Minggu, 25 April 2010

Pelacur, Politik, dan hehehe...

Judul : Pelacur, Politik, dan hehehe
Penulis : Tandi Skober
Penerbit : Kakilangit Kencana
Cetakan : I, November 2009
Tebal : 557 hlm

Saat ini ramai jadi polemik, mengenai syarat tidak cacat moral bagi calon kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah. Ada yang pro ada yang kontra. Apakah tabu bagi seorang yang memiliki masa lalu hitam untuk menjadi kepala daerah? Bagi Tandi Skober, penulis senior kelahiran Indramayu 50 tahun yang silam ini syarat tersebut tidaklah berlaku. Hal tersebut terungkap dalam novelnya yang berjudul “Pelacur, Politik, dan hehehe “, dengan imajinasinya Tandi Skober tidak hanya mendudukkan seorang pelacur yang jelas-jelas dianggap memiliki moral yang hitam untuk menjadi kepala daerah, ia bahkan menjadikan seoerang pelacur kelas bawah menjadi calon presiden !

Bagaimana mungkin seorang pelacur bisa dicalonkan untuk menjadi Presiden? Penasaran? Bacalah buku ini. Novel ini menceritakan sosok seorang pelacur kali Asat – Indramayu yang bernama Sumi yang akhirnya terseret masuk ke dalam dunia politik. Sumi adalah pelacur kelas bawah yang berjuang untuk menghidupi keluarganya. Awalnya ia pelacur yang kurang dikenal, bahkan mucikarinyapun selalu meremehkannya, namun ia tak menyerah pada keadaan, keuletannya berhasil membuat dirinya menjadi salah satu pelacur yang terkenal di Kali Asat, yang tadinya hanya bertarif puluhan ribu saja hingga akhirnya laku satu juta rupiah!

Kemauannya untuk maju, kepercayaan dirinya yang tinggi, kemahirannya bersilat lidah, dan dewi keberuntungan yang selalu menyertainya membuat Sumi akhirnya meraih kesuksesan. Kepopuleran Sumi akhirnya terdengar hingga ke Jakarta. Sebuah perusahaan penyedia jasa wanita bagi kalangan pejabat tertarik untuk menjadikannya asset berharga bagi perusahaaannya. Dengan sebuah cara yang tak terduga akhirnya Sumi berhasil direkrut oleh perusahaan tersebut. Disana ia dilatih, didandani untuk dijadikan pelacur kelas atas yang beroperasi di Jakarta.

Lalu dikisahkan juga dua konglomerat Kor dan Karel, walau bersahabat mereka saling bersaing, hobinya adalah melakukan judi dengan perusahaan sebagai taruhannya. Bosan dengan judi bisnis, mereka melakukan taruhan politik. Karena saat itu sedang masa-masa menjelang pemilihan Presiden, Kor dan Karel masing-masing membentuk sebuah partai politik dan memilih seorang calon untuk menjadi kandidat presiden. Kor mendirikan Partai Nalar dengan memilih seorang intelektual nyeleneh Prof. Nurkhlilap Wahid sebagai calon Presiden, sedangkan Karel mendirikan Partai Akar Rumput dengan Sumi sebagai calon presidennya.

Seperti yang terungkap dalam judul dan covernya yang terkesan lucu, novel ini memang merupakan novel yang bernuansa humor. Tandi Skober tampaknya berhasil menghadirkan dialog-dialog yang menggelitik yang membuat kita bisa tersenyum simpul hinga tertawa terbahak-bahak.

