Sabtu, 31 Desember 2011

Kabar Akhir Tahun


Selamat tahun baru!!!sudah pukul dua belas malam di tempatku sekarang. Kupikir bagi kalian yang merayakan tahun baru pukul 12 malam dini hari wilayah Indonesia (baik WIB,WITA,maupun WIT) pasti sudah  berjaga dan tengah siap dengan kudapan maupun terompet untuk ditiup bersama sama. Tapi sayangnya keadaanku disini tidak semeriah itu. Disini aku duduk--tentu saja--didepan laptopku bersama secangkir coklat panas  tanpa terompet ataupun kudapan untuk dimakan. Ya, tapi kupikir itu cukup mengingat aku tak terlalu suka dengan kedua hal itu ditengah malam seperti ini. hehehe

Oke, sekian intermezzonya, kita balik ke masalah blog ini.  Setahun sudah berlalu dan lagi-lagi tidak semua buku yang bisa kubaca dan aku review di blog. Hmm mungkin banyak yang bisa menebak alasan klise seperti tidak mood menulis, banyak tugas, ujian, lagi berlibur atau semacamnya. Tapi beneran diantara alasan-alasan duniawi itu memang seperti itulah yang sedang kualami disepanjang tahun 2011. Menyedihkan memang buat seorang pelajar sepertiku, tidak bisa bebas untuk membaca dan membaca. Tapi biarlah, inilah tantangannya. Antara membaca buku-buku novel dan pelajaran. Dan kupikir lagi tahun 2012 adalah tantangan yang baru. Kemungkinan juga akan sedikit sekali aku mereview--atau malah tidak ada dalam sebulan--, tapi tetap saja disela-sela waktu luang aku akan menyempatkan diri memposting apapun.

Overall,Inilah buku-buku yang sukses aku baca dalam setahun, tidak banyak sih hanya 27. Sangat sedikit dibandingkan para blogger buku lainnya. Tapi bagaimanapun juga aku tetap senang, dengan 27 review ini setidaknya aku bisa menyalurkan hobi menulis sekaligus membantu orang-orang untuk sekedar mencari review singkat buku-buku yang ingin mereka baca dan miliki.
Yuupp...akhirnya selamat tinggal 2011, dan selamat datang 2012... :D


cre:letnotyourheartbetroubled
 @missbibliophile
Read more »

Jumat, 30 Desember 2011

Sampul Buku Favorit 2011

Terinspirasi sama posting-di blog-nya @myfloya , gue pun pengen share sampul buku yang jadi favorit gue di tahun 2011. Ini berdasarkan buku-buku yang gue baca di tahun ini.

Inilah yang jadi favorit itu:







Read more »

Catatan Akhir Tahun 2011


Hari terakhir di tahun 2011, sudah waktunya kembali mendata buku-buku apa aja yang berhasil gue baca di tahun 2011. Total ada 87 buku – yay, gue berhasil memenuhi target di reading challenge-nya Goodreads. Yang masih ‘jalan di tempat’ ada 6 buku! Ooopss…

Tahun ini bisa dibilang gue termasuk jarang beli buku. Beberapa buku adalah hasil ‘buntelan’, hasil menang kuis, hasil pinjam-meminjam, hasil swap, ada juga baca via e-book. O ya, ada juga buku-buku yang udah bertahun-tahun ada di lemari buku gue, tapi akhirnya berhasil dibaca di tahun ini.

Di 2011 ini gue ‘tercebur’ di dalam sebuah ‘perkumpulan’. Namanya BBI alias Blogger Buku Indonesia. Dan, wah… gue sangat beruntung diajak ikutan, gue menemukan teman-teman baru (yang ups… hanya satu yang udah pernah ketemu), seru-seruan ngobrolin buku, bahkan cela-celaan. Setiap bulan, gue usahain untuk selalu bisa ikutan ‘posting bareng’. Satu proyek yang paling seru, adalah proyek tuker-tukeran buku di akhir tahun, yang akhirnya punya kode tak resmi bernama #ProjectSanta atau #SecretStanta. Selain seru ngintip wishlist-nya anak-anak BBI, seru juga nungguin siapa yang jadi Santa gue… penasaran bakalan dapet buku apa.

Buat 2012, selain target utama, nyelesain buku-buku pinjeman, kedua, kembali membongkar lemari buku, nyari buku lama yang belum sempat terbaca, bikin daftar for sale or swap yang baru, dan pengen baca semua buku dari beberapa penulis.

Dan, dari 87 buku, inilah yang jadi favorit gue:
1. Angel’s Cake - Gaile Parkin
2. Room - Emma Donoghue
3. Suite Française - Irène Némirovsky
4. Kicau Kacau: Curahan Hati Penulis Galau - Indra Herlambang
5. Ape House – Sara Gruen
6. Bonsai: Hikayat Satu Keluarga Cina Benteng - Pralampita Lembahmata
7. Untuk Indonesia yang Kuat – Ligwina Hananto
8. The Guernsey Literary & Potato Peel Pie Society – Mary Ann Shaffer
9. Ranah 3 Warna – A. Fuadi
10. Saga no Gabai Bachan (Nenek Hebat dari Saga) – Yoshichi Shimada
11. One Amazing Thing – Chitra Banerjee Divakaruni
12. Kuantar ke Gerbang – Ramadhan K.H.
13. Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan – Tasaro GK
14. Kedai 1001 Mimpi – Valiant Budi
15. Senyum - Raina Telgemeier
16. Queen of Dreams (Ratu Mimpi) – Chirtra Banerjee Divakaruni
17. When God was a Rabbit – Sarah Winman
18. Sarah’s Key – Tatiana de Rosnay
19. Life Traveler – Windy Ariestanty

Selamat Tahun Baru 2012!!!
Read more »

Kamis, 29 Desember 2011

Midnight for Charlie Bone

Judul            : Midnight for Charlie Bone
Pengarang    : Jenny Nimmo
Penerjemah  : Iryani Syahrir
Penyunting   : Siti Aenah
Sampul             : Scott Altmann
Tebal                : 409 halaman
Cetakan            : 1, November 2010
Penerbit            : Ufuk Press



            Perkenalkan, Charlie Bone, seorang anak usia 10 tahun yang tinggal bersama Ibu, paman, dan nenek-neneknya yang sangat nyentrik. Dalam pandangan Charlie, ia adalah sepotong bukti dari dunia yang normal dalam rumah mereka yang dihuni oleh orang-orang berperangai aneh. Mulai dari Paman Patton yang tidak pernah keluar rumah di siang hari, nenek Bone yang selalu mengawasi, serta tiga nenek dari keluarga Yewbeam—dari pihak ayahnya—yang benar-benar mirip nenek sihir dalam cerita. Semuanya berjalan dengan biasa-biasa saja sebelum akhirnya Charlie mulai mendengar suara-suara dari setiap foto yang ia pandangi. Yups, Charlie adalah salah satu dari sedikit orang yang diberkahi.  Melihat kemunculan bakatnya ini, ketiga nenek Yewbeam malah bergembira dan memaksa Charlie untuk pindah ke sekolah bergengsi khusus untuk anak-anak berbakat, Bloor’s Academy.

