Rabu, 30 Desember 2009

Book of the Year 2009

Dari buku-buku yang gue baca selama tahun 2009, buku-buku favorit gue adalah:
1. The Thirteenth Tale - Dianne Setterfield
2. Q&A (Teka-Teki Cinta Sang Pramusaji) – Vikar Swarup
3. Anne of Green Gables – L. M. Montgomery
4. Taj Mahal – John Shors
5. Honeymoon with My Brother – Franz Wisner
6. Metropolis – Windry Ramadhina
7. Orange – Windry Ramadhina
8. Negeri van Oranje - Wahyungirat, Adept Widiarsa, Nina Riyadi & Rizki Pandu Permana
9. 9 Matahari – Adenita
10.Anne of Avonlea – L. M. Montgomery
11.Anne of the Island – L. M. Montgomery
12.How the World Makes Love – Franz Wisner
13.Perahu Kertas – Dewi Lestari
14.The Palace of Illusions - Chitra Banerjee Divakaruni
15.Kelas Memasak Lilian - Erica Baurermeister
16.Anne of Windy Poplars – L. M. Montgomery
17.Unaccustomed Earth – Jhumpa Lahiri
18.George’s Secret Key to the Universe – Lucy & Stephen Hawking

Kalau dari cover, favorit gue adalah:
1. The Thirteenth Tale - Dianne Setterfield
2. The Mysterious Benedict Society – Trenton Lee Stewart
3. Metropolis – Windry Ramadhina
4. Botchan - Natsume Soseki
5. George’s Secret Key to the Universe – Lucy & Stephen Hawking
6. Joshua Files: The Invisible City – M. G. Harris
Read more »

Silver Phoenix

Silver Phoenix
Cindy Pon @ 2009
Maria Lubis (Terj.)
Mahda Books, Cet. I - Desember 2009
391 Hal.

Adat istiadat di Cina jaman baheula, setiap anak perempuan yang (dianggap) sudah gadis, akan segera dijodohkan untuk kemudian dinikahkan. Demikian juga dengan Ai Ling, di usianya yang ke-17, ibunya memberikan sebuah buku berjudul ‘Buku tentang Penyatuan Dua Sejoli’ – yang berisikan dengan hubungan pria dan wanita. Tidak seperti gadis-gadis lainnya, yang penurut, Ai Ling termasuk anak yang keras kemauannya. Orang tua Ai Ling tidak terlalu kolot. Mereka mengijinkan Ai Ling belajar, sehingga pikirannya lebih terbuka. Tapi, tetap saja, tradisi adalah tradisi – Ai Ling harus tetap menjalankan yang namanya perjodohan.

Waktunya tiba. Tanpa Ai Ling sadari sebelumnya, ternyata ia bisa mendengar apa yang ada di benak calon ibu mertuanya. Perjodohan itu sendiri gagal. Ai Ling tidak sedih karena gagal, tapi ia sedih karena dampak buruk yang akan diterima orang tuanya.

Ternyata kegagalan perjodohan itu membawa Ai Ling pada sebuah petualangan tak terduga dan penuh bahaya. Ayah Ai Ling pergi untuk menunaikan tugas negara. Tapi, sampai beberapa bulan, ayahnya tak juga pulang. Kondisi ini dimanfaatkan oleh seorang laki-laki bernama Master Huang yang hendak menjadikan Ai Ling sebagai istrinya dengan dalih untuk membayar hutang-hutang ayah Ai Ling. Namun, Ai Ling tidak percaya dan memilih pergi dari rumah untuk mencari ayahnya.

Dari awal perjalanannya, Ai Ling bertemu berbagai makhluk aneh yang selama ini ia ketahui dari membaca ‘Buku Kematian’ – buku yang dibaca Ai Ling diam-diam, tanpa sepengetahuan ayahnya. Makhluk-makhluk aneh yang berbeda terus mengikuti Ai Ling sepanjang perjalanan menuju Istana Mimpi-Mimpi yang Harum. Beruntung di tengah jalan, Ai Ling bertemu dengan Cheng Yon, pemuda yang juga dalam pengembaraan mencari jejak orang tuanya, dan kemudian bertemu juga dengan Li Rong, adik Cheng Yon.

Meskipun mendapatkan berkat dari seorang pendeta, tetap saja, makhluk berbahaya dan mematikan terus mengincar mereka. Ternyata, seorang perempuan yang cemburu, mengirim makhluk-makhluk itu untuk membunuh Ai Ling. Tak disangka-sangka, Ai Ling adalah reinkarnasi dari perempuan pujaan penasihat Kaisar bernama Zhong Ye, yang begitu terobsesi pada Silver Phoenix. Ai Ling tidak hanya harus membebaskan ayahnya, tapi juga harus berhadapan dengan Zhong Ye.

Gak hanya orang tua Ai Ling yang punya rahasia, tapi Cheng Yong sendiri juga penuh misteri yang bikin Ai Ling penasaran… ehemmm…

Khas buku fantasi, ada naga, ada makhluk-makhluk aneh, ditambah lagi kekhasan negeri Cina yang penuh persembahan dan dewa-dewi, makanan eksotis dari negeri Cina yang menemani Ai Ling dan Cheng Yong membuat gue terbayang-bayang masakan Cina. Yummm… Tadinya gue pikir ini buku fantasi remaja, tapi ternyata… agak dewasa sedikit meskipun tokoh-tokohnya masih sangat muda.

Sebenernya sih, banyak banget yang seharusnya bikin deg-degan dengan seringnya Ai Ling ketemu sama makhluk aneh, terus, suku-suku aneh yang (kata Cheng Yong) ada di Buku Negeri-Negeri di Atas, atau dewa-dewi yang ada dalam Makhluk Abadi. Cuma… kenapa yang, koq gak tegang-tegang banget baca buku ini? Padahal perjalanan Ai Ling berat banget, ceritanya mengalir tenang dan agak kurang greget (apa gue aja yang gak dapet ‘feel’-nya?)
Read more »

Minggu, 27 Desember 2009

Unaccustomed Earth

Unaccustomed Earth
Jhumpa Lahiri @ 2008
Bloomsbury - 2009
333 Hal.

‘Perkenalan’ pertama gue dengan Jhumpa Lahiri di tahun 2008, lewat buku ‘The Namesake’. Gue langsung jatuh cinta dengan tulisannya. Tapi, sayang gue belom sempet baca ‘The Interpreter of Maladies’ karena selalu tergoda sama buku-buku lain. Unaccustomed Earth, gue temukan di rak new release di Times UPH – Karawaci. Iseng-iseng aja sih, gue baca halaman pertama… dan gue langsung tertarik, karena ternyata bahasanya ringan dan mudah diikuti (Inggris-nya gak bikin pusing, dan… discount 20%!)

Unaccustomed Earth merupakan kumpulan cerita pendek. Ada 8 tepatnya, Unaccustomed Earth sendiri adalah cerita pertama dalam buku ini. 5 cerita di bagian pertama adalah cerita-cerita yang gak ada hubungannya satu sama lain, sedangkan di bagian kedua, bercerita tentang perjalanan hidup Hema dan Khausik.

Dari 8 cerita itu, ada ciri khas atau ‘benang merah’nya. Semua bercerita tentang orang-orang India yang ber-imigrasi ke Amerika untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Di tanah rantau, mereka menjalin persahabatan dengan sesama warga India pendatang lainnya. Mereka beranak-pinak di sana, tapi tradisi seolah ‘terhenti’ pada orang tua. Para orang tua masih melalukan ritual mudik setiap tahun, sementara anak-anak mereka sudah terpengaruh budaya modern – menjalin hubungan dengan bukan orang India, jarang menggunakan bahasa Ibu mereka.

Setiap cerita dalam buku ini, meskipun seperti yang gue bilang punya benang merah, tapi menyajikan cerita atau sudut pandang yang berbeda. Tapi, gak usahlah diceritain satu-satu kali ya. Yang pasti, semuanya begitu simple, tapi dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Bukan cerita-cerita yang menjual mimpi-mimpi indah atau romantisme belaka, tapi… bahasanya yang sederhana, membuat semua cerita jadi indah (bingung?). Pokoknya gue begitu terhanyut dengan semua cerita dalam buku ini. Cerita favorit gue adalah Unaccustomed Earth dan bagian Hema dan Khausik.
Read more »

Minggu, 20 Desember 2009

10 Buku Pilihanku 2009

10 Buku Pilihanku 2009

Meneruskan tradisi yang saya lakukan sejak tahun 2006 yang terinspirasi oleh apa yang dilakukan Endah Sulwesi dengan blog Perca-nya, maka berikut adalah 10 buku pilihan versi saya yang saya baca sepanjang tahun 2009 ini.

Sepanjang 2009 ini saya telah menamatkan 33 buah buku dan 32 dari buku yang saya baca tersebut telah saya buatkan reviewnya. Tahun ini saya membaca Lebih sedikit dari tahun sebelumnya yang mencapai 40an buku. Mungkin karena kesibukan domestik yg bertambah semenjak kehadiran akan ke-2 dalam hidupku yang otomatis menyita jam bacaku.

Urutan buku-buku pilihan di bawah ini saya buat berdasarkan urutan alphabet judulnya, jadi bukan
berdasarkan rangking. Tentunya buku-buku yang saya pilih hanya berdasarkan buku-buku yang telah saya tamatkan membacanya dan sangat kental dengan nuansa subyektifitas saya sebagai seorang pembaca awam. Jadi mohon buku-buku pilihan versi saya ini tidak untuk diperdebatkan.

Ini dia 10 buku pilihan saya sepanjang 2009 ini

Buku Terjemahan :

1. Istanbul, Kenangan sebuah Kota - Orhan Pamuk
2. Lady Chaterley's Lovers - DH. Lawrence
3. Little Woman - Louisa May Alcott
4. The Road - Cormac McCarthy
5. The Gargoyle - Andrew Davidson

Buku Lokal :

1. Braga, Jantung Parijs van Java - Ridwan Hutagalung & Taufani Nugraha
2. Elle Eleanor - Zev Zanzad
3. Para Penggila Buku, 100 Catatan di balik Buku - Diana AV. Sasa & Muhidin M Dahlan
4. Seratus Buku Sastra yg Perlu Dibaca Sebelum Dikuburkan - Tim I:boekoe
5. Tanah Tabu - Anidita

Sedangkan jika saya harus memilih best of the Best dari 10 buku di atas, maka pilihan saya jatuh pada buku :

“Para Penggila Buku – 100 catatan di balik Buku!”.

Mengapa? karena melalui buku ini saya diajak melihat semua pernak-pernik dalam dunia buku, sehingga membuka wawasan saya bahwa dunia di balik buku itu begitu luas dan kaya, selain itu ternyata buku menyimpan berbagai kisah menarik yang tak habis-habisnya untuk diceritakan.