Namun novel ini tak hanya menyajikan kisah yang lucu dan menghibur, ada juga bagian-bagian yang serius yang mengajak kita untuk memahami problematik kehidupan masyarakat bawah khususnya kehidupan para pelacur beserta keluarganya. Melalui kisah Sumi ini akan terungkap bagaimana kesulitan ekonomi yang membelit keluarganya sehingga membuat kedua orang tua Sumi dengan kesadaran penuh mendorong anak-anaknya untuk menjadi seorang pelacur. Bagi mereka profesi pelacur sudah bukan lagi perbuatan nista tapi sudah menjadi semacam profesi utama bagi yang bisa menghidupi keluarga mereka

Dalam novel ini penulis juga memasukkan unsur budaya lokal setempat seperti budaya Sintren lengkap dengan legenda yang menyelimutinya. Agar lebih membumi dan menghadirkan suasana lokal penulis juga memasukkan istilah-istilah khas Indramayu seperti tlembuk, kamitenggeng, sejatining, sumringah, dan lain sebagainya.

Selain kisah kehidupan pelacur Kali Asat yang terwakili oleh karakter Sumi, kisah politik yang mewarnai novel ini juga tak kalah menarikya. Diwakili oleh tokoh Kor dan Karel novel ini seakan hendak mengungkap sisi gelap dunia politik yang penuh dengan intrik dan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Lihat saja bagaimana pada akhirnya peta politik dikuasai oleh dua orang konglomerat Kor dan Karel yang dengan uang dan kekuasaannya mampu mengendalikan siapa yang berhak duduk di kursi kepresidenan.

Bagi saya apa yang ditulis Tandi Skober dalam novelnya ini merupakan karya yang komplit, ada kehidupan rakyat kecil lengkap dengan kritik-kirik sosial, ada budaya lokal Indramayu, fenomena carut marut politik tanah air, kisah cinta romantis, wejangan hidup, dan lain sebagainya. Semua unsur itu diikat dalam sebuah kisah yang menarik, walau ada intrik-intrik politik namun apa yang dinarasikan tak membuat kening berkerut karena penulis mengisahkannya dengan cair dan jenaka.

Karena berkisah mengenai seorang pelacur maka dialog-dialog yang menyerempet soal seks dan perilaku seksnya tentu saja menjadi tak terhindarkan, untungnya penulis tidak terjebak dalam kisah atau deskripsi seks yang vulgar, kalaupun ada adegan persetubuhan maka hal tersebut dideskripsikan dengan wajar, bahkan ketika Sumi melayani seorang pensiunan Jenderal adegan tersebut dinarasikan dengan indah. Selain itu walau dialog-dialog dan isitilah nakal betebaran disekujur novel ini hal ini justru membuat narasinya menjadi begitu hidup dan membawa pembacanya untuk lebih menyatu dengan kisahnya.

Demikian mengenai novel ini, bagi saya pribadi saya sangat enjoy membaca novel ini. Nyaris tak ada kritik dalam novel ini kecuali ada beberapa hal yang mungkin berupa kesalahan editing saja. Selebihnya tidak ada. Jadi bacalah.

Walau novel ini terkesan hanya sebagai novel yang menghibur, namun ada banyak pesan yang tampaknya disampaikan oleh Tandi Skober. Yang pasti setelah membaca novel ini saya jadi khawatir apakah peran konglomerat dalam percaturan politik di Indonesia sebesar peran Kor dan Karel dalam novel ini yang menjadikan politik sebagai permainan judi ? Jika demikian betapa mengerikannya negeri ini, semoga apa yang ditulis Pak Tandi memang hanya sekedar khayalan ya….semoga.

@htanzil
Read more »

Minggu, 18 April 2010

Fragile Eternity

Fragile Eternity (Keabadian yang Rapuh)
Melissa Marr @ 2009
Monica Dwi Chresnayani (Terj.)
GPU - Maret 2010
416 hal.

Di buku ketiga ini, semua makin rumit, tumpang-tindih dan bikin pusing.

