Rabu, 30 Juni 2010

Harry and the Treasure of Eddie Carver

Harry and the Treasure of Eddie Carver (Harry dan Geng Keriput Berburu Harta Karun)
Alan Temperley @ 1997
Hidayat Saleh (Terj.)
GPU – Agustus 2008
512 Hal.

Well… meskipun Percy Pops alias Kolonel Priestly sudah tertangkap dan dipenjara di Penjara Bukit Cony. Tampaknya Harry dan Geng Keriput belum bisa tenang. Ternyata Gestapo Lil justru masih bebas dan masih ada di Fellon Grange. Malahan komplotan mereka bertambah satu orang, yaitu Mad Ruby yang tak lain adalah ibu dari Percy Pops! Wah, urusan jadi tambah kacau, mengingat mereka menyimpan dendam pada Harry dan Geng Keriput.

Sementara itu, Geng Keriput merencanakan sebuah misi mulia, yaitu mencari dana untuk disumbangkan ke Afrika. Untuk itu tentu saja butuh dana besar. Kebetulannnn… Geng Keriput mendengar bahwa ada seorang narapidana bernama Eddie Carver yang menyimpan harta jarahannya di sebuah tempat yang tidak seorang pun mengetahuinya.

Dicarilah jalan untuk mendekati Eddie Carver. Tapi, Komplotan Percy Priestly juga mengincar harta itu. Dan, kebetulan lagi, Eddie Carver meninggal dalam sebuah kecelakaan ‘misterius’ di dalam penjara. Tak lama kemudian, Percy Priestly kabur dari penjara.

Kaburnya Percy Pops tentu saja jadi mimpi buruk untuk Harry dan Geng Keriput. Geng Keriput yang masih terus mencari di mana lokasi harta karun itu berada. Dengan segala riset dan penyelidikan, membawa mereka ke Skotlandia, ke sebuah pulau, di mana diyakini harta itu ada.

Sayang, Kompoltan Percy Pops juga tidak tinggal diam. Dengan segala cara, mereka juga berusaha mengambil harta karun itu. Mulai dari menyandera Harry sampai menyusul ke Skotlandia. Tapi, tetap aja, Harry lebih cerdik dari mereka.

Harry sempat ‘terjebak’ dilema, dan bertanya-tanya, apakah yang dilakukan bibinya dan teman-temannya ini salah apa betul? Mereka ‘mengambil’ sebagian harta orang kaya demi membantu orang-orang miskin. Hmmm… tapi, ternyata Harry menikmati juga tuh, aksinya bersama The Wrinklies…

Buku kedua makin kocak. Gue jadi ngebayangin film komedi kaya’ Home Alone, yang penjahatnya meskipun udah amburadul, berantakan, babak belur, tapi tetap aja bisa beraksi dan bikin ulah baru. Coba ada ilustrasinya, pasti buku ini makin seru dan kocak.
Read more »

Rabu, 23 Juni 2010

Harry and the Wrinklies

Harry and the Wrinklies (Harry dan Gang Keriput)
Alan Temperley @ 1997
Hidayat Saleh (Terj.)
GPU – Mei 2008
336 Hal.

Harry Potter… Harry Barton… dua Harry yang sangat malang. Orang tuanya meninggal sama-sama gara-gara kecelakaan. Ya, kalo Harry Potter karena lagi ‘bertarung’ sihir-menyihir, tapi kalo Harry Barton, orang tuanya meninggalkan karena kecelakaan ketika mereka lagi berpesiar entah di mana.

Harry Barton adalah anak orang kaya, saking kayanya, kedua orang tua Harry selalu menghabiskan waktu mereka dengan berlibur ke seluruh penjuru dunia. Mereka meninggalkan Harry di rumahnya yang besar, diasuh oleh pengasuh yang judes dan sadis, yang disebut Harry, Gestapo Lil. Hanya karena kewajiban, orang tua Harry pulang ke rumah setiap dua kali setahun. Bahkan natal pun, mereka hanya mengirim hadiah-hadiah mahal, yang bahkan bukan mereka sendiri yang memilih.