Berikut daftar lengkap buku2 yang saya baca sepanjang tahun 2009 ini :

1. Christ The Lord (Road to Cana) – Anne Rich
2. Old Surehand 1 : Oase di Lliano Estacado – Karl May
3. Stromchaser - Paul Stewart & Chris Riddell
4. Lady Chaterley's Lover – Dh. Lawrence
5. Istanbul, Kenangan Sebuah Kota – Orhan Pamuk
6. Tintin dan alpha Art – Herge
7. Inkheart – Cornelia Funke
8. The Road – Cormac McCarthy
9. Lara Kusapa – Bonjour Tristesse
10. Metamorfosis – Franz Kafka
11. The Dragon Scroll - I. J. Parker
12. Lelaki Tua dan Laut – Hemingway
13. The Missing Rose – Serdar Ozkan
14. Coraline - Neil Gaiman & P. Craig Rusell
15. The Gargoyle - Andrew Davidson
16. Tintin dan Picaros - Herge
17. Dream from My Father Pergulatan hidup Obama – Obama
18. Little Woman – Luoisa May Alcott
19. Kamus Khazar - Milorad Pavic
20. Oeroeg – Hella s. Haase
21. Dewey - Vicky Myrom & Bret Witter

Buku Lokal
1. Goodbye Bush – Sepatu Perpisahan dari Baghad
2. Maryamah Karpov – Andrea Hirata
3. Kepleset - Regina Kencana
4. Tak Tik Foto - Angel
5. Sastra Sepeda dari Boja - Arif Khusnudhon, dkk
6. Metropolis - Windry Ramadhina
7. Tanah Tabu – Anindita
8. Para Penggila Buku – Diana AV. Sasa & Muhidin M. Dahlan
9. Gaul Jadul – Biar Memble asal Kece – Baihaqi
10. Elle Eleanor – Zev Zanzad
11. Braga – Jantung Parijs van Java - Ridwan Hutagalung & Taufani Nugraha
12. Seratus Buku Sastra yang harus dibaca sebelum dikuburkan - Tim i:boekoe

Buku yang sedang dibaca :

1. Kepulauan Nusantara – Sebuah Kisah Perjalanan, Kajian Manusia dan Alam - Alfred Russel Wallace
2. Libri di Luca – Mikkel Birkegaard
3. Monte Christo - Alexander Dumas
4. Midnight Children - Salman Rushdie
5. Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda (1600 - 1950) - Harry A. Poeze
6. Divine Madness - Triwibs
7. Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia: Jilid 1 Agustus 1945-Maret 1946 - Harry A. Poeze
8. Nagabumi - Seno Gumira Ajidarma

Demikian, list bacaan dan 10 buku favorit versiku, bukan sekedar untuk gagah-gagahan tapi sekedar membagi pengalaman membaca selama setahun ini. Semoga memacu teman-teman untuk tetap membaca dan menulis! GBU!

@htanzil
Read more »

Senin, 14 Desember 2009

Dewey

Judul: DEWEY - Kucing Perpustakaan Kota Kecil yang Bikin Dunia Jatuh Hati
Penulis: Vicki Myron dan Brett Witter
Penerjemah: Istiani Prayuni
Penyunting: Mita Yuniarti dan Anton Kurnia
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Terbit: I, Oktober 2009
Tebal : 400 hlm

Buku yang diangkat dari kisah nyata ini menceritakan kisah Dewey seekor kucing jalanan yang ketika usianya baru beberapa minggu dibuang ke sebuah kotak pengembalian buku di Perpustakaan Umum Spencer, Iowa, Amerika Serikat oleh seseorang tak dikenal saat musim dingin di tahun 1998. Ia baru ditemukan keesokan harinya oleh direktur perpustakaan, Vicki Myron.

Dalam keadaan yang hampir mati beku kedinginan Vicki mengangkat kucing itu dan segera menghangatkannya dan menjadikan perpustakaan sebagai rumah bagi si kucing. Siapa yang bisa menduga, tindakan sederhana yang dilakukan Vicki terhadap anak kucing jalanan itu kelak akan memberi pengaruh yang luar biasa besar baik untuk dirinya, Perpustakaan Spencer, bahkan kota kecil Iowa pada umumnya.

Kucing malang itu diberinya nama Dewey, seperti nama penemu system pengklasifikasian buku. Dewey segera mencuri hati para pegawai Perpustakaan Spencer. Hampir semua staf perpustakaan mencintainya. Tak seperti kucing jalanan pada umumnya, Dewey terlihat lebih manis, cerdas, dan yang terutama adalah sikapnya dan interaksinya yang baik terhadap pengunjung perpustakaan.

Awalnya kehadiran Dewey hanya diketahui oleh staf perpustakaan dan beberapa pengunjung saja, namun lambat laun Dewey semakin terkenal, seminggu setelah ia tinggal di perpustakaan kisah penyelamatan Dewey muncul di harian pertama surat kabar lokal. Publisitas ini akhirnya membuat seluruh penduduk Iowa mengetahui keberadaannya.

Kepopuleran Dewey dan sikap manisnya terhadap pengunjung perpustakaan membuat Dewey seolah menjadi duta perpustakaan dan inspirasi bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya orang yang tertarik pada Dewey, jumlah kunjungan ke perpustakaan Spencer bertambah secara mencolok. Orang-orang tinggal lebih lama di perpustakaan dibanding sebelumnya, mereka pulang dengan gembira dan kegembiraan itu dibawa pulang ke rumah, ke sekolah, dan ke tempat kerja. Dan orang-orang mulai membicarakan Perpustakaan Spencer.

Ketenaran Dewey ternyata terus bertambah, kini ia tak hanya dikenal di Iowa, kisahnya bahkan menembus hingga ke kota-kota sekelilingnya, melintasi negara bagian, hingga akhirnya merebak ke Negara-negara lain. Bahkan televisi NHK Jepang memilih Dewey menjadi proyek pertama mereka dalam pembuatan film dokumenter binatang.

Kehidupan Dewey selama sembilan belas tahun ini akhirnya memang akan menjadi sumber kebanggaan bagi Iowa, sebuah kota pertanian yang ketika Dewey ditemukan nyaris bangkrut. Dewey memang tidak menciptakan lapangan kerja atau apapun yang membuat kota Iowa menjadi maju secara ekonomi, namun tanpa disadari kehadiran Dewey muncul pada saat yang tepat dimana saat itu Amerika dilanda krisis ekonomi, kehadiran Dewey sedikit banyak telah mengalihkan pikiran negatif dari pendududuk Iowa akibat krisis ekonomi.

Kisah kehidupan Dewey, kucing perpustakaan inilah yang oleh Vicki Myron (penemu Dewey) dan Bret Witter (editor dan pecinta kucing) dituangkan dalam sebuah buku yang diberinya judul “Dewey”. Secara umum buku ini memang menceritakan bagaimana seekor kucing jalanan yang dibuang orang kelak akan menjadi kucing yang paling dikenal di dunia dan bagaimana Dewey menjadi inpirasi bagi banyak orang.

Pada awalnya Dewey hanya menyentuh kehidupan Vicki, ia menjadi perekat hubungan Vicky dengan anak gadisnya yang mulai renggang. Lalu Dewey juga menjadi perekat hubungan antar staf perpustakaan Spencer tempat Vicki bekerja. Lambat laun pengaruh positif Dewey semakin meluas lagi. Sikapnya yang manis terhadap pengunjung perpustakaan membuat ia menjadi kucing yang paling dicintai.

Tak hanya warga kota Iowa saja yang mencintai Dewey, bahkan orang-orang dari luar kota yang jaraknya puluhan hingga ratusan kilometer dari Iowa pun kerap berkunjung ke perpustakaan Spencer untuk menemui Dewey.

Dari keseluruhan kisah mengenai Dewey dalam buku ini, kita tak akan menemui sebuah peristiwa heroik yang dilakukan Dewey. Dewey bukanlah kucing pahlawan, ia hanyalah seekor kucing biasa, namun yang membuat ia terkenal dan menjadi inpirasi bagi banyak orang adalah sikapnya yang manis terhadap semua pengunjung perpustakaan.

Dewey tidak memilih-milih orang yang disayanginya. Dia mencintai semua orang tanpa pilih kasih. Setiap hari dia Setiap menyambut orang-orang yang datang ke perpustakaan, duduk di pangkuan pengunjung yang membutuhkannya, sehingga membuat orang-orang itu merasa diperhatikan oleh Dewey.

Hal terbesar yang dilakukan Dewey adalah bagaimana persahabatannya dengan Crsytal seorang gadis cacat. Dewey mampu mengubah gadis yang tadinya sangat tertekan menjadi lebih optimis dan menikmati saat-saat bahagia bersamanya. Tak hanya dengan Crystal, Dewey juga bersahabat dengan seorang gelandangan, anak yang setiap harinya ditinggal kerja oleh ibunya, hingga seorang eksekutif muda. Hubungannya dengan banyak orang dari berbagai kalangan itulah yang membuat Dewey menjadi inpirasi bagi semua orang yang berinteraksi dengannya.

Apa yang ditulis oleh Vicki mengenai kucing kesayangannya ini memang luar biasa, namun untungnya Vicki tak terjebak untuk menuliskan semua kelebihan Dewey. Di buku ini juga akan terungkap sisi buruk Dewey seperti cerewet dalam memilih makanan, sulit untuk diajak ke dokter, kabur dari perpustakaan, dll. Sehingga sosok Dewey yang ditampilkan bukanlah sebagai kucing sempurna, melainkan seekor kucing normal yang memiliki kabaikan dan keburukan.

Selain tentang Dewey, tampaknya penulis juga menuturkan kisah hidupnya dalam buku ini. Mulai dari kisah pernikahannya yang gagal, perjuangannya membesarkan satu-satunya anak gadisnya, hingga berbagai penyakit yang dideranya.

Karena kehidupan Dewey berada dalam perpustakaan, maka aktivitas dan semua pernah-pernik perpustakaan akan muncul di buku ini. Seperti bagaimana perkembangan perpustakaan Spencer dari waktu ke waktu selama Dewey hidup, beralihnya sistem manual ke komputerisasi, usaha-usaha yang dilakukan perpustakaan kota Spencer untuk menarik minat pengunjung, dll.

Hal ini tentunya sangat menarik dan bermanfaat juga bagi pemerhati dan praktisi perpustakaan kita. Sedikit banyak kita akan belajar dan disadarkan bahwa fungsi perpustakaan bukan sekedar gudang yang sunyi tempat menyimpan buku, melainkan juga sebuah tempat untuk berkumpul, ruang publik di mana perpustakaan menjadi sentral bagi perkembangan dan berbagai aktifitas sosial dan budaya masyarakat di sekitarnya.

Sebagai kesimpulan, buku yang diangkat dari kisah nyata ini kita akan disuguhkan kisah menakjubkan dari seekor kucing yang begitu menginpsirasi jutaan orang. Bukan karena tindakan kepahlawanannya, melainkan karena cinta, kemurahan hati, dan kekuatan hubungan yang baik antara manusia dengan hewan. Selain itu, buku ini juga mengajak pembacanya untuk berpikir positif di tengah segala kesulitan hidup.

@h_tanzil
Read more »

Selasa, 01 Desember 2009

Anne of Windy Poplars

Anne of Windy Poplars
Lucy M. Montgomery
Yarmanto (Terj.)
Qanita, Cet. 1 - Oktober 2009

Wah… Anne semakin sukses… Dunianya tidak hanya berkutat di Green Gables, Avonlea atau pun teman-teman masa kecil atau remajanya. Karir Anne di bidang pendidikan semakin melaju. Anne jadi kepala sekolah di Summerside.

Anne nge-kos di sebuah rumah bernama Windy Poplars di sebuah daerah dengan nama jalan Spook’s Lane. Bukan Anne namanya kalau tidak menemukan sisi romantis dari apa saja. Nama Windy Poplars dan Spook’s Lane segera saja membangkitkan segala imajinasi dalam diri Anne. Windy Poplars adalah kepunyaan dua orang janda bernama Bibi Kate dan Bibi Cathy. Di rumah itu, juga ada seorang perempuan lagi bernama Rebecca Dew. Seger

Anne terpaksa menjalani hubungan ‘long distance’ dengan Gilbert Blythe yang juga sedang melanjutkan sekolahnya di bidang kedokteran. Wow… Sebagian besar cerita dalam buku ini berisi surat-surat Anne untuk Gilbert.

Perjalanan Anne menjadi kepala sekolah tidaklah mulus, ada pihak-pihak yang tidak menyukainya dan terus melakukan berbagai cara untuk membuat Anne tidak betah dan menyerah. Mereka adalah keluarga Pringle. Keluarg Pringle bisa dibilang keluarga yang ‘berkuasa’ di daerah Summerside. Berbagai aspek kehidupan di Summerside pastilah ada pengaruh dari keluarga Pringle. Mereka tidak menyukai Anne gara-gara salah seorang saudara mereka gagal jadi kepala sekolah di Summerside, posisi yang sekarang diduduki Anne.