Aislinn yang sudah jadi Ratu Musim Panas, seharusnya mendampingi Keenan memerintah Kerajaan Musim Panas, tapi, Aislinn masih ‘terjebak’ dalam hubungan percintaan dengan seorang mortal, Seth Morgan. Sementara Keenan sendiri mencintai Ratu Musim Dingin yang baru, Donia. Belum lagi, adanya Kerajaan Kegelapan yang sekarang dipimpin oleh Niall, mantan penasihat Kerajaan Musim Panas.

Di Kerajaan Agung, Bananach, sang Perang, terus-menerus mencari cara agar timbul perang untuk menuntaskan rasa laparnya akan darah.

Seth dan Aislinn berada dalam sebuah dilemma. Aislinn takut suatu saat ia tetap harus kehilangan Seth. Sementara Seth berkeinginan untuk mengubah dirinya menjadi immortal agar bisa terus mendampingi Aislinn.

Tapi, makin lama, semakin mendekati musim panas, Aislinn nyari tidak bisa menolak ‘pesona’ Keenan. Mau gak mau, karena memang Aislinn harus mendampingi Keenan. Baik Keenan maupun Seth, berusaha menahan diri, menahan rasa cemburu.

Sampai akhirnya Seth, mencari cara sendiri untuk menjadikan dirinya seperti Aislinn sekarang. Selama ini, baik Aislinn, Keenan atau pun Niall, tidak ada yang mau membantu agar Seth bisa jadi immortal. Tapi, salah satu anggota Kerajaan Agung menawarkan bantuan itu dan tentu saja tidak disia-siakan oleh Seth.

Seth menghilang, Aislinn jadi kalang-kabut. Adanya Keenan membuat Aislinn jadi lebih tenang. Tapi, apa iya, hatinya bisa berpaling dari Seth?

Pusing gue baca buku ketiga ini. Pengen cepet-cepet selesai aja bacanya. Semuanya berkisar antara Aislinn yang masih setengah-setengah hati dan gak tegas, terus Seth yang jadi egois. Semua di sini gak ada yang benar-benar baik. Niall yang tampak baik, tapi tetap aja menyimpan aura jahat karena ia Raja Kegelapan. Belum lagi sosok mengerikan Bananach.

Dan ternyata… masih ada yang keempat… tokohnya si Ani, makhluk setengah mortal, setengah faery, anaknya Hound Gabriel (yang muncul di buku kedua) – gak tau deh, masih pengen lanjut apa nggak.
Read more »

Senin, 12 April 2010

Magical Giveaway @ Books of Dela


wow... ada giveaway buku Alice in Wonderland di sini.

Iseng-iseng, ikutan yukkk... sapa tau beruntung
Read more »

Blue Remembered Heels

Blue Remembered Heels (Sepatu Biru Kenangan)
Nell Dixon @ 2008
Tisa Anggriani (Terj.)
M-Pop (Penerbit Matahati) - Cet. I, Maret 2010
311 Hal.

Charlie, Abbey dan Kip Gifford – 3 bersaudara yang masih sangat muda, terpaksa hidup sendiri karena ditinggal oleh ibu mereka. Mereka tidak tahu ke mana ibu mereka pergi. Di awal-awal mereka terpaksa tinggal dengan Bibi Beatrice.

Mereka bertiga hidup dari menipu. Yup… Charlie yang cantik yang menjadi pemimpin. Menggoda orang-orang – terutama pria, yang kaya raya. Lalu mengambil uang mereka dan kabur. Abbey, sebagai asisten Charlie dan Kip yang rada ‘nerd’ bagian riset.

Setelah melakukan penipuan, biasanya mereka langsung mencari tempat tinggal baru untuk menghilangkan jejak mereka.

Tapi… gara-gara Abbey tersambar petir, rencana mereka untuk menipu Freddie nyaris gagal. Masalahnya, Abbey jadi gak bisa berbohong. Setiap ditanya, ia akan selalu berkata jujur. Karuan Charlie jadi sangat kesal.

Belum lagi, tiba-tiba ada yang seolah mengawasi mereka. Seorang polisi ganteng bernama Mike.