Ketika mendengar kabar buruk itu pun, Harry tidak merasa kehilangan orang tuanya. Harry pun terpaksa harus pindah ke rumah bibinya yang tidak pernah ia dengar sebelumnya. Oleh Gestapo Lil yang licik, ia hanya boleh membawa satu koper usang, yang isinya juga hanya baju-baju yang sudah jelek.

Harry Barton lebih beruntung daripada Harry Potter. Bibi-bibi Harry Barton ternyata sangat ramah dan menyenangkan. Meskipun sedikit aneh. Hehehe.. lagi-lagi, gue menemukan buku yang tokohnya nenek-nenek nyentrik dan asyik.

Di hari pertamanya, Harry langsung merasa betah berada di Lagg Hall, demikian mereka menyebut rumah mirip puri itu. Harry mendapat kamar di menara dengan pemandangan yang indah.

Harry berkenalan dengan teman-teman Bibi Florie – si bibi yang pinter banget ngebut, dan Bibi Bridget – yang ternyata adalah seorang professor!

Ternyata, Bibi Florie dan Bibi Bridget, menyimpan sebuah rahasia besar. Mereka dan teman-temannya adalah Robin Hood dalam versi nenek-nenek dan kakek-kakek! Siapa sangka mereka tenyata bekas narapidana dan penjahat. Target mereka adalah mengambil sebagian harta orang kaya dan memberikannya pada si miskin.

Harry pun akhirnya ikut menikmati misi ‘Robin Hood’ mereka dalam menjebak si Beastly Priestly dan tunangannya yang tak lain adalah Gestapo Lil.

Pertama, gue suka cover-nya. Kedua, bukunya lucu. Menyenangkan banget kalo bisa tinggal di dekat daerah yang hijau begitu, ada danau buat berenang. Tinggal nyemplung kalo pengen. Ada hutan kecil tempat main-main. Gue jadi lebih suka ‘tempat’nya dibanding ceritanya sendiri.

Tapi, kalo dari cerita, gue ketawa-tawa sendiri ngebayangin si nenek-nenek funky ini. Masing-masing punya keahlian yang menunjang misi mereka. Misi yang dirancang dengan sangat detail dan nyaris sempurna. Tokoh yang ngeselin tentu saja Kolonel Priestley dan Gestapo Lil, tokoh terpandang dan ternyata jahat. Klise sih, sangat hitam-putih. Tapi.. namanya juga buku anak-anak, biar gimana tetap fun bacanya.
Read more »

Minggu, 20 Juni 2010

That Silent Summer

That Silent Summer (Saat Kata-Kata Tidaklah Cukup)
Eliane Medline @ 1999
Monica Dwi Chresnayani (Terj.)
GPU – Juli 2008
184 hal.

Sebagai ‘anak kota’, Minnow (bukan nama aslinya) tentu saja merasa sebal ketika harus menghabiskan musim panasnya bersama tiga orang tua (manula) yang nyaris tidak dikenalnya. Mereka sebenarnya adalah nenek-nenek Minnow sendiri, yaitu: Yanny (nenek kandung Minnow), Cliff dan Anna. Ketiga orang tua itu punya keunikan atau bahkan ‘kenyentrikan’ sendiri. Yanny – di usianya yang ke 80 tahun, masih gemar pakai rok (mini), sepatu hak tinggi dan aksesoris lainnya – serba pink pula. Yanny pintar membuat berbagai macam pie dengan sistem yang ‘aneh’. Lalu, Cliff, satu-satunya lelaki dari tiga bersaudara itu, gemar bersantai di hammock-nya, sambil menyelesaikan proyek ‘Puisi 100 Halaman’, tapi jangan pernah bertanya kapan puisi itu akan selesai. Dan, terakhir, Anna – yang selalu meraih gelar juara untuk bunga Gladiol Tercantik. Tapi, Anna inilah yang paling misterius, Anna ‘berhenti’ bicara sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Anna-lah yang ‘menuturkan’ kisah liburan Minnow di Musim Panas Danau Ungu.