Berbagai cara dilakukan Anne untuk ‘menaklukan’ anak-anak keluarga Pringle yang jadi murid didiknya, tapi, tetap saja tidak berhasil. Malah Anne semakin jadi bulan-bulanan anak-anak keluarga Pringle, terutama Jen yang nakal. Tapi… salah satu rahasia kecil, membuat keluarga Pringle ‘tunduk’ pada Anne. ‘Tetua’ keluarga Pringle – Miss Ellen dan Miss Sarah, langsung ‘turun gunung’ untuk membereskan masalah ini, dan mereka berdua sudah ‘menginstruksikan’ kepada seluruh anggota keluarga Pringle untuk menghormati Anne dan mereka meminta dengan sangat pada Anne agar tidak membocorkan rahasia yang diyakini bisa membuat keluarga Pringle malu berat. Hmmm…

Beres satu masalah… adalagi masalah lain. Masalah dengan rekan sekerjanya, Katherine Broke, yang bawaannya jutek terus. Dengan jiwa romantisnya, Anne yakin bisa merubahh sikap Katherine jadi orang yang lebih ramah.

Selain berteman dengan anak-anak muridnya dan mendapatkan beberapa ‘teman sejiwa’, kali ini Anne banyak bersahabat dengan orang-orang tua yang nyentrik, selain Bibi Kate, Bibi Cathy, lalu Miss Ellen dan Miss Sarah Pringle, ada satu perempuan tua bernama Miss Minerva Tomgallon, yang dengan bangga menceritakan berbagai ‘tragedi kematian’ di keluarganya pada saat Anne diundang bermalam di rumahnya!

Lalu ada lagi perempuan yang kerap dipanggil Bibi Sok Usil, karena suka ikut campur urusan pribadi orang, apalagi untuk urusan percintaan.

Anne juga berkenalan dengan Mr. Franklin Westcott, sosok pria tua yang ditakuti dan terkenal ‘galak’. Bahkan anak gadisnya, Dovie, nekat kawin lari dengan Jarvis, karena takut sama ayahnya. Siapa lagi yang membantu usaha kawin lari dan jadi ‘penanggung jawab’ untuk urusan perdamaian, kalau bukan Anne?

Gilbert di sini hanya tampil sebagai sosok dalam surat-surat Anne, Green Gables juga ‘tampil’ sekilas waktu Anne pulang liburan. Hmmm… kaya’nya akan lebih seru kalo ada ‘konflik’ sedikit antara Anne dan Gilbert. Coba ada sosok cowok lain – guru di sekolah yang sama – yang suka sama Anne… atau gimana ya kalo Anne lagi jealous? Hehehe…

Read more »

Selasa, 17 November 2009

The Men’s Guide to the Women’s Bathroom

The Men’s Guide to the Women’s Bathroom
(Tak Ada Rahasia di Dalam Kamar Mandi)

Jo Barrett @ 2008
Widyawati Octavia (Ed..)
GagasMedia – Cet. I, 2009
382 Hal.

Setelah bercerai dengan suaminya, Claire St. John, meninggalkan pekerjaannya sebagai pengacara di New York, kembali ke kampung halamannya di Austin, Texas. Claire mencari segala cara untuk menghapus luka di hatinya dan melupakan mantan suaminya.

Ternyata, untuk mendapatkan sebuah nasihat terbaik, entah itu, hanya mencuri dengar atau berbicara secara langsung dengan orang lain, bisa didapatkan di dalam kamar mandi. Segala macam hal bisa didapatkan di kamar mandi, pengalaman, curhatan, atau sekedar memperhatikan tipe-tipe perempuan hanya dari lipstick yang dia pakai, busananya, dan lain-lain.

Nah, dari sinilah, Claire mendapatkan ide untuk menulis sebuah ‘buku panduan’, bukan tipe buku panduan yang serius, tapi, rasa-rasanya akan berguna buat para cowok biar lebih ‘mengerti’ dunia kaum perempuan.

Banyak yang meragukan keputusan Claire untuk jadi penulis, terutama ibunya. Tapi, Claire tetap dengan keputusannya. Teman-temannya, seperti Aaron, Leslie, Heather atau Laura, secara langsung atau pun tidak, ikut memberi kontribusi dalam penulisan guidance itu.

Claire pun menata ulang kembali hidupnya dengan menjalin hubungan dengan pria lain. Hubungan ini nyaris kandas, gara-gara ulah Claire di kamar mandi.

Hmmm… coba perhatiin, deh (khususnya untuk para cowok), cewek-cewek emang seneng pergi ke kamar mandi bareng-bareng. Mungkin lebih nyaman kali ya, kalau ada orang lain yang dikenal di tengah-tengah orang asing. Gue jadi inget waktu jaman-jaman sekolah dulu, kalo lagi jam pelajaran mau ke kamar mandi, pasti ngajak temen… ya, secara kamar mandinya juga agak-agak spooky gitu.

Tapi, di kamar mandi… bener seperti kata Claire, kita bisa melakukan, menemukan apa aja. Bisa curhat, bisa nge-gosip, atau sekedar merenung sendirian… atau ‘melarikan diri’ sejenak seperti Laura – baca majalah, nyelesain novel yang ending-nya bikin penasaran.

Untuk bukunya sendiri, ditulis (diterjemahkan) dengan bahasa yang santai… yak has Chicklit. Untuk isinya sendiri… hmmm.. so-so lah… lumayan deh, buat selingan. Awal gue memutuskan untuk membeli buku ini, karena judulnya. Tadinya, gue pikir ini buku non-fiksi. Dan, buku ini juga sempat ‘terlantar’ selama beberapa waktu.
Read more »

Senin, 16 November 2009

Oeroeg - Hella S. Haasse

No. 228
Judul : Oeroeg
Penulis : Hella s.Haasse
Penerjemah : Indira Ismail
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Oktober 2009
Tebal : 144 hlm

Oeroeg adalah sebuah novel klasik karya sastrawan Belanda, Hella S. Haasse. Walau novel ini ini untuk pertama kalinya diterbitkan dalam bahasa Belanda pada tahun 1948 namun baru kali ini Oeroeg diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Peluncuran terjemahan novel ini beberapa bulan yang lalu merupakan bagian dari kampanye Kedutaan Besar Belanda untuk Indonesia dalam rangka The Netherland Read, yang berlangsung hingga 20 November 2009.

The Nedherland Read adalah kampanye buku-buku Belanda yang telah berlangsung sejak 2006. Tiap tahunnya satu buku karya penulis terkenal dipilih untuk disebarkan gratis kepada khalayak, dibaca, dan bila mungkin didiskusikan bersama. Tahun ini buku yang terpilih adalah Oeroeg karya Hella S Haass, penulis Belanda yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sebelum masa kemerdekaan RI. Novel Oeroeg ini adalah novel pertamanya yang terbit tahun 1948.

Dalam novelnya ini Hella mengungkapkan bahwa Oeroeg adalah laporan pencarian jejak masa lalu tokoh ‘aku’, laki-laki muda berkebangsaan Belanda yang pada tahun 1947 mengenang kembali masa kanak-kanak hingga remajanya di Indonesia dan persahabatannya dengan seorang laki-laki Indonesia sebayanya yang bernama Oeroeg.

Bagi tokoh ‘aku’ Oeroeg adalah sahabat sejatinya, bagian dari masa kanak-kanaknya. Oeroeg dan tokoh aku dikisahkan selalu bersama dalam setiap tahap perkembangan, mulai dari anak-anak hingga lelaki muda. Bisa dikatakan kehidupan Oeroeg dan tokoh ‘aku’ begitu melekat bagaikan sebuah segel walau mereka sebenarnya terpisahkan oleh jurang strata sosial pada masa itu.

Tokoh aku adalah putra tunggal seorang administrateur di perkebunan Kebon Jati di pedalaman pegunungan Priangan, Sukabumi Jawa Barat, sedangkan Oeroeg adalah putra sulung mandor tempat dimana ayah si aku bekerja sebagai administraterur. Sebagai balas jasa atas ayah Oeroeg yang meninggal karena menyelamatkan tokoh aku, maka Oeroeg disekolahkan hingga ke tingkat MULO
Rupanya tempat yang terpencil dan kurangnya kedekatan antara tokoh Aku dengan kedua orang tuanya maka terbentuklah persahabatan antara tokoh aku dengan Oeroeg. Hanya dengan Oeroeglah ia dapat bermain dan menemukan penghiburan. Bahkan bahasa Sunda menjadi bahasa yang lebih akrab baginya dibanding bahasa Belanda.

Kesadaran akan adannya perbedaan diantara mereka mulai nampak ketika akhirnya hubungannya dengan Oeroeg menimbulkan cemoohan dan penolakan diantara orang-orang disekitarnya, terutama cemoohan yang dialamatkan pada Oeroeg. Namun walau demikian persahabatan mereka tetap berlanjut.
Semakin mereka dewasa, mereka semakin menyadari bahwa mereka memang berbeda. Oeroeg kini menyadari bahwa ia hanyalah seorang inlander sedangkan sahabatnya orang Eropa. Oeroeg sadar bahwa dirinya banyak mengalami penolakan dari orang-orang Belanda. Pada masa itulah jarak antara Oeroeg dan tokoh aku muncul,. Oeroeg mau tidak mau memasukkan sahabatnya sebagai golongan Eropa yang menolaknya.

Perbedaan diantara mereka semakin kentara setelah Oeroeg menjadi pemuda revolusioner yang menolak kerjasama dengan pemerintah Belanda yang notabene merupakan golongan sahabatnya sendiri. Namun walau demikian mereka tetap saling kontak dan persahabatan mereka walau tak seakrab dahulu namun mereka tetap saling berhubungan satu dengan lainnya hingga akhirnya tokoh aku harus berangkat ke Eropa untuk menyelesaikan studinya.

Saat ia bersekolah di Belanda, hubunga mereka terputus juga hingga akhirnya ia lulus dan kembali ke Hindia. Sepulang dari Eropa, tokoh Aku mencari sahabatnya, kebetulan ia kini dipekerjakan pada perbaikan jembatan-jembatan di Priangan yang dirusak oleh pejuang-pejuang Republik. Sebuah tugas membawanya ke tempat dimana ia melewati masa kecilnya bersama Oeroeg. Kesempatan ini dipakainya untuk mencari sahabatnya. Akankah Oeroeg berhasil ditemuinya?

Novel Oeroeg yang menceritakan lika liku persahabatan antara bocah pribumi dan anak andministratur Belanda ini ditulis oleh Hella S. Haase, (91 tahun) pada saat ia masih berusia 30 tahun dan merupakan novel perdananya yang akan mengangkat namanya sebagai penulis Belanda kenamaan.

Hella sendiri adalah penulis Belanda kelahiran Batavia pada 2 Februari 1918, Ibunya adalah seorang pianis bernama Katherina Diehm-Winzenhohler dan ayahnya seorang inspektur
keuangan pemerintahan kolonial Belanda bernama Willem Hendrik Haasse. Lewat
pekerjaan ayahnya inilah maka Hella yang lahir di Batavia dan melewatkan masa kanak-kanak hingga remajanya di Hindia hafal betul bagaimana suasana kehidupan di Hindia.

Karena novel ini dibangun sebagian besar berdasarkan kesan dan pengalaman Hella dan pengalaman masa remajanya di Indonesia maka tak heran jika dalam novelnya ini Hella mendeskripsikan suasana alam, kehidupan keluarga Belanda dan pribumi, rumah-rumah penduduk pribumi dan belanda dengan begitu detail dan memikat.

Begitu detailnya Hella mendeskripsikan latar ceritanya sehingga kita seolah-olah melihat sendiri apa yang digambarkan oleh Hella, jika kita tak mengetahui siapa penulisnya mungkin kita akan menyangka bahwa novel ini ditulis oleh penulis lokal. Cara betutur Helle dalam novel ini juga enak dinikmati sehingga mampu membawa pembacanya menyelami situasi Indonesia di zaman itu.

