Senin, 31 Oktober 2011

Queen of Dreams

Queen of Dreams (Ratu Mimpi)
Chitra Banerjee Divakaruni @ 2004
Gita Yuliani (Terj.)
GPU – Agustus 2011
400 hal.
(Gramedia Pondok Indah Mall)

Penafsir mimpi… itulah ‘profesi’ ibu Rakhi. Profesi yang penuh rahasia. Ia bukan seorang peramal, tapi ia bisa merasakan apa yang dibawa oleh bunga tidur. Rakhi tak pernah mengerti kenapa ibunya tidur terpisah dari ayahnya. Kenapa ibunya tidur di lantai, bukan di tempat tidur seperti dirinya? Rakhi kecil juga ingin bisa menafsirkan mimpi seperti ibunya, tapi, tidak sembarang keturunan bisa mendapatkan ‘anugerah’ itu.

Rakhi, seorang seniman dan orang tua tunggal. Sebagai keturunan India yang bermukin di California, ia berjuang menata kehidupannya setelah perceraiannya dengan Sonny. Ia mengelola Chai House – sebuah café – bersama temannya, Bella. Tapi, persaingan dengan franchise café lain, membuat Chai House nyaris gulung tikar. Pelanggan Chai House ternyata lebih memilih Java Café yang lebih ‘megah’ dibanding kesederhanaan dan keakraban yang ditawarkan Chai House.

Di malam pameran perdana Rakhi di sebuah galeri, justru ia menerima berita duka. Ibunya meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan, meninggalkan rahasia. Setelah ibu Rakhi meninggal, pelan-pelan, Rakhi berusaha mengurai rahasia itu.

Hubungan Rakhi dan ayahnya memang tidak bisa dibilang harmonis. Ayah Rakhi gemar mabuk-mabukkan. Ibu Rakhi-lah yang selalu berusahan jadi penyeimbang di antara mereka. Tapi, dalam hati, Rakhi kerap menyalahkan ayahnya atas semua kondisi ini.

Sebuah surat-surat berbahasa Bengali peninggalan ibu Rakhi menjadi sebuah sarana untuk mengenal siapa ibu Rakhi sebenarnya. Ayah Rakhi membantu menerjemahkan surat-surat itu.

Sementara itu, Chai House berganti nama dan ‘format’, menjadi Kurma House, yang menyajikan camilan khas India yang ternyata menarik perhatian banyak orang. Ayah Rakhi lah yang menjadi chef di Kurma House.

Lambat laun, bukan hanya rahasia tentang ibu Rakhi yang terungkap, tapi Rakhi pun semakin mengenal ayahnya. Ia tahu bagiamana orang tuanya bertemu, dari mana ayah Rakhi mendapatkan keahlian memasak. Bukan hanya itu, kegemaran ayah Rakhi yang suka menyanyi lagu-lagu India-lah yang juga menarik minat orang mengunjungi Kurma House.

Tapi, saat peristiwa 11 September, semua orang jadi saling mencurigai. Rakhi dan sesama keturunan India lainnya, tak luput dari ancaman orang-orang Amerika yang mendadak jadi patriotik. Rakhi bertanya-tanya, ia yang selama ini merasa sebagai orang Amerika, tapi di saat itu tak seorang pun yang percaya akan ‘ke-amerika-annya’.

Pertama: gue suka sebel sama Rakhi. Keras kepala, maunya didengerin, maunya bener. Apalagi kalo udah ketemu sama Sonny – mantan suaminya itu. Padahal apa yang dibilang Sonny ada benernya, tapi gara-gara gengsi dan egois, Rakhi lebih memilih berbantahan dan bertengkar.

Kedua: tokoh ayah Rakhi yang dibalik kebiasaan buruknya itu, ternyata juga tertekan. Tapi, tetap mencintai istrinya. Saat gue baca bagian Kurma House yang mulai ramai itu, kaya’nya gue bisa membayangkan sibuknya Kurma House, penuh dengan pemusik-pemusik tradisional yang mampir. Suka cita, kemeriahan Kurma House ikut terasa. Belum lagi, camilan khas India yang masih panas mengepul. Hmmm…

Ketiga: buku ini mengingatkan gue sama Mistress of Spices – eksotis dan misterius. Sama-sama tentang sebuah ‘profesi’ yang misterius. Sama-sama menempuh pendidikan di sebuah tempat tersembunyi, punya tetua dan pantangan. Kalau melanggar, artinya harus keluar dan kehilangan ‘keahliannya’ pelan-pelan.

Tapi, tetap… gue selalu terhanyut sama tulisan Chitra Banerjee Divakaruni. Selalu ada yang ‘misterius’ di balik cerita-ceritanya.
Read more »

Minggu, 30 Oktober 2011

An Other Heart

Judul                : An Other Heart
Pengarang        : T. Andar
Editor               : Yusuf Anas
Sampul             : Kotak Hitam
Cetakan           : 1, Juli 2011
Halaman           : 427
Penerbit            : Laksana (DIVA Press)



 Ada cinta yang kurasakan,
 saat bertatap dalam canda.
            Ada cinta yang kau getarkan,
saat ku resah, dalam harap.  


Persembahan dari hati dalam bentuk untaian kata dan bait-bait kalimat paling manis, itulah definisi paling mendekati dari novel An Other Heart karya T. Andar ini. Terbuai dengan dahsyatnya petualangan dan luasnya fantasi, saya sempat hampir melupakan membaca genre merah jambu ini. Melupakan fakta bahwa bacaan jenis inilah yang dahulu pernah menerbangkan angan setiap pembaca menuju salah satu tahap dalam kehidupannya, tahap mencintai dan dicintai oleh sang tautan hati. Mereka yang anti-romantisme, yang mencecar habis genre romance sebagai genre “menye-menye”, yang menolak mentah-mentah segala bacaan yang terlalu banyak bumbu cinta antara pria dan wanita; sebaiknya mencoba membaca buku ini. Bukan untuk mengubah total pandangan mereka akan suatu karya sastra yang lama dianggap picisan ini, sama sekali bukan. Bacalah novel ini sekadar untuk mengingatkan kembali bahwa ada kisah yang luar biasa manis dalam hidup ini, yang sungguh merugi bila tidak sempat dinikmati, yakni kisah cinta.

Andrea Shelton adalah  seorang wanita lajang dan sukses, masa depannya begitu cerah sebagai  seorang pewaris dari bisnis keluarga yang kaya raya. Jalan kehidupannya seolah begitu sempurna, tampak luar biasa kuat dan tegar, padahal wanita ini sebenarnya sangat rapuh di dalam. Daniel Douglas adalah seorang sutradara terkenal, pembuat film, memiliki mobil dan rumah mewah serta tampang rupawan. Ia ibarat magnet bagi mata wanita. (Udah ada yang bosen dan menguap belum ya membaca pengantar ini hihihihi sabar). Kedua tokoh yang sempurna ini pun bertemu, dan sebagaimana bisa kita tebak, benang-benang takdir mulai membentuk tali spesial yang luar biasa indah bagi keduanya. Entah ironis atau memang trademark novel romance itu seperti ini, keduanya yang semula saling menghindari akhirnya menemukan bahwa satu bagian dari dirinya ternyata mampu melengkapi bagian dari diri yang lainnya.

Ayah Andrea, Mr. Shelton, memaksa Andrea untuk menikah dengan pria pilihannya kecuali jika Andrea mampu menunjukkan bahwa ia sudah memiliki pria pilihan hatinya sendiri. Daniel sendiri tengah dikejar-kejar oleh Sandra, cewek supermodel yang memaksa untuk menjadi pacarnya, padahal Daniel benar-benar tidak tahan dengan sikap Sandra yang terlalu over itu. Di lain pihak, Daniel juga belum mampu menghilangkan kenangan manis tentang kekasihnya yang telah meninggal saat hari pernikahan mereka. Silakan ditebak, nama mantan kekasih Daniel juga Andrea (du … du … du). Terbentuklan suatu simbiosis mutualisme di antara keduanya. Andrea dan Daniel pun sepakat untuk melakukan “kawin kontrak” agar keduanya terbebas dari segala tuntutan yang tidak menyenangkan itu. Andrea bebas dari ayahnya dan Daniel bebas dari Sandra. Sudah selesai ceritanya? Belooommmm hahahaha.


Aku tak tahu kenapa jantungku berdetak hebat saat aku mencium aromamu, aku tak tahu kenapa aku tak bisa berkata-kata dan lututku terasa lemas saat aku menatap matamu, aku tak tahu kenapa aku tak bisa sedikitpun melupakanmu, dan aku tak tahu kenapa ….” (hlm. 377)

Konflik mulai muncul. Witing tresno jalaran seko kulino. Pertemuan yang intens antara keduanya tanpa sadar mulai memunculkan benih-benih suka. Berawal dari simpati, kemudian menjurus pada rasa ahihihihi. Dan, di malam pergantian tahun, ketika Andrea tengah galau dan Daniel sedang meracau, terbentuklah kristal-kristal kasih yang merobek selapis perjanjian tipis di antara keduanya. Cinta kasih telah menang atas egoisme dan akta perjanjian. Sejauh apapun manusia menghindar, ia tidak akan pernah bisa menghindar dari panah cinta. Dan di malam dingin bersalju itu, keduanya berpagut mesra di suatu sudut apartemen nan indah, di mana segala sesuatunya terjadi, di mana segala sesuatunya dimulai. Ketika kasih telah meletupkan bunga-bunganya, itulah saat di mana kepercayaan itu diuji.