Minnow, yang tadinya ogah-ogahan, mulai menikmati musim panasnya di pondok kayu bersama nenek-neneknya. Ia ikut ‘bertualang’ balet sampan, berenang di Danau Birch, membuat pie kejutan untuk Yanny, memberi dukungan ‘moral’ untuk Cliff dan menemukan Batu tempatnya ‘bertapa’.

Minnow bahkan berani bertanya langsung pada Anna tentang kebisuannya. Tapi, ia justru mengetahui berbagai rahasia dari seorang pendatang baru – cicit ‘musuh’ Yanny, Montogomery Moore. Banyak rahasia di dalam pondok itu, terutama yang berkaitan dengan Anna.. Semuanya diceritakan dalam ‘kebisuan’.

Tokoh favorit gue adalah nenek Yanny.. ampun deh, kebayang punya nenek yang lincah dan nyentrik. Yang temperamental, tapi bisa juga jadi drama queen.

Ahhhh.. jadi pengen nyemplung ke danau.. berenang… kaya’nya enak banget. Tapi, di mana bisa nemu danau buat berenang di Jakarta ya???
Read more »

Girl Friday

Girl Friday
Jane Green @ 2009
Penguin Books - 2010
401 hal.

Setelah bercerai dari suaminya, Adam, Kit Hangrove pindah ke daerah Highfield. Di sana, ia memulai hidup baru yang lebih ‘sederhana’ bersama kedua anaknya, Tory dan Buckley. Melalui tetangganya, Eddie, Kit mendapatkan pekerjaan baru, menjadi seorang asisten penulis terkenal dan penyediri, Robert McClore. Kit mendapat teman-teman baru, Tracy, yang punya usaha tempat yoga dan Charlie, si perangkai bunga.

Kit juga mulai mencoba menjalin hubungan baru dengan seorang pria yang dikenalkan oleh Tracy, bernama Steve. Tapi, makin lama, Kit sendiri makin tidak nyaman dengan hubungan itu. Meskipun Steve begitu penuh perhatian dengan memberi bunga, parfum dan lain-lain.

Bukan hanya Kit yang jadi tokoh utama di sini. Tapi, juga teman-teman Kit dengan masalahnya sendiri. Tracy, yang kembali menjalin hubungan dengan mantan suaminya dan mengalami KDRT. Tracy berusaha mendekati Robert McClore dengan suatu tujuan. Sementara itu Charlie, mengalami kesulitan financial karena suaminya yang bekerja di Wall Street, ikut terkena dampak krisis moneter.

Belum lagi, Kit yang tiba-tiba kedatangan adik tirinya yang selama ini memang tidak diketahuinya. Annabelle, datang dengan pesona dan kemudaannya, memikat hati mantan suaminya dan juga anak-anaknya. Tanpa ia sadarai, Annabelle juga punya misi ‘tersendiri’.

O ya… gak ketinggalan si penulis yang misterius, Robert McClore. Robert digambarkan sangat terkenal, buku-bukunya selalu jadi best seller. Tapi, ia memilih untuk menyendiri, menghindar dari publikasi dan menyembunyikan masa lalunya yang juga tak kalah dramatis.

Cerita tentang kehidupan sehari-hari di sebuah daerah bernama Dune Road (judul asli buku ini). Gue pikir, tadinya semua cerita bakal berpusat pada Kit, tapi ternyata, yang lain juga gak kalah seru diceritain. Memang sih, Kit tetap dapat porsi yang paling besar.

Well... cerita yang lumayan aja dan menurut gue, cukup ‘serius.
Read more »

Senin, 14 Juni 2010

Kaas - Willem Elschot

No. 238
Judul : Kaas (Keju)
Penulis : Willem Elsschot
Penerjemah : Jugarie Soegiarto
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Mei, 2010
Tebal : 176 hlm ; 11 cm

Kaas (Keju) adalah roman klasik pendek dari penulis Belgia, Willem Elsschot. Walau kisahnya sederhana namun roman ini termasuk salah satu roman yang mendunia. Sejak diterbitkan tahun 1933 roman ini telah berpuluh-puluh kali dicetak ulang dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Pada tahun 2008 Kaas kembali mencuri perhatian pecinta buku setelah Dick Matena, seorang ilustrator Belanda, membuat 119 ilustrasi bedasarkan buku ini dan membuatnya menjadi sebuah roman bergambar atau kini dikenal sengan isitlah novel grafis.

