunya sistem manajeman bencana yang bergerak secara tak terintegrasi, tidak adanya koordinasi antara lembaga-lembaga pertahanan, tidak adanya pembagian informasi, dll.

Secara grafis, tentu saja buku ini sangat menawan. Panel-panel gambarnya dibuat dengan dinamis layaknya komik-komik superhero, guratan gambarnya bersih dan dengan pewarnaannya. Gambar karakter tokoh-tokoh nyata dibuat sangat mirip dengan aslinya. Rekaman peristiwa yang mungkin sulit untuk dipahami secara narasi menjadi lebih mudah dengan tersajinya gambar-gambar dalam buku ini, misalnya timeline keempat pesawat yang disajikan secara paralel dari menit ke menit, peta target-target sasaan teror, berbagai kesimpulan komisi yang disajikan secara grafis dengan keterangan yang singkat dan padat. Semua itu membuat laporan komisi yang tadinya kering dan sulit dipahami menjadi lebih mudah dipahami dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi.

Pembaca buku tanah air patut bersyukur, setahun setelah adaptasi grafis 9/11 report terbit, kini telah hadir edisi terjemahanannya. Karena buku The 9/11 Comision Report sendiri belum terdapat terjemahannya dan belum diketahui apakah akan diterjemahkan kedalam bahasa Indoensia atau tidak, bisa dipastikan sedikit sekali masykarakat Indonesia yang mengetahui isi dari laporan komisi. Hadirnya terjemahan versi adaptasi grafisnya, setidaknya membuat pembaca indonesia bisa ikut memahami hal-hal apa saja yang ditemukan oleh komisi 9/11.

Buku adaptasi grafis ini diterjemahkan dengan sangat baik. Dicetak dengan ukuran dan kertas yang sama dengan versi aslinya. Karena dicetak diatas kertas glossy / art paper maka bisa dikatakan tidak ada distorsi yang berarti dalam hal kualitas gambar antara versi asli dan terjemahannya. Konsekuensi yang wajar membuat buku ini realtif mahal dibanding dicetak dengan kertas biasa. Namun Menurut Pandu Ganesa selaku penyelia sekaligus penerbit buku ini, buku ini dijual lebih murah dari harga yang seharusnya agar harganya lebih terjangkau oleh masyarakat luas.





Cover edisi asli vs Cover ed.terjemahan








Hanya dua hal yang membedakan buku ini dengan buku aslinya. Pertama, covernya. Bisa dikatakan cover edisi terjemahan lebih menarik dibanding versi aslinya. Cover dengan ilustrasi menara WTC yang terbakar dan dipadukan dengan judulnya yang menonjolkan angka 9/11 terlihat lebih catchy dibanding versi aslinya. Yang paling menarik adalah angka 11 yang terlihat retak untuk mengilustrasikan menara kembar yang roboh. Ilustrasi yang cerdas ! salut untuk ilustratornya!

Kedua, judulnya. Jacobson & Colon memberikan judul bukunya dengan The 9/11 Report : A Graphic Adaptation. Sedangkan penerbit Pustaka Primatama merubah judulnya menjadi : 9/11 Kegagalan Amerika Melindungi Warganya. Pilihan judul yang baik karena judul ini tampak lebih menjual dan bombastis ketimbang judul aslinya. Walau demikian judul tersebut tak mengada-ngada dan sesuai dengan isi bukunya. Setelah membaca buku ini, pembaca seperti halnya laporan komisi 9/11 akan sepakat bahwa ketika peristiwa 11 September berlangsung, pemerintah Amerika bisa dikatakan gagal melindungi warganya.

Semoga dengan terbitnya buku ini, kita tidak hanya mengenang peristiwa hitam dalam sejarah peradaban dunia. Melalui buku ini, kita tidak hanya dapat mengetahui asal mula, sebab musabab serta dampak dan pengaruh dari kejadian itu. Tetapi kita juga bisa belajar bagaimana sebaiknya mengantisipasi kejadian serupa yang mungkin bisa terjadi kapan dan dimana saja.

Membaca buku ini tentunya mengingatkan kita bahwa kitapun memiliki berbagai lembar peristiwa hitam dalam sejarah bangsa ini. Salah satunya peristiwa Mei 1998 yang dampaknya berpengaruh terhadap arah bangsa kita saat ini. Dari Peristiwa Mei 1998, pemerintah pernah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta yang telah menerbitkan laporan investigasinya beberapa tahun yang silam. Namun berapa banyak dari kita yang pernah membaca laporan tersebut ? Bukan mungkin tak laporan tersebut diadaptasi secara grafis seperti halnya buku ini. Semoga buku ini juga mengispirasi komikus-komikus Indonesia untuk mengadaptasi laporan tersebut kedalam bentuk grafis yang mudah dipahami masyarakat awam.