Ternyata urusan dengan Freddie, tidak berhenti sampai di situ saja. Freddie sadar kalau mereka sudah menipunya dan terus mengirimkan ancaman-ancaman lewat telepon.

Akibat tersambar petir, bukan hanya masalah Abbey yang tidak bisa berbohong, tapi juga, Abbey selalu mendapatkan mimpi tentang seorang perempuan bersepatu biru.

Cerita ini menurut gue, biasa aja. Kurang ‘greget’, padahal misteri si sepatu biru mungkin bisa di-ekspos lebih (duhhh… kaya’ gue yang bisa nulis aja). Dan hubungan Freddie dan perempuan bersepatu biru itu rada dipaksakan, gak jelas asal mula dan penyebabnya apa. Ada konflik apa antara Freddie dan perempuan itu. Cerita yang maunya complicated jadi so simple. Karakter-karakternya juga kurang 'kuat'.
Read more »

Minggu, 11 April 2010

Twenties Girl

Twenties Girl
Sophie Kinsella @ 2009
Dell Mass Market International Edition – 2010
497 Hal.

Sadie muncul tepat di hari seharusnya ia dimakamkan. Acara pemakaman hanya dihadiri segilintir orang, padahal umur Sadie mencapai 105 tahun! Sadie memilih ‘menghantui’ cucunya, Lara Lington. Sadie jadi ‘arwah penasaran’ karena ia kehilangan salah satu miliknya yang paling berharga. Ia pun menugaskan Lara untuk mencari barang berharga itu.

Lara Lington, tidak percaya ia bisa melihat hantu. Interupsi Lara di acara pemakaman, membuat ia sempat dikira depresi berat akibat putus cinta sama pacarnya. Lara mengemban tugas yang sangat berat, karena keberadaan barang itu yang tidak diketahui. Padahal, Lara sendiri nyaris tidak mengenal sosok neneknya itu.

Keinginan Sadie ternyata tidak hanya terhenti pada barang itu, tapi ada saja yang aneh. Ia minta Lara berkencan dengan seorang pria yang dianggapnya sangat keren, Lara harus berdandan a la tahun 20an, lalu mengajak pria itu berdansa gaya tahun 20an juga.

Ternyata, barang yang sangat berharga itu menyimpan berjuta rahasia – termasuk rahasia kehidupan seorang Sadie Lancaster.

Awalnya sosok Sadie itu terkesan sangat menggangu, dan reseh banget. Udah gitu Sadie sangat bossy dan egois. Sering banget ‘memaksakan kehendaknya’, sampe-sampe gue kadang kasian sama Lara dan gregetan sama Sadie. Tapi.. gue sedih ketika harus pisah sama Sadie… hiks…

Buku ini adalah salah satu buku yang masuk dalam daftar yang ‘wajib’ gue baca di tahun ini. Beruntung adek gue ternyata duluan beli, jadi gue tinggal pinjem. Ya… Sophie Kinsella adalah salah satu penulis chicklit yang buku-bukunya masih selalu gue baca, karena selalu ada yang lain di tiap bukunya. Beda dengan yang lain, yang rata-rata mirip.

Nah, di buku ini, yang beda dari buku-bukunya yang lain, adalah tokohnya yang berwujud ‘hantu fashionista’. Jangan bayangkan penampilan hantu yang menyeramkan dengan muka pucat seputih-putihnya, rambut panjang terjurai ke depan, mata dengan lingkaran hitam. Wow, Sadie Lancaster tidak seperti itu. Sadie Lancaster, ‘tampil’ dalam wujud gadis remaja tahun 20an. Penampilannya selalu bergaya dengan baju-baju yang trend di tahun 20an.
Read more »

Rabu, 07 April 2010

Hatta, Hikayat Cinta & Kemerdekaan

No. 233
Judul : Hatta, Hikayat Cinta & Kemerdekaan
Penulis : Dedi Ahimsa Riyadi
Penerbit : Edelweiss
Cetakan : I, Januari 2010
Tebal : 279 hlm