             Di sekolah barunya, Charlie mendapat teman-teman baru, mulai dari Fidelio yang jago musik tapi bukan siswa terbekati, hingga Billy yang mampu berbicara dengan hewan. Kejadian semakin aneh ketika Charlie bertemu dengan seorang wanita yang tengah mencari foto dari keponakannya yang hilang, dan ternyata keponakannya itu juga bersekolah di Bloor’s Academy dan masih sepantaran usianya dengan Charlie. Dari wanita itu, Charlie mendapat kotak misterius yang katanya bisa menyadarkan kembali si gadis misterius yang konon diculik itu. Bersama dengan teman dekatnya Benjamin serta Fidelio, dan juga teman-teman barunya, Charlie berjibaku melawan komplotan gelap yang ternyata melibatkan pihak keluarga Yewbeam. Ketiga neneknya ternyata memiliki andil dalam konspirasi dan penculikan ini.Begitu pula paman Patton yang ternyata juga diberkati dengan kekuatan khusus.

            Sekolah, bakat ajaib, anak usia 10 tahun, nenek yang misterius; semua itu pasti mengingatkan pembaca pada salah satu tonggak fantasi modern, Harry Potter. Yups, bisa dibilang novel ini mengambil sedikit aura Harry Potterian untuk memulai kisahnya, walaupun semakin ke belakang semakin jelas bahwa penulis ingin mengambil jarak dari Harry Potter—untuk lebih memantapkan karakter Charlie sendiri. Berbeda dengan Harry Potter yang memiliki tongkat dan sihir, Charlie hanya memiliki bakat mendengarkan orang-orang dalam foto. Dengan melihat foto, ia bisa mengetahui apa yang sedang dibicarakan oleh orang-orang yang ada dalam foto tersebut saat foto itu diambil. Dari sinilah Charlie bisa menelusuri jejak dari penculikan gadis misterius yang diculik saat masih bayi. Ok, dari sini semakin jelas bahwa Charlie Bone bukan Harry Potter. Sayangnya, sihir novel ini hanya sampai di situ saja. Satu orang satu bakat, dengan jalur cerita yang sangat meminimalisir dan mengurangi potensi aksi dan perang sihir yang bisa ditawarkan oleh sebuah novel fantasi.

            Cover dari Midnight for Charlie Bone, saya akui, luar biasa indah. Benar-benar seperti lukisan yang dicetak dalam bentuk foto digital, lalu dialihrupakan lagi menjadi sebuah lukisan dalam sampul. Efek gelap dan lampu-lampu serta background malam hari benar-benar mampu merangsang pembaca untuk turut dalam perjalanan Charlie di malam hari menyusuri kota London (atau sebuah kota di Inggris). Konflik yang berupaya dibangun pun seru, simpel tapi seru. Awalnya mungkin agak lambat di mana pembaca musti menerka-nerka apakah ketiga nenek dari Yewbeam itu penyihir baik yang pura-pura jahat. Setelah ketahuan bahwa ketiganya memiliki maksud jahat, maka tahap hitam-putih pun mulai jelas, dan alih-alih kecewa, saya malah senang karena bisa memutuskan “bagaimana memperlakukan buku ini”. Yah, seperti misalnya: oke jadi Charlie dkk plus ibunya plus paman Patton versus Tiga Nenek dari keluarga Bone. Oke, meluncur.

            Perseteruan yang muncul menambah seru cerita. Nenek Yewbeam mengawasi dan menjebak Charlie dan teman-temannya sementara Patton juga tidak tinggal diam. Sedikit demi sedikit pembaca diajak untuk menaiki tangga-tangga ketegangan menuju “perang besar” yang diharapkan ada di ujung cerita—yang sayangnya perang besar itu tidak ada. Seperti menaiki anak tangga satu demi satu, lalu pembaca dijorokin ke bawah, begitulah rasanya. Ketika Charlie terancam bahaya, dan tiga anak diberkahi dari pihak Yewbeam berusaha menghabisi Charlie menggunakan kekuatan telekinetis dan perubahan wujud pada bab Perang antara Mereka yang Diberkahi, Charlie tiba-tiba menjumpai dirinya selamat. Alurnya begini:

            Charlie masuk reruntuhan à dijebak oleh anak berbakat yang jahat à dia dijatuhi batu-batu yang bisa bergerak sendiri à ada bayangan hitam aneh mengikuti à DUAR (peristiwa ajaib yang entah apa dan bagaimana dan mengapa, karena tiba-tiba à Charlie keluar dan mendapati dirinya selamat dan 2 orang anak berbakat dari pihak jahat telah terkapar, pingsan.

Masih dalam bab yang sama, langsung diadakan pesta meriah semalam suntuk. Pembaca yang sudah tegang karena menantikan adegan perang antar anak-berbakat, tiba-tiba menjumpai bahwa semuanya baik-baik saja. (Aduh tepok jidat). Mungkin karena baru novel pertama dari seri-seri berikutnya, Midnight for Charlie Bone terkesan masih datar dan nanggung—walaupun cerita ini menyimpan potensi untuk dikembangkan dalam bentuk sekuel-sekuel. Setting, karakterisasi, dan konflik sudah terbangun; walau  eksekusinya masih kurang berani. Semoga seri kedua dan selanjutnya mampu lebih menunjukkan sisi AKSI dari Charlie dkk, ketimbang dalam buku perdana ini. Tidak ada masalah jika sihir dalam buku ini hanyalah bakat sederhana, karena satu bakat sederhanapun jika diramu melalui narasi dan pemfiksian yang ciamik pasti dapat menghasilkan novel petualangan yang seru. Saya menantikan seri kedua dari Charlie Bone, Charlie Bone and the Time Twister yang dilihat dari judulnya, seharusnya lebih seru dan lebih mampu bergerak cepat daripada novel pertamanya.

Read more »

Rabu, 28 Desember 2011

Life Traveler


Life Traveler: Suatu Ketika di Sebuah Perjalanan
Windy Ariestanty @ 2011
Gagas Media – Cet. I, 2011
382 hal.
(via Gramedia Pondok Indah Mall)


"Home is a place where you can find your love, young girl"
(hal. 350)

Semoga gak berlebihan kalo gue bilang, gue menemukan buku yang bagus untuk menutup tahun 2011. Membaca buku ini, gue seolah menemukan sesuatu untuk me-recharge otak gue, energi gue dan berpikir lebih positif menuju tahun 2012.

Banyak hal menarik yang gue temukan sejak gue membuka lembar pertama buku ini. Pertama, daftar isi yang seolah ditulis dengan tulisan tangan, ilustrasi yang cantik, pembatas buku yang seperti potongan boarding pass, plus foto-foto yang keren. Ditambah lagi berbagai tips seputar traveling dan tempat-tempat yang wajib dikunjungi di negara-negara yang ada di buku ini.

Buku ini bukan sekedar buku ‘traveling’ yang hanya memuat info tempat-tempat wisata (ini sih yang terbersit di benak gue pada mulanya, apalah bedanya buku ini dengan buku traveling lain?). Tapi, salah satu cerita di dalam buku ini pernah dimuat di majalah Cleo, dan ini yang mengubah pikiran gue tentang buku ini.