@h_tanzil
Read more »

Jumat, 14 September 2007

The Bartimaeus Trilogy # 2: The Golem’s Eye (Mata Golem)

The Bartimaeus Trilogy # 2: The Golem’s Eye (Mata Golem)
Jonathan Stroud
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU, Juli 2007
624 Hal.

Dua tahun berselang sejak kasus pencurian Amulet Samarkand yang berujung pada kematian Simon Lovelace, Nathaniel yang lebih dikenal dengan nama John Mandrake, bukan lagi bocah laki-laki ingusan yang dianggap sok tahu. Karena jasanya menyelamatkan Perdana Menteri Deveraux, Nathaniel mendapatkan pekerjaan sebagai asisten di Departemen Urusan Dalam Negeri, membantu master barunya, Jessica Withwell.

Karir Nathaniel di pemerintahan dipertaruhkan, karena adanya persaingan di dalam kubu pemerintahan sendiri. Nathaniel menghadapi tekanan untuk mengungkapkan kasus pencurian benda-benda sihir oleh kelompok Resistance. Karena, dukungan dari Perdana Menteri sendiri membuat banyak pihak-pihak yang iri dan ingin menjatuhkan Nathaniel.

Sementara itu, gerakan kelompok Resistance, yang terdiri dari para commoner yang memiliki kelebihan bisa bertahan terhadap serangan sihir dan kemampuan lainnya, membuat rencana besar untuk mempermalukan dan menjatuhkan pemerintahan. Mereka ini adalah kelompok orang-orang yang membenci para penyihir yang sok berkuasa. Mereka melakukan aksi pencurian benda-benda sihir. Salah satu anggota Resistance, adalah Kitty, gadis yan g pernah mencuri cermin pengintai Nathaniel.

Namun, ketika kasus kelompok Resistance sedang marak, muncullah kasus pengrusakan hebat terhadap tempat-tempat bersejarah di London. Pihak pemerintahan menuduh kelompok Resistance berada di balik peristiwa ini. Tekanan terhadap Nathaniel semakin hebat. Foliot, imp dan makhluk-makhluk lain yang diminta untuk memata-matai kejadian itu tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Kemampuan Nathaniel diragukan.

Dengan terpaksa, Nathaniel kembali memanggil Bartimaeus. Nathaniel merasa hanya jin itulah yang mampu membantunya dalam kasus ini. Aksi saling benci tapi rindu itu menjadi bumbu yang asyik dalam buku ini.

Kesimpulan Bartimaeus mengatakan bahwa perbuatan itu bukanlah perbuatan kelompok Resistance, melainkan perbuatan sebuah Golem. Nathaniel mendapat tugas untuk menyelediki masalah Golem ini sampai ke Praha.

Namun, tetap saja, Nathaniel dianggap tidak becus dan malah dituduh sebagai pengkhianat. Ditambah lagi, kasus pengrusakan terakhir yang sangat menggemparkan. Dan, Nathaniel pun bertemu kembali dengan Kitty Jones.

Gue semakin suka dengan buku ini, karena gak lagi berkutat pada Nathaniel yang terkesan tertutup, tapi juga pergolakan emosi dalam diri seorang commoner yang menaruh dendam pada para penyihir. Belum lagi, Bartimaeus yang sombong, yang selalu menganggap dirinya lebih tapi sebenernya juga penakut. Tapi, Bartimaeus, meskipun ia merasa seharusnya ‘tampil’ sebagai jin jahat, toh, diam-diam dia peduli sama masternya, Nathaniel dan punya rasa kasihan juga sama Kitty.

Sosok-sosok jin, foliot, imp atau makhluk apa pun yang ada di buku ini, yang harusnya menyeramkan malah digambarkan selalu dalam sosok yang konyol. Dan, kalo baca percakapannya si Bartimaeus, entah sama Nathaniel atau sama makhluk sesama jin, selalu bikin pengen ketawa gara-gara sikap sok tahunya itu.