Kehidupan para tokoh sejarah memang menarik untuk ditulis, tak heran begitu banyak biografi, memoir, atau buku-buku yang mengupas kisah hidup tokoh-tokoh sejarah. Begitupun dengan kisah kehidupan Mohamad Hatta. Jika kita perhatikan selain Memoir Hatta yang terbit pertama kalinya pada tahun 1982
oleh penerbit Tinta Mas, muncullah beberapa tulisan dan buku tentang Hatta baik yang ditulis oleh keluarganya maupun dari orang-orang terdekatnya.

Seolah ingin melangkapi kehadiran buku-buku tentang Hatta, Dedi Ahimsa Riyadi, penulis yang aktif menulis cerpen, artikel sastra, budaya dan agama yang diantaranya dimuat di Kompas, Sindo, dan Pikiran Rakyat menulis sebuah buku tentang Hatta berjudul, Hatta, Hikayat Cinta & Kemerdekaan”. Buku ini dilabeli oleh penerbitnya sebagai sebuah “Novel Biografi”.

Buku ini tampaknya berhasil merekam fragmen panjang kehidupan dan perjuangan Hatta mulai dari masa kecil, hingga sepak terjangnya sebelum dan sesaat setelah kemerdekaan. Walau bertaburan oleh fakta sejarah namun kalimat-kalimatnya enak dibaca seperti layaknya buku fiksi.

Penulis membagi buku ini menjadi dua bagian besar, bagian pertama menceritakan masa kecil Hatta sejak di Bukittingi, hingga sekolah di Padang. Di bagian ini akan terungkap bagaiman ia dibesarkan dengan baik. Keluarganya adalah keluarga yang mengutamakan agama dan pendidikan sebagai hal yang penting bagi putra-putirnya. Tadinya ibunya maupun kakeknya menginginkan agar Hatta melanjutkan sekolahnya hingga ke Mekkah, namun takdir membawa Hatta menimba ilmu hingga ke negeri Belanda. Pondasi keagamaan dan pendidikan yang dibangun oleh keluarganya sejak Hatta belia inilah yang di kemudian hari akan menjadi pegangan dan sandarannya dalam memilih jalur pergerakan.

Separuh bagian lain menceritakan kehidupan Hatta selama menempuh pendidikan di Belanda, sampai kembali ke Indonesia, memimpin organisasi pergerakan, kehidupannya di Digul, hingga perannya dalam mengantar Indonesia ke gerbang kemerdekaan dan sebagai proklamator-penandatangan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di bagian ini juga akan terungkap berbagai perbedaan pendapat dan polemik di surat kabar mengenai bentuk perjuangan yang harus dilakukan guna mencapai kemerdekaan Indonesia.

Secara umum buku ini memang menarik, namun ada juga kekecewaan saya terhadap buku ini. Mungkin karena saya terlalu berekspektasi terlalu jauh terhadap buku yang diberi label novel biografi ini. Karena di cover buku ini tertera predikat sebagai “Novel Biografi” saya beranggapan buku ini ya seperti novel-novel pada umunya dimana ada kisah-kisah kehidupan yang menarik atas tokoh Hatta yang terungkap. Namun sayangnya novel ini terlalu setia pada alur sejarah. Tak ada kisah-kisah kehidupan Hatta yang ditafsirkan oleh penulisnya. Padahal dalam ranah fiksi, walau tokoh yang diangkatnya merupakan tokoh sejarah penulis toh punya kebebasan untuk mengembangkan kisahnya sendiri sesuai dengan imajinasinya.