Sepertinya, seorang Windy tidak hanya melakukan perjalanan untuk sekedar bersenang-senang, liburan, tapi juga mencari sesuatu yang untuk mengisi batin (aduh.. bahasa gue…). Baginya, berkenalan dengan orang asing – terutama penduduk setempat – akan memberi nilai lebih dalam sebuah perjalanan. Gue ‘menangkap’ persahabatan yang hangat, ketulusan dan kebahagiaan. Mencoba mencari makna apa artinya ‘pulang’, apa artinya ‘cinta’.

Banyak quote yang bagus, rasanya pengen gue share di sini semua… tapi, kalo ditulis semua… gak seru lagi dong…

Gue mau membuat satu pengakuan…. “bukan buku romance menye-menye yang membuat gue menangis, tapi… buku ini… berhasil membuat gue menitikkan air mata.” Beneran…. Membaca salah satu cerita, tentang bagaimana orang yang sebelumnya ‘asing’, ternyata mampu menawarkan sebuah kehangatan yang tulus.

Dua tulisan terakhir, tak kalah menarik. Windy mengajak dua sahabatnya, Dominique dan Yunika untuk ikut berbagi.


"Tapi saya tidak merasa sendirian. Tidak kesepian. Dan tidak pula merasa terasing
Saya ada bersama mereka. Ya, mereka. Orang-orang yang saya temui di perjalanan

And… I call them: family."

(hal: 158 – 159)
Read more »

Sampul Buku Favorit 2011

Terinspirasi oleh postingan di blog buku [Dear Readers] http://floriayasmin.blogspot.com milik Maya Floria Yasmin, saya tergerak untuk memilih sampul buku favorit menurut versi saya.
Pemilihan ini berdasarkan dari buku-buku yang
telah saya baca selama tahun 2011
ini.

Dari ke 35 buah buku yang telah saya baca selama tahun 2011 ini,
inilah tiga buah sampul buku favorit 2011 versi [Buku Yang Kubaca]
yang saya susun berdasarkan urut judul bukunya







Judul : Buku2 yg Mengubah Dunia
Penulis : Andrew Taylor
Penerbit : Erlangga
Terbitan : Agst 2011
















Judul : Letters to Sam
Penulis : Daniel Gotlieb
Penerbit : Gagas Media
Cetakan : Juli 2011


















Judul : Piramid
Penulis : Ismail Kadare
Penerbit : Margin Kiri
Cetakan : Agustus 2011












Lalu apa buku favorit versi [Buku Yang Kubaca] ? , nantikan daftarnya di minggu pertama Januari 2012 nanti. :)

@htanzil
Read more »

Selasa, 27 Desember 2011

Raise The Red Lantern by Su Tong

No. [282]
Judul : Raise The Red Lantern - Persaingan Para Istri
Penulis : Su Tong
Penerjemah : Rahmani Astuti
Penerbit : Serambi
Cetakan : I, November 2011

Novel Raise The Red Lantern adalah kisah tentang persaingan keempat istri Chen Zuoquan dalam memperebutkan perhatian tuannya. Seperti yang sudah menjadi hukum alam, rasanya tak ada seorangpun yang memiliki istri lebih dari satu dapat memperlakukan istri-istrinya dengan adil. Walau mungkin di permukaan tampak rukun-rukun saja namun entah dalam benak terdalam mereka.

Itulah yang menjadi dasar kisah dari novel ini. Dengan Teratai sebagai pusat cerita, novel ini menggambarkan dengan sangat baik bagaimana para istri-istri saling berebut perhatian dari sang suami. Ketika Teratai diambil untuk menjadi istri keempat, usianya baru berusia 19 tahun. Saat itu ia baru satu tahun kuliah ketika pabrik teh ayahnya bangkrut sehingga ia harus berhenti kuliah. Tiga hari kemudian ayahnya mati bunuh diri. Oleh ibu tirinya Teratai diberikan dua pilihan antara bekerja dan menikah, ia memilih menikah dengan orang kaya dan ibunya memilihnya untuk dinikahkan dengan Chen Zuoqian, seorang Tuan Besar kaya yang saat itu telah berusia 50 tahun dan telah memiliki 3 istri.

Kehadiran Teratai sebagai istri keempat tentu saja menimbulkan kecemburuan dari ketiga istri Tuan Chen apalagi Teratai sebagai istri termuda memang mendapat perhatian yang lebih dari Tuan Chen. Hal ini membuat ketiga istri lainnya saling bersaing, berusaha dengan segala cara untuk menjauhkan Teratai dari kasih sayang suami mereka. Dalam persaingan itu para istri beradu siasat, mulai dari cara yang halus dengan berpura-pura berbuat baik, saling fitnah, menggunakan ilmu hitam, dan bahkan berupaya segala cara dengan rela mempertaruhkan nyawa mereka. Tak hanya harus menghadapi intrik-intrik jahat yang dibuat ketiga istrinya itu, ternyata pembantu setianyapun mencoba untuk menyingkirkan Teratai dari kasih sayang Tuan Besarnya.

Walau tema kisah persaingan antar istri seperti ini merupakan hal yang sering kita baca dan lihat di film-film, namun kisah dalam novel ini sangatlah menarik dan dramatis, namun bukan dramatisasi kepediahan tiada akhir yang diketengahkan dalam novel ini melainkan bagaimana penulis meramu kisah yang biasa ini menjadi luar biasa melalui penokohan karakter Teratai dan ketiga istri-istrinya yang diramu dengan aroma kisah mistis, kejiwaan, dan kultur budaya patriakhi China yang kuat.

Kakarter Teratai sebagai pusat kisah dalam novel ini menjadi hal yang paling menarik untuk dicermati Teratai bukan digambarkan sebagai tokoh yang sempurna dengan kesabarannya menanggung derita hingga dewi fortuna menghampirinya seperti layaknya sinetron-sinetron kita. Tidak! Teratai adalah sosok yang tegar, ia tak menyerah begitu saja terhadap intrik-intrik yang dilakukan oleh ketiga istri suaminya. Ia melawan dengan caranya sendiri, ia bisa bersahabat, namun ia juga bisa bersikap keji seperti dengan sengaja melukai istri kedua saat memotong rambutnya, atau memaksa pembantunya untuk menelan kertas toilet kotor yang diduga sebagai alat untuk mengguna-gunanya.

Novel ini juga mencerminkan kegalauan para istri akan pertanyaan yang mungkin menjadi pertanyaan dari setiap istri yang dimadu yaitu, “Siapa yang paling disayang?”. Walau terlihat dengan jelas kalau Tuan Chen mempunyai perhatian yang lebih padannya, namun Teratai masih juga ragu dan sering bertanya pada suaminya siapa dari keempat istrinya yang paling disayanginya.

Terbaginya perhatian, perbedaan usia hingga berpengaruh pada urusan ranjang ternyata bisa menimbulkan banyak persoalan dan memicu terjadinya perselingkuhan pada pria yang berpoligami, demikian pula seperti yang terungkap dalam kisah ini dimana istri ketiga memiliki hubungan asmara dengan seorang dokter, hal ini pula yang hampir saja dilakukan oleh Teratai yang diam-diam mengagumi Feipu , anak pertama dari istri pertama yang usianya tak terlalu terpaut jauh darinya.