Kaya’nya nih, Kitty Jones masih bakal ketemu lagi sama Nathaniel di buku ketiga.
Read more »

Minggu, 09 September 2007

Menerbitkan Buku Itu Gampang

Judul : Menerbitkan Buku Itu Gampang (Panduan Langkah-langkah Penerbitan Buku untuk Pemula)
Penulis : Jonru
Penerbit : www.NaskahOke.com
Cetakan : I/ edisi gerilya
Tebal : 98 hal ; 29,5 x 21
Harga : Rp. 29.000,-


Hampir setiap penulis menginginkan karya-karyanya diterbitkan ke dalam sebuah buku, namun “Bagaimana cara menerbitkan sebuah buku ?”, “Saya punya naskah novel. Siapa yang harus saya hubungi?”, “Bagaimana prosedur untuk menerbitkan sebuah buku?”, rasanya itu adalah pertanyaan umum yang selalu muncul ketika seorang penulis berniat untuk membukukan karyanya.

Jonru, yang namanya sudah kesohor di dunia internet sebagai pengelola situs www.PenulisLepas.com tak luput dari sasaran pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Ia yang sedikit banyak telah mengetahui seluk beluk dunia penerbitan buku merasa perlu untuk memberikan jawaban yang detail. Mulanya ia menjawabnya dalam situsnya, namun lambat laun ia merasa semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas perlu dibahas secara komprehensif kedalam sebuah buku yang memungkin lebih banyak lagi orang yang dapat membacanya.

Atas dasar pemikiran seperti itulah, akhirnya Jonru menerbitkan sebuah buku yang diberinya judul “Menerbitkan Buku Itu Gampang” secara self publishing. Bukunya terbit dan disebarluaskan secara gerilya melalui internet dan disajikan dalam format folio, difoto copy dan dijilid secara sederhana seperti sebuah diktat kuliah.

Buku ini terdiri dari IV bagian besar yang disusun secara runut mulai dari Menawarkan Naskah ke Penerbit, Menerbitkan sendiri, Alternatif-alternatif lain, dan Hal –Hal Umum. Intinya buku ini berbicara mengenai tiga cara menerbitkan buku; menerbitkan buku secara konvensional, self publishing atau menerbitkan sendiri, dan alternatif-alternatif lain dalam menerbitkan buku.

Sesuai dengan judulnya, tampaknya penulis ingin agar pembaca buku ini memiliki keyakinan bahwa menerbitkan buku itu tidak susah dan itu dibuktikannya sendiri dengan terbitnya buku ini secara self publishing. Sebelum memasuki bab pertama, buku ini menyajikan bab pendahuluan yang berjudul “Penerbit Bukan Moster Jahat. Di bagian ini pembaca akan disuguhkan paradigma baru. Kita sering menganggap bahwa penerbit adalah perusahaan yang kejam dan sombong sehingga belum apa-apa kita merasa minder dan ‘kecil’ ketika berurusan dengan penerbit. Karenanya di bagian ini pembaca akan disadarkan bahwa anggapan itu tidak benar karena sesungguhnya kedudukan antara pengirim naskah dan penerbit adalah sederajat dan saling membutuhkan. Penerbit membutuhkan penulis dan naskah-naskah baru sebagai bahan baku mereka dalam berproduksi, sedangkan penulis membutuhkan penerbit untuk membukukan karyanya. Jadi tidak ada alasan bagi penulis untuk minder dihadapan penerbit.

Setelah diberikan paradigma baru, barulah pembaca akan dituntun untuk melihat hal-hal praktis bagaimana sebuah naskah akhirnya menjadi sebuah buku. Di bagian pertama pembaca akan diberi informasi bagaimana mengirim naskah, mempelajari karakter penerbit, kelengkapan naskah, kiat memilih penerbit, hingga pembahasan soal perjanjian dengan penerbit beserta cara perhitungan royalti. Intinya semua hal dan semua tahapan yang harus dilalui oleh penulis ketika memutuskan untuk menyerahkan karyanya ke pihak penerbit tercakup dalam bagian pertama buku ini.

Di bagian kedua, buku ini menyajikan alternatif kedua dalam menerbitkan buku, yaitu self publishing atau menerbitkan sendiri. Jika kita memilih menebitkan karya kita melalui penerbit profesional maka kita hanya perlu mengirim naskah dan menunggu hingga karya kita diterbitkan. Sedangkan jika kita memilih untuk menerbitkan buku sendiri maka ada banyak hal yang harus dikerjakan. Bagi penulis yang menyukai tantangan, pilihan untuk menerbitkan sendiri karyanya menjadi sesuatu yang mengasyikan. Selain itu ada beberapa keuntungan yang diperoleh jika kita menerbitkan sendiri karya kita dibanding menyerahkannya pada penerbit. Walau tidak memperoleh royalty, kita mendapat keuntungan/laba dari penjualan buku kita sendiri, selain itu jalur distribusi lebih varitif sesuai dengan keinginan dan isntuisi kita kemana buku-buku tersebut akan didistribusikan.