Ctarrrr … secepat kejadiannya, secepat itu pula kepercayaan itu diuji coba. Daniel malah meninggalkan Andrea ketika wanita itu mulai mempercayainya. Terjadi salah paham. Andrea mendakwa bahwa Daniel hanyalah seorang playboy, padahal Daniel tengah mengunjungi makam mantan kekasihnya. Daniel merasa telah mengkhianati Andrea yang lama karena dia akhirnya telah menemukan Andrea yang baru. Dari sini, konflik mulai mengalir, yang digambarkan oleh sang penulis dengan begitu lihai dan ringan sehingga saya tanpa sadar ikut terhanyut dalam cerita. Tidak melulu bercerita tentang cinta, An Other Heart juga menyuguhkan sesuatu yang selama ini luput dari cerita sejenis, yakni kehidupan berumah tangga. Tidak hanya menghadirkan manisnya memadukan hati, novel ini juga mementaskan drama kehidupan rumah tangga nan dijalin rumit namun tidak kehilangan unsur “tulisannya”, yang menjadikan novel ini jauh dari kesan sinetron.

Saya menyebut An Other Heart sebagai fiksi romantis yang dewasa, karena kalau tidak demikian, mengapa saya mampu merampungkannya hanya dalam tiga hari. Bayangkan, hanya tiga hari untuk melahap sebuah novel romantis (*tepuk tangan). Font-nya yang besar namun tipis, panorama halaman yang bersih, kertasnya yang ringan, serta ukuran bukunya yang pocket¸ menjadi nilai plus dari buku ini. Ceritanya memang simpel, seputar kawin kontrak dan lika-likunya. Tapi, entah mengapa sangat sulit untuk meletakkan buku ini sebelum kita rampung membacanya. Satu lagi kejutan utamanya, novel ini didesain dengan alur cerita dan kemasan mirip-mirip novel romance ala Harlequin. Setting ceritanya juga bukan di Indonesia, mungkin di Amerika. Membacanya serasa kita membaca chicklit dari luar negeri, padahal novel ini asli karangan anak negeri. Saya sangat salut.

Pesan terakhir, jangan meremehkan kekuatan cinta karena cinta juga turut menggerakkan jalannya peradaban di dunia. Dan, ketika cinta menyapamu, jangan ragu-ragu untuk ikut serta dalam meriahnya jamuan kehidupan dalam nuansa merah jambu ini. Uhuk..uhuk J Lalu, bagaimana kelanjutan kisah kasih Andrea-Daniel? Anda pasti bisa menebaknya sendiri. Pokoknya so sweetttt.

Andrea tersenyum. Dia bahagia memiliki dan menjadi milik Daniel. Lalu, secara perlahan, entah siapa yang memulai, mereka benar-benar berciuman! (Halaman 427)
Read more »

Sweet Misfortune

Sweet Misfortune: Cinta dalam Kue Ke(tidak)beruntungan
Kevin Alan Milne @ 2010
Harisa Permatasari (Terj.)
Penerbit Qanita - Cet. I, Juli 2011
456 hal.
(dari kuis #akudan mizan – via @penerbitmizan)

Some people are lucky in love
You aren’t one of them

Itulah salah satu kalimat yang tertera di secarik kertas yang ada di dalam kue. Lazimnya sih, kalimat ini ada dalam kue keberuntungan yang biasanya ada di restoran Cina. Tapi, Sophie Jones malah menulis kalimat-kalimat pahit di dalam kue bikinannya – mengambil ide dari kue keberuntungan, tapi bukan rasa manis yang didapat, justru akan meninggalkan rasa pahit – sepahit bait-bait kalimat yang ada di dalam kue itu.

Sophie tidak percaya dengan yang namanya kebahagiaan sejati. Di saat ulang tahunnya yang kesembilan, ia harus kehilangan ayah dan ibunya dalam sebuah kecelakaan. Sophie terus menyalahkan dirinya, beranggapan karena dirinyalah kecelakaan itu terjadi. Selama dua puluh tahun, Sophie terus memendam rasa bersalah itu.

Jangan terhanyut oleh seorang yang romantis setengah mati. Romansanya akan berakhir dan yang tertinggal hanyalah setengah mati (hal. 131)


Ia berharap menemukan kebahagiaan itu dalam pernikahannya. Tapi, ternyata, tanpa penjelasan apa –apa tunangannya, Garrett Black, meninggalkannya begitu saja. Sophie terlanjur sakit hati. Peristiwa inilah yang memberi ide bagi Sophie untuk membuat kue ke(tidak)beruntungan. Tak disangka-sangka kue menarik para pelanggan di Chocolat’ de Soph – toko cokelat milik Sophie.

Setahun kemudian, Garrett ingin kembali pada Sophie. Tapi, Sophie yang terlajur pesimis, tidak mau menerima Garrett begitu saja. Sophie menantang Garrett untuk membuat iklan di koran yang isinya mencari kebahagiaan sejati – kebahagiaan yang bersifat jangka panjang. Jika ada 100 orang yang memenuhi criteria yang diminta Sophie, maka Sophie bersedia meluangkan waktu untuk berkencan dengan Garret.

Jika ditawari sebuah mimpi yang bertahan seumur hidup, KATAKAN TIDAK! Ingat, itu hanya sebuah mimpi (hal. 149)


Awalnya iklan itu tidak mendapat banyak tanggapan, tapi, tiba-tiba ada yang memberi informasi pada stasiun televisi setempat, hingga akhirnya respons yang diterima nyaris tidak mampu ditampung oleh Sophie. Selama proses membaca surat-surat itu, banyak hal-hal darimasa lalu yang terungkap.

Asyik juga kalimat sinis’ yang dibuat Sophie. Malah lucu, jadi lebih ‘realistis’ Inti novel ini adalah tentang memaafkan diri sendiri dan juga berbesar hati menerima pengakuan orang lain. Salah satu tokoh malah mengajarkan arti berbesar hati dengan segala kekurangannya dan mencoba untuk selalu bahagia.
Read more »

Cinta Pertama - Ivan Turgenev ( #SavePustakaJaya )

No. 272
Judul : Cinta Pertama
Penulis : Ivan Turgenev
Penerjemah : Rusman Sutiasumarga
Penerbit : Pustaka Jaya
Cetakan : IV, 2009
Tebal : 173 hlm


Cinta pertama itu abadi, walau tak selalu berlanjut ke jenjang pernikahan namun kenangannya tak pernah terhapus dalam ingatan kita yang pendek ini. Umumnya tiap orang selalu mengenang bagaimana pertama kali ia jatuh cinta, dari mulai cinta pertama yang konyol, yang mengharu biru, hingga cinta pertama yang abadi. Apapun dan bagaimanapun akhir dari kisah cinta pertama biasanya selalu menarik untuk dikenang baik sekedar untuk disimpan dalam hati, dicurhatkan kepada teman, ditulis di blog-blog pribadi, atau tak jarang menjadi sumber inspirasi para penulis2 novel roman.

Ivan Tugenev (1818-1883), salah satu penulis besar dalam sejarah kesusasteraan Rusia tak mau ketinggalan untuk menuliskan roman tentang kisah cinta pertama. Namun ini bukan kisah cinta pertamanya, melainkan cinta pertama tokoh khayalannya, Vladimir Petrovitsy. Novel ini atau lebih tepatnya disebut novelette ini diawali dengan adegan dalam sebuah pesta dimana Vladimir berserta kawan-kawannya duduk bersama untuk saling menceritakan kisah cinta pertama mereka.

Dari narasi Vladimir Pertovitsy inilah mengalir bagaimana dirinya mengalami cinta pertamanya disaat usianya baru 16 tahun. Dikisahkan Vladimir jatuh cinta pada tetangganya, Zinaida Zasyekina yang telah berusia 21 tahun. Zinaida ini tinggal bersama ibunya yang sudah tua, puteri Zaskeyina . Meskipun memiliki garis keturunan bangsawan, puteri Zasyekina dan anak gadisnya itu hidup dalam kemiskinan dan tinggal si sebelah rumah Valdimir.

Karena kecantikannya, hampir setiap hari Zinaida dikelilingi oleh para pria-pria yang berkumpul di rumahnya, mereka terdiri berbagai profesi, ada dokter, tentara, penyair, dll. Vladimir yang saat itu merupakan pria termuda juga tak ketinggalan untuk ikut ambil bagian dalam setiap pertemuan itu. Zinaida menggunakan kesempatan itu untuk bermain dan berolok-olok bersama para pria yang memujanya. Walaupun kadang permainan yang digagas oleh Zianida itu melecehkan mereka, para pria itu tetap setia mengikutinya sambil berharap mendapat cinta dari sang puteri.