Soal perselingkuhan ini sepertinya telah menjadi kutukan atas keluarga Chen yang selalu dibayangi oleh tragedi bunuh diri dalam sebuah sumur tua yang sengaja digali untuk orang-orang yang ingin bunuh diri. Dan memang sumur itu digunakan sebagai tempat bunuh diri oleh para istri-istri dari generasi terdahulu yang kedapatan berselingkuh. Sumur tua atau yang juga disebut sebagai 'sumur kematian' ini pula yang menjadi aroma mistis di sekujur tubuh novel ini. Arwah penasaran para istri yang bunuh diri dalam sumur itu membuat Teratai merasa tertekan karena ia selalu merasa para arwah itu memanggil-manggilnya untuk terjun ke dalam sumur kematian itu.

Satu hal yang unik dari Novel ini adalah, penulis tampaknya tak memberikan informasi yang jelas mengenai setting waktu dimana kisah ini bergulir, hanya ada beberapa hal kecil yang mungkin bisa menjadi petunjuk yaitu masih digunakannya tandu untuk transportasi, lentera merah yang dipasang di depan kamar istri, dan telah digunakannya kertas toilet untuk membersihkan diri. Nah melalui petunjuk2 sederhana itu sepertinya penulis sengaja memberikan kebabasan bagi para pembacanya untuk menduga-duga atau menafsirkan sendiri di tahun atau abad keberapa kisah ini terjadi.

Yang juga mingkin bisa menjadi petunjuk bagi pembacanya untuk menafsirkan setting waktu di novel ini adalah pandangan tokoh-tokohnya menyangkut kedudukan dan peran wanita yang terungkap dalam novel ini. Dari percakapan antar tokohnya terungkap bahwa saat itu budaya patriakhi masih mengakar dengan kuat di China dimana ketika seorang pria semakin kaya maka dia menginginkan wanita, begitu dia menginginkannya, dia tidak akan pernah merasa cukup sehingga harus beristri banyak dimana hal ini juga menjadi simbol kemakmuran dan keberkuasaannya.

Di novel ini terungkap bahwa wanita hanyalah pemuas nafsu pria dan alat untuk melahirkan keturunan semata. Ketika seorang wanita tidak dapat dapat melahirkan anak laki-laki untuk untuk suaminya maka kesulitan dan malapetaka akan menimpanya. Bagaimana kedudukan dan peran wanita di masa itu tercermin dalam percakapan antara Teratai dengan istri ketiga dari suaminya, “Aku belum mengeri apa arti wanita, Mahluk jenis apa wanita itu? Kita sama seperti anjing, kucing, ikan mas, tikus.. kita hanya seperti sesuatu, sesuatu selain manusia” (hal 74)

Pada akhirnya novel ini memang tidak hanya membuat kita terpukau oleh drama kehidupan dari persaingan para istri saja, melainkan kita juga akan diajak menyelami sisi-sisi terdalam dari batin para istri yang dibenturkan pada kenyataan hidup yang kejam akibat poligami yang dilakukan suaminya, selain itu novel ini juga menyingkap sisi lain kehidupan masyarakat China beserta budayanya yang hingga kini masih mengakar dengan kuat.

Tentang Penulis

Su Tong (48 thn) adalah nama pena dari Tong Zhonggui, penulis kelahiran Shuzou China, dia memperoleh gelar Sarjana Satra dari Beijing Normal University. Su Tong dikenal karena gaya menulisnya yang kontroversial dan diakui sebagai salah satu penulis terdepan China saat ini selain Mo Yan, penulis Big Breast and Wide Hips.

Su Tong hingga kini telah menulis tujuh novel dan lebih dari 200 cerpen yang sebagian telah diterjemahkan ke berbagai bahasa. Novel Raise the Red Lantern adalah karya pertamanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Novel ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Wives and Concubines. Kemudian novel ini berganti judul menjadi Raise the Red Lantern berdasarkan judul versi filmnya yang dibuat oleh sutradara terkemuka Zhang Yimou dengan Gong Li sebagai Teratai. Film yang dirilis pada tahun 1191 ini mendapat sambutan hangat di berbagai festival film dunia. Adapun yang menjadi dasar dari penggunaan judul film dan bukunya ini adalah berdasarkan adegan pemasangan lampion merah setiap malam di depan kamar salah satu istri tuan besar Chen yang akan dikunjungi olehnya.

Karena filmnya menjadi lebih terkenal dibanding bukunya maka sejak saat itu, edisi terjemahan bahasa Inggrisnya menggunakan judul sama seperti filmnya.



Film Raise The Red Lantern (1991)





Pada 2009 Su Tong memenangkan Man Asia Literary Prize untuk novelnya The Boat to Redemption. Pada 2011 ia juga masuk dalam nominasi peraih Man Booker International. Semoga dalam waktu dekat Penerbit Serambi juga dapat menerjemahkan novel tersebut.


@htanzil
Read more »

Senin, 26 Desember 2011

The Emerald Atlas - Books of Beginning


The Emerald Atlas (Books of Beginning)
Atlas Emerald (Buku 1: Buku-buku Permulaan)
John Stephens @ 2011
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Juli 2011
480 hal.
(swap sama @ndarow)

Malam itu, tiba-tiba saja kebahagiaan Natal menguap. Di usianya yang baru 4 tahun, sebagai anak tertua, Kate harus bertanggung jawab atas dua orang adiknya, Michael dan Emma. Mereka harus berpisah dengan orang tuanya dengan alasan yang tidak jelas. Yang pasti, ketiga anak ini harus disembunyikan di sebuah tempat, entah bersembunyi dari apa atau siapa.

Mereka dibawa oleh seorang laki-laki ke sebuah panti asuhan. Di sana mereka dirawat oleh seorang perempuan tua yang baik hati, yang sayangnya, suka merokok, hingga akhirnya membuat panti itu terbakar. Dan selama 10 tahun, Kate, Michael dan Emma harus berpindah-pindah dari satu panti asuhan ke panti asuhan yang lain. Bisa dibilang mereka anak-anak yang ‘sulit’ diadopsi. Sebagai anak tertua dan ia memiliki ingatan samar akan kenangan bersama orang tuanya, yang pasti ia selalu ingat akan pesan terakhir ibunya untuk menjaga kedua adiknya. Sementara Michael, anak yang cenderung berkhayal, punya kegemaran memotret dan tergila-gila akan dunia kurcaci. Emma, meskipun paling kecil, tapi paling galak dan temperamental. Sering terlibat perkelahian dengan penghuni panti lain.

Suatu hari, setelah sekali lagi gagal diadopsi, pengurus panti kewalahan, dan ‘menyerahkan’ mereka ke panti asuhan lain, bernama Cambridge Falls – sebuah tempat yang misterius, dingin dan kelam. Ternyata, penghuni panti itu hanya mereka bertiga, plus dua orang pengurus dan satu pria misterius pemilik panti itu. Namanya anak-anak, meskipun sudah dilarang untuk berkeliaran di tempat itu, tetap saja mereka penasaran. Hingga akhirnya mereka masuk ke ruang kerja Mr. Prym. Mereka menemukan sebuah buku yang tanpa disadari membawa mereka jauh ke masa lalu.