Di bagian ini, kita akan memperoleh berbagai hal yang perlu kita persiapkan untuk menerbitkan buku sendiri antara lain, mengukur seberapa tinggi nilai jual buku kita, pendanaan, proses penerbtian buku, kiat memilih percetakan, perizinan, ISBN dan nama penerbit. Karena proses penerbitan buku dalam self publishing sangat penting, maka buku ini memaparkan berbagai hal yang mendetail yang dimulai dari konsep produksi, langkah-langkah dalam penerbitan buku, proses produksi (proses penerbitan, proses pracetak,proses cetak) hingga proses distribusi dan promosi.

Selain menyerahkan karya kita ke penerbit profesional atau menerbitkan sendiri (self publishing), buku ini juga menyajikan alternatif-alternatif lain dalam menerbitkan buku misalnya gabungan antara dua cara di atas seperti biaya penerbitan ditanggung penulis dan penerbit secara patungan, penerbit hanya bertugas sebagai pelaksana produksi, atau menerbitkan sendiri buku kita dengan meminjam nama penerbit, dll.

Di bagian akhir, buku ini juga menyertakan lampiran contoh surat perjajian penerbitan buku dan contoh synopsis novel yang tentunya sangat bermanfaat untuk diketahui jika kita hendak menerbitkan karya kita ke penerbit professional.

Kesimpulannya, buku ini adalah buku yang lengkap dalam membahas mengenai langkah-langkah dalam menerbitkan sebuah buku. Buku ini ditulis dengan gaya personal dengan menggunakan sapaan ‘saya’ dan ‘kamu’ sehingga pembaca buku ini merasa seperti sedang berdialog dengan penulisnya. Kalimat-kalimatnya mudah dimengerti, tidak bertele-tela, ringkas, padat, dan langsung menuju sasaran. Buku ini tidak menyuguhkan teori-teori mengenai menerbitkan buku melainkan langsung berbicara dalam tatanan langkah-langkah praktis dan komprehensif akan apa yang harus dilakukan untuk menerbitkan buku.

Pengalaman penulis yang telah banyak makan asam garam di dunia publishing kentara sekali dalam buku ini, terlihat jelas semua pengalaman itu tertuang dalam buku ini sehingga buku ini kaya akan hal-hal atau kasus-kasus yang mungkin akan kita hadapi jika kita hendak membukukan karya kita..

Walau Buku ini hanya dicetak melalui mesin foto copy, namun karena kualitas foto copynya baik dan tajam, maka buku ini tetap enak untuk dibaca. Selain itu, buku ini juga dihiasi oleh puluhan ilsutrasi yang menarik dan pas dengan apa yang sedang dibahas di tiap halamannya. Tampaknya pemilihan ilustasi dalam buku ini dikerjakan dengan sungguh-sungguh sehingga antara isi buku dan ilustasinya menjadi kesatuan yang utuh, hidup, dan menarik

Yang mungkin agak disayangkan adalah pemilihan format buku dengan ukuran folio dan dijilid secara sederhana seperti diktat kuliah/seminar. Hal ini tentu saja mengurangi kenikmatan membacanya karena berat dan agak sukar dibawa-bawa. Mungkin ini untuk menyiasati biayanya. Namun saya rasa jika buku ini difoto copy dengan format buku, maka buku ini akan lebih menarik lagi. Melihat isi buku ini yang sangat bermanfaat, saya rasa pembaca buku ini rela membayar harga yang sedikit lebih mahal asalkan format buku ini diubah menjadi lebih handy.

Terlepas dari hal kemasan buku, buku ini saya rasa sangat bagus dibaca oleh para penulis baik yang ingin menerbitkan bukunya ketangan penerbit maupun mereka yang ingin menerbitkan bukunya sendiri. Buku ini bisa dijadikan buku panduan yang lengkap dan sangat pantas dijadikan buku yang wajib dibaca bagi mereka yang ingin memahami tentang seluk beluk penerbitan buku yang sebenarnya.

Buku ini tampaknya mendapat apresiasi yang sangat baik dari pembacanya, terbutki walau diterbitkan secara gerilya, dalam waktu dua hari saja buku ini telah terjualnya sebanyak 20 eks. Tampaknya sudah saatnya buku ini diterbitkan secara professional dan dicetak secara masal, agar lebih banyak lagi pembaca yang merasakan manfaat dari isi buku ini.