Ketika novel ini ditulis situasi politik antara Indonesia dengan Belanda sedang dalam keadaan kritis yang akan memuncak di agresi militer Belanda II atas Indonesia pada 1948 dan konflik ini akan berimbas pada kisah persahabatan Oeroeg dalam novel ini dimana sikap sebagian besar masyarakat Indonesia begitu membenci terhadap orang-orang Belanda.

Dalam hal penokohan karakter, karena tokoh Aku merupakan si pencerita maka apa yang dialami, dirasakan oleh si pencerita tereksplroasi dengan dengan baik, konsekuensinya kedalaman karakter oeroeg menjadi kurang tereksplorasi, misalnya bagaimana proses perubahan Oeroreg saat akhirnya tertarik dengan gerakan pemuda revolusioner. Jika saja Helle mengeksplorasi hal ini tentunya novel ini akan semakin menarik karena dapat melihat dari kedua sisi bagaimana akhirnya persahabatan mereka mulai berubah akibat perubahan watak Oeroeg.

Novel yang kental dengan aroma persahabatan yang terusik karena perbedaan ras dan pengaruh dari situasi politik di kehidupan tokoh-tokoh daam novel ini pada akhirnya akan membawa pembaca pada sebuah perenungan akan arti sebuah persahabatan.

Dengan indah Hella mengakhiri novel pendeknya ini dengan berbagai pertanyaan yang timbul dari benak si penceritanya (tokoh aku) sehingga setelah membaca habis novel ini pembaca akan diajak merenung dan mencoba mencari jawaban atas semua pertanyaan itu. Dan yang pasti melalui novel ini kita akan disadarkan bahwa persahabatan sejati pada akhirnya tak akan mungkin dipisahkan karena perbedaan ras, ideologi, perang, bahkan sebuah revolusi sekalipun.

Kedalaman pesan, dan setting Hindia Belanda di tahun 30-40an yang selama ini dianggap eksotis bagi warga dunia, khususnya orang Belanda tampaknya membuat novel ini menjadi novel klasik dunia dan akhirnya menarik perhatian para sineas Belanda untuk memfilmkannya pada tahun 1993 dengan judul yang sama dengan novelnya “Oeroeg” yang beberapa tokohnya diperankan oleh aktor/artis Indonesia yaitu Adi Kurdi, Ayu Azhari, dan Jose Rizal Manua.

Karena media buku dan film berbeda, tentunya ada banyak tambahan-tambahan kisah dalam film untuk mendramatisir kisahnya yang tidak ada dalam bukunya. Ada juga yang menilai bahwa film Oeroeg terkesan lebih bernuansa politis dibanding novelnya yang lebih menekankan makna persahabatan.

@h_tanzil
Read more »

All Those Things We Never Said

All Those Things We Never Said (Toules ces qu’on ne c’est pas dites)
Marc Levy @ 2008
World ++ Translation Service (Terj.)
Penerbit Bentang, Cet. I – July 2009
360 Hal.

Hubungan Julia Walsh dengan ayahnya, Anthony Walsh, memang tidak begitu baik. Sejak kecil, Julia selalu menunggu ayahnya yang kerap sibuk dengan pekerjaannya, sering bepergian ke luar negeri, atau kalau pun mereka berlibur bersama, Anthony sibuk dengan telepon bisnisnya. Hingga, Julia akan menikah, mereka jarang sekali berhubungan. Julia hanya mengirim undangan pernikahannya via pos, tidak meminta ayahnya untuk hadir secara langsung.

Tapi, menjelang detik-detik akhir Hari H pernikahan Julia dan Adam, justru Anthony ‘mengacaukan’ segalanya, hingga Julia dan Adam terpaksa menunda pernikahan mereka. Kenapa? Karena tepat di hari Julia seharusnya menikah, ia justru harus memakamkan ayahnya.

Belum hilang rasa terkejut Julia, meskipun ia tidak terlalu merasa kehilangan mengingat hubungan mereka yang tidak terlalu baik, ia mendapatkan sebuah paket yang isinya sangat aneh – sebuah android, robot ‘manusia’, yang ‘mengambil’ bentuk ayahnya. Lewat robotnya, Anthony mencoba memperbaiki kesalahan-kesalahannya di masa lalu.

Julia yang keras kepala tidak begitu saja menerima kehadiran android itu, apalagi ketika ‘Anthony’ mengaku sudah ‘mensabotase’ kehidupan masa lalu Julia, cinta pertama Julia dengan seorang komunis asal Jerman.

Julia pun melakukan ‘napak tilas’, menghilang dari tunangannya – karena gak mungkin dong, dia bilang pergi sama ‘ayahnya’? Mulai dari Montreal, sampai ke Jerman. Mencari sosok pria yang ternyata belum sepenuhnya bisa ia hilangkan dari benaknya.

Aneh juga kali ya, tiba-tiba dapet kiriman dalam bentuk orang yang kita tahu udah meninggal. Tapi, gue lebih milih seandainya ceritanya benar-benar tentang ‘ayah dan anak’. Di sini, kaya’nya lebih ke Julia yang mencari cinta pertamanya, dilatarbelakangi sama runtuhnya Tembok Berlin, waktu Julia remaja yang lagi seneng-senengnya memberontak nekat pergi ke perbatasan bareng teman-temannya. Di tengah-tengah peristiwa itulah, Julia bertemu dengan Thomas. Thomas yang idealis

Banyak adegan ‘selisipan’ jalan yang bikin gemes. Sedikit menyisakan ‘pertanyaan’ di akhir cerita. Bukan cerita favorit gue, tapi, rasanya gue ikut ‘tersentuh’ sama usaha Anthony untuk membuat Julia bahagia dan mendapatkan ‘ma’af’ dari Julia di enam hari ‘terakhir’ kebersamaan mereka.

Buku Marc Levy lain yang pernah gue baca adalah If Only It were True, ada hubungannya sama orang yang udah meninggal juga, or at least ‘in between’… apakah buku-bukunya yang lain juga bertema sama, ya?

Read more »

Minggu, 08 November 2009

Feel: What I Want in Life

Feel: What I Want in Life
Wulan Guritno & Adilla Dimitri @ 2009
Penerbit Edelweiss – Cet. I, Oktober 2009
244 Hal.

Gue menemukan buku ini ketika lagi ‘kehabisan’ bacaan, tapi gak pengen beli buku yang terlalu ‘berat’. Pengen yang simple-simple aja. Dalam bayangan gue sih, gue berharap buku ini, buku ringan yang bisa gue habiskan sekali baca pas weekend.

Jadi, gue baca sambil nungguin Mika main di Lollypop, Senayan City. Tapi, wah… memasuki prolog-nya aja, ternyata dugaan gue salah. Buku ini, sangat serius. Gimana gak serius, ceritanya dibuka di pemakaman. Lalu bergulir ke sebuah petanyaan yang berat, dan susah untuk mencari jawabannya: Apa yang kamu inginkan dalam hidup ini?

Jadi, ceritanya, Kanya sangat terpukul dengan kematian sahabatnya, Tammy. Kanya merasa bersalah, karena di malam kematian Tammy, mereka berdua dugem bareng, agak-agak mabok, dan Kanya-lah yang mengemudikan mobil ketika kecelakaan itu terjadi. Kalimat terakhir Tammy, adalah sebuah pertanyaan di atas, yang membuat Kanya bengong dan hilang konsentrasi pas lagi nyupir.

Kanya dan Tammy sebenarnya bagaikan kucing dan anjing ketika pertama kali bertemu. Kanya yang manja, anak konglomerat. Sedangkan Tammy, juga anak tunggal, tapi dengan kondisi ekonomi yang berbeda. Suatu kejadian, membuat mereka berdua seolah tak terpisahkan lagi.

Kepergian Tammy – dengan pertanyaan yang menggantung itu – membuat Kanya berpikir, apa yang ia cari dalam hidup ini, apa yang membuatnya bahagia. Untuk mencari jawaban itu, Kanya pergi ke Bali. Tempat yang sebenarnya juga menyisakan duka untuk Kanya dan ayahnya.

Di Bali, Kanya berkenala dengan Gala, seorang musisi independent, anak pemilik rumah yang disewa Kanya. Gala yang cuek, awalnya sering melontarkan kalimat yang membuat Kanya tersinggung, tapi Gala juga yang akhirnya membuka mata hati Kanya, hingga ia bisa memutuskan apa yang ia pilih.

Sebuah novel filosofi dalam bentuk ringan. Ada nuasana roman terselip sedikit. Novel ini emang gue baca langsung habis, tanpa jeda. Tapi, malah bikin mikir… hehehe.. untuk bacaan ringan, gak cocok, tapi, bagus untuk jadi ‘santapan’ selingan yang mengenyangkan.

Sebagai pelengkap, novel ini ada 'soundtrack'nya, ada CD yang diselipkan dalam novel ini, lagu ciptaan Anang Hermansyah (belum sempet gue denger sih, CD-nya). Konon kabarnya, bakal ada filmnya juga, yang akan dibuat sama pasangan suami-istri ini.
Read more »

Kamis, 05 November 2009

Kelas Memasak Lilian (The School of Essential Ingredients)

Kelas Memasak Lilian (The School of Essential Ingredients)
Erica Baurermeister @ 2009
Bentang, Cet. 1 – September 2009
234 Hal.

Gue selalu tertarik baca novel yang ada hubungannya dengan masakan, makanan… kaya’nya so yummy (Farah Quinn’s tone: on). Dan gue mencari-cari ke-yummy-an itu lagi di buku Kelas Memasak Lilian. Wuiihh… mau nulis ini aja, bikin gue jadi laper…

Lilian mulai memasak untuk membuat ibunya ‘keluar’ dari dunianya sendiri. Ibu Lilian ‘melarikan diri’ ke buku sejak ayahnya pergi meninggalkan mereka. Lilian jadi benci buku. Ia seolah melihat wajah ibunya tergantung dari tokoh dari buku yang dibacanya saat itu. Ia mencoba berbagai masakan untuk menarik perhatiaannya ibunya, ia nyaris putus asa karena malahan masakannya tergantung juga dari apa yang dibaca ibunya. Untung dia pernah berkenalan dengan Abuelita, perempuan pemilik toko rempah-rempah dan bahan makanan. Abuelita memberinya sebuah ‘tongkat ajaib’.

Beranjak dewasa, Lilian pun membuka restoran, sekaligus mengadakan kursus memasak di setiap hari senin, ketika restoran tutup. Peserta kursus itu tidak banyak, tapi datang dari berbagai kalangan – misalnya Claire, seorang ibu rumah tangga, pasangan suami istri Carl dan Helen, Antonia, cewek Italia yang designer interior, ada Tom yang memang pernah berprofesi sebagai koki, lalu Chloe, Isabelle dan Ian. Mereka punya alasan masing-masing hingga mereka sampai di tempat Lilian.

Buku ini gak melulu menceritakan kesibukan di kelas masak itu, dan tidak hanya bercerita dari sisi Lilian. Setiap bab, satu tokoh yang bercerita, kita jadi tahu masa lalu masing-masing tokoh, kehidupan mereka sekarang, kenangan terhadap sebuah masakan atau kegiatan memasak. Misalnya, Claire – kesibukannya sebagai ibu rumah tanggga, mengurus suami dan dua orang anak yang masih kecil, membuat dia merasa gak mengenal dirinya lagi, gak tau lagi apa yang dia inginkan, kursus masak ini seolah jadi ‘me time’ bagi Claire. Lalu, Carl dan Helen, tampak mesra di depan semua murid, seolah mereka adalah pasangan idaman. Tapi, ternyata di balik kemesraan mereka, tersimpan masa lalu yang menyakitkan – cinta, gak berarti membuat pasangan bisa benar-benar setia. The good point is, belajar saling mema’afkan.