Hal ini tampaknya tidak dilakukan oleh penulis. Jadinya apa yang dikisahkan sama dengan buku-buku memoir Hatta ataupun buku-buku lain tentang Hatta. Tak ada kisah yang baru tentang Hatta di novel ini, penulis hanya membeberkan fakta dan menambahkan suasana, deskripsi tempat, dan sedikit sekali dialog antar tokoh-tokohnya. Jadi membaca novel ini tak ubahnya seperti membaca buku memoir, bukan novel!

Padahal berdasarkan apa yang terdapat dalam buku ini, penulis tampak mengetahui sekali alur dan fakta2 sejarah kehidupan Hatta, itu bisa jadi modal utama untuk memfiksikan kehidupan Hatta, sayang penulis tidak melakukannya dan memilih hanya membeberkan fakta sejarahnya saja. Andai saja penulis berani menciptakan drama kehidupan Hatta selama masa kanak-kanak, hubungannya dengan saudara-saudaranya, kehidupannya selama di Belanda, perjuangannya mempertahankan hidup di Digul dengan lebih naratif, lengkap dengan konflik-konflik batin yang dialami Hatta tentunya buku ini akan semakin menarik.

Karena tidak adanya drama kehidupan Hatta yang diceritakan, sosok Hatta di novel ini menjadi sama dengan sosoknya di buku-buku sejarah, seorang tokoh sejarah yang nyaris sempurna. Padahal jika buku ini diniatkan sebagai sebuah novel, tentunya akan lebih menarik jika sosok Hatta dihadirkan sebagai sosok manusiawi dengan segala persoalan dan kelemahan-kelemahannya. Selain itu Alur kisahnya yang terkadang melompat-lompat dan beberapa pengulangan di sana-sini sedikit banyak agak mengganggu saya dalam menikmati buku ini.

Cover buku dan judul buku ini juga sempat membuat saya terkecoh. Begitu melihat judul “Hikayat Cinta dan Kemerdekaan” dan cover buku ini yang menampilkan Hatta bersama dengan Rahmi Hatta saya langsung menduga bahwa akan ada kisah menarik tentang kisah cinta antara Hatta dengan Rahmi, ternyata tidak, hanya sedikit sekali kisah mengenai Hatta dan Rahmi di novel ini.

Novel ini juga dihiasi oleh beberapa foto Hatta, sayang penempatannya tidak sesuai dengan narasinya, misalnya foto Hatta di Jenewa, 1952 disisipkan di bagian kelahiran Hatta, foto ulang tahun ke 70 ditempatkan di bagian yang mengisahkan proklamasi kemerdekaan, dll. Mungkin daripada foto-foto tersebut ditempatkan tidak sesuai dengan narasinya akan lebih baik jika ditempatkan saja di halaman khusus foto.

Namun terlepas dari hal diatas, sebagai sebuah buku yang mengungkap kehidupan Hatta dan sepak terjangnya buku ini bisa dijadikan pilihan. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa buku ini merupakan buku pengantar bagi mereka yang baru dan ingin mengenal siapa sosok Hatta.

Fakta-fakta sejarah yang terungkap cukup lengkap, pembaca diajak mengetahui bagaimana sejarah Perang Paderi, perjuangan Hatta di Belanda bersama perkumpulan Perhimpunan Indonesia, bagaimana Hatta membesarkan partainya, perbedaan pendapatnya dengan Soekarno, kecintaannya terhadap buku, dan sebagai bonus bagi pembaca adalah dimuatnya puisi karya Hatta yang berjudul "Berantara Indera" sebagai penutup buku ini.

Dalam endorsmentnya Acep Zamzam Noor menulis bahwa, “ Apa yang dilakukan penulis dalam buku ini bukan sekedar mengungkap fakta-fakta sejarah, tapi bagaimana fakta-fakta tersebut diungkapkan dengan cara yang indah. Dengan demikian, bagi saya buku ini merupakan sebuah karya sastra.”