Untuk memperoleh buku ini silahkan browsing ke http://www.naskahoke.com/mbig

@h_tanzil
Read more »

Keluarga Flood: Asal Usul Keluarga Flood

Keluarga Flood: Asal Usul Keluarga Flood
(The Floods: Home and Away)

Colin Thompson
Ferry Halim (Terj.)
Penerbit Atria – Cet. 1, Agustus 2007
235 Hal.

Di dua buku sebelumnya, kita tahu bahwa Nerlin Flood masih keturunan penyihir terkenal, Merlin Flood, dan Mordonna adalah putri seorang raja. Tapi, kita gak tau, gimana caranya Keluarga Flood bisa ‘muncul’ di Amerika, tepatnya di jalan Acacia 11 dan 13. Di buku ketiga inilah, asal usul keluarga Flood diceritakan.

Jadi… Nerlin dan Mordonna berasal dari sebuah negara bernama Transylvania Waters. Mordonna adalah putri yang sangat cantik, anak Raja Quatorze yang mata duitan dan suka ngamuk, dan Ratu Scartchrot yang diam-diam suka sama penasihatnya, Vessel. Raja Quatorze mengurung Mordonna, karena ia tidak mau anaknya jatuh cinta dan menikah dengan sembarang orang. Sementara ini, Mordonna sudah dijodohkan dengan seorang pangeran dengan imbalan yang menggiurkan bagi Raja Quatorze. Tapi, Mordonna sendiri tidak menyukai keadaan ini. Sebenarnya, Mordonna punya saudara perempuan bernama Howler, yang penampilannya sangat bertolak belakang dengan Mordonna. Sampai-sampai katanya, setiap orang yang melihatnya akan terpana… atau lebih tepatnya terkejut!

Suatu hari, karena sedang kesal, Mordonna berjalan-jalan, dan tidak sengat terperosok ke dalam sebuah lubang tempat tinggal Manusia-Manusia Kotor. Ya, negeri Transylvania Waters, terdiri dari dunia atas tempat para penyihiri tinggal dan dunia bawah tempat para Manusia-Manusia Kotor yang menghuni saluran bawah tanah. Asal tahu aja, penyihir Merlin juga berasal dari Manusia-Manusia Kotor, tapi karena sebab yang tidak bisa diceritakan, nasibnya berubah.

Saat terperosok itu, Mordonna jatuh menimpa Nerlin yang sedang membersihkan saluran air yang menjijikan itu. Mereka pun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Mordonna tidak mau kembali lagi ke istananya dan Nerlin langsung melamar Mordonna dengan memberikan sebuah cincin indah yang dijalin dari benang emas bertahtakan batu berlian. Hmmm… Raja Quatorze gak tau kalau di bawah tanah tersimpan harta yang tak ternilai.

Raja Quatorze kalang kabut karena putri kesayangannya menghilang dan semakin berang ketika tahu Mordonna memilih seorang Manusia Kotor sebagai suaminya. Ratu Scartchrot justru mendukung pilihan anaknya. Dan, diam-diam ia pun merancang usaha pelarian bersama Vessel.

Mereka berempat melarikan diri dari Transylvania Waters. Raja Quatorze juga tidak tinggal diam, ia mengirim mata-mata paling top (tapi bloon banget) di Transylvania Waters untuk membuntuti mereka. Tapi, Nerlin dan rombongan lebih pintar karena dibantu oleh Sheman, seorang penyihir perempuan yang sakti, meskipun mereka diliputi ketakutan karena adanya Pembisik Maut, utusan Raja Quatorze yang sangat berbahaya.

Dalam perjalanan, Mordonna ‘berkali-kali’ melahirkan anak. Karena ia penyihir, tentunya proses kehamilan dan kelahiran tidak seperti manusia biasa. ‘Hasilnya’ pun ajaib. Di sinilah, kita akan tahu kenapa Valla suka dengan darah, kenapa Satanella berwujud seperti anjing, kenapa Merlinmarry berbulu, lalu Winchflat yang jenius juga si kembar Morbid dan Silent.

Perjalanan mereka sangat panjang, sampai akhirnya mereka menemukan sebuah tempat yang pas untuk menampung keluarga Flood yang diramalkan akan punya 7 anak itu, di Jalan Acacia 13.