Mulailah petualangan mereka, yang sekaligus mulai menjawab pelan-pelan mengapa mereka harus berpisah dengan orang tua mereka.

Sejak awal membaca buku ini, tokoh-tokohnya mengingatkan gue sama cerita di Lemony Snicket. Anak-anak yatim piatu yang ‘terlunta-lunta’ dari satu panti asuhan ke yang lainnya, sampai akhirnya ‘terjebak’ di tangan orang yang salah. Mereka adalah anak-anak terpilih, terjebak di dalam dunia lain yang tak mereka mengerti, dan ternyata punya tugas untuk menyelamatkan dunia.

Dan dalam keadaan terdesak, terkadang justru mengeluarkan sifat-sifat lain yang positif, mereka bertiga jadi anak yang lebih berani dan tangguh.

Buku ini bisa gue nikmati dari awal, meskipun kadang pusing dengan perpindahan waktu dan tempat, plus kejadian yang banyak itu. Menunggu sekuel buku ini, meskipun liat di website-nya masih ‘coming soon’. Uhh.. gak ada bocoran sama sekali.

Read more »

Minggu, 25 Desember 2011

Perempuan Kembang Jepun




Lan Fang in Memoriam

(5 Maret 1970 - 25 Desember 2011)




Untuk mengenang karya seorang kawan yang baru saja berpulang, saya re-post kembali review salah satu novel karyanya, Perempuan Kembang Jepun

Perempuan Kembang Jepun

Judul : Perempuan Kembang Jepun
Penulis : Lan Fang
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Oktober 2006
Tebal : 288 hal ; 20 cm
Harga : Rp. 35.000,-


Kembang Jepun adalah nama sebuah kawasan di kota Surabaya. Entah didapat dari mana asal muasal istilah Kembang Jepun. Konon, di jaman Jepang kawasan ini adalah tempat berkumpulnya para serdadu Jepang untuk mencari hiburan lengkap dengan kembang-kembang (‘gadis-gadis’) yang setia menghibur serdadu-serdadu dan penguasa Jepang yang saat itu lazim disebut ‘Jepun’ sehingga kemudian daerah itu dinamakan “Kembang Jepun” yang berarti “kembangnya jepang”

Selain itu Kembang Jepun sejak jaman Belanda dan Jepang juga dikenal sebagai kawasan perdagangan yang banyak didiami oleh orang-orang China. Mereka membuka toko-toko dan restoran lengkap dengan tempat hiburan malamnya, bahkan hingga kini Kembang Jepun merupakan daerah sentra perdagangan terbesar di Surabaya dan juga dikenal sebagai China Town-nya Surabaya.

Ketenaran dan legenda kawasan ini pula setidaknya telah mengilhami para sastrawan untuk berkreasi berdasarkan legenda yang menyelimutinya. Sebut saja sastrawan senior Remy Sylado yang pada tahun 2003 menerbitkan novel berjudul “Kembang Jepun”, kini di tahun 2006 ini penulis asal Surabaya Lan Fang melahirkan sebuah novel yang memiliki judul yang hampir sama dengan novel Remy Sylado. Novel keempat Lan Fang yang kabarnya dikerjakan selama 3 tahun ini diberinya judul “Perempuan Kembang Jepun”.

Dengan latar belakang kawasan Kembang Jepun di Surabaya pada tahun 1940-an, novel ini bercerita tentang tokoh Matsumi, seorang perempuan Jepang yang berprofesi sebagai geisha. Matsumi adalah wanita cantik yang lahir dari sebuah keluarga miskin di Jepang, kemiskinannya membuat dirinya dijual oleh keluarganya sebagai geisha di distrik Gion di Kyoto

Matsumi tumbuh menjadi geisha yang berbakat. Berkat kecantikan dan kemahirannya dalam memainkan shamisen, bernyanyi, membaca puisi, menemani tamu, memijat, hingga memuaskan hasrat seks para tamunya, lambat laun ia menjadi seorang geisha yang terkenal di Kyoto. Pada saat puncak ketenarannya itulah Matsumi ditawari untuk mengikuti Shosho Kobayashi ke Indonesia. Baginya ini adalah kesempatan emas karena Shosho Kobayashi akan memegang peranan posisi penting di Indonesia selaku panglima perang tentara Jepang. Hal ini berarti Matsumi akan menjadi perempuan penting.

Karena geisha hanya ada di Jepang sedangkan jika ada perempuan Jepang yang menjadi penghibur di luar Jepang dianggap merendahkan martabat bangsanya, maka Matsumi masuk ke Indonesia dengan menyamar sebagai wanita China dengan nama Tjoa Kim Hwa.
Sesampai di Surabaya Matsumi menjadi wanita penghibur di klub hiburan milik Hanada-San yang melayani Sosoho Kobayasi dan tamu-tamu penting lainnya di kawasan Kembang Jepun

Di klub hiburan Hanada-san Matsumi beremu dengan Sujono, seorang kuli angkut kain yang bekerja di Toko Babah Oen yang kerap menantar kain di tempat Matsumi bekerja. Sujono memang sangat lihai memikat hati wanita, lambat laun Matsumi jatuh ke pelukan Sujono. Matsumi sadar bahwa Sujono telah beristri dan memiliki anak, namun ia tak kuasa menahan bujuk rayu Sujono yang piawai meluluhkan hatinya. Belum lagi Matsumi berkeyakinan jika ia tinggal bersama Sujono maka ia akan membentuk sebuah keluarga yang indah dan membuat dirinya menjadi seorang perempuan yang utuh dan melayani suami

Dari hubungan tersebut kemudian lahirkan seorang anak perempuan bernama Lestari. Namun apa yang diidam-idamkan Matsumi untuk membentuk keluarga yang indah dengan Sujono sangat jauh dari kenyataan. Lambat laun sifat buruk Sujono terungkap. Sujono yang gila sex lebih menikmati keindahan tubuh Matsumi dibanding bertanggung jawab terhap pemenuhan kebutuhan pokok keluarga yang telah dibentuknya. Walau Sujono mencintai Matsumi namun baginya Matsumi hanyalah pemuas nafsu sex-nya dan pelarian dari kehidupan rumah tangganya dengan istirnya (Sulis) yang kerap diwarnai pertengkaran.

Pekerjaan Sujono sebagai seorang kuli tentu saja tak bisa memenuhi kebutuhan dua istrinya. Matsumi terpaksa menggunakan uang tabungannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Di sinilah konflik mulai meruncing. Ketika tabungan Matsumi habis sedangkan Sujono tetap tak berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, akhirnya setelah Jepang kalah Matsumi lari meninggalkan Sujono. Matsumi kembali ke negaranya dengan meninggalkan anak dan suaminya.

Tema pencarian cinta sangat kuat dalam novel ini. Ibu mencari anak, anak mencari ibu, suami mencari cinta istri, dan seorang geisha mencari cinta sejati. Lan Fang menyuguhkan novel ini dengan menarik. Selain tokoh Matsumi dan Sujono, novel ini mengupas juga kehidupan tokoh-tokoh lain yang masing-masing diceritakan dalam bab-bab tersendiri.