Seperti halnya para pria itu Vladimirpun memuja dan mencintai Zinaida. Lambat laun Zianida mengetahui gelagat Vladimir yang diam-diam mencintainya. Walau Zianida sadar bahwa dirinya lebih tua dari Vladimir namun Zianida mennyambut cinta Vladimir dengan memberi peluang-peluang pada Vladimir untuk berada di dekatnya hingga akhirnya ia mengangkat Vladimir sebagai pengawal pribadinya.

Namun cinta Vladimir tak semulus harapannya, kedekatannya dengan pujaan hatinya selaku pengawal pribadinya malah membawanya pada kenyataan bahwa cinta pertamanya itu harus berujung pada kenyataan pahit yang membuat dirinya serasa tersambar petir di siang bolong!, kenyataan yang sama sekali tak pernah terpikirkan sedikitpun

Bagi saya pribadi, novel roman klasik ini tak terlalu istimewa, kisahnya datar-datar saja, walau ada kejadian mengagetkan bagi tokoh utamanya namun sepertinya penulis tak melanjutkannya dengan menguras habis konflik batin apa yang dihadapi Vladimir ketika harus berhadapan dengan kenyataan yang menyakitkannya. Padahal di awal-awal kisah penulis mahir menggambarkan bagaimana bingung dan salah tingkahnya Vladimir muda menghadapi kegalauannya karena mencintai Zianida.

Komentar yang berada di cover belakang novel ini yang mengatakan bahwa Cinta Pertama adalah novel yang indah, kisah cinta yang dilukiskan dengan sangat peka dan mengharukan, sekali sama sekali tidak saya rasakan saat saya membaca novel ini. Apakah ini karena terjemahannya sehingga keindahan dan keharuannya tidak saya rasakan? Karena saya belum membaca novel dalam bahasa aslinya atau dalam bahasa Inggrisnya maka saya tidak bisa menilai bahwa terjemahannya kurang tepat.

Dua orang kawan yang sudah membaca buku ini mengatakan terjemahannya kaku, bagi saya sendiri saya masih bisa menikmati terjemahannya hanya saja ada beberapa frasa kata yang sepertinya sudah jarang dipakai sehingga agak janggal membacanya, saya menduga karena novel yang dicetak tahun 2009 (cetakan IV) ini sang editor tidak melakukan penyesuaian terhadap terjemahan Rusman Sutiasumarga yang menerjemahkan buku ini di tahun 1972 dari bahasa Belanda.

Terlepas dari tak bisanya saya rasakan keindahan dan keharuan dari novel ini seperti yang ditulis di cover belakang novel ini saya rasa karya ini tetap bermanfaat untuk memberikan sebuah gambaran bagaimana potret kehidupan sosial masyarakat Rusia di abad ke 19 dan bagaimana ungkapan perasaan cinta itu ternyata tak berubah walau abad sudah berganti dan masyarakat sudah sedemikian modernnya. Apapun namanya ungkapan verbal saat seseorang dalam keadaan galau karena cinta di abad 19 ternyata masih sama seperti di abad ini.

Tentang Penulis & Sejarah Penerbitan

Ivan Turganev (1818-1883) adalah salah satu sastrawan Rusia terkenal. Jika berpijak pada periodisasi kesusasteraan Rusia, Ivan Turgenev adalah salah satu tokoh pertama yang muncul dari aliran Realisme Sosialis (1840-an). Para akademisi sastra Rusia berpendapat Ivan Turgenev adalah novelis dan dramawan yang dapat dengan baik memahami dan menulis kondisi masyarakat Rusia saat itu.

Karyanya yang dianggap penting adalah Zapiski Okhotnika (Corat-coret Seorang Olahragawan-1852), Rudin (1856) serta Otzy i Deti (Ayah dan Anak-anaknya, 1862). Novel Ayah dan Anak-anaknya dianggap sebagai karya yang menjadi standar karya fiksi abad ke-19. Selain itu, Turgenev juga gemar mengolah tema-tema percintaan seperti Asya (1858), dan Pervaia Liubov (Cinta Pertama ,1860).

Novel Pervaia Liubov (Cinta Pertama) terbit pertama kali pada tahun 1860 sedangkan edisi bahasa Inggrisnya baru terbit pada tahun 1897. Edisi Bahasa Indonesianya yg terbit pada tahun 1972 diterjemahkan oleh Rusman Sutiasumarga dari edisi bahasa Belandanya. Selain itu Ruman S juga menerjemahkan novel ini ke dalam bahasa Sunda dan dimuat sebagai cerita bersambung dalam Majalan Sunda tahun 1965 dengan judul Baleg Tampele.

Hingga kini novel Pervaia Liubov (Cinta Pertama) masih dibaca dan dipelajari sebagai bahan kajian sastra Rusia di sekolah-sekolah dan Perguruan Tinggi di Rusia.

@htanzil

*Review ini merupakan proyek baca bersama BBI (Bllogger Buku Indonesia) bln Oktober 2011 sekaligus untuk mendukung program #SavePustakaJaya
Read more »

Jumat, 28 Oktober 2011

Maya & Filippo Play Chef at Sea

Maya & Filippo Play Chef at Sea
Alinka Rutkowska
Konrad Checinski (Illustrator)
27 pages
(via Member Giveaway – Library Things.com)


Dapet buku ini dari hasil berburu ‘Member Giveway’ di Library Things. Sebenernya udah banyak banget dari Library Things, tapi karena bentuknya e-book, jadi rada males bacanya. Tapi karena ini buku anak-anak dan hanya 27 halaman (udah termasuk cover dan lain-lain), jadi iseng-iseng aja gue baca.

Ilustrasinya sederhana aja, tapi gak berwarna. Dan ternyata, memang ini edisi Color it Yourself. Jadi, kalo emang anak-anak gak terlalu tertarik dengan ilustrasinya, mereka bisa bikin buku ini jadi lebih menarik dengan warna pilihan mereka sendiri.

Tentang Maya dan Filippo yang lagi berlibur pake kapal pesiar. Di kapal ini, mereka ikutan kegiatan masak-memasak bareng anak-anak lain. Ternyata setelah gue baca, ‘terselip’ pelajaran yang digambarkan dengan cara simple tapi ‘mengena’. Tentang arti berbagi dan berani mencoba. Lalu, juga tentang belajar mengambil keputusan. Misalnya, Maya yang pengen bikin cheese cake, atau salah satu anak laki-laki pengen bikin kue cokelat. Saat mereka gagal, mereka jadi tahu di mana kekurangan atau kesalahan mereka.
Read more »

Kamis, 27 Oktober 2011

Tweets for Life

Tweets for Life: 200 Wisdoms for a Happy, Healthy, and Balanced Life
Desi Anwar @ 2011
GPU - 2011
428 Hal
(dari kuis #tweetsforlife – via @Gramedia)

Hmmm… untuk menulis ‘review’ buku ini, gue berpikir keras. Buku yang susah buat gue untuk di-review. Ya sudah… cerita dulu aja deh. Buku ini, gue dapet dari hasil menang kuis #tweetsforlife di twitter-nya Gramedia Pustaka Utama. Dapetnya pas di hari terakhir, malah, gue gak ngeh kalo gue menang. Sebenernya, gue juga punya kesempatan untuk dateng ke acara lauching buku ini di Kinokuniya Plaza Senayan, tapi sayang, pas hari itu, Mika sakit, jadi terpaksa gue pulang cepet. Padahal, berharap bisa sekalian minta tanda tangan di buku ini.


Always make time to read a good books.
It adds depth to our thinking and feed our our imagination
(Sediakan selalu waktu untuk membaca buku yang bermutu, karena dapat memperkaya pemikiran and daya khayal kita)

Hal. 50

Fisik bukunya kecil, covernya berwarna kuning, gambar bunga (salah satu hasil jepretan Desi Anwar saat beliau jalan-jalan ke luar negeri – lupa ini diambil di mana). Setiap halaman, ada satu kalimat tweet-nya, plus foto-foto yang cantik.

Buku ini adalah kumpulan-kumpulan tweet-nya Desi Anwar. Awalnya, beliau hanya nge-tweet hal-hal yang remeh-temen, kaya’ hari ini makan apa, tweet pas lagi macet di jalan. Tapi, lama-lama, semakin banyak follower, mau gak mau beliau merasa ‘bertanggung jawab’ untuk men-tweet hal-hal yang lebih bermakna. Makanya lahirlah #tweetsforlife ini.