Buku ketiga ini lebih kocak dan gak terlalu banyak yang berdarah-darah. Yang lucu adalah George si Keledai sama trio mata-mata yang bodoh itu. Cerita perjalanan panjang yang rasanya mustahil dibumbui detail-detail lucu. Lebih asyik dan seru. Dan lebih pas buat anak-anak karena gak terlalu sadis seperti buku-buku sebelumnya.
Read more »

Kamis, 06 September 2007

Anansi Boys (Anak-Anak Anansi)

Anansi Boys (Anak-Anak Anansi)
Neil Gaiman
Femmy Syahrani Ardiyanto (Terj.)
GPU, Agustus 2007
432 Hal.

Charlie Nancy, lebih dikenal sebagai ‘Fat Charlie’ (well… thanks to his Dad, Mr. Nancy), bukanlah sosok pemuda yang istimewa, yang bakal jadi inceran para perempuan atau sosok pemuda yang sukses. Bekerja sebagai staf keuangan di perusahaan konsultan keuangan dengan boss yang licik bernama Graeham Coats, punya kehidupan yang biasa banget, satu-satunya yang ‘istimewa’ mungkin hanyalah ia (beruntung) memiliki kekasih bernama Rosie. Mereka berdua sedang merencanakan untuk menikah meskipun ibu Rosie tidak terlalu setuju dengan rencana itu. Charlie juga sedang berdebat dengan Rosie apakah akan mengundang ayahnya yang ia anggap memalukan itu.

Tapi, ternyata, Charlie tidak perlu khawatir soal itu. Ketika ia mencoba menghubungi ayahnya, justru ia mendapat kabar dari tetangganya, bahwa ayahnya sudah meninggal. Ia pun terbang dari London ke Florida untuk menghadiri pemakaman ayahnya. Memalukan sekali bagi Charlie, karena ayahnya meninggal di panggung ketika sedang menyanyi dan dalam posisi yang tidak pantas.

Kematian ayahnya belum cukup untuk membuat Charlie tenang, karena ada masalah baru lagi. Ada rahasia yang selama ini disimpan ayahnya. Empat orang nenek-nenek, tetangga mereka, bercerita bahwa Charlie sebenarnya punya saudara laki-laki, dan lebih aneh lagi, ia bisa memanggilnya lewat laba-laba.

Meski gak percaya, Charlie mencoba ‘memanggil’ saudaranya. Dan, muncullah seorang pemuda yang mirip dengannya di pintu apartemen Charlie. Semakin aneh lagi, si saudara ini, yang dipanggil Spider, bercerita bahwa ayah mereka adalah seorang Dewa Anansi, dewa jail. Sifat Spider bertolak belakang banget dengan Charlie. Lebih charming, lebih supel dan lebih ceria.

Yang lebih menyebalkan lagi, Spider mulai berbuat dalam kehidupan Charlie. Ia muncul di kantor Charlie dengan mengaku sebagai Charlie dan menakut-nakuti si boss dengan informasi keuangan, lalu, yang paling parah, merebut tunangan Charlie.

Charlie berniat mengusir Spider. Tapi, malah membuat dia terjerumus dalam masalah yang lebih besar lagi. Charlie tiba di sebuah dunia lain, yang isinya dipenuhi binatang aneh yang hampir semuanya membenci Anansi. Charlie membuat perjanjian dengan seorang (seekor) Wanita Burung. Selain masalah Spider, tiba-tiba saja, Charlie jadi incaran polisi.

Banyak tokoh di buku ini yang tadinya gak berhubungan sama sekali, di ending-nya semua bertemu di satu tempat. Seperti biasa, Neil Gaiman menceritakan sisi gelap manusia yang dilihat dari sudut yang ‘aneh’. Kalo membayangkan sosok Charlie, kadang kasihan, kadang ngeselin, soalnya koq jadi orang suka pasrahan aja. Hehehe.. emang lebih asyik si Spider, meskipun gayanya sok, tapi emang lebih cool.

Tapi, pada dasarnya, gue gak terlalu suka sama buku ini. Mungkin karena banyak binatang-binatang anehnya. Bacanya juga jadi tersendat-sendat. Gue lebih suka Neverwhere.

Read more »

Senin, 03 September 2007

Indonesian Idle

Indonesian Idle
Okke ‘sepatumerah’
Gagas Media – 2007
242 Hal.

Diandra, mungkin sekilas, adalah tipe ‘pembosan’. Ia gak pernah bertahan di tempat bekerjanya lebih dari 6 bulan. Tipe-tipe ‘kutu loncat’, yang seneng cari yang baru. Alasannya: belum ketemu yang pas. Padahal sang ibu sudah berkali-kali mengingatkan untuk hati-hati, gak bagus di CV kalo keseringan pindah kerja. Tapi, itulah Diandra… mumpung masih muda, berbagai kesempatan disabetnya.