Lalu apa sih istimewanya novel ini? Jujur saja, saya pertama kali tertarik dengan novel ini karena covernya yang minimalis dan menarik. Berwarna kuning cerah, dengan ilustrasi lelaki bertopi membawa keju edam di kedua tangannya. Judulnya juga sangat simple “Kaas” (Keju).

Kaas menceritakan penggalan kehidupan Frans Laarmans, seorang kerani (pegawai administrasi) General Marine and Shipbuliding Company di Antwerpen. Frans adalah seorang pegawai berusia 50 tahun yang setia terhadap pekerjaannya. Selama 30 tahun ia menjalani rutinitasnya sebagai pegawai rendahan yang cakap dan tekun terutama di bidang korespondensi dan pembukuan. Kehidupannya bersama istri dan kedua anaknyapun biasa-biasa saja dan iapun sepertinya menikmati kehidupan rutinitasnya itu.

Keinginannya untuk merubah nasibnya baru muncul setelah ia mengenal Mijnheer Van Schoonbeke, orang kaya dan terpandang di Antwerp. Awalnya Schoonbe mengajaknya secara rutin untuk menghadiri pertemuan rutin dengan teman-temannya dari kalangan elite. Awalnya ia merasa minder dengan lingkungan barunya itu, ia berusaha menutupi statusnya sebagai pegawai rendahan. Untunglah tak lama kemudian datang tawaran dari kawan Schoonbeke dari perusahaan Honstra asal Amsterdam untuk menjadi pedagang keju.

Tawaran tersebut disambutnya dengan antusias. Namun Frans cukup berhati-hati untuk memulainya. Ia tak mau cepat-cepat melepaskan pekerjaannya, sehingga saat hendak memulai usahanya ini ia mengajukan cuti dari pekerjaannya. Dengan alasan sakit syaraf Frans memperoleh izin cuti selama tiga bulan dari tempatnya bekerja.

Awalnya ia bersemangat sekali dengan profesinya yang baru ini. Ia yakin bahwa dirinya akan menjadi pengusaha keju yang sukses. Apalagi keju adalah salah satu bahan makanan yang disuka semua orang, tua muda, besar kecil di kalangan orang Belanda.

Namun ternyata berjualan keju tak semudah yang ia bayangkan, apalagi ia sama sekali tak memiliki pengalaman untuk menjadi seorang wirausaha. 10.000 ton keju yang dipercayakan padanya tak juga laku-laku. Ia mulai khawatir dan gelisah.

Kegelisahannya semakin memuncak ketika ia mendapat kabar bahwa bos kejunya Mijnheer Hornsta akan datang untuk mengetahui perkembangan penjualannya. Frans menjadi panik, ia ketakutan setengah mati dan mencoba untuk bersembunyi ketika bos kejunya datang untuk menemuinya.

Walau kisahnya sederhana dan tak ada konflik yang berbelit-belit ini namun di tangan Willem Elschoot konflik yang diangkat dari peristiwa sederhana ini menjadi menarik dimana drama kehidupan akan tersaji secara lucu, sinis, sekaligus getir. Di sini Elschhot mengeksplorasi karakter Frans Leehman dengan apik sehingga pembaca bisa ikut merasakan pergolakan emosi yang dialami oleh si penjual keju ini.

Elschoot tampak pandai membangun karakter Frans secara sabar, mendetail namun tidak terkesan bertele-tele. Semua disajikan secara wajar dan tidak berlebihan. Pembaca diajak merasakan naik turunnya emosi Frans seiring dengan perkembangan usahanya. Ada kalanya pembaca dibuat optimis dengan sikap hidup Frans, namun pembaca juga dibuat gemas ketika bagaimana Frans terlalu memusingkan hal-hal kecil seperti mencari nama perusahaan, mempermasalahkan kop surat, furniture untuk kantor barunya, dan sebagainya.