Always have a book handy.
A good books is a good friend
(Bawalah selalu buku ke mana pun kita pergi, karena buku dapat menjadi teman setia)

Hal. 76


Ditulis dalam dua bahasa – bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Terdiri dari tiga bagian: (1) Taking Care of Your Body (Memelihara Tubuh), (2) My Self and Others (Saya dan Orang Lain) dan (3) Peace Within (Kedamaian di Hati)

Nah, saat nulis ini nih, gue membayangkan momen yang ‘pas’ untuk baca buku ini. Lagi hujan-hujan – jangan lebat sih hujannya, ada angin sepoi-sepoi, duduk deh di teras (kalo ada pake kursi goyang lebih pas), jangan lupa sediain teh atau kopi. Terus, baca deh buku ini… pelan-pelan aja… Setiap kalimat harus dicerna pelan-pelan, diresapi biar bisa nangkep maknanya. Jangan lupa, nikmati juga berbagai foto yang melengkapi tweet itu (atau tweet yang melengkapi foto itu… terserah aja sih, kata Desi Anwar, mana yang enak menurut pembaca). Buku ini pas untuk koleksi atau kado.
Read more »

The Vampire Diaries, The Return: Shadow Souls

Judul                : The Vampire Diaries, The Return: Shadow Souls
Pengarang        : L.J. Smith
Penerjemah      : Nengah Krisnarini
Penyunting        : Moh. Sidik Nugraha
Pem. Aksara    : Dian Pranasari
Pewajah Isi       : Dinar R.N.
Tebal                : 706 halaman
Cetakan           : 1, September 2011
Penerbit            : Atria


            “Ya ampun”, katanya. “Ada yang tidak beres! Elena memandang Bonnie. Bonnie memandang Meredith. Meredith memandang Elena.” (hlm 708). Ada yang benar-benar tidak beres pada Damon. Kok bisa? Ada apa  dengan vampire angkuh tapi mempesona itu? Mari kita ulang rekamannya dari awal.

            Sekedar sinopsis bagi pembaca yang belum membaca kisah cinta segitiga dalam Vampire Diaries. Elena adalah seorang gadis SMU cantik yang disukai oleh Stefan dan Damon—dua-duanya adalah kakak-beradik vampire berusia 500 tahun dari Italia. Namun, Elena tetap harus memilih, dan Stefan sang adik yang jauh lebih kalem, lebih romantis, lebih ramah pada manusia pun menjadi pilihan Elena. Vampire Diaries berkutat dengan kisah cinta vampire-manusia ini, dipadukan lagi dengan tema-tema perang melawan dunia kegelapan.  Kalau sudah telanjur menyimak dari awal, pembaca dijamin akan keranjingan mengikuti seri-seri berikutnya dari Vampire Diaries.

Dalam seri The Shadow Souls ini, Elena kehilangan Stefan yang diculik oleh sesosok makhluk kegelapan dan dibawa di Dimensi Kegelapan. Dengan modal tekad dan nekad, Elena bersama Damon pun memasuki Dimensi Kegelapan di mana hanya ada vampire, dedemit, dan kitsune—monster pencuri pikiran yang juga piawai mengambil alih pikiran seseorang. Sementara, kota tercinta mereka Fells Church juga terancam bahaya. Benih-benih yang ditebarkan kitsune telah menyebabkan teror kesurupan di seantero kota. Teman-teman manusia Elena pun berbagi tugas, Matt menjaga kota, sementara Meredith dan Bonnie ikut serta Elena dan Damon ke dimensi gelap. Di tempat ini pula, Elena mulai mengembangkan kekuatan aura dan sayap-sayap perlindungannya. Elena kini kuat dan punya kekuatan. Nah, ini baru menarik!

            L.J. Smith menambahkan warna baru dalam genre vampire Barat. Ia menambahkan monsterkitsune, roh dari Jepang yang menyerupai rubah atau musang. Pembaca mungkin bisa membandingkannya dengan rubah ekor sembilan dalam film Naruto. Kitsune memiliki kemampuan mencuri ingatan dan mengambil alih keinginan seseorang, dan siluman ini juga luar biasa kuat. Damon pernah menjadi korban. Masalah besar bagi Elena dalam perjalanan ke Dimensi Gelap ini bukan hanyaKitsune, tapi justru Damon yang selama perjalanan terus-menerus “menggodanya”. Bukan menggoda dalam arti nakal, tapi Damon lebih menampakkan sisi ramah dan rapuh yang selama ini ia sembunyikan—dan Elena berulang kali hampir jatuh pada pesona Damon, sekaligus membuatnya merasa mengkhianati Stefan. Sementara, Damon sendiri juga paling tidak tahan demi melihat leher Elena yang putih dan dihiasi renda-renda dari pakaiannya. Hiyaaaaa!

            Perjalanan ke dimensi gelap sangat panjang dan cukup membuat jemu. Berulang-ulang pembaca disuguhi dengan konflik telepatis antara Damon dan Elena, yang memuat virus galau makin berkicau dalam pikiran Elena. Inilah yang mungkin menguasai novel setebal 706 halaman ini. Namun, sesampainya di dimensi gelap, perjalanan Elena CS menjadi semakin menarik. Mereka berjumpa sekutu baru, bertarung melawan monster dan siluman kuat, hingga menghadiri jamuan pesta. Asyik pula mengikuti perburuan Meredith dan Bonnie yang hendak mencuri bola bintang untuk mengalahkankitsune, sementara Damon dan Elena tak henti menyelinap untuk mencari kunci yang disembunyikankitsune. Kunci itu penting untuk menolong Stefan sekaligus membawa mereka kembali ke Dunia Atas atau Bumi. Di sela-sela cerita, pembaca juga bisa sedikit mencecap rasa mitologi Jepang yang disisipkan penulis dengan apik dalam seri ini.

            Walau adegan pertempurannya kurang berdarah-darah dan lebih banyak bumbu romantismenya, The Shadow Souls menawarkan tema dan monster yang berbeda. Penulis mampu memadukan antara dunia vampire ala Barat dengan dunia siluman ala Timur, menghasilkan perpaduan  konflik dan pertempuran yang sangat unik. Dari seri ini, kita menjadi tahu ternyata ada juga kitsune yang baik—sebagaimana dalam film-film manga Jepang juga ada banyak siluman yang baik (seperti Inuyasha, Si Po, Musang Ekor Sembilan, dan lain-lain). Keren kan, hanya di Vampire Diaries saja kita bisa melihat siluman dari Jepang melawan vampire tampan. Hanya saja, konflik antara Elena CS dan kitsune ini kurang dieksplor, hanya di sepertiga bagian terakhir saja adegan pertempuran seru itu terjadi. Tapi, perjalanan Elena cs ke dimensi kegelapan sendiri juga tidak kalah asyik untuk disimak. Para pembaca cewek pasti akan gemas melihat tingkah laku Damon yang mendominasi hampir 90% bab di buku ini. Di sini pula, pembaca diajak untuk mengetahui lebih banyak tentang isi hati Damon sebenarnya.

            Lalu, apa kejutan yang ditawarkan oleh The Return: Shadow Souls? Di akhir bab, pembaca akan menemukan sebuah hadiah—atau malah kutukan—bagi Damon. Yang jelas, jangan baca halaman terakhir karena itu sangat spoiler luar biasa, bisa merusak jalan cerita kalau Anda membaca halaman terakhir (ß ini malah makin bikin penasaran). Bersabarlah dan nikmati halaman demi halaman buku tebal ini, agar kejutan di bagian akhir itu lebih menghentak. Pokoknya, para penggemar Damon pantang untuk melewatkan seri ini.


Read more »

The Mysterious Benedict Society and the Perilous Journey

The Mysterious Benedict Society and the Perilous Journey
(Persekutuan Misterius Benedict dan Perjalanan Maut)
Trenton Lee Stewart
Maria M. Lubis (Terj.)
Penerbit Matahati – Januari 2010
546 Hal
(dari kuis Babutis – via Penerbit Matahati)

Untuk memperingati satu tahun berdirinya Persekutuan Misterius Benedict, Mr. Benedict mengundang teman-teman lamanya untuk berkumpul di rumah Mr. Benedict. Banyak yang berubah sejak setahun yang lalu - Reynie Muldoon – yang paling bijaksana, sekarang sudah resmi diadopsi oleh Miss Perumal, Kate yang gesit, tetap dengan ember merahnya, sudah bertemu ayahnya, Milligan dan tinggal di peternakan, Sticky Washington – yang paling pintar, dulu ‘sengaja’ ikut kuis sebagai mata pencaharian dan Constance Contraire – si paling kecil, paling judes dan paling menggemaskan yang sekarang tinggal bersama Mr. Benedict.

Reynie dan Sticky sepakat untuk bertemu di peternakan Kate sebelum bersama-sama menuju kediaman Mr. Benedict. Mereka semua sudah tidak sabar untuk berkumpul kembali. Apalagi Mr. Benedict sudah menyiapkan kejutan yang pasti seru.

Memang ada kejutan yang menanti mereka, tapi bukan sesuatu yang menyenangkan. Mr. Benedict dan Nomor Dua hilang… diculik. Tentu saja oleh saudara kembar Mr. Benedict dan juga musuhnya, Mr. Curtain. Tujuan Mr. Curtain menculik Mr. Benedict adalah untuk mendapatkan duskwood, jenis tanaman yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit ‘tidur’ atau narcolepsy yang diderita Mr. Benedict. Tapi, pastinya, Mr. Curtain menginginkan tanaman itu bukan untuk tujuan yang baik.