Sampai akhirnya, ia mendapatkan pekerjaan sebagai staf artistik di sebuah majalah fashion, ‘Femme’. Genggsi Diandra dan ibunya langsung naik di mata saudara-saudaranya. Maklum, ibu Diandra adalah single parent. Ayah Diandra adalah seorang pilot yang meninggal karena kecelakaan pesawat. Demi pekerjaan itu, Diandra harus rela meninggalkan Bandung dan hijrah ke Jakarta.

Lingkungan kerja di ‘Femme’ dipenuhi orang-orang trendy. Semua berbicara apa yang lagi in, must have item, item to die for… sampai gosip-gosip seputar artis yang dateng ke Femme. Tapi, semua terlihat gak bersahabat bagi Diandra. Ketika berkenalan pun, Diandra merasa gak dianggap bahkan oleh sebelah mata sekalipun. Untung ada salah satu rekannya sesama staf artistik yang baik, Theresia. Bahkan, ternyata, tempat tinggal Theresia berseberangan dengan kost Diandra.

Tapi ternyata, pekerjaannya di Femme hanya bertahan sebulan. Bukan karena Diandra tidak menyukainya, meskipun punya bos seperti monster, tapi karena ada ‘politik kantor’ yang menyebabkan Diandra jadi korban. Diandra pun dipecat sebelum masa percobaannya habis. Meskipun akhirnya Diandra diminta kembali lagi, tapi demi harga diri, Diandra menolak.

Diandra akhirnya tinggal di rumah Tere. Demi ‘menyambung hidup’ di kota besar, Diandra rela bekerja sebagai penjaga warnet, tapi gara-gara mengalami pelecehan seks, Diandra keluar. Diandra ogah balik ke Bandung, karena malu ketauan ibunya. Pertama kalinya Diandra merasakan gak enaknya gak punya kerja, dan susahnya nyari kerja baru.

Lama-lama, Diandra menemukan di mana tempat yang sesuai dengannya, meskipun sempat membuat persahabatannya dengan Tere terputus. Diandra sudah mengecewakan sahabat baiknya.

Novel ini asyik banget buat temen sore-sore, sambil tidur-tiduran. Endingnya gak mengecewakan... memuaskan pembacalah... Ringan… lancar… ada ‘something’nya tapi gak berat. Pelajarannya: jangan jadi kutu loncat… ini nih yang selalu diingetin sama dosen dan senior gue waktu kuliah… karena emang gak bagus buat di CV. Hehehe..
Read more »

Merah Itu Cinta

Merah Itu Cinta
FX. Rudy Gunawan
Gagas Media – Juli 2007
114 Hal.

Beda sama novel ‘Selamanya’ yang ngomongin tentang warna putih, kalo di novel ini, udah ketauan dari judulnya, akan didominasi sama warna merah.

Perkenalan Raisa dan Rama diawali ketika Raisa marah-marah karena Rama yang fotografer itu seenaknya aja memotret rambut merah Raisa. Tapi justru warna merah itulah yang akhirnya menyatukan mereka.

Cerita di novel ini dimulai ketika Raisa sedang menantikan kedatangan Rama yang baru pulang dari liburan di Australia. Semua sudah dipersiapkan secara detail dan sempurna untuk menyambut Rama. Raisa sudah memasak, menata meja dan berdandan cantik dengan gaun merahnya. Tapi, Rama tak kunjung datang. Raisa kecewa berat. Ternyata, Rama mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.

Raisa yang keliatan dari luar cewek yang tomboy dan mandiri, ternyata adalah seseorang yang rapuh. Kalau gak ada Fanny, temannya, mungkin Raisa sudah mati karena bunuh diri.

Suatu hari di rumah Rama, Raisa melihat sebuah foto Rama ketika berada di Australia. Ada satu yang janggal di foto itu menurut Raisa. Di foto itu, Rama terlihat begitu bahagia, bahkan Raisa tidak pernah melihat Rama sebahagia itu. Raisa curiga ada orang lain di hati Rama.

Hanya satu yang bisa menjawab pertanyaan Raisa, yaitu Aria, sahabat Rama. Sama dengan Raisa, Aria juga terpukul dengan kepergian Rama. Kehilangan orang yang sama-sama mereka sayangi ternyata malah mendekatkan mereka. Apalagi Aria dengan sabar menemani Raisa yang masuk rumah sakit karena mau bunuh diri.