Antonia, cewek eksotis dari Italia, rindu kampung halaman – sedang pusing menghadapi klien yang memintanya mendesign sebuah dapur di rumah tua. Antonia yang ingat kampung halamannya, merasa sayang banget kalau dia harus membongkar dapur itu, dapur yang mengingatkannya pada suasana di kampungnya di Italia.

Ian, si ahli computer, diam-diam suka sama Antonia. Kursus memasak adalah hadiah dari ibunya. Si kaku Ian, harus belajar bersosialisi dengan yang lain. Beda dengan Tom, ia ikut kursus masak demi kenangannya akan istrinya yang sudah meninggal. Mendiang istrinya adalah seorang koki.

Isabelle, perempuan tua yang kesepian dan pelupa , dan terakhir si ceroboh, Chloe. Sebagai pelayan restoran, Chloe sangat ceroboh. Entah sudah berapa banyak gelas, piring yang pecah.

Semuanya seolah penuh cinta. Di setiap bab, Lilian juga mengajari seri resep yang berbeda, yang selalu mempunyai cerita atau filosofi di balik resep itu. Selalu menggunakan bahan-bahan yang alami, sentuhan langsung dengan tangan. Tapi, Lilian sendiri ‘digambarkan’ sebagai tokoh yang misterius.

Gue seolah merasakan ‘kehangatan’ di dalam dapur – bukan hanya yang terjadi di kelas memasak itu, tapi di setiap dapur setiap tokoh. Kaya’nya penuh cinta, penuh rasa sayang… hahaha.. kenapa jadi sok romantis gini?!!

Read more »

Jumat, 30 Oktober 2009

Kamus Khazar

[No. 226]
Judul : Kamus Khazar (Sebuah Novel Leksikon)
Penulis : Milorad Pavic
Penerjemah : Noor Cholis
Penerbit : PT. Serambi Ilmu Semesta
Cetakan : I, Juni 2009
Tebal : 505 hlm

Ingin mencoba menikmati pengalaman baru dalam membaca sebuah novel ? Silahkan mencobanya dengan membaca novel leksikon Kamus Khazar karya Milorad Pavic, profesor sejarah kesusasteraan Universitas Beograd dan salah satu penyair kenamaan Yugoslavia. Walau novel ini diberi judul “Kamus Khazar” (Dictionary of The Khazars) namun ini adalah novel. Tepatnya novel berbentuk kamus atau mungkin lebih tepatnya novel berbentuk ensiklopedia. Nah bagaimana mungkin?

Inilah keunikan buku ini, walau berbentuk seperti ensiklopedia namun ini bukanlah buku yang dapat dijadikan buku referensi karena ini adalah sebuah karya fiksi yang mencampuradukkan sejarah, budaya, dongeng, mimpi dan imajinasi penulisnya tentang sebuah bangsa yang bernama bangsa Khazar.

Bangsa Khazar sendiri pada kenyataannya memang pernah ada. Sejarah mencatat bahwa pada puncak kejayaannya mereka menguasai sebagian besar dari wilayah Rusia selatan sekarang, Kazakhstan barat, Ukraina timur, dan sebagian besar Kaukasus (termasuk Dagestan, Azerbaijan, Georgia, dll.) Bangsa Khazar memasuki catatan sejarah ketika mereka memerangi bangsa Arab dan berrsekutu dengan Kekaisaran Bizentium pada 627 M.

Walau Bangsa Khazar pernah menguasai sebagian besar wilayah Rusia sekarang dan pernah memerangi bangsa Arab namun ironisnya hingga kini sedikit sekali yang dapat kita ketahui tentang bangsa ini, seluruh jejak mereka musnah, tidak menyisakan apa pun yang bisa dipakai untuk mengetahui asal-usul bangsa ini. Konon bangsa Khazar lenyap dari panggung sejarah setelah mereka mengalami peristiwa yang akan menjadi bahasan utama buku ini.

Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah ‘Polemik Khazar’ . Sebuah peristiwa besar ketika bangsa Khazar hendak melakukan perpindahan keyakinan dari keyakinan asli mereka ke salah satu dari tiga agama yang telah dikenal pada masa itu yaitu Yahudi, Islam, dan Kristen. Keruntuhan Imperium Khazar terjadi tidak lama setelah perpindahan agama itu saat Kekaisaran Rusia menghancur leburkan bangsa ini (965 - 970 M).

Tidak hanya bangsa ini yang lenyap, tapi kebudayaan, tulisan, dan artefak-artefak budaya merekapun hancur, nyaris lenyap dan hanya menyisakan sedikit bahan yang sangat sulit untuk dijadikan acuan untuk mempelajari kebudayaan Bangsa yang telah punah ini.

Namun minimnya bahan yang bisa diperoleh mengenai bangsa Khazar rupanya tak menyurutkan Milorad Pavic untuk membuat novel mengenai bangsa ini. Hal ini malah memberinya ruang imajinasi yang tanpa batas untuk mengisahkan bangsa Khazar menurut versinya. Dalam hal ini Pavic secara sastrawi mencoba menjajaki dan menyingkap Polemik Khazar ke dalam novelnya secara menarik dan tidak biasa, yaitu dengan cara penyajian layaknya sebuah ensiklopedi.

Dari mana Pavic memperoleh idenya ini? dalam catatan pendahuluannya yang terdapat dalam novel ini, ia mengungkapkan bahwa novelnya ini adalah rekonstruksi ulang dari edisi orisinal kamus Khazar karya Daubmannus yang terbit pada tahun 1691 dan dimusnahkan secara barbar pada tahun 1692 karena dianggap sebagai buku sesat. Untungnya masih ada halaman-halaman atau fragmen-fragmen yang tersisa dari kamus edisi orisinalnya. Berdasarkan lembar-lembar yang tersisa inilah Pavic mencoba merekonstruksi seperti apa kira-kira wujud dan isi dari kamus yang telah lenyap itu.

Sama dengan edisi Daubmannus 1691, Pavic menyajikan bukunya ini dalam tiga bagian utama berdasarkan tiga sudut pandang agama yang saling merebut simpatik penguasa Khazar agar memilih agamanya. Pembagian bab buku ini masing-masing diistilahkan sebagai ‘buku’ , yaitu Buku Merah (perspektif Kristen), Buku Hijau (perspektif Islam), dan Buku Kuning (perspektif Yahudi) yang masing-masingnya memberikan penjelasan tentang bangsa Khazar beserta polemiknya.

Karena setiap bagian disajikan menggunakan sudut pandangnya masing-masing maka tentunya akan ada beberapa bagian yang saling bertentangan, namun ada juga yang memiliki persamaan, atau saling melengkapi satu bagian dengan bagian lainnya.

Tidak hanya polemik Khazar yang dibahas dalam buku ini namun ada berbagai lema lainnya mengenai bangsa Khazar seperti dongeng, anekdot, sejarah, sejarah kamus Khazar karya Daubmannus, dll, bahkan kisah tentang para peneliti bangsa Khazar di masa kini pun ikut mewarnai buku ini.

Dengan gaya penyajian novel seperti halnya sebuah kamus/ensiklopedia yang terususun berdasarkan alfabetikal maka jangan harap kita akan mendapatkan gambaran dan sejarah mengenai bangsa khazar secara kronologis. Akibatnya jika novel ini dibaca secara berurutan dari halaman pertama hingga terakhir, maka pembaca akan dibawa terlempar bolak-balik dari satu masa ke masa lainnya.

Bukan hal yang mudah memang untuk membaca novel ini. Pembaca yang tidak sabaran dan tidak telaten kemungkinan akan menyerah dan mogok di tengah jalan sebelum menamatkannya. Untungnya di awal buku ini, penulis memberikan pendahuluan yang berisi sejarah bangsa Khazar beserta polemiknya secara runut sehingga walau pembaca menyerah di tengah jalan, setidaknya ia bisa memperoleh gambaran umum mengenai bangsa Khazar dan polemiknya.

Seperti halnya ketika kita membaca sebuah ensiklopedia, tentunya kita tak harus membaca buku ini secara berurutan dari halaman pertama hingga akhir. Kita bisa membacanya dari mana saja. Bisa saja kita membacanya berdasarkan lema-lema yang kita sukai atau topic yang ingin kita ketahui. Karena ada tiga bagian yang mungkin akan memiliki lema yang sama, rasanya akan lebih mengasyikan jika kita memilih satu lema di bagian pertama lalu membandingkannya dengan lema yang sama di bagian yang lain.

Jadi memang diperlukan usaha kreatif dari pembacanya agar dapat menikmati novel dan menyatukan cerita yang tercerai berai ini dengan baik. Pavic sendiri sadar akan kesulitan yang mungkin akan dialami pembaca dalam memahami bukunya ini, karenanya dalam catatan pendahulaunnya ia memberikan sub bab tersendiri yang berisi cara penggunaan/pembacaan buku ini.

Namun Pavic juga menegaskan bahwa ia memberikan kebebasan pada pembacanya untuk mencerna buku ini. Ia menyarankan agar pembaca menemukan dan membuat jalannya sendiri bagaimana cara terbaik untuk membaca buku ini. Dan bagaimanapun cara memabacanya pastinya masing-masing cara akan memberikan sensasi sendiri pada pembacanya. Jadi Novel ini memang menantang kita untuk tidak bersikap pasif ketika membaca, tetapi berpartisipasi aktif menyatukan cerita yang terbagi-bagi.

Sebagaimana sebuah kamus atau endiklopedia, maka sangat wajar jika buku ini tidak perlu dibaca seluruhnya ; orang bisa membaca setengah, atau satu bagian saja. Namun harus pula diingat bahwa semakin banyak orang membaca dan mencari maka semakin banyak pula yang didapatkan di buku ini.

Semua berpulang pada pembacanya. Novel ini bisa saja menjadi buku yang membosankan, atau bisa juga membuat pembacanya merasa tertantang untuk menuntaskannya dengan caranya sendiri dan mengurai semua lema yang ada, menyatukan kisah-kisah yang tercerai berai untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai Bangsa Khazar, sebuah bangsa besar yang kini telah punah dari peta kebudayaan dunia.

@h_tanzil
Read more »

Kamis, 15 Oktober 2009

Behaving Badly (Jangan Bandel, Ya!)

Behaving Badly (Jangan Bandel, Ya!)
Isabel Wolf @ 2003
Lina Jusuf (Terj.)
GPU – November 2007
440 Hal.

Miranda Sweet, adalah seorang ahli ‘psikologi hewan’. Ia sempat menjadi dokter hewan, sebelum mendapat ‘pencerahan’ baru. Tapi, kehidupan pribadinya sendiri tampaknya butuh bantuan psikologi.

Dalam masalah percintaan, Miranda baru saja putus dari tunangannya, Alexander, seorang aktor yang diramalkan akan meroket karirnya. Alasan putusnya yang baru diketahui di tengah-tengah cerita ternyata lucu juga. Yang jelas, Alexander tampak bukan tipe pria pelindung perempuan.

Secara kebetulan, melalui Daisy, sahabatnya baiknya, Miranda mendapatkan seorang klien bernama Caroline yang bermasalah dengan anjingnya. Tak disangka-sangka, Miranda malah bertemu suami Caroline, orang dari masa lalu Miranda yang nyaris membuat hidupnya berantakan. Hidup Miranda terkesan biasa-biasa saja, tapi ternyata ia menyimpan rahasia besar – yang kalau sampai terungkap mungkin akan membuat segalanya hancur. Apalagi, James, suami Caroline itu, adalah seorang Menteri Pendidikan, politisi yang punya pengaruh. Andai Miranda berani membocorkan rahasia mereka, bukan tak mungkin James akan menghancurkan Miranda.

Perasaan bersalah membuat Miranda mencari seseorang dari masa lalunya yang sudah sakiti. Miranda dulu adalah seorang aktivis yang memperjuangkan hak-hak binatang. Sikap polosnya sempat membuat ia terjebak dengan orang yang dulu dikenalnya sebagai Jimmy, yang tak lain adalah James di masa kini. Miranda bertekad mencari anak muda yang ia sakiti dulu. Ia ingin mengakui kesalahannya dan berdamai dengan masa lalunya.