Pada tiap bab, penutur ceritanya adalah tokoh yang menjadi kupasan pada bab tersebut. Jadi novel ini memiliki bab-bab tersendiri yang mengisahkan dan mengungkap karakter-karakter Sulis, Matsumi, Tjoa Kim Hwa, Sujono, dan Lestari . Hampir seluruh tokoh digambarkan secara kelam dan memiliki pilihan-pilihan hidup yang salah dan sulit untuk dijalani.

Dengan adanya bab-bab tersendiri dari masing-masing tokoh dalam novel ini, maka semua karakter tokoh yang muncul tereksplorasi dengan baik, dan masing-masing peristiwa dilihat dari sudut pandang tokohnya masing-masing. Membacanya seperti menyusun sebuah rangkaian puzzle yang lambat laun akan memberikan gambaran utuh dari kisah dalam novel ini.

Dibalik kisah cinta yang pedih, novel ini juga mengungkap bagaimana kejinya para tentara-tentara Jepang dalam memuaskan nagsu berahi mereka. Seorang wanita penghibur bisa digilir sepuluh hingga lima belas tentara Jepang karena jumlah mereka lebih banyak dibanding wanita penghibur. Selain itu merekapun tidak dibayar, alih-alih membayar para perempuan itu diberi tempelengan dan siksaan yang diluar peri kemanusiaan.

Selain itu novel ini juga menyajikan sekilas kehidupan dan filosofis kehidupan seorang geisha. Bagi mereka yang pernah membaca Memoir of Geisha – Arthur Golden mungkin bukan hal yang asing, namun bagi yang belum pernah membacanya novel ini setidaknya bisa memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai perbedaan seorang geisha dengan wanita penghibur biasa.

Untuk memudahkan imajinasi pembacanya akan sosok Matsumi novel ini juga menyajikan beberapa buah foto yang menampilkan seorang wanita berpakaian kimono yang tak lain adalah foto diri Lan Fang, penulis novel ini.



Novel ini memang sarat dengan konflik yang pedih, pembaca akan disuguhkan berbagai rentetan peristiwa yang menyesakkan dada, semua dirangkai dengan kalimat-kalimat yang menyentuh dan indah, pilihan kalimat-kalimatnya yang puitis sangat pas dalam menggambarkan kepedihan yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Karakter-karakter tokohnya juga begitu kuat dan hidup sehingga membuat pembacanya seolah masuk dalam cerita yang ditulisnya. Pembaca akan dibuat bergelora dalam birahi, menangis, kesal, dan marah melalui karakter dan pengalaman para tokoh-tokohnya

Namun tentunya novel ini tidak dimaksudkan untuk membuat pembacanya tercekat dalam kepedihan para tokoh-tokohnya, ada berbagai makna yang bisa diambil dari novel yang menguras air mata ini. Setidaknya novel ini menyadarkan pembacanya bahwa uang dan seks bukanlah segala-galanya. Masih ada yang harus dicari dan dipertahankan yaitu cinta. Bukan sekedar cinta yang dirangkai dengan kalimat-kalimat manis dan sekedar diwujudkan dalam hubungan seks yang menggelora, melainkan cinta yang dilandasi kasih sejati yang kelak akan membangun rasa kebersamaan dan tanggung jawab dari orang yang dicintainya.

@htanzil
Read more »

Sabtu, 24 Desember 2011

My Lovely Gangster

  
Perseteruan dunia mafia? siapapun pasti merasa enggan untuk terlibat didalamnya. Begitupun Erika Valerie, gadis delapan belas tahun yang semula menjalani kehidupan normal bersama ibu angkat dan saudara tirinya Jade Judy di Bali. Namun sepeningal ibunya, Ia baru mengetahui bahwa  ibu angkatnya itu selama ini adalah mantan istri ketua klan  mafia terbesar se Asia Tenggara, Maximus. Hal ini membuatnya terpaksa pindah ke Jakarta dan  terlibat lebih jauh dengan dunia mafia melalui  pengangkatannya bersama Jade Judy sebagai Mawar Maximus.

Menjalani hari-harinya sebagai Mawar Maximus membuat hidup Erika berubah total dari sebelumnya. Kebebasannya dan kebahagiannya terenggut. Ancaman nyawa seringkali menjadi temannya.Karena itu,bukan tidak mungkin kapanpun dan dimanapun ia berada, Erika bisa saja bernasib tragis sama seperti Mawar Maximus sebelumnya--Rosita Alexis--yang tewas dibunuh oleh penjahat yang mengintai klan Maximus.

Ditengah keterlibatan ini, Erika juga berkenalan dengan empat laki-laki paling berpengaruh dalam klan Maximus yang dijuluki pangeran Maximus . Mereka  adalah Hayden Leonidas, Darius Moreno, Andhika Prasetya, dan terakhir Dirk Carlo Maximus atau akrab dipanggil Sky, penerus klan Maximus yang diam-diam menyukai Erika begitupun sebaliknya. Namun keduanya terlalu sulit mengungkapkan perasaan masing-masing dengan dalih bahwa Sky tak menginginkan Erika terlibat dalam  dunia mafia yang akan membahayakan nyawanya.

Merasa Sky tak membalas perasaanya, perhatian Erika mendadak beralih pada Kuga Kyouhei yang datang secara paksa dalam hidupnya. Laki-laki kejam yang menjadi ketua Naga Timur Asia itu semula menuduh klan Maximus sebagai dalang dari kematian tunangannya. Hal itu menyebabkan klan Maximus  terpaksa menyerahkan salah seorang Mawar Maximus. Karena tak ingin menyerahkan Jade Judy yang notabene-nya anak kandung sendiri, John Alexander yang menjabat sebagai ketua Klan Maximus akhirnya menyerahkan Erika sebagai gantinya.Erika pun menjadi tawanan Kuga.

Kuga yang awalnya menganggap Erika tawanan yang ingin ia bunuh ternyata mulai tertarik perlahan-lahan pada pesona gadis itu.Tidak tinggal diam, Sky pun  yang merasa cemburu  mencoba menjauhkan Erika dari Kuga hingga berujung pada perkelahian antar klan. Situasi itu juga semakin didukung oleh kedatangan gangster terkenal Ryuzaki yang  memanfaatkan momen perseteruan itu dengan menempatkan Erika sebagai sasaran pertaruhan  nyawa Kuga maupun Sky. Tapi apakah Erika bisa tinggal diam saja dengan kematian mereka?apalagi ia baru menyadari kalau salah satu diantaranya telah benar-benar mencuri hatinya.

Semula aku berencana untuk membaca Shadow Light, novel Putu Felisia yang pertama. Namun entah mengapa, ketika melihat My Lovely Gangster yang terbit setelahnya, semuanya jadi berubah haluan. Mungkin keputusanku membaca lebih dahulu novel kedua ini karena covernya yang lebih aku apresiasi.Covernya yang menyuguhkan warna hijau toska lembut dengan dibubuhi ilustrasi naga yang mengundang kesan 'liar' plus taq line romantis  " Bersamamu, membuatku mengerti arti cinta yang sesungguhnya.." membuatku akhirnya memutuskan untuk  segera membacanya lebih dulu. 