Ada alasan sendiri kenapa Aria mendekati Raisa. Bukan karena ia menyukai Raisa, tapi karena ia ingin mencari ‘sisa-sisa’ Rama dalam diri Raisa. Ada rahasia di balik hubungan persahabatan Rama dan Aria.

Dari awal nih, dari sejak nama Aria muncul, udah gitu kedatangan Aria dengan segala rasa yang ia ungkapkan tentang Rama, ketebak banget ada apa di antara mereka. Jadinya baca novel ini udah gak seru lagi…

Akhir cerita dibiarkan menggantung, gak ada emosi yang bikin pembaca gemes karena nanggung, atau happy kah… atau sedih kah… Karena ya.. itu… ada sesuatu yang udah ketebak di tengah. Mungkin kalo nonton filmnya, bisa dapet penyelesaian yang cukup masuk akal.

Read more »

Minggu, 02 September 2007

Selamanya

Selamanya
Rio Rinaldo
Gagas Media – Juli 2007
172 Hal.

Weekend ini, gue membaca tiga buku tipis dan ringan dan sedikit ‘melow-melow’. Tadinya sih mau nyelesain si Anansi Boys, tapi bukunya ketinggalan di kantor. Jadi ya, sudahlah… buat rileks di akhir pekan, gpp deh… Jadi gue membaca dua novel adaptasi – Selamanya dan Merah itu Cinta, plus satu buku a la chicklit, Indonesian Idle.

Ini nih, yang pertama:

Diawali dengan pertemuan di kantor polisi, cinta lama pun bersemi kembali. Aristha, adalah seorang pemakai dan pengedar narkoba. Dalam salah satu transaksi di sebuah kafe, Aristha tertangkap… mmm… sebenernya sih, dia udah berhasil melarikan diri dan bersembunyi dalam gorong-gorong kotor plus bau… tapi gara-gara seekor tikus yang menjijikan, Aristha berteriak dan teriakannya kedengeran sama polisi yang mengejarnya. Akhirnya, Aristha pun pasrah untuk digiring ke kantor polisi.

Sementara itu, Bara baru saja melamar kekasihnya, Nina. Di tengah-tengah momen romantis itu, tau-tau telepon genggamnya berdering dan ternyata itu dari temannya yang minta dibebasin gara-gara kasus yang sama dengan Aristha.

Maka, bertemulah Bara dan Aristha di kantor polisi.

Ternyata, Bara dan Aristha adalah sepasang kekasih ketika SMU. Dulu, Bara-lah yang ‘memperkenalkan’ Aristha pada obat-obatan terlarang itu, sampai akhirnya, Aristha ketagihan dan masih terus jadi pemakai. Dulu, mereka berjanji untuk bersatu selamanya… tapi, tiba-tiba saja, 6 tahun yang lalu, Bara meninggalkan Aristha tanpa kabar berita. Aristha yang putus asa pun lari ke obat terlarang. Saat ini, Bara sudah bersih dan selain ia memang masih belum bisa melupakan Aristha, Bara merasa bertanggung jawab karena ia-lah, Aristha jadi seperti ini.

Aristha yang tadinya menolak kehadiran Bara, lama-lama luluh juga. Tapi, langsung hancur lagi begitu tahu Bara sudah bertunangan.

Sebenarnya sih, Bara gak benar mencintai Nina seperti yang ia rasakan ke Aristha. Baginya, Aristha-lah matahari hidupnya, sementara Nina adalah bulan yang merupakan ‘pantulan’ dari Aristha. Makanya, Bara seolah hendak menjadikan sosok Nina semirip mungkin dengan Aristha. Misalnya, dengan meminta Nina selalu memakai baju berwarna putih, warna kesukaan Aristha.

Membaca cerita seperti ini, dari awal juga udah keliatan, mau seperti apa endingnya. Fighting for true love deh… seperti Bara yang bertekad menyembuhkan Aristha meskipun ia harus tega melihat penderitaan Aristha ketika sedang sakaw.

Kalo biasanya baca buku atau nonton film Sekar Ayu Asmara, akan ditemui nuansa mistis yang kental plus masalah kejiwaan, di buku ini, kaya’nya lebih berat unsur dramanya, unsur romantisnya… meskipun… akhirnya, gak kalah tragis dari cerita-ceritanya yang lain.

Kaya’nya emang lebih enak baca novel adaptasi-nya dulu dibanding nonton filmnya, ‘pengkhayalan’ jadi lebih bebas... meskipun, seperti novel adaptasi lainnya... buku ini tipis banget, kita jadi gak bisa mengenal tokoh lebih dalam, masalah yang ditampilkan seolah hanya garis besarnya aja.

Read more »