Saya sepakat dengan endorsement Acep Zamzam Noor, buku ini memang berhasil menyastrakan sebuah narasi sejarah dan kehidupan Hatta, namun sebagai novel, berdasarkan hal-hal yang telah saya tuliskan di atas, saya rasa buku ini bukan sebuah novel melainkan sebuah memoir atau buku sejarah dengan kemasan sastra.

@htanzil

Read more »

Buddha

Buddha: A Story of Enlightenment
Deepak Chopra @ 2007
Rosemary Kesauly (Terj.)
GPU - April 2008
400 Hal.

Raja Suddhodana adalah raja yang haus dengan kekuasaan (tentu aja.. mana ada raja yang diem aja?). Ia berperang untuk menjatuhkan musuh-musuhnya, darah dan kesakitan adalah adrenalin yang terus memacunya, agar musuh-musuh bertekuk lutut dan menyerah di bawah kekuasaannya. Tentu saja, untuk menjaga agar kerajaannya tetap utuh, ia membutuhkan seorang penerus, seorang anak laki-laki.

Anak laki-laki yang ditunggu itu pun lahir. Ia diberi nama Siddhartha. Namun sayang, ibunya, Maya, meninggal beberapa hari setelah kelahiran Pangeran Siddharta. Pendeta-pendeta Brahmana dipanggil untuk meramalkan masa depannya. Pangeran Siddhartha diramal akan menguasai dunia dari empat penjuru mata angin. Mendengar ramalan ini, tentu saja Raja Suddhodana gembira. Tapi, ternyata menguasai dunia di sini bukan dalam arti menjadi raja, tapi menjadi seseorang yang lain.

Raja segera memerintahkan agar pintu-pintu kerajaan ditutup, penduduk yang sakit, yang sudah tua diusir dan dipindahkan ke tempat lain. Sang Pangeran Muda ini tidak boleh melihat adanya penderitaan. Ia harus diajarkan untuk menjadi seorang raja, menjadi prajurit dan calon pemimpin.

Untuk menemaninya, dipanggillah Devadatta, seorang pangeran muda dari salah satu kerajaan yang ditaklukan Raja Suddhodana. Tapi sayang, Devadatta punya misi tersendiri. Bukan menjadi teman, ia malah akan balik menjadi lawan.

Tapi layaknya remaja, Pangeran Siddhartha punya banyak keingintahuan. Temannya hanya Channa, anak seorang pengurus kuda. Pangeran Siddhartha merasa ada yang aneh di dalam kerajaan ini. Ia sering mendengar ‘suara-suara’ di dalam kepalanya sendiri. Ia berbeda dari bagaimana seorang pangeran harus berlaku. Dan ini membuat ayah dan gurunya cemas.

Pangeran Siddhartha pun memilih jalannya sendiri. Di usianya yang ke 29 tahun, ia memilih meninggalkan kehidupan istana, meninggalkan istri dan anaknya dan pergi mengembara menjadi seorang petapa.

Dalam perjalanannya menjadi petapa inilah, Siddhartha yang berganti nama menjadi Gautama – nama keluarga yang sudah lama tidak dipakai, ia mencari guru yang bisa mengajarinya, memberi jawaban atas apa yang dicarinya. Mencari pencerahan dan meninggalkan segala hal yang berbau duniawi.

Ia bertemu dengan banyak petapa, ada yang baik, ada yang ternyata hanya berpura-pura menjadi petapa agar bisa mengundang belas kasihan orang. 45 tahun lamanya ia menjadi seorang petapa, Gautama menjadi seorang Buddha, pengikut pertamanya adalah 5 orang petapa yang di awal-awal sering mengadakan perjalanan bersama Gautama. Pada akhirnya, Gautama menemukan sebuah pencerahan, ia memandang hidup dengan sederhana dan damaiiiii banget.