Karir Miranda cukup maju. Semakin banyak client, semakin banyak majalah yang ingin mempublikasikan sosok Miranda. Kesempatan baik untuk membuat prakteknya semakin terkenal. Salah satu klien Miranda bekerja di sebuah majalah dan tertarik untuk memuat profil Miranda. Sengaja Miranda minta seorang fotografer yang mungkin saja sosok anak muda yang ia cari.

Selebihnya, mudah ditebak. Si fotografer memang orang yang ia cari, ternyata mereka berdua saling jatuh cinta dan Miranda terjebak dalam sebuah dilema antara takut mengakui kesalahan masa lalunya atau terus berbohong agar tidak kehilang sang fotografer.

Gue suka nih, chicklit yang begini. Yang isinya bukan cewek konyol, yang payah dalam segala hal. Miranda adalah cewek cerdas dan bertanggung jawab. Dan, serunya buku ini, banyak rahasia-rahasia yang diceritain pelan-pelan, baru terungkap di tengah-tengah bahkan nyaris mendekati akhir. Bacaan ringan, tapi gak bikin langsung menguap setelah selesai dibaca.
Read more »

Rabu, 14 Oktober 2009

Ink Exchange

Ink Exchange (Jalinan yang Memikat)
Melissa Marr @ 2008
Monica Dwi Chresnayani (Terj.)
GPU - September 2009
352 Hal.

Semenjak menjadi Ratu Musim Panas, Aislinn harus melindungi teman-teman mortalnya seperti Seth dan Leslie agar bebas dari gangguan para faery atau fey. Kerajaan Musim Panas bekerja sama dengan Kerajaan Musim Dingin, untuk menciptakan ‘perdamaian’ di antara para faery mereka. Bahkan Ratu Musim Dingin yang baru, Ratu Donia, menghadiahkan musim panas yang datang lebih awal.

Tapi, masih ada yang tidak gembira dengan ‘persekutuan’ kedua kerajaan itu, yaitu para faery di Kerajaan Kegelapan. Bagi mereka, dengan adanya perdamaian, berarti kekacauan berkurang, padahal mereka ‘makan’ dari rasa takut para mortal yang ditimbulkan karena adanya kekacauan itu. Untuk itulah, Irial, Raja Kerajaan Kegelapan, membutuhkan gadis mortal, sebagai penghubung antara faery dan mortal.

Leslie, sahabat baik Aislin, hidup penuh ketakutan dan kekhawatiran semenjak ibunya pergi meninggalkan keluarga mereka. Ayahnya jadi gemar berjudi, kakaknya Ren malah terjerat dalam obat-obat terlarang dan kerap ‘mengorbankan’ Leslie demi menghindar dari hutang. Leslie mencari rasa aman dan nyaman untuk dirinya sendiri. Leslie mencoba lari dari masalahnya. Ia mencari sebuah ‘sarana’ untuk itu. Kegemarannya pada tattoo membuat ia yakin, bahwa dengan merajah tubuhnya, ia akan terbebas dari segala rasa takut itu, ia mereka akan menjadi seorang Leslie yang baru.
Tanpa disadari, Leslie memilih sebuah gambar yang membawa bahaya. Gambar milik Irial, yang dengan ‘tercetak’nya gambar itu di tubuh Leslie, menjadikan Leslie sebagai Gadis Bayang-Bayang Irial. Menjadi ‘milik’ Irial membuat Leslie mabuk kepayang, antara sadar atau tidak, Leslie ‘menuntaskan’ rasa lapar Irial dan faery-faery Kerajaan Kegelapan lainnya.

Niall, salah faery Kerajaan Musim Panas yang ditugaskan menjaga Leslie, berusaha menyelamatkan Leslie. Tapi, ketika mortal sudah jadi ‘milik’ salah satu kerajaan, susah untuk ditarik ke kerajaan lain. Apalagi Niall ternyata jatuh cinta dengan Leslie.

Buku kedua lebih rumit dari buku pertama. Kalau waktu baca Wicked Lovely, gue rada bingung dengan alur ceritnya, maksud ceritanya karena begitu banyak faery yang ‘berkeliaran’. Tapi di buku kedua, gue pelan-pelan mulai mengerti. Kalo di buku ini, lebih banyak Leslie yang yang ‘berperan’ karena memang fokusnya di Leslie.

Faery – apakah ini peri? – berbeda dari gambaran peri-peri imut-imut, mungil, lucu dan baik hati. Justru di sini, faery suka mengganggu manusia. Kalo faery Kerajaan Musim Panas suka pesta, faery Kerajaan Musim Dingin cenderung muram, dan lebih mengerikan faery Kerajaan Kegelapan, mereka suka ‘memikat’ mortal, menyedot habis energi mereka, sehingga para mortal lupa diri. Kadang mortal jadi ‘kecanduan’, dan ketika sudah tidah bisa bertahan, ada yang jadi gila bahkan mati. Faery Kerajaan Kegelapan suka kekacauan, perang atau rumah sakit jiwa – tempat di mana banyak rasa takut.

Tapi, meskipun Irial itu terkesan dingin, gue cukup ‘tersentuh’ ketika Irial menyerahkan takhta Raja Kerajaan Kegelapan kepada Niall, lalu ternyata Leslie berhasil ‘mempengaruhi’ perasaan Irial jadi sedikit lebih ‘manusiawi’ atau lebih lembut.

Read more »

Selasa, 06 Oktober 2009

The Secret Garden

The Secret Garden: Persahabatan Sejati di Tengah Taman Rahasia
Frances Hodgson Burnett @ 1909
Rien Chaerani (Terj.)
Qanita, Cet. I - Agustus 2009
460 Hal.

Satu lagi karya klasik diterbitin sama Qanita. Kali ini adalah The Secret Garden (dulu kalo gak salah sih, pernah diterbitin sama Gramedia dengan judul Kebun Rahasia – menyesal buku ini hilang).

Cerita tentang Mary Lennox, anak perempuan yang nyaris sebatang kara. Mary lahir di India. Sejak lahir, ibunya langsung menyerahkan pengasuhan Mary kepada seorang ayah – pengasuh dari kalangan penduduk pribumi, karena ia tidak menginginkan anak perempuan. Mary juga praktis tidak pernah bertemu dengan ayahnya yang sibuk dengan pekerjaannya.

Mary tumbuh menjadi anak yang manja, keras kepala dan pemarah. Ia tidak peduli pada apa pun, sama halnya dengan nyaris tidak ada yang peduli dengan dirinya. Bahkan ia hampir saja terlupakan ketika wabah penyakit menyerang dan orang tua serta ayah-nya meninggal karena penyakit itu. Ia terlupakan di tengah rumah yang besar dan sepi, untung saja ada seorang tentara yang menemukannya.

Mary kemudian pergi ke Inggris, tempat di mana pamannya, Mr. Craven tinggal. Ia adalah wali Mary dan tentu saja wajib untuk mengurus Mary sampai ia dewasa. Mr. Craven sangat misterius, ia sering bepergian dan meninggalkan rumahnya yang besar. Mary tinggal bersama para pelayan dan sibuk dengan urusannya masing-masing. Mary boleh bermain di mana saja, asal jangan masuk ke sebuh kebun yang tertutup dan terkunci selama sepuluh tahun.

Mary sempat membuat Martha, salah satu pelayan di rumah itu bingung. Mary terbiasa dilayani, bahkan untuk urusan memakai sepatu dan baju. Tingkah laku Mary juga sangat menyebalkan.

Tapi, ketika ia ‘bertualang’ di luar, menghirup udara segar, dan tentu saja mencari kebun rahasia, membuat Mary jadi lebih ceria, jauh berbeda dari saat ia pertama kali datang. Perkenalannya dengan Dickon – adik Martha, juga memberi warna tersendiri dalam hari-harinya. Dickon yang bersahabat dengan berbagai binatang.

Ternyata ada satu rahasia lagi di rumah itu, rahasia besar yang sampai-sampai para pelayan tidak berani bercerita pada Mary. Rahasia tentang seorang anak laki-laki yang divonis akan segera meninggal, atau hidup dalam keadaan cacat.

Kehadiran Mary membawa perubahan besar bagi kehidupan di rumah besar yang sepi dan suram itu.

Cerita ini khas cerita-cerita persahabatan. Penuh petualangan (meskipun bukan a la Lima Sekawan), penuh rahasia, penuh makanan yang lezatttt… Gue seneng banget sekarang banyak cerita-cerita klasik yang diterbitin lagi. Membuat gue kembali bernostalgia, inget sama bacaan gue waktu masih SD dulu… hehehe..

Read more »

Wicked Lovely (Pesona yang Menawan)

Wicked Lovely (Pesona yang Menawan)
Melissa Marr @ 2008
Monica Dwi Chresnayani (Terj.)
GPU - Juli 2009
368 Hal.

Aislinn tau, dia tidak boleh menatap faery, tidak boleh bicara dengan faery, apalagi menarik perhatian faery. Itulah yang diajarkan neneknya kepada Aislinn. Neneknya selalu mengkhawatirkan keselamatan Aislinn sehubungan dengan faery-faery itu. Tapi, dia tidak pernah tau apa alasannya.

Bagaimana pun Aislinn menghindar, faery-faery tetap berkeliaran di sekitarnya. Apalagi seorang faery dengan ‘wujud’ tampan mendekatinya terus, tak peduli seberapa kuat Aislinn menolaknya.

Kenapa Aislinn yang jadi pilihan? Karena Keenan, sang Raja Musim Panas kaum Faery yakin, Aislinn-lah calon pendamping yang tepat, calon Ratu Musim Panas. Keenan benar-benar berharap akan hal itu. Karena kalau ternyata dugaan Keenan salah, Aislinn harus memegang tongkat musim dingin, dan akan mempengaruhi gadis selanjutnya untuk tidak percaya pada Keenan.

Tapi, Aislinn ingin tetap pada kehidupannya yang mortal. Apalagi ia jatuh cinta pada cowok urakan bernama Seth. Tadinya Seth adalah cowok yang senang gonta-ganti pasangan, sampai akhirnya ia memutuskan untuk menjalin hubungan lebih serius dengan Aislinn. Seth memberikan rasa aman dan nyaman pada Aisilinn yang sering meresa risih karena bisa melihat dan diikuti oleh para fey dan faery. Apalagi Seth tinggal di dalam sebuah gerbong berdinding besi – yang cukup ampuh untuk menjauhkannya dari para fey dan faery itu.

Meskipun Aislinn terus menghindar, Keenan tetap gigih mendekati Aislinn. Dengan memakai glamour – sebuah sarana penyamaran agar tampak seperti mortal – Keenan mendaftarkan diri di sekolah yang sama dengan Aislinn.

Masalah Keenan bukan hanya terletak pada ‘urusan’ mempengaruhi Aislinn, tapi juga ia harus menghadapi Beira, Ratu Musim Dingin, yang tak lain adalah ibunya sendiri. Beira adalah ratu yang kejam. Ia ingin dunia ini selalu dilingkupi oleh musim dingin yang abadi. Beira tidak ingin ada pasangan untuk anaknya yang artinya nyawa Aislinn pun terancam.

Novel ini berbau fantasi dengan nuansa ‘gelap’. Agak-agak berbau-bau gothic. Aislinn adalah tokoh perempuan yang berusaha kuat meskipun punya ketakutan. Tinggal di sebuah daerah yang tingkat kriminalitasnya tinggi, obat-obatan beredar dengan bebas di antara para pemakai.

Gue jadi ikut ‘terjerat’ pesonanya Keenan. Dan sekarang gue lagi baca buku keduanya – yang lebih nyeritain temennya Aislinn, Leslie si penggemar tattoo.