Dilihat dari judulnya, kata gangster disini cukup memberiku ruang untuk membayangkan para anggota organisasi kriminal yang berkaitan dengan intrik-intrik dunia mafia. Menarik memang. Apalagi dunia mafia adalah dunia yang cukup sulit menurutku untuk diuraikan dalam sastra tanpa terlepas dari yang namanya intrik dan misteri demi menjaga kualitas cerita. Dan My Lovely gangster,novel Indonesia pertama bagiku yang cukup hebat untuk mengangkat tema gangster seperti ini.  Dari segi alur ceritanya juga cukup bagus meski harus diakui terkesan terburu-buru. Banyak hal yang tak terjelaskan dengan baik. Contohnya seperti pada asal usul pangeran Maximus yang kurang jelas.  Begitupun dengan masalah Rosita,asal usulnya dan kematiannya. Kemudian juga pada sosok 'Hero'. Menurutku masih butuh banyak penjelasan mengenai sosok yang satu ini. Kisah cintanya pun juga bisa dikatakan cukup maksa. Penulis sepertinya tidak sabar membuat karakter Erika cepat-cepat jatuh cinta dan menghadapi apa yang dinamakan dilema cinta antar dua laki-laki tampan,berkuasa, dan sangat 'Edwardian' (rambutnya itu lho!kenapa mesti panjang menjuntai dan diikat. Oh c'mon!).

Selain itu, kalau kalian lumayan jeli  novel ini sebenarnya sedikit mirip serial drama Kgotboda Namja itu lho!. Aku pernah baca, penulisnya juga bilang novel ini terinspirasi juga dari sana. Tapi mungkin  kisah cinta yang ditawarkan novel ini tidak seharusnya mendominasi layaknya serial drama tersebut dibandingkan aksi-aksi khas gangster(perkelahian atau semacamnya). Mungkin kalau diibaratkan dengan timbangan, novel ini terlalu berat sebelah. Terlalu banyak konflik percintaan antar karakternya sehingga menghilangkan atmosfer khas gangster itu sendiri.

Biarpun begitu, tetap salut untuk novel ini. Konsistensinya menjaga alur cerita berjalan sukses dari awal hingga akhir. Penulis juga mampu menghadirkan rasa penasaran pembaca pada hubungan cinta segitiga Erika. Sejujurnya aku tak mampu menebak antara Sky atau Kuga yang akan mendapatkan cinta Erika. Padahal biasanya untuk hal-hal seperti ini,aku mampu menebaknya dengan mudah. Dalam hal ini,dua jempol untuk penulis!


=================

Judul : My Lovely Gangster
Penulis :Putu Felisia
Penerbit: Media Pressindo
Terbit : @2011
ISBN :979-911-035-1
Tebal : 300 hal

=================
Read more »

Holiday on Ice


Holiday on Ice
David Sedaris @ 1997
A Back Bay Book - 1998
134 hal
(swap sama @ndarow)

Gue gak merayakan Natal, tapi beberapa kali gue membaca buku atau cerpen atau nonton film yang berlatar belakang Natal. Dan yang sering kali gue temui dalam cerita-cerita itu, nyaris semua cerita Natal itu indah, penuh tawa dan kebahagiaan. Tapi, yang kali ini gue dapat di tulisan-tulisan pendek David Sedaris adalah cerita Natal yang – menurut gue – diawali dengan kesinisan. Ada humornya, tapi ada juga ‘sindiran’nya. Ini pertama kali gue membaca buku David Sedaris, dan, yah, bisa dibilang gak semuanya gue ngerti. Maklum deh, kadang-kadang kalo orang bule menyampaikan humor suka gak nyambung di otak Indonesia gue. Hehehe…

Ada 6 tulisan. Yang gue share di sini, hanya beberapa aja.

Yang pertama: SantaLand Diaries – berkisah tentang seorang pemuda yang bekerja sebagai Elf di sebuah mal. Biasakan kalo menjelang Natal begini, nyaris di setiap pusat perbelanjaan ada yang namanya ‘Meet & Greet with Santa Clause’. Nah, si cowok ini menjadi Elf yang bertugas mengatur para pengunjung untuk bisa akhirnya sampai ke Santa. Tugas Elf ini ada banyak, ada yang mengatur barisan, ada yang jadi fotografer, sebagai kasir atau ada yang bertugas di pintu keluar.

Si cowok ini rada-rada ‘tengil’ dan iseng, atau ‘nyeleneh’. Dalam keadaan bosan, dia bisa tiba-tiba bilang, “Eh, ada Phil Collins… ada Mike Tyson.” Kontan perhatian orang bubar, orang jadi lebih milih minta tanda tangan Phil Collins daripada baris untuk ketemu Santa.

Tipe pengunjung juga macem-macem. Ada yang plin-plan mau pake kartu kredit atau cash. Ada yang suka nyela-nyela si Elf, ada yang satu keluarga pas udah di depan Santa, si anak rewel dan merengek, sementara si orang tua sibuk ngatur gaya anaknya.

Kisah kedua: Season’s Greetings to Our Friends and Family – kisah tentang keluarga Dunbar, yang menjelang Natal tiba-tiba ‘kedatangan’ anggota baru dan berakhir dengan cukup tragis menurut gue. Jadi anggota baru ini adalah seorang gadis yang datang dari Vietnam dan mengaku sebagai anak dari Clifford Dunbar, yang bernama Khe Sahn. Ternyata di Vietnam, Clifford bukan hanya menjalankan tugas negara, tapi juga menjalin hubungan dengan seorang perempuan Vietnam.

Yang jadi kendala utama, adalah bahasa. Dengan bahasa Inggris yang minim, susah untuk berkomunikasi dengan Khe Sahn. Ditambah lagi, cara berbusana Khe Sahn yang ternyata gak kalah minim dengan kemampuan bahasa Inggrisnya. Sebagai seorang istri, Jocelyn cukup sabar menghadapi Khe Sahn, ia berbaik hati menjahitkan pakaian yang layak, yang sayangnya hanya jadi penghuni lemari Khe Sahn.

Kesibukan ngurusin Khe Sahn, bikin Jocelyn jadi gak sempet belanja hadiah Natal untuk keluarganya. Dan kebahagiaan Natal keluarga Dubar di tahun itu berakhir dengan tragis.

Yang ketiga, yang terakhir yang gue share di sini – juga menjadi penutup di buku ini: Christmas Means Giving, tentang sebuah keluarga yang hidupnya bisa dibilang mewah. Semua sih tampak oke-oke aja, sampai suatu hari, keluarga ini mendapatkan tetangga baru, Mr and Mrs. Cottingham. Dan ternyata tetangganya ini gak mau kalah pamor. Apa yang dimiliki tetangga mereka, pasangan Cottingham ini akan berusaha meniru andaikata mereka gak bisa melebihinya. Sampai-sampai semua yang dilakukan jadi rada gak make sense. Tradisi Natal jadi ajang pamer hadiah, pamer ucapan terima kasih. Si keluarga A bikin kartu ucapan yang ekslusif yang emang udah jadi tradisi mereka, ehhh.. si pasangan Cottingham ikut-ikutan… tapi sayangnya, belum ‘mampu’ untuk dicetak, jadinya hanya pake mesin photocopy. Ini juga sebuah kisah yang berakhir menyedihkan.