Dengan tujuan untuk menyelamatkan Mr. Benedict dan Nomor Dua, Reynie, Kate, Sticky dan Constance pergi dari rumah dengan diam-diam. Mereka berusaha memecahkan teka-teki atau petunjuk yang ditinggalkan oleh Mr. Benedict.

Dalam perjalanannya, mereka berempat menemui banyak halangan yang berasal dari orang-orang suruhan Mr. Curtain. Kalo dulu orang-orang ini bernama Sang Pembisik, kali ini mereka disebut Manusia Sepuluh.

Perjalanan penuh rahasia dan berbahaya ini membawa mereka ke menyeberangi lautan menuju Portugal, ke Belanda sampai akhirnya sampai di sebuah pulau.

Wah, asyik lho baca petunjuk-petunjuknya Mr. Benedict. Dan ternyata menuju ke tempat-tempat yang asyik dan tak terduga. Untuk anak-anak sekecil mereka (apalagi Constance), perjalanan ini panjang, melelahkan dan juga menguras emosi. Apalagi, Constance – karena ia tinggal bersama Mr. Benedict - ia jadi lebih terpukul dengan menghilangnya Mr. Benedict. Tapi, bener deh, pengen rasanya towel-towel pipinya Constance.. ngeselin tapi menggemaskan.
Read more »

Rabu, 26 Oktober 2011

Di Balik Lemari Buku…


Buku… satu hal yang masih terus melekat dari gue kecil sampai sekarang. Gue juga bingung kenapa di dalam keluarga gue, di antara kakak dan adik-adik gue, hanya gue yang kadar hobi bacanya lebih. Samar-samar, gue masih inget bacaan gue waktu kecil – mulai dari Bobo yang ditunggu-tunggu setiap hari Kamis pulang sekolah, seri Lima Sekawan (yang sekarang nyesel udah gue kasih ke orang…), komik Smurf dan Asteris (sampai sekarang, gue masih suka berharap mereka betulan ada…). Pas udah gede begini, gue bacaan gue mulai bervariasi – perkenalan gue yang pertama dengan novel tebel adalah baca bukunya Danielle Steel yang judulnya The Wings (kalo gak salah) dan gue sempat jadi kolektor buku-buku Danielle Steele.

Berkenalan dengan milis pasarbuku, membaca cerita orang-orang di milis itu, bacaan gue jadi semakin beragam – mulai dari novel Pramoedya Ananta Toer, kenalan sama genre fantasi, historical-fiction dan lain-lain. Wawasan gue jadi tambah luas. Bacaan gue gak hanya berkisar dari satu penulis tertentu.

Tentang akhirnya gue ‘tercebur’ dalam dunia nge-blog, awalnya, gak berniat bikin blog buku sendiri. Nge-blog sendiri bermula sekitar tahun 2003, waktu itu hanya pengen nulis aja – ikut-kutan orang gitu. Pengen tau blog itu kaya’ apa, buat apa. Sempet mikir, siapa ya yang mau baca blog gue? Maklum, sifat introvert dalam diri gue, bikin gue gak percaya diri.

Lalu, mulailah cerita ngalor-ngidul, gak penting, tentang cerita sehari-hari di blog lama gue. Ada tentang jalan-jalan, tentang film… tapi lama-lama, kenapa banyakan posting tentang buku?

Maka diputuskan untuk memisahkan antara blog tentang curhat sehari-hari dengan blog buku. (bahkan gue sempet bikin blog khusus untuk ‘review’ film lho… )

Akhirnya, tahun 2007, resmilah gue punya blog buku. . Ya, tujuannya sih cuma pengen nulis aja apa yang udah gue baca. Terinspirasi juga dengan hasil blog walking ke para blogger buku, yang ternyata keren-keren

Dengan adanya blog buku ini, gue mendapat tambahan banyak temen baru yang punya kesukaan sama dengan gue. Yang gak peduli apa komentar orang ketika baca buku romance – yang katanya isinya hanya mimpi. Bertemu teman-teman baru ini banyak menularkan tipe buku yang suka mereka baca ke gue. Bikin ‘mupeng’ dengan buku-buku mereka yang keren-keren atau buku-buku yang sama sekali tadinya gak terpikir untuk gue baca.

Salah seorang teman yang ‘setia’ dari awal menyemangati gue adalah Om Tan. Perkenalan sejak di milis pasarbuku, membahas buku ‘In the Name of the Rose’. Hehehe.. canggih kan bahasannya?

Gue sendiri masih suka malu kalo bilang isi blog ini adalah ‘resensi’ atau ‘review’ buku. Kenapa? Soalnya, gue jarang meng-kritik isi buku itu. Kalo pun ada, biasanya gak mendalam seperti yang suka gue baca di blog temen-temen yang lain. Paling gue sekadar sharing, apa yang gue rasain waktu baca buku itu, tokoh mana yang gue suka, mana yang nyebelin. (lagi-lagi), gue gak pede meng-kritik. Hehehe.. gue terlalu mikirin orang lain kali ya, jadi setiap gue mau nulis yang rada ‘jelek-jelek’, gue suka mikir, “Duh, siapa gue sih, berani-beraninya nulis yang jelek-jelek.”

Soal lay-out blog ini, entah sudah berapa kali ‘ganti baju’. Dan yang terakhir yang sekarang lagi di pake, yang gue rasa paling pas – simple dan bersih. Tapi masih bisa ditambah aksesoris yang lain.

Sekarang, gue jadi makin semangat untuk nulis di blog buku gue ini. Program ‘Baca Bareng’ sama temen-temen di Blogger Buku Indonesia bikin ‘ketagihan’. Minat yang sama membuat ada semangat baru dalam membaca dan membuat 'review'. Becandaan, kegalauan, kecentilan dan si Bebi yang sok imut membuat gue jadi sering tertawa-tawa, senyum-senyum sendiri di depan monitor komputer ini.

Bonus tambahan - gara-gara perkenalan gue dengan teman-teman BBI, gue sering kebagian ‘buntelan’ – tiba-tiba sering ketiban rejeki hasil menang kuis hehehe.. atau, ikut ketagihan ber-swap ria. O iya... pinjem-pinjeman buku juga...

Terima kasih ya, buat teman-teman yang udah mencemplungkan gue ke dalam BBI. Nice to ‘meet’ you all… *hugs*

*ma’af tulisannya berantakan begini… gak fokus gara-gara boss bolak-balik ke meja :D*

posting ini dibuat dalam rangka memperingati hari blogger nasional 2011, sekaligus sebagai postingan bersama BBI.
Read more »

Ngeblog Untuk Berbagi Kesan Membaca



Jangan heran kalau postingan kali ini bukan tentang review buku , sesuai dengan kesepakatan beberapa teman-teman BBI (Blogger Buku Indonesia) dalam rangka  memperingati Hari Blogger Nasional yang diperingati setiap tanggal 27 Oktober, maka sebagian dari blogger buku secara khusus ikut memeriahkannya dengan cara menulis pengalamannya selama mengelola blog bukunya masing-masing.

Selain itu tulisan ini juga dibuat untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diadakan oleh ON\OF,  penyelenggara Pesta Blogger Nasional  yang mengajak para Blogger untuk berbagi kisah tentang pengalaman yang didapatkan dari ngeblog (Berkat NgeBlog) di hari Blogger Nasional 27 Oktober 2011 ini.

Apa sih sebetulnya yang membuat saya mengelola blog buku ini sejak 5 tahun yang lampau, dan apa manfaatya buat saya pribadi?  Semua berawal dari kegemaran saya membaca buku. Awalnya saya membaca dan menyimpan semua kenangan dan kesan bacaan itu dalam hati, atau paling sesekali berbagi kesan dengan kawan sehobi yang saat itu jumlahnya tidak terlalu banyak.

Di tahun 2001 ketika mulai bersentuhan dengan internet saya mengenal apa yang namanya milis, dari sebuah milis umum akhirnya saya menemukan milis pasarbuku, sebuah milis yang khusus dibuat untuk berdiskusi soal buku. Dari sana mulailah saya berteman dengan teman-teman berbagai usia dan profesi  yang memiliki hobi dan kecintaan yang sama terhadap buku. Dari milis itu saya mulai berbagi kesan saya terhadap buku yang sedang atau telah saya baca. Awalnya singkat saja, mungkin hanya satu paragraf atau tidak jarang hanya komentar satu atau dua kalimat saja. Ternyata komentar-komentar saya itu direspon oleh para milisser  pasarbuku lainnya sehingga terjadi sebuah diskusi buku yang mengasyikan antara para pecinta buku.

Lambat laun saya mencoba membuat sebuah tulisan yang utuh atas kesan membaca saya, entah itu resensi atau bukan saya tak mempedulikannya karena saya hanya menuangkan apa yang ada dalam kepala saat saya menyelesaikan sebuah buku yang telah saya baca. Ketika beberapa teman di milis bilang kalau apa yang saya tulis itu sebuah resensi buku ya akhirnya saya memberanikan diri mengawali setiap tulisan saya dengan judul kolom [Book Review].