Read more »

Minggu, 27 September 2009

Little Woman

Judul : Little Woman
Penulis : Louisa May Alcott
Penerjemah : Rahmani Astuti
Penerbit : PT. Serambi Ilmu Semesta
Cetakan : I, Juli 2009
Tebal : 489

Little Woman adalah novel klasik karya Lousia May Alcott (1832-1888) yang pertama kalinya diterbitkan pada tahun 1868. Dalam novel ini Alcott menciptakan empat sosok perempuan yang paling populer dalam sastra Amerika hingga kini. Mereka adalah Meg, yang tertua diantara keempat anak perempuan keluarga March, berusia enam belas tahun, sangat cantik dan lembut. Jo, 15 tahun, pribadi yang penuh semangat, temperamental, suka bereksperimen dan senang menulis. Beth, 13 tahun gadis yang lembut, pendiam dan baik hati, serta si bungsu Amy, 12 yang memiliki jiwa seni, egois, manja serta kekanak-kanakan.

Keempat anak ini tinggal bersama ibu mereka, sementara sang ayah pergi bertempur dalam perang saudara. Keluarga ini hidup dalam kesederhanaan, sementara ayahnya pergi ibu serta keempat anak gadis March bahu membahu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sementara utuk melakukan pekerjaan rumah tangga, mereka dibantu oleh Hanah yang setia mengabdi pada keluarga March.

Keseharian yang dialami oleh keempat wanita keluarga March inilah yang dieksplorasi dengan baik oleh Alcott dalam novelnya ini. Walau mereka memiliki ibu yang bijak dan saling mengasihi satu dengan yang lainnya namun keempat gadis dengan karakter yang berlainan ini membuat mereka tak luput dari berbagai pertengkaran, kadang mereka saling memuji namun ada juga ejek mengejek, perkelahian, cemburu, dll seperti yang dialami oleh sebuah keluarga pada umumnya. Selain itu persahabatan mereka dengan Laurie, pemuda kaya tetangga mereka yang tinggal bersama kakeknya ikut mewarnai kehidupan keluarga sederhana ini. Bersama Laurie, mereka menikmati masa remaja dan persahabatan yang indah

Pada intinya dalam novelnya ini Alcott menuturkan keseharian keempat gadis March dengan begitu hidup dan menarik, seperti bermain teater dalam rumah, berpikinik, membuat koran sendiri, dan kejadian-kejadian lainnya yang ikut membentuk mereka menjadi perempuan dewasa. Eksplorasi karakter dan berbagai peristiwa yang dialami oleh keempat gadis March ini dideskripsikan dengan porsi yang hampir sama, tiap babnya secara bergantian menceritakan salah satu dari mereka sebagai pusat cerita. Walau demikian karakter Jo yang merupakan cermin dari kepirbadian Alcott sendiri tampak selalu muncul dan mengambil peran dibanding yang lainnya.

Apa yang dikisahkan oleh Alcott sangat manusiawi dan wajar, tidak berlebihan, seperti halnya keluarga kita pada umumnya sehingga membaca novel ini seperti membaca kehidupan kita sendiri. Ada berbagai peristiwa keseharian yang menarik yang dikisahkan Alcott misalnya bagaimana pertengkaran antara Jo dan Amy karena hal yang sepele malah membuat Jo begitu membenci Amy yang telah memusnahkan buku karangannya yang telah lama ia tulis untuk ia persembahkan pada ayahnya kelak.

Novel ini juga memuat kisah yang mengandung nilai-nilai pengorbanan dan kemanusiaan baik antara keluarga March atau dengan orang lain. Misalnya ketika Jo rela mengorbankan rambutnya untuk dijual ke sebuah salon demi menambah ongkos perjalanan ibunya ke Washington untuk menjenguk ayah mereka yang sakit keras.

Lalu ada pula kisah Beth yang tetap menolong bayi tetangganya yang menderita penyakit menular hingga akhirnya bayi tersebut meninggal di pangkuannya. Karenanya tak lama kemudian Beth pun tertular penyakit yang mematikan ini. Saat inilah saat yang paling berat yang dialami keempat gadis keluarga March. Mereka harus merawat Beth ketika kedua orang tua mereka tak ada di rumah. Saat-saat mereka menolong Beth yang sedang berjuang melawan maut inilah yang membuat mereka menyadari bahwa kehadiran keluarga mereka jauh lebih berharga dibanding apapun

Ada banyak hal tema menarik yang diangkat oleh Alcott dalam novelnya ini, selain masalah kehangatan keluarga, pengorbanan, cinta kasih antar saudara dan cinta romantis Meg, novel ini juga mengangkat isu feminisme melalui sosok Jo yang mandiri dan selalu menentang aturan yang membatasi kebebasannya. Menarik karena ketika novel ini dibuat, isu feminisme belum sepopuler saat ini sehingga bisa dikatakan bahwa Alcott adalah penulis yang memiliki wawasan berpikir melebihi zamannya.

Selain itu novel ini juga memberikan contoh bahwa dalam kehidupan perempuan yang sederhana, kehidupan yang berhasaja dan berkualitas masih mungkin diperoleh. Tak ada yang lebih berharga ketimbang memiliki keluarga yang saling mencintai. Hal ini seolah mendobrak pandangan umum bahwa kebahagiaan hanya dapat diperoleh melalui oleh kelimpahan materi semata.

Dengan segala kelebihan yang ada dalam novel ini maka tak heran jika novel yang ditulis Alcott hanya dalam tempo dua setengah bulan (antara 1867 dan awal 1868) ini langsung menuai sukses ketika pertama kami diterbitkan pada 30 September 1868. Lebih dari 2000 ekslempar terjual seketika. Novel ini juga direspon secara positif oleh para kritikus sastra dan langsung menyebut novel baru itu sebagai sastra klasik. Hal ini kelak terbukti karena novel ini menjadi novel yang laris selama puluhan tahun dan dibaca hingga kini dari generasi ke generasi.

Sesaat setelah novel ini terbit dan banyak dibaca orang, Alcott kebanjiran surat dari pembacanya yang menuntut sekuel dari novelnya tersebut. Memenuhi keinginan pembacanya untuk menulis kelanjutan dari kisah keempat gadis keluarga March ini, Alcott pun akhirnya menulis sekuel Little Woman yang diberinya judul Good Wives pada tahun 1869. Kedua bagian ini sering disebut dengan Little Women or Meg, Jo, Beth and Amy. Tak hanya berhenti sampai di situ, kisah keluarga March terus berlanjut Alcott terus menulis dan menerbitkan Little Men (1871) dan Jo’s Boys (1886), yang menceritakan kehidupan anak-anak dari perempuan-perempuan keluarga March. Pada 1880 kedua bagian digabung ke dalam satu volume di Amerika dengan judul Little Women or, Meg, Jo, Beth and Amy.

Hingga kini kisah keempat perempuan keluarga March terus dibaca orang . Sejumlah karya merujuknya. Geraldine Brooks, misalnya, menerbitkan novel March pada 2005, novel ini bercerita tentang Tuan March, ayah keempat perempuan March, selama Perang Saudara. Novel ini kemudian dianugerahi Pulitzer Prize for Fiction 2006. Tak hanya dalam ranah buku, kisah keluarga March juga telah menggelitik para sineas untuk melayar lebarkan karya Alcott ini, hingga kini Little Woman sudah 14 kali diadaptasi ke layar lebar . Selain film, Little Woman juga dibuatkan versi serial TVnya, anime-nya, panggung opera, drama musical, dll

Selain itu menurut buku “ 1001 Books You Must Read Before You Die karya Peter Boxall. Novel Little women ini menginspirasi banyak penulis perempuan antara lain Simone Beauvoir, Joyce Carol Oates, dan Cynthia Ozick (salah satu penulis amerika paling top saat ini). Karenanya hadirnya terjemahan novel ini patut dipresiasi dengan baik karena jika sebelumnya novel klasik ini hanya dibaca dan dibicarakan di lingkungan terbatas yang melek sastra, kini novel ini menjadi lebih terbaca oleh kalangan yang lebih luas lagi.

@h_tanzil

Read more »

Selasa, 15 September 2009

The Palace of Illusions (Istana Khayalan)

The Palace of Illusions (Istana Khayalan)
Chitra Banerjee Divakaruni @ 2008
Gita Yuliani K (Terj.)
GPU - Juli 2009
496 Hal.

Drupadi… dari awal kelahirannya sudah membuat orang terpana. Ia lahir dari api. Bergandengan tangan dengan sang kakak, Dre, yang memang diharapkan kelahirannya untuk membalaskan dendam sang ayah kepada Drona, seorang brahmana yang pernah diakui Raja Drupada sebagai sahabat. Kehadirannya sebenarnya tidaklah diharapkan. Maka itu, nama yang diberikan ayahnya pun ‘biasa-biasa’ saja artinya.

Tapi, kisah yang mengiringi hidupnya dari awal tidaklah biasa. Selain karena cara ia dilahirkan, ramalan tentang perjalanan hidupnya pun penuh dengan kisah tragis. Seorang peramal bernama Byasa, berkata bahwa Drupadi akan menikah dengan lima orang laki-laki, ia juga akan menyebabkan perang yang membuat jutaan perempuan menjadi janda, ia akan menyebabkan kematian kakaknya sendiri.

Tak ada yang bisa dilakukan untukmenghindari ramalan itu, selain lebih bersikap bijak. Drupadi, sejak kecil tidaklah mau menjadi seorang perempuan pada umumnya – yang hanya mengenal mengurus suami, bertingkah laku manis dan sopan. Tapi, ia adalah anak yang haus pengetahuan. Setiap Dre belajar, ia akan bersembunyi di balik tirai dan ikut mendengarkan semua pelajaran Dre. Adalah Khrisna, yang selalu menjadi sahabatnya dan gemar mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang penuh filosofi.

Ketika tiba waktunya bagi Drupadi untuk menikah, Raja Drupada mengadakan sayembara yang cukup sulit. Sayembara itu sebenarnya hanyalah ‘syarat’, karena dari awal, seorang laki-laki bernama Arjuna, sudah diharapkan (atau dipastikan) akan memenangkan sayembara itu. Tapi, ternyata, Arjuna mempunyai saingan berat, yaitu Karna – seorang anak kusir kuda yang diangkat menjadi raja oleh Duryodana, salah satu dari 100 Kurawa – sepupu Arjuna sekaligus musuh besarnya.

Karena tidak satu kasta, Karna ‘disingkirkan’ dengan tidak hormat. Meskipun Drupadi akhirnya sangat menyesal dengan keputusan itu. Tapi, seperti yang sudah diharapkan, Arjuna-lah yang menjadi sang pemenang dan otomatis menjadi suami Drupadi. Namun, ternyata, Drupadi belum boleh berlega hati, karena, sebagai anak yang patuh pada ibunya, Kunti, dan terbiasa berbagi dengan saudara-saudaranya, Arjuna tidak bisa menolak ketika Kunti meminta-nya ‘berbagi istri’. Itulah awal Drupadi akhirnya menikah dengan para Pandawa.

Dalam kisah ini, penuh dengan balas dendam, hawa nafsu dan penderitaan. Para Pandawa yang terusir dari istana mereka sendiri, akhirnya mempunyai kesempatan untuk membangun istana yang sangat indah yang hampir tidak mungkin bisa dibayangkan dalam benak manusia biasa. Istana Khayalan – nama pemberian Drupadi. Dari awal, si pembuat istana sudah mewanti-wanti agar tidak mengundang orang ke dalam istana tersebut. Tapi, memang dasar manusia, meskipun setengah dewa, ternyata masih memiliki hawa nafsu dan sifat pamer.

Karena kebodohan Yudhistira, mereka semua akhirnya kehilangan segala kemewahan yang dimilikinya. Drupadi yang hampir dipermalukan, mengucapkan sumpah yang akhirnya mengawali semakin meruncingnya hubungan antara Kurawa dan Pandawa.