Tak hanya pergulatan batin Frans yang diketengahkan Elschoot dalam karyanya ini, namun situasi sosial masyarakat Eropa di tahun 30-an lengkap dengan intrik-intrik di dunia perdagangan juga akan terungkap di novel pendek ini.

Singkat kata novel ini menarik untuk dibaca, melalui kisah Frans Leehman kita diajak mendalami perjuangan seorang tokoh sederhana untuk merubah nasibnya. Novel ini memang berakhir dengan getir namun bukan berarti membuat pembacanya pesimis. Inilah realita yang mungkin saja bisa terjadi pada siapapun. Dalam mencoba sesuatu yang baru guna meraih kehidupan yang lebih baik, kesuksesan maupun kegagalan memiliki peluang yang sama. Elschoot memilih memaparkan sisi kegagalan dari kisah yang dibangunnya ini sehingga pembaca bisa belajar dari kegagalan si penjual keju ini.

Willem Elsschot merupakan nama samaran Alfons Jozef de Ridder (1882-1960). Pria kelahiran Antwerpen, Belgia ini sempat melakukan berbagai pekerjaan sebelum akhirnya mendirikan biro iklan sambil menulis. Pengalaman hidupnya yang berganti-ganti pekerjaan dan menjalani bisnis biro iklannya ini rupanya menjadi inspirasi karya-karyanya yang banyak mengambil tema bisnis dan kehidupan keluarga. Gaya menulisnya memiliki cirri deskripsi yang mendetail dan sedikit sinisme.

Karya-karyanya yang paling terkenal adalah Lijmen (1924), Kaas (1933), Tjisp (1934), dan Het Been (1938). Willem Elscschot meninggal di Antwerpen, belgia pada 1960. Setelah kematiannya, ia menerima penggargaan sastra nasional Belgia.

Novel Kaas bukanlah karya pertama Elschoot yang pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, berpuluh tahun yang lampau Asrul Sani pernah menerjemahkan karya Esschot "Villa de Reoses" (1913) dan diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada tahun 1977. Sedangkan untuk terjemahan novel Kaas sendiri merupakan proyek kerjasama antara penerbit Gramedia Pustaka Utama dengan Erasmus Huis dan Erasmus Dutch Language Centre (Jakarta) dalam rangka 40 tahun berdirinya lembaga kebudayaan Belanda Erasmus Huis Jakarta.

Seperti telah diungkapkan di atas, novel Kaas juga telah dibuat versi komiknya. Semoga Gramedia juga kelak akan menerjemahkan dan menerbitkan versi komiknya.

@htanzil


Untuk menikmati guratan Dick Mantena dalam mengadaptasi Kaas dalam bentuk novel grafis
silahkan klik link dibawah ini :
http://www.deburen.eu/en/events/detail/willem-elsschot-kaas-a-graphic-novel-by-dick-matena
Read more »

Ghostgirl: Homecoming

Ghostgirl: Homecoming
Tonya Hurley @ 2002
Berliani M. Nugraheni (Terj.)
Penerbit Atria – Cet. 1, April 2010
346 hal.

Charlotte Usher, si cewek Hawthorne High yang meninggal karena tersedak permen kenyal, sudah lulus dari kelas Pendidikan Kematian. Sekarang, bersama teman-temannya di Alam Kematian, mereka berpindah tempat alam ‘selanjutnya’. Surgakah? Uuu.. ternyata bukan… Charlotte dan teman-temannya dibawa ke sebuah tempat mirip asrama atau apartemen, dan semua ditemani oleh orang-orang yang dekat dan pernah jadi inspirasi mereka… semua… kecuali Charlotte.

Di tempat baru, mereka harus ‘bekerja’ sebagai pekerja online service. Semua sibuk menjawab telepon, kecuali.. lagi-lagi Charlotte. Charlotte BT berat… kenapa hanya dia yang tidak pernah mendapat panggilan telepon, kenapa hanya dia yang tidak dibutuhkan bantuannya? Semua temannya sibuk, sahabat-sahabat lamanya tidak ada yang memperhatikannya lagi. Untung Charlotte dapat teman baru, bernama Maddy yang sering memberinya semangat – meskipun kadang kata-katanya bermakna ‘ganda’.