Kesemua resensi saya itu awalnya saya posting hanya di milis pasarbuku dan sebagai back up saya simpan di hardisk computer saya, lama kelamaan saya berpikir, "Bagaimana jika hardisk saya rusak? Hilanglah semua tulisan saya!".  Tulisan yang saya posting di milis memang masih ada, tapi rasanya terlalu repot kalau hendak mengarsip dari milis. Karena saat itu era blog sudah mulai memasyarakat dan beberapa blog buku sudah mulai muncul, akhirnya saya memutuskan untuk mendokumentasikan resensi-resensi ke saya ke blog.  Setelah memilih dari segi kepraktisannya akhirnya saya memilih Blogspot untuk menyimpan semua resensi saya.

Akhirnya saya mulai mengisi blog yang saya beri nama http://bukuygkubaca.blogspot.com , sesuai dengan keinginan dan komitmen saya, blog tersebut hanya akan saya isi dengan resensi buku-buku yang telah saya baca. Jadi setiap saya telah menyelesaikan membaca sebuah buku saya pasti akan menulis resensinya dan mempostingnya ke milis dan blog. Awalnya saya memiliki komitmen untuk meng-update blog tersebut seminggu sekali, namun dengan bertambahnya kesibukan baik dalam pekerjaan maupun keluarga, kadang target tersebut tak terlampaui, karenanya kini update blog tergantung dari seberapa cepat saya menyelesaikan sebuah buku, kadang 1 minggu atau tak jarang 1 bulan sekali saja.

Ternyata mengelola sebuah blog buku memberikan banyak manfaat bagi saya, selain semakin banyak teman yang sehobi dengan saya, ternyata blog ini lambat laun mendapat perhatian dari berbagai penerbit dan  beberapa penulis lokal. Tak jarang penerbit-penerbit maupun penulisnya langsung secara teratur mengirimkan buku-buku terbarunya untuk saya baca dan buat resensinya.

Tentunya bagi saya hal ini sangat menyenangkan, otomatis anggaran saya untuk membeli buku jadi berkurang karena seringnya dikirimi buku-buku gratis dari berbagai penerbit. Namun kadang kiriman-kiriman buku tersebut menjadi beban juga bagi saya, terutama ketika buku-buku gratis tersebut semakin menumpuk tak terbaca. Walau tak ada paksaan dari si pengirim buku, rasanya tak enak kalau buku pemberian mereka tak sempat saya baca dan buatkan resensinya.

Manfaat lain dengan membuat blog buku, adalah saya memiliki sarana untuk berlatih menulis resensi. Sadar bahwa blog yang saya isi dibaca oleh banyak orang, maka saya berusaha untuk menulis dengan baik. Otomatis hal ini membuat saya terus berlatih agar bisa menulis resensi dengan baik.  Bahkan tulisan-tulisan saya di blog juga merupakan draft awal bagi saya untuk menulis resensi untuk keperluan media cetak. Karena menulis untuk media cetak memiliki keterbatasan jumlah kalimat dan karekteristik yang berbeda dengan di blog maka biasanya saya mengedit ulang tulisan-tulisan saya di blog. Dan Puji Tuhan! Dari tulisan-tulisan saya di blog yang saya kirimkan ke media cetak akhirnya di tahun 2008-2009 beberapa resensi saya  dimuat di koran-koran lokal dan nasional.

Karena membaca adalah kegiatan yang sudah menjadi bagian dari aktivitas keseharian saya maka hingga kini saya terus membaca dan mengudate blog buku saya. Menulis resensi untuk media-media cetak sudah tidak serajin dulu karena saat ini saya sedang fokus mendata dan membuat jaringan antara para blogger buku. Sekitar bulan April 2011 lalu saya mulai mendata blog-blog buku (blog khusus yang hanya berisi info/review/pernak-pernik,dll soal buku) di Indonesia yang masih aktif. Hingga kini tercatat ada 86 blog buku aktif yang saya masukkan dalam daftar Blog Buku Indonesia di salah satu thread Goodreads Indonesia di


Selain itu saya bersama para blogger buku juga mencoba membuat jaringan blogger buku di Indonesia yang kami namakan Blogger Buku Indonesia (BBI) baik di twitter


http://www.twitter.com/bbi_2011

maupun goup facebook di

Karena masih dalam tahap perintisan maka belum banyak yang dikerjakan oleh BBI, namun melalui BBI saya dan teman-teman mencoba membagi kemeriahan dan atusiasme kami akan buku dan ngeblog. Kami berharap melalui BBI kami bisa menularkan virus semangat membaca dan menulis kepada masyarakat luas khususnya bagi para blogger dan pengguna internet lainnya. Setiap bulannya kami gelar acara baca bersama berdasarkan judul tertentu, penerbit tertentu, genre bacaan, dll. Nantinya setiap akhir bulan apa yang telah kami baca itu dituangkan dalam review di blog kami masing-masing secara serentak.

Demikian sedikit tentang blog buku, manfaat yang saya peroleh dari blog buku yang telah saya kelola selama 5 tahun ini, dan sedikit tentang BBI. Banyak orang bertanya pada saya apa sih yang memotivasi saya untuk terus menulis di blog buku ? Jujur saja saya tak memiliki jawaban yang muluk-muluk, saya hanya mengatakan bahwa motivasi saya untuk terus mengupadate blog buku saya adalah untuk sekedar berbagi pengalaman membaca kepada semua teman-teman pecinta buku, atau setidaknya saya bisa membantu teman-teman yang hobi membaca untuk menentukan pilihan buku apa yang akan mereka baca melaluli blog buku saya ini.

@htanzil
Read more »

Semangat Ngeblog, Semangat Persahabatan, Semangat Membaca



Dulu sekali, saya pernah mengira, bahwa dunia membaca adalah dunia yang sepi, yang lepas dari hiruk pikuk kehidupan. Membaca, bagi banyak orang—bagi sebagian besar orang bahkan—mungkin kurang dianggap penting. Membaca dianggap sebagai kegiatan yang hanya cocok dilakukan di waktu senggang, saat ada waktu luang, atau saat hendak ujian. Dari sekian banyak teman saya, mungkin hanya 5 sampai 10% saja yang gemar melahap isi buku. Tapi itu dulu!

Saya selalu sendirian saat membaca, tiada teman untuk diajak berbincang sekadar untuk saling berbagi isi buku, untuk membahas jalan cerita yang luar biasa seru, atau sama-sama mengutuk ending yang sangat menggantung. Banyak teman-teman saya yang lebih memilih hobi lain selain membaca, yang cowok entah lebih tertarik membicarakan gadget terbaru, game, musik, atau film yang lagi menjadi box office. Yang cewek juga tidak kalah rame. Gosip, warung makan baru, baju-baju diskon, film-film menarik, gadget jelas menjadi pilihan yang lebih menarik ketimbang membahas isi buku. Saya dulu bahkan sempat malu mendapat gelar “kutu buku” yang konon—kata orang—temannya tidak banyak! Tapi itu dulu!

            Kini tidak lagi! Berkat ngeblog, kini saya tidak sendirian lagi dalam membaca. Pertemuan saya dengan para blogger buku, yang awal pendiriannya digagas oleh saudari Ally, Melissa, Om Tanzil Hernadi yang kesohor itu, Alvina, Athesia, Nophie “Nop-Nop” , Sulis, Alvina, Anna, Sinta dan lain-lain membuat kegiatan membaca kini tidak lagi sepi. Lewat komporan Sis Noviane Asmara, saya pun dengan bangga meluncurkan blog saya sendiri Baca Biar Beken yang isinya khusus membahas tentang ulasan buku. Begitu senangnya saya ketika pada bulan Juni 2011, saya diajak oleh Ine dan Ally untuk bergabung dalam BBI atau Blogger Buku Indonesia. Luar biasa senangnya saya saat itu.

            Teman-teman di BBI begitu lihai menyulap kegiatan baca yang semula begitu personal menjadi satu aktivitas yang dapat dibanggakan. Entah jelek atau bagus, saya mulai terpacu untuk menuliskan review dari buku-buku yang saya baca ke dalam blog saya yang baru seumur jagung itu. Setiap komentar maupun respon dari teman-teman BBI, semuanya menjadi bukti nyata bahwa “ada banyak orang lain di luar sana yang juga mencintai dunia membaca”. Akhirnya, saya merasa menemukan tempat di mana hobi saya bisa diterima.
           