Sejujurnya gue tidak terlalu mengenal sosok ‘Buddha’. Gue hanya tau dari patung-patung yang ada di Candi Borobudur, kalau Buddha itu bernama Siddhartha Gautama. Hanya itu. Dari buku ini, hanya dua bagian pertama yang bisa gue ‘nikmati’, yaitu bagian pertama saat masih menjadi Siddharta dan bagian kedua ketika udah jadi Gautama. Bagian ketiga, yang judulnya Buddha, rasanya lebih serius, meskipun harus gue akui isinya bagus, justru di bagian ini (mungkin) inti dari pelajaran Buddha. Tapi… ya itu, mungkin karena terlalu serius, gue jadi bosan dan memilih ‘mempercepat’ baca bagian terakhir.

Meskipun gue bukan penganut Buddha, tapi pelajaran-pelajaranya bisa diambil untuk semua orang, bukan hanya untuk penganut Buddha.
Read more »

Senin, 05 April 2010

Anne’s House of Dreams

Anne’s House of Dreams
Lucy M. Montogmery @ 1917
Maria M. Lubis (Terj.)
Qanita – Cet. I, February 2010
420 Hal.

Uuuuu… akhirnya Anne sama Gilbert menikah. Pernikahan pertama di Green Gables. Sebuah upacara pernikahan yang sama seperti yang ada di dalam angan-angan Anne. Gilbert, cowok yang dulu ‘dibenci’ Anne, akhirnya bisa menaklukkan hatinya. Gilbert sekarang udah jadi dokter, sementara Anne ‘berhenti’ jadi ibu guru.

Sebagai istri, Anne pun ikut pindah ke tempat Gilbert bertugas, di sebuah daerah bernama Four Winds Harbour, di Pantai Glen St. Mary. Rumah impian Anne sudah menunggu, sebuah rumah yang cantik, penuh dengan pohon, dialiri sebuah sungai kecil dan yang penting dekat dengan pantai.

Bukan Anne namanya kalau tidak mencari ‘teman sejiwa’ di mana pun ia berada. Di Four Winds ini, Anne menemukan beberapa sahabat baru, ada Kapten Jim, seorang pelaut tua yang tinggal di mercu suar, lalu ada Miss Cornelia Bryant, perempuan tua yang mirip dengan Mrs. Rachel Lynde, dan si cantik yang misterius bernama Leslie Moore.

Sejak pertama kali melihat Leslie Moore, Anne terpikat oleh kecantikannya. Tapi sayang, wajah cantik itu tampak muram dan menyimpan duka serta rahasia. Anne bertekad membuatnya tersenyum.

Anne dan Gilbert memang benar-benar pasangan yang serasi. Mereka jarang bertengkar, selalu penuh kasih sayang. Tapi, mereka juga sempat mengalami sebuah kejadian yang menyedihkan di Four Winds ini. Dan ternyata, Four Winds bukanlah tempat terakhir bagi Anne untuk mencari rumah impiannya.

Anne yang semakin beranjak dewasa justru membuat gue jadi ‘kangen’ sama Anne kecil, Anne yang polos. Meskipun Anne masih tetap berjiwa romantis dan penuh mimpi, buat gue yang paling berkesan ya justru Anne kecil.

Di buku ini, rasanya hari-hari berlalu dengan cepat. Tau-tau Anne sudah melahirkan, padahal lucu juga kaya’nya kalo digambarkan gimana sih Anne kalo lagi hamil, gimana mimpi romantisnya sebagai calon ibu. Dan sayang banget, Anne ‘hanya’ jadi ibu rumah tangga. Justru lebih menarik kalo pasangan pengantin baru ini dikenal sebagai pasangan dokter dan ibu guru. Orang-orang yang dikenal Anne juga gak terlalu banyak, hanya berkisar cerita tentang Kapten Jim, Miss Cornelia dan Leslie Moore. Tentang ‘agama’ juga lumayan banyak diperdebatkan di sini. Hmmm.. buat gue agak ‘mengganggu’ jalannya cerita.
Read more »