Di Alam Kehidupan, Petula Kensington sibuk dengan persiapan kencan dengan cowok terbarunya. Tapi sayang, gara-gara pedicure-manicure yang sembarangan, Petula koma. Tanpa sadar ia berada di alam ‘in-between’ (ini istilah gue aja sih..) Dalam keadaan Petula yang tidak sadar itu, Scarlett, adiknya, tiba-tiba sadar kalau ia menyayangi kakaknya, meskipun tidak pernah ditunjukkan selama ini. Scarlett bertekad untuk mengembalikan kakaknya ke Alam Kehidupan, meskipun ia harus mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Untuk itu… ia butuh bantuan Charlotte. Tapi sayang, ada yang cemburu dengan kehadirannya. Maddy tiba-tiba jadi aneh. Maddy memanfaatkan pesona Damen, cowok yang ditaksir Charlotte dan diam-diam masih mampu membuatnya terpesona.

Charlotte lagi-lagi terombang-ambing, antara Alam Kehidupan dan Alam Kematian. Tubuh Petula bagaikan benda yang ‘menggoda’ yang bisa membawanya kembali berdekatan dengan Damen. Bukan itu saja, kesempatan untuk jadi Homecoming Queen ada di depan mata jika ia bisa menguasai tubuh Petula. Menjadi pusat perhatian, yang selama hidup diimpikan Charlotte.

Gue lebih suka cerita yang kedua ini daripada yang pertama. Lebih kocak. Emang sih banyak banget yang konyol, kaya’ tingkah lakunya The Wendys yang ajaib. Tapi… buku ini menghibur banget. Endingnya juga lebih mengharukan.

Gue sering banget merasa tiba-tiba ‘sayang’ dengan tokoh-tokoh cerita – terutama perempuan, kaya’ yang ada di buku-bukunya Jacquline Wilson. Dan Charlotte juga jadi salah satu yang gue sayang, meskipun dia konyol dan pemimpi banget.
Read more »

Rabu, 09 Juni 2010

Perfect Match

Perfect Match (Pasangan Sempurna)
Jodi Picoult @ 2002
Julanda Tantani (Terj.)
GPU – Mei 2010
504 hal.

Nina Frost, adalah seorang pengacara yang membantu anak-anak yang menjadi korban penganiayaan. Nina Frost terkenal gigih dalam memperjuangkan hukum untuk menjerat para pelaku. Tapi, ketika Nathaniel, anak semata wayangnya, menjadi korban pelecehan seksual yang mengakibatkan trauma pada Nathaniel, Nina Frost mencari cara sendiri untuk menghukum si pelaku.

Jalan yang diambil Nina bertentangan dengan apa yang selama ini ia hadapi. Ia mengambil jalan yang bertentangan dengan hukum, yang ada di benaknya hanyalah melindungi anaknya, dan agar tidak ada lagi korban. Nina nekat menembak si pelaku di persidangan pertama, di depan semua orang.

Di sinilah semuanya bermula. Nina Frost bukan lagi tampil sebagai pengacara, tapi sebagai seorang ibu yang mencari keadilan untuk melindungi anaknya. Nina Frost harus duduk di kursi terdakwa, meminta pengertian dari dewan juri untuk berpihak padanya.

Rumah tangga Nina dan Caleb kacau balau. Sementara Nathaniel masih berjuang mengatasi traumanya, ia juga harus melihat ibunya di penjara. Tak ada hal lain yang diinginkannya, kecuali ibunya kembali ke rumah. Hiks…

Khas novel Jodi Picoult, drama banget… mengaduk-aduk emosi pembacanya. Membaca novel-novel Jodi Picoult butuh kesabaran. Bukan karena bahasanya yang rumit, tapi karena alurnya yang lambat dan nyaris tanpa kejutan. Kalau berhenti di tengah-tengah, gue yakin bakal males untuk melanjutkannya lagi. Ada sih, sedikit kejutan-kejutan kecil, terutama pas ending cerita.