Peperangan hebat terjadi. Lawan adalah saudara, sahabat dan orang-orang yang mereka kasihi. Balas dendam jadi motif utama.

Baru sekali ini gue baca buku tentang tokoh-tokoh yang selama ini gue hanya tau ada di dunia ‘pewayangan’. Gue baru tau nama-nama para pandawa, anak siapa Gatotkaca dan, sosok Srikandi. Entah bener apa nggak, karena gue gak pernah ngikutin cerita wayang, tapi, kematian semua tokoh-tokoh dalam cerita ini sangat tragis.

Drupadi sendiri digambarkan sebagai sosok perempuan yang menginginkan ‘kesetaraan’ dengan laki-laki, ia juga istri yang setia, ia memilih mendampingi suami-suaminya di pengasingan. Tapi, tetap, ia harus memendam perasaan cinta, rindu dan bersalah sekaligus karena membuat laki-laki lain sengsara.

Ceritanya eksotis banget, penuh dengan ramalan, mantra-mantra, kutukan, astra-astra, dan intrik-intrik yang ‘njelimet. Kata-kata yang puitis, banyak banget filosofinya. Hati-hati kalo mengeluarkan kutukan, karena bakal beneran kejadian dan bikin menderita tujuh turunan.
Read more »

Rabu, 09 September 2009

Pink Project

Pink Project
Retni SB @ 2009
GPU – Juli 2009
264 Hal.

Pertama kali, coba-coba menulis komentar tentang sebuah lukisan di koran, Puti Ranin langsung mendapat balasan pedas dari seorang kritikus lukisan lain. Sangga Lazuardy, menyebut Puti sebagai katak dalam tempurung, tapi sok tahu. Karuan Puti langsung berang. Puti tau, dia bukanlah seorang seniman yang mampu menilai karya lukisan dengan canggih. Dia hanya penggemar lukisan, dan ketika satu lukisan mampu membuatnya ‘terpana’, Puti tak tahan untuk tidak mengirimkan tulisannya ke surat kabar. Puti langsung emosi berat. Bukan hanya karena Sangga ‘menghina’ dirinya, tapi juga menghina Pring, pelukis pujaannya itu.

Pada satu kesempatan, Puti akhirnya bertemu dengan Sangga. Sikap Sangga yang sok cool dan seolah mengaggap Puti gak ada, makin membuat Puti berang. Padahal, entah kenapa, semakin Puti menghindar, semakin sering mereka berdua bertemu.

Ternyata, Sangga punya tujuan tersembunyi di balik sikapnya yang acuh tak acuh itu. Sangga punya niat menjodohkan Puti dengan Pring. Si pelukis ini memang misterius. Dia tidak pernah muncul di setiap pameran lukisannya. Sangga ternyata adalah sahabat Pring.

Gue sih berharap menemukan ‘keindahan’ di dalam buku ini. Dari cover-nya udah cantik. Gue cape’ banget baca marah-marahnya Puti ke Sangga yang kadang berlebihan banget. Bagian Puti marah-marah, selalu gue lewatin dengan cepet-cepet. Hehehe.. daripada gue ikutan stress…

Read more »

Selasa, 08 September 2009

Braga - Jantung Parijs van Java

No. 223
Judul : Braga - Jantung Parijs van Java
Penulis : Ridwan Hutagalung & Taufani Nugraha
Penerbit : Ka Bandung
Cetakan : Oktober 2008
Tebal : 168 hlm

Di paruh pertama abad ke 20 Bragaweg (Jalan Braga) adalah jalan paling mashyur dan telah menjadi landmark kota Bandung. Jika Bandung pernah dikenal dengan sebutan “Parijs van Java”, tampaknya hanya jalan Braga yang paling mewakili sebutan itu karena Braga merupakan jalan pertokoan yang paling bernuansa Eropa di seluruh Hindia yang memiliki keunikan dan daya tarik yang khas.

Istilah Parijs van Java sendiri hingga saat ini belum diketahui secara pasti kapan tepatnya mulai digunakan. Namun demikian, setidaknya sebuah buku berjudul Boekoe Penoenjoek Djalan Boeat Plesiran di Kota Bandoeng dan Daerahnja yang kemungkinan diterbitkan tahun 1906 telah menyebutkan Bandung sebagai “Parisnya tanah Jawa”. Kenyataannya memang pada masa itu sudah tampak upaya-upaya yang mewujudkan Bandung seperti kota Paris seperti mulai dibangunnya societiet, bioskop, café dan restoran, gedung kesenian, serta taman hiburan rakyat yang mampu menghidupkan suasana malam Bandung seperti suasana Paris di malam hari.

Upaya-upaya mewujudkan Bandung yang bernuansa Paris mencapai puncaknya pada masa 1920-1930 terlebih ketika Pasar malam tahunan Jaarbeurs pada tahun 1920 (sekarang lokasi Gedung Kodiklat TNI AD Jl. Aceh) dipromosikan hingga ke luar negeri. Slogan Parijs van Java juga makin populer setelah Boscha sering mengutipnya di berbagai pidatonya. Selain itu di pada masa 1920-1940 Bandung juga dikenal sebagai pusat mode seperti halnya Paris. Saat itu di Braga berdiri berbagai toko mode diantaranya toko mode Au Bon Marche milik orang Perancis yang spesialis menjual pakaian-pakaian mode terbaru dari Perancis.

Di masa kini Braga tak ubahnya seperti jalan-jalan umum lainnya yang padat dan berdebu. Namun di tengah kemacetan Braga pada jam-jam sibuk kita atau suramnya Braga di waktu malam kita masih bisa menikmati sedikit sisa-sisa kejayaan Bandung tempo dulu. Bagaimana caranya? Bacalah buku kecil berjudul Braga – Jantung Parijs van Java, dan kita akan diajak menyusuri sepanjang Braga sambil mengoreh-ngoreh apa saja yang tersisa dari masa keemasan Braga.

Buku setebal 167 halaman ini memang disusun laiknya panduan wisata jalan kaki sehingga pembaca dapat menyusuri sepanjang Braga mulai dari sisi paling selatan di pertigaan jalan Asia Afrika dan Jalan Braga hingga ke berakhir di ujung utaranya di persimpangan Jalan Braga, Jalan Wastukencana, dan Jalan Perintis Kemerdekaan sekarang . Mulai dari gedung bekas toko Van de Vries hingga berakhir di gedung Javasche Bank (kini Bank Indonesia). Ada lebih dari 30 bangunan yang dibahas dalam buku ini, ada yang masih ada hingga kini, namun ada juga yang sudah hilang tak berbekas dan digantikan dengan bangunan yang lebih modern.

Masing-masing bangunan penting sepanjang Braga itu dikisahkan dengan menarik dan cukup detail lengkap dengan kondisinya di masa kini. Dari kisah puluhan bangunan yang terdapat dalam buku ini yang mendapat porsi bahasan yang banyak dibahas adalah Gedung Societeit Concordia (Gedung Merdeka) yang menjadi pusat hiburan masyarakat Belanda di Bandung

Societeit Concordia awalnya adalah nama perkumpulan yang terdiri dari para Preangerlpanter (pengusaha perkebunan di Priangan) dan para elite kota Bandung. Pada 1895 perkumpulan tersebut menempati gedung yang diberi nama Gedung Societeit Concordia. Pada tahun 1940 gedung Societeit Concordia mengalami renovasi yang mengubah penampilannya hingga berbentuk seperti sekarang. Di sinilah Societeit Concordia sebagai perkumpulan kaum elite mencapai puncak popularitasnya

Gedung yang dapat menampung 1.200 orang ini dilengkapi dengan ruang makan, ruang dansa yang luas, ruang bowling serta perpustakaan yang cukup lengkap dengan ruang bacanya . Setiap akhir pekan gedung ini diadakan berbagai pertunjukan seni seperti konser musik (Ismail Marzuki & WR Supratman pernah berkonser di tempat ini) , tonil, dan dansa. Sedangkan di hari minggu pagi gedung ini juga dipakai oleh anak muda Belanda untuk bermain sepatu roda.

Maraknya kegiatan yang dilakukan di dalam gedung ini membuat seorang pelancong Belanda, L.H.C. Horsting menyimpulkan bahwa tidak ada Societeit di seluruh Hindia Belanda yang dapat mengalahkan Societeit Concordia Bandung. Setelah melewati segala kemeriahan dan masa keemasan sebagai pusat hiburan bergengsi pada zaman Hindia Belanda, gedung ini kemudian menjadi terkenal ke seluruh dunia karena menjadi tempat Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955.

Tentunya kita bisa membayangkan bagaimana semaraknya suasana gedung ini di masa lampau, jauh berbeda dengan kondisinya kini yang hanya menjadi sebuah museum bisu yang jarang sekali dipakai untuk aktivitas seni seperti di masa lampau.

Setelah gedung Soceiteit Concordia, gedung legendaris yang mendapat porsi bahasan agak panjang dalam buku ini adalah Maison Bogerijen (Braga Permai) dimana ada lambang kerajaan Belanda yang terpampang di muka restoran ini. Restoran ini dikenal sebagai restoran paling elite di seantero kota yang mendapat piagam restu langsung dari ratu Belanda. Maka dari itu tidak heran jika Maison Bogerijen adalah satu-satunya restoran yang diizinkan menyajikan berbagai hidangan istimewa khas kerajaan Belanda yang tidak bisa ditemukan di sembarang tempat.

Selain kedua gedung diatas, masih banyak gedung-gedung lain yang tak kalah menariknya yang dibahas dalam buku ini seperti gedung DENIS Bank dengan gaya bangunan unik yang merupakan bank pertama kali menggunakan system hipotek di Bandung, Het Snopheus (Sumber Hidangan) , toko mobil Fuchs en Rens yang menjual mobil-mobil terkenal (Peugeot, Renault, Chlyser, Plymouth,dll). Lalu ada pula toko buku van Dorp (sekarang gedung Landmark) yang memiliki cara pemasaran unik yang secara tidak langsung menggiring warga Bandung untuk kerajingan menanam bunga.

Menarik memang menyusuri spanjang Braga bersama buku ini. Hanya saja satu hal yang disayangkan adalah tak adanya kisah-kisah humanis dibalik keberadaan gedung-gedung yang dibahas dalam buku ini karena buku ini hanya mendeskrpisikan sejarah gedung, fungsi bangunan di masa lampau, arsitek pembuatannya,dll. Jika saja penulis memasukkan sedikit kisah-kisah remeh temeh yang merupakan bagian dari orang-orang yang tingal di gedung-gedung ini tentunya buku ini akan lebih menarik lagi dan gedung-gedung yang dibahas dalam buku ini akan terasa lebih bernyawa jika kita mengunjunginya saat ini.

Karena format buku yang kecil, tidak terlalu tebal, bahasan yang runut, mudah dicerna dan informatif karena dilengkapi dengan daftar istilah, indeks, peta, dan tampilan foto-foto yang tajam membuat buku ini sangat nyaman dibawa sebagai pedoman dalam menyusuri sepanjang Braga untuk menemukan serpihan-serpihan kejayaan Braga di masa lampau.

Selain itu kehadiran buku ini juga ikut melengkapi sejumlah buku tentang Bandung yang telah ditulis selama ini. Satu hal yang menarik, walau dikemas dalam gaya popular, namun salah satu penulis dari buku ini adalah lulusan dari jurusan sejarah. Selama ini buku-buku tentang Bandung ditulis oleh budayawan, wartawan, dan ahli planologi.

Namun siapapun yang menulisnya dan apapun yang dibahas mengenai Bandung di masa lampau, buku-buku tersebut, termasuk buku ini bukanlah sekedar hanya menigsahkan kembali sejarah panjang sebuah kota. Ada banyak hal yang positif yang bisa dipelajari, ditimbang, dan mungkin dijadikan teladan khususnya bagaimana mengelola sebuah kota baik untuk masa kini maupun di masa yang akan datang.

@h_tanzil

Read more »