          Ada juga teman-teman Ordo Buntelan, merekalah yang mempertemukan saya dengan keindahan dari dunia buku yang sesunggunya. Kepada yang mulia Truly Rudiono, beliaulah yang pertama kali menyempatkan u/ menyapa saya, menerima pertemanan saya. terimakasih yang sungguh luar biasa saya haturkan untuk Anda. Juga teman2 lainnya Ine Noviane Asmara, Adrian Hartanto, mbak Jenny, Mbak Dina Begum, Mbak Esti, Mbak Rini NB, Mas Silvero, Ulin, Bonmedo, Lufti Jayadi, Fauzi, Luckty, Jia, mbak Endah, juga terutama kepada mas Dyan ...Terima kasih telah mengundang dan menerima saya dalam dunia kalian yang begitu indah. Juga pada teman2 Komunitas Peresensi Yogyakarta, Iqbal Dawami, Noval Maliki, Abdul Kholiq dkk, terima kasih (eh kok malah jd kayak halaman persembahan haha). Yang jelas, saya jd punya banyak teman deh.


Akhirnya, saya bisa berdiskusi, membahas, ataupun sesekali mengkritik buku-buku yang kami baca. Proyek baca bareng yang diadakan setiap bulan, semakin memacu saya untuk berani membaca buku-buku di luar genre yang selama ini saya sukai. Review yang kemudian tertuang bebas dalam blog saya, adalah bentuk apresiasi paling nyata bagi teman-teman blogger buku Indonesia yang telah menyemangati saya untuk “tidak malu menjadi kutu buku”. Ternyata, membaca itu indah jika kita membacanya bersama-sama.

            Terima kasih blog. Berkat ngeblog, kini saya tidak lagi sendiri.



            Teman-teman Ordo Buntelan, Semoga suatu saat saya bisa berjumpa dan berpelukan dengan mereka semua. Juga dengan teman-teman BBI. Saat ini, saya baru bisa memandang mereka melalui cermin cahaya di belakang itu hahaha ...Lov u all.

Read more »

Minggu, 23 Oktober 2011

Hidup Berawal dari Mimpi

Judul                : Hidup Berawal dari Mimpi
Penulis              : Fahd Djibran, Bondan Prakoso dan Fade2Black
Penyunting        : Enda A
Desain              : Futih Al Jihadi
Cetakan           : kedua, September 2011
Tebal                : 224 halaman
Penerbit            : Kurniaesa Publishing  




Band yang tidak biasa! Kata “respect!” memang layak disematkan pada band yang satu ini Bondan Prakoso dan Fade2Black. Kita mengenalnya lewat lagu-lagu mereka yang “out of the box”, dengan ciri khas semangat dan kreativitas anak muda yang berkobar-kobar. Walaupun mengusung tema “remaja” yang sama dengan band-band kebanyakan, yakni cinta, semangat, dan persahabatan; band ini beda. Lirik-lirik lagu yang mereka ciptakan memiliki aroma semangat yang kental. Kata-katanya pilihan, rimanya mengetarkan, dan apa yang hendak mereka sampaikan melalui lagu begitu menetap di benak para pendengarnya. Siapa coba yang tak tergetar benaknya ketika mendengarkan lirik lagi “Ya Sudahlah” dan “Kita Selamanya”.

Ketika mimpimu yang begitu indah
Tak pernah terwujud, ya sudahlah
Saat kau berlari mengejar anganmu
Dan tak pernah sampai, ya sudahlah

           
Kesan “berbeda” ini pula yang ditemui oleh Fahd Djibran (penulis Yang Galau yang Berkicau) ketika memutuskan untuk berkolaborasi dengan Bondan Prakoso dan Fade2Black. Menyastrakan musik, itulah yang rupanya hendak mereka usung melalui novel Hidup Berawal dari Mimpi ini. Proyek bareng yang murni kreatif ini menghasilkan 12 cerita pendek. Ibarat dunia anak muda yang penuh warna, dua belas cerpen itu melambangkan teman-perjuangan-duka-penyesalan-tragedi-kepercayaan-persahabatan-semangat-dan juga cinta. Aneka warna dan rasa saling berpadu menyatu dalam untaian kalimat. Mengalun merdu, bak nada musik yang disulam secara halus dalam deretan kata-kata kaya makna. Alih-alih saling mengalahkan, perpaduan antara musik dan sastra dalam Hidup Berawal dari Mimpi menghasilkan simponi fiksi yang tidak hanya mencuatkan cita rasa seni, namun juga kebermaknaan. Lewat cerita “Kau Puisi”, kita belajar untuk merayu sang terkasih:

“Cinta  barangkali bagai senyawa kata dan makna yang bersembunyi di balik metafora puisi—dan kita terus menerus membacanya, menafsirkannya, mengaguminya tanpa henti …Bagiku, kaulah puisiku! Yang terindah yang pernah aku tahu! …Semoga kamu belum punya pacar. J” (halaman 21).

Dengan kepiawaian seorang Fahd Djibran dalam mengolah kata, band ini berhasil menyajikan apa yang selama ini mungkin belum pernah dilakukan oleh band-band lain di Indonesia: menulis buku! Masing-masing kisah di dalamnya adalah pem-fiksi-an dari 12 judul lagu yang paling berkesan dalam 3 album mereka, Respect, Unity, dan For All. Tidak melulu cinta, band ini juga terkenal karena sering mengangkat tema-tema persahabatan dan semangat perjuangan dalam lirik-lirik lagunya. Ini sangat tampak pada cerita Sang Juara, Kita Selamanya, dan Hidup Berawal dari Mimpi.

“Kalian tahu, menurut Papaku, setiap kali kita bersalah dan berdosa, sebenarnya kita sedang belajar untuk menjadi lebih baik. Seperti setiap  kita jatuh, kita sebenarnya sedang belajar menuju tempat yang lebih tinggi.” (halaman 57)

“Friendship is giving someone the ability to destroy you—but trusting them not to … (Persahabatan adalah memberikan kemampuan kepada seseorang untuk menghancurkanmu—tapi Anda percaya bahwa dia tidak akan melakukannya)  (hlm 146)

Dengan gaya penceritaan yang simpel, cenderung ceplas-ceplos, namun dengan diksi nan memukau, 12 cerita pendek dalam novel ini menawarkan sebuah pembelajaran kehidupan kepada para pembaca muda dan remaja. Modelnya yang tidak mengurui dan mengambil sudut pandang “pembaca-sebagai-sahabat”, menjadikan novel ringan namun sarat makna ini bisa diterima dengan luas oleh pasar anak muda. Terlepas dari para penggemar mereka “Respectors” yang memborong buku ini, Hidup Berawal dari Mimpi adalah salah satu karya yang wajib baca. Inilah sebabnya buku kecil ini sudah mengalami dua kali cetak ulang dalam tiga bulan saja. Luar biasa!

Kalo gue berpikir impian gue hancur, maka impian gue bakal bener-bener hancur. Kalo gue berpikir impian gue tetap ada, dia akan tetap ada dan siap dieksekusi kapan aja jadi kenyataan!” (hlm 149).

Lalu, cobalah dengarkan pengakuan seorang Bondan Prakoso yang dulu menyanyikan lagu “Si Lumba-Lumba” dengan begitu imutnya:

“Kalian memang hebat,” kataky. “Bukan cuma musik yang bagus, lirik yang bagus., karya yang bagus; kesuksesan juga soal bagaimana seseorang menjalani dan menjalankan semuanya kan?” (hlm. 211).

R.E.S.P.E.C.T buat para Respector yang membaca dan belajar dari buku ini.





Read more »

Jumat, 21 Oktober 2011

Perang Napoleon di Jawa 1811





[No. 271]
Judul : Perang Napoleon di Jawa 1811
Penulis : Jean Rocher
Penerbit : Buku Kompas
Cetakan : 2011
Tebal : 280 hlm

Mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa selain Belanda dan Jepang, Indonesia pernah juga berada dibawah kekuasaan Prancis dimasa Kaisar Napoleon Bonaparte yang gemar membaca buku sambil berperang itu sedang berada dalam puncak kejayaan dengan menguasai hampir seluruh daratan Eropa baik dengan diplomasi maupun peperangan.

Belanda di awal abad ke 19 adalah salah satu daerah taklukkan Napoleon dengan mengangkat adiknya, Louis Napoleon sebagai raja Belanda. Dengan demikian seluruh wilayah Belanda beserta negara-negara koloninya otomatis jatuh ke tangan Prancis termasuk Hindia Belanda. Inggris yang merupakan salah satu musuh bebuyutan Prancis mencoba membendung kekuasaan Napoleon,  salah satu yang diincarnya adalah koloni Prancis di Jawa yang merupakan salah satu pulau penghasil rempah-rempah yang banyak diincar Negara-negara Eropa. 

Selain nilai ekomomis pulau jawa sebagai penghasil rempah dunia dan satu-satunya daerah di Asia yang dikuasai oleh Prancis, maka Napoleon Bonaparte berniat mempertahankan sekuat tenaga Pulau Jawa dari serbuan pasukan Inggris. Bahkan sejarah mencatat bahwa Sang Kaisar pernah memerintahkan kepada Menteri Kelautan dan Wilayah Jajahan Prancis Admiral Decres untuk mempertahankan Jawa berapapun harga yang harus dibayarnya dan berniat untuk mengirim 10.000 pasukannya ke Jawa.