Meskipun gak sampai berurai air mata, tapi satu nih yang bikin gue kepikiran, tentang anak laki-laki Nina yang mengalami trauma, dan pada saat yang sama di majalah femina ada topik tentang pelecehan terhadap anak-anak juga. Gue jadi parno… gila… dunia makin kejam dan gak aman (lebay mode: on).
Read more »

Minggu, 06 Juni 2010

The Hunger Games

The Hunger Games
Suzanne Collins @ 2008
Hetih Rusli (Terj.)
GPU – Cet. 1, Oktober 2009
408 Hal.

The Hunger Games, adalah sebuah reality show yang dibuat oleh penguasa Panem, untuk mengingatkan para warganya akan tragedi yang pernah menerima mereka. Semacam sebuah bentuk hukuman, sebuah peringatan bahwa sedikit saja ada upaya pemberontakan, maka mereka akan segera dihancurkan.

Panem, yang mempunya pusat kota bernama Capitol, adalah sebuah negara yang dulunya Amerika Utara. Upaya pemberontakan pernah dilakukan yang berujung pada pembagian wilayah menjadi 13 Distrik. Tapi, sekali lagi, untuk memberi peringatan, Distrik ke 13 dihancurkan. Tersisa 12 Distrik, yang ‘berkubang’ dalam kemiskinan.

Setiap tahun, diadakan Hari Pemungutan, di mana semua warga berharap-harap cemas, apakah ada di antara anak-anak mereka yang terpilih untuk ikut dalam The Hunger Games. Hunger Games, sebuah acara di mana dari setiap distrik dipilih sepasang anak – laki-laki dan perempuan – untuk ‘bertarung. Mereka akan ‘bermain’ habis-habisan, hanya satu pemenangnya, yang artinya akan mereka harus saling membunuh untuk jadi pemenang. Distrik yang menang, biasanya akan dibanjiri hadiah dan lebih makmur dibanding distrik lainnya. Ironisnya, di hari itu, justru semua warga tampil maksimal, mengenakan busana terbaik mereka.

Katniss Everdeen, tahun ini harus ikut berlaga dalam Hunger Games. Sebenarnya, bukan dia yang terpilih, melainkan adiknya, Primrose Everdeen. Tapi, sebagai anak tertua dan biasa bertanggung jawab, maka ia tidak mau mengorbankan adiknya. ‘Mendampingi’ Katniss adalah Peeta Mellark, yang di masa kecil Katniss, pernah menjadi ‘pahlawan’ baginya.

Mereka dipersiapkan dengan sangat maksimal, seolah ini adalah pertandingan yang sangat ‘mulia’, sangat ditunggu-tunggu. Padahal, bisa jadi, ketika anak mereka terpilih, itu adalah kali terakhir mereka bertemu dengan anak-anak mereka. Akhirnya mulailah pertarungan para peserta, mencari keselamatan diri sendiri, untuk jadi pemenang meski itu artinya harus membunuh. Panitia penyelengara 'menciptakan' sebuah arena yang penuh dengan kejutan, jika berhasil menghindar dari para peserta, belum tentu selamat dari bencana yang dibuat oleh panitia. Dan, demi mendapatkan sponsor yang mungkin akan membantu para peserta, dibuatlah skenario sedemikian rupa, agar peserta disukai penonton, yang nantinya bisa 'mengundang' sponsor.

Gue membeli buku ini karena ‘terpengaruh’ pas baca review di blog ini. Well.. thank you, Astrid, karena ternyata gue suka bukunya. Meskipun, gue agak ‘terkejut’ karena tau ini buku anak-anak. Gue yakin ‘harusnya’ buku ini penuh ‘darah’, tapi, yang gue suka, pertarungan berdarah-darah itu gak digambarkan secara detail, kecuali tokoh-tokoh utamanya, yang lain tidak terlalu banyak dibicarakan bagaimana mereka akhirnya tewas.

Ketebak sih, siapa yang bakal menang. Karena gak mungkin dong tokoh utamanya yang harus tewas, nanti ceritanya jadi sad ending. Tapi, karena ini trilogy, ending-nya pun dibuat menggantung. Seolah meskipun menang, gak berarti si pemenang lolos dari The Hunger Games.