Well… mungkin dalam setiap hari raya, maknanya sama. Kesederhaaan dan saling berbagi. Gak harus mewah, tapi ada rasa lega di dalam hati. Bener gak sih…

Selamat Natal buat yang merayakan…
Wish all the best and have a wonderful Christmas
Read more »

Jumat, 23 Desember 2011

The Necromacer (The Secret of the Immortal Nicholas Flamel)


Penulis              :  Michael Scott
Penerjemah      : M. Baihaqqi
Penyunting        : Nadya Andwiani
Korektor            : Bayu Ekawardana
Tata Letak         : MAB
Tebal                 : 491 halaman
Cetakan            : Pertama, Januari 2011
Penerbit            : Matahati



Jika ada satu buku yang happening banget selama awal tahun 2011 dan begitu ditunggu-tunggu versi Bahasa Indonesianya, maka buku itu adalah The Necromancer karya Michael Scott. Penulis asal Irlandia dengan kreativitas dan imajinasi luar biasa ini mampu meramu beragam mitologi dunia menjadi sebuah cerita akbar berlini masa ribuan tahun dengan menjadikan tokoh-tokoh besar dalam panggung sejarah sebagai aktor dan aktrisnya. Menghidupkan kembali dewa-dewi kuno, makhluk-makhluk purba dalam mitologi, serta tokoh-tokoh agung dalam sejarah yang ter-abadikan, Michael Scott dengan piawai mampu "menciptakan" perpaduan seru antara dunia fiksi fantasi dan sejarah. 

The Necromancer sendiri merupakan buku keempat dari pentalogi buku The Secrets of the Immortal Nicholas Flamel yang dari sampulnya saja sudah menjanjikan petualangan fantasi seru berbalut mitologi-mitologi dunia. Benang merah ke enam buku ini digerakkan oleh 5 orang yakni John dan Sophie Newman, Nicholas Flamel (tokoh ini disebutkan juga dalam buku pertama Harry Potter sebagai seorang alkemis yang memiliki batu bertuah dan mampu membuat cairan keabadian) dan istrinya Perenelle Flammel, serta Dr. John Dee. Tiga tokoh yang terakhir benar-benar ada dalam sejarah, begitu pula tokoh-tokoh lain dalam buku ini seperti Virginia Dare, Billy the Kid, William Shakespeare, Niten (atau kita mungkin mengenalnya sebagai Musashi), Nicollo Machiavelli, Saint Germain, dan Joan the Arc. Mereka adalah kaum abadi yang dikisahkan mampu hidup selamanya berkat berkah dari Kaum Tetua (dewa-dewi dari perbagai peradaban dunia kuno). Sedangkan manusia biasa yang tidak memiliki sihir disebut ras humani.

Sebagaimana buku pertama, The Necromancer diwarnai dengan alur cerita yang “langsung ngebut” dari awal hingga akhir. Petualangan demi petualangan saling susul silih berganti, membuat pembaca tidak akan mampu melepaskan diri dari membaca buku ini. Melanjutkan kisah seru di seri ketiga, The Sorceress, Josh dan Sophie kembali ke rumah Bibi Agnes di San Fransisco—hanya untuk menemui petualangan dan bahaya baru. Sophie diculik oleh Aoife sang Bayangan dan Niten. Keadaan makin membingungkan ketika keduanya ternyata sekutu dari Nicholas dan Perenelle. Kini, enam orang tersebut harus bersatu demi menghalangi upaya Dr. John Dee yang hendak mengusai dunia dengan kekuatan gelapnya. Belum lagi, mereka juga harus menghadapi makar para Tetua Gelap yang ingin kembali mengacaukan dunia modern ini. Tepat di Pulau Alcatraz, para Tetua Gelap telah menyuruh Machiavelli dan Billy the Kid untuk melepaskan makhluk-makhluk ganas dari era purba yang selama ini mungkin kita kira hanya ada dalam kisah-kisah mitologis untuk mengacau di jalan-jalan kota San Francisco.
 
Di seberang samudra, Dr. John Dee yang licik dan manusia abadi Virginia Dare juga tengah menjalani petualangannya sendiri. Mereka berupaya berkelit dari serangan para Tetua Gelap yang kini malah ingin menangkap dan membasmi Dee. Dee bertanggung jawab karena memusnahkan seorang Tetua Gelap bernama Hekate sekaligus menghancurkan alam bayangannya—yang sekaligus juga turut menghancurkan dua alam bayangan yang lain. Kini, giliran Dee yang dikejar-kejar berbagai makhluk ganas. Dari sini, kisah yang awalnya sudah seru pun malah bertambah semakin seru ketika berbagai twist atau putaran kisah bermunculan. Banyak fakta baru bermunculan, tokoh-tokoh baru yang dulunya berkawan tiba-tiba saling bermusuhan, sementara mereka yang dulu saling bertarung malah kini saling bekerja bersama. Pertempuran antara ras humani dengan Tetua Gelap yang sekali lagi ingin mengusai Bumi semakin mendekat. Josh dan Sophie sebagai si Kembar Legendaris harus segera menyempurnakan pelatihan sihir mereka jika ingin melawan Tetua Kegelapan. Masa depan dan eksistensi ras humani berada di tangan mereka.

Resensi The Necromancer pasti akan sangat panjang jika dituliskan di sini sebab ada banyak sekali kisah seru untuk diceritakan, berbagai makhluk ajaib dan aneh untuk dipaparkan, dan pesona-pesona sejarah unik nan memukau untuk didedahkan. Lima halaman lagi mungkin diperlukan untuk menguraikan satu demi satu pesona fantasi-mitologi yang disusun oleh Michael Scott dalam novel ini. Covernya juga luar biasa indah. Banyak pembaca, termasuk saya, yang awalnya mungkin tertarik untuk membeli buku ini karena sampulnya yang begitu menawan imajinasi sebelum kemudian jatuh cinta pada isinya. Sampulnya sendiri entah-bagaimana-terasa-sangat-mitologis, ibarat sebuah kitab kuno temuan Indiana Jones di sebuah reruntuhan Maya kuno yang tiba-tiba dicetak ulang dan dijual di toko-toko buku. Buku ini sangat cocok dipajang di rak-rak buku di rumah dan di perpustakaan sebagai karya imajinasi yang luar biasa.

Bukan hanya pembaca, bahkan Josh yang bengal pun kini mulai lebih tertarik untuk mempelajari sejarah dunia, dan novel ini sungguh merupakan bacaan yang tepat untuk mengajak kembali pembaca dari kalangan humani seperti kita untuk lebih memahami dan mempelajari sejarah peradaban Bumi yang sesungguhnya sangat kaya dan menarik.

“Kurasa aku mulai lebih tertarik dengan sejarah dan dunia kuno”, jawab Josh jujur. (halaman 41). 


Begitu pula kami Josh, begitu pula kami.
Read more »