Sayangnya niat Napoleon itu tak pernah terlaksana, pasukan Inggris dengan kekuatan penuh pada tahun 1811 menyerbu Pulau Jawa yang saat itu dikuasai oleh Perancis. Perang yang melibatkan 20.000 pasukan Inggris dengan 100 armada kapal laut melawan 12.000 serdadu gabungan Perancis, Belanda, dan Jawa itu merupakan pertempuran terbesar tentara Napoleon di Asia, sayangnya perang tersebut terlupakan dalam ingatan baik oleh Indonesia, Perancis, bahkan Inggris yang akhirnya berhasil menguasai Jawa. 

Kisah perang dahsyat di Jawa yang terlupakan antara pasukan Napoleon (Prancis) dibawah pimpinan gubernur jenderal Hindia Belanda, Jenderal Janssens melawan pasukan Inggris yang dikomandoi oleh Jenderal Auchmuty pada tahun 1811 inilah yang dinarasikan oleh Jean Rocher, penisunan perwira Perancis  kedalam sebuah novel sejarah yang berjudul La Debandade des Jean-Fesse dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Perang Napoleon di Jawa 1811 -  Kekalahan Memalukan Gubernur Jenderal Janssens

Dalam novelnya ini Jean Rocher menulis kisah perang Napoleon dengan detail, mulai dari perintah Napoleon kepada Admiral Decres untuk mempertahankan Jawa ,saat-saat keberangkatan Jenderal Janssens menuju Jawa dengan pasukan pemabuk yang  tak punya disiplin, proses penyerahan kepemimpinan dari Gubernur Jenderal Daendels kepada Janssens, kedatangan pasukan Inggris ke Jawa, peperangan dahsyat di benteng Masteer Colins hingga menyerahnya Jenderal Jansssens pada pasukan Inggris sehingga Prancis harus menyerahkan satu-satunya daerah koloninya yang tersisa di Asia.

Kesemua itu ditulis oleh Jean Rocher dengan kalimat-kalimat yang enak dibaca dan dibagi kedalam bab-bab yang tidak terlalu panjang sehingga buku setebal 280 hlm ini memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi

Melalui novel sejarah ini kita akan mengetahui bagaimana terjadinya Perang Napoleon yang dahsyat  di Jawa pada 1811 dan apa yang menjadi penyebab kekalahan pasukan Napoleon. Walau penulis adalah seorang Prancis namun ia tak ragu untuk menggambarkan bagaima pasukan Prancis harus menelan kekalahan akibat strategi perang yang buruk dari Jenderal Jansses.  Dalam novel ini terlihat jelas bagaimana Rocher menimpakan kekalahan Perancis pada Jenderal Jannsens.










 Jean Willem Janssens
       (1752-1838)









Jika kita membaca novel ini,akan terungkap bagaimana kepemimpinan Janssens  membuat Perancis harus angkat kaki dari pulau Jawa.  Di novel ini Roocher menjelaskan bahwa Janssens adalah jenderal logistik yang lebih paham mengatur logistik dibanding menyusun strategi perang. Jannssens juga dikenal sebagai perwira penjilat yang berhasil menjilat Napoleon sehingga dirinya memperoleh promosi sebagai jenderal divisi di usianya yang ke 39, menjadi perwira tinggi legion kehormatan, hingga akhirnya kemudian diangkat sebagai gubernur Jenderal di Hindia Belanda menggantikan Daendels!

Daendels sendiri sebenarnya sudah mempersiapkan dengan matang bagaimana pasukannya dapat mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, antara lain dengan mendirikan benteng Meester Cornelis di Jatinegara dan  membangun Jalan Raya Pos sepanjang 1000 km yang memungkinkan dirinya untuk mengirim dengan cepat pasukannya dimanapun Inggris mendarat.

Daendels juga sudah menduga kalau armada Inggris bakal mendarat di Cilincing, kepada Janssens ia telah menyarankan untuk menempatkan satu detasemen infanteri dengan arteleri di Cilincing. Namun Janssens tidak mempedulikan rekomendasi itu. Apa yang diramalkan Daendels menjadi kenyataan, armada Inggris akhirnya mendarat di Cilincing tanpa satu pelurupun ditembakkan, bahkan saking mulusnya, pasukan Inggris sempat-sempatnya membeli buah-buahan dan sayur mayur yang ditawarkan penduduk setempat.






 Benteng Mesteer Cornelis - Jatinegara







Hal ini membuat pasukan Inggris tanpa hambatan mendekati benteng pertahanan Janssens, Master Cornelis sehingga pertempuran hebat terjadi, serbuan pasukan Inggris  tak dapat dibendung, terus merangsak masuk ke kubu-kubu pertahanan Prancis hingga akhirnya Janssens memerintahkan untuk membakar gudang mesiu sehingga gudang itu meledak dan menewaskan lebih dari 200 prajurit. Rocher menulis bawa dahsyatnya ledakan gudang mesiu tersebut dapat dibandingkan dengan bencana letusan gunung berapi.

Ledakan gudang mesiu tak menyurutkan pasukan Inggris sehingga akhirnya benteng pertahanan Meester Cornelis bisa dikuasai pasukan Inggris dan Jenderal Janssens melarikan diri hingga ke Semarang – Ungaran –dan berakhir di Tuntang. Walau dibantu oleh pasukan jawa yang dipimpin oleh Prang Wedana atau Mangkunegoro II yang konon telah dilatih untuk mengadopsi strategi perang ala balatentara Eropa,  namun karena ketidakmampuan Janssens memimpin pertempuran membuat pasukannya kocar kacir dan akhirnya harus menyerah di Tuntang (Semarang)

Sebelum menyerah Jenderal Janssens dengan angkuh mengajukan sejumlah syarat kepada musuhnya.  Di novel ini Rocher memuat secara rinci syarat-syarat penyerahan diri Janssens sebanyak 22 pasal kepada Jenderal Auchmuty selaku panglima pasukan Inggris. Apakah Jenderal Auchmuty menyetujui seluruh syarat yang diajukan Janssen? dan bagimana nasib Jenderal Janssens selanjutnya? Semuanya akan kita dapatkan dalam lembar-lembar terakhir novel ini.

Kurang imajinatif

Sebagai sebuah novel sejarah, Jan Rocher menulis peristiwa ini secara menarik dengan detail lokasi dan strategi perang yang cermat sehingga kita seolah bisa merasakan berada dalam suasana perang besar itu.  Sayangnya penulis kurang berani dalam mengembangkan imajinasinya sehingga kisah perang dalam novel akan lebih hidup lagi

Sebenarnya ada celah-celah peristiwa yang akan menarik jika dieksplorasi dengan imajinasi penulisnya, antara lain saat perjalanan Jenderal Jansses melarikan diri ke Jawa Tengah menyusuri Jalan Raya Pos, jalan raya yang seharusnya digunakan untuk mengusir musuh namun akhirnya menjadi jalan menuju kekalahan yang memalukan bagi Jenderal Janssens. Peristiwa ini sayangnya hanya dikisahkan sekedarnya bagaikan sebuah laporan perjalanan singkat.

Atau sebenarnya dapat juga diceritakan bagaimana hubungan antara Jenderal Janssens dengan Prang Wedana (Mangkunegoro II) beserta pasukan Jawa elitnya yang membantunya dalam menghadapi tentara Inggris ketika ia melarikan diri ke Jawa Tengah yang tentunya akan menarik jika dikisahkan secara mendalam

Terlepas dari itu, sebagai sebuah novel sejarah ini buku ini berhasil untuk mengungkap apa yang mungkin selama ini banyak tidak diketahui masyarakat awam bahwa di Jawa pernah terjadi Perang Napoleon terbesar di Asia yang juga melibatkan dan mengorbankan kaum pribumi. Sebuah perang yang menjadi tonggak penanda berakhirnya masa kekuasaan Belanda-Prancis dan dimulainya era penjajahan Inggris di Nusantara di bawah rezim Sir Thomas Stamford Raffles.

Dengan demikian  melalui novel ini kita juga disadarkan kembali bahwa bukan hanya Belanda dan Jepang yang pernah menguasai negeri kita, melainkan Prancis dan Inggris pun pernah berkuasa di bumi Nusantara. Hal ini tentunya akan membuat kita semakin disadarkan dan bangga akan arti strategis kepulauan Nusantara yang selalu menjadi rebutan bagi bangsa-bangsa di dunia sejak berabad-abad yang lampau.

@htanzil

Tambahan  :




Sebagai pembanding atas buku ini, kisah tentang perang Napoleon di Jawa 1811 juga bisa kita baca di buku William Thorn, Penaklukkan Pulau Jawa yang tahun ini juga terjemahannya baru diterbitkan oleh Elexmedia. Buku yang juga dijadikan salah satu sumber Jean Roche untuk menulis novelnya ini merupakan sebuah catatan perjalanan Mayor William Thorn dari Angkatan Bersenjata Inggris Raya yang dikirim ke Jawa (dan Malaya) untuk merebut wilayah itu dari Perancis di tahun 1811



Read more »