Membaca buku ini, perasaan gue sama seperti kalo gue baca Maximum Ride, meskipun tempo-nya gak secepat Maximum Ride, tingkat ketegangan cukup tinggi. Dan gue jadi inget sama film The Condemned, tujuan reality show-nya sama, satu pemenang dengan cara apapun, tapi pesertanya kalo di film itu para narapidana yang udah pasti akrab dengan hal bunuh-membunuh, tapi, kalo di buku pesertanya adalah anak-anak. – ada yang memang sudah dipersiapkan oleh para Distriknya – terutama Distrik yang sering menang, ada yang hanya mengandalkan pengalaman sehari-hari seperti Katniss dan Peeta.

Gue sering mencoba membayangkan seperti apa keadaan sebuah cerita yang gue baca. Dari awal, gue membayangkan Distrik 12 sebagai wilayah yang sepi, kumuh dan suram. Dalam bayangan gue, Katniss, berwajah pucat dengan pakaian yang lusuh dan muka yang kotor.

Semoga sekuelnya segera terbit terjemahannya.
Read more »

Selasa, 01 Juni 2010

Ayu Manda

Ayu Manda
I Made Iwan Darmawan @ 2010
Grasindo - 2010
330 hal.

Ayu Manda, atau lengkapnya Gusti Ayu Mirah Mandasari, putri tertua di Puri Munduk Sungkal. Keturunan Brahmana. Sejak kecil ia dididik untuk jadi penari Legong, seperti para pendahulunya. Tiada hari tanpa latihan tari Legong, meskipun hati kecilnya kadang menolak. Ia ingin bermain dengan teman-teman sebayanya. Tapi, kedudukannya sebagai putri dari kasta Brahmana, tidak memungkinkannya untuk melakukan itu.

Ayu Manda ‘terpaksa’ dewasa sejak kecil. Ia harus melihat ibunya ‘tersingkir’ dari tempat utama, karena tidak bisa memberikan anak laki-laki. Ia harus melihat ayahnya membawa pulang ibu-ibu lain yang menggantikan posisi ibunya.

Ayu Manda juga harus bersaing dengan saudara tirinya sendiri dalam menari. Persaingan ini berlanjut sampai bertahun-tahun kemudian, menimbulkan dendam yang terus mengikuti mereka sampai mereka dewasa.

Lewat tarian, Ayu Manda melanglang buana sampai ke Benua Eropa. Ayu Manda dan juga para penari, pemain gamelan yang lugu, yang tidak pernah keluar jauh, yang mengetahui hanya apa yang terjadi di sekitar tempat mereka tinggal.

Kemampuan tari Ayu Manda pada akhirnya tidak hanya terbatas pada tari Legong, tapi memperlebar sayapnya jadi penari Joged, tarian yang dianggap erotis dan tidak pantas ditarikan oleh bangsawan seperti Ayu Manda. Tapi, di tangan Ayu Manda, tarian itu jadi eksotis. Karena tari Joged ini, Ayu Manda terlibat partai terlarang, padahal, yang ia tahu hanya menari. Ayu Manda tidak tahu bahwa keberadaan dirinya untuk menari Joged, adalah untuk menarik simpati rakyat agar mau berpihak pada partai yang mengajaknya bergabung.

Sampai akhir cerita, Ayu Manda tetap gadis lugu, tapi ia kaya pengalaman dan punya pendirian serta sikap. Ayu Manda harus kecewa, karena dibohongi, dikhianati dan harus kehilangan.

Dari awal cerita, gue langsung ‘jatuh cinta’, karena disuguhi dengan bahasa-bahasa yang indah, menggambarkan suasana sebuah desa di Bali di tahun 60an. Bali yang belum modern, Bali yang kaya’nya masih sejuk banget. Gue langsung membayangkan, ada di Bali, ada di tengah pura-pura, terus ada anak-anak yang lagi pada main-main, masih pake kebaya atau kain tradisional.
Read more »