Sabtu, 29 September 2012

Septimus Heap: Magyk


 Judul        : Magyk
 Pengarang     : Angie Sage
 Penerjemah   :
 Editor           :
 Penerbit        : Penerbit Matahati, 2008

 Magyk (Septimus Heap, #1)
  
Sebelumnya maaf karena saya lupa siapa penerjemah dan editornya ...maaf ya Mbak Editor hehe

           MySpace



Mungkin, bisa dibilang terlalu berlebihan untuk mengatakan Magyk sebagai pesaing Harry Potter yang baru. Keduanya hampir-hampir tidak bisa dibandingkan (dan memang tidak adil untuk memperbandingkan antara keduanya) karena dua kisah berseri tentang seorang penyihir muda ini memang berbeda jauh. Sebagaimana Harpot, seri Septimus Heap bercerita tentang perjalanan seorang penyihir muda bernama Septimus Heap. Dunia sihir dalam Magyk sangat terbatas bila dibandingkan dengan dunia mugglenya Harpot, bahkan setting lokasinya adalah di tempat antah berantah yang terdiri atas kompleks Kastil, Hutan, Rawa, Pelabuhan dan Laut. Pun, mantra-mantra dan jampi-jampi sihir yang digunakan begitu simpel. Tanpa ada mantra2 keren seperti Reducto atau Avada Kedavra. Tapi, dunia Magyk   menyerupai Hogwarts dalam penggunaan humor-humornya, semisal judul kitab-kitab sihirnya yang lucu atau tingkah laku para pelaku di dalamnya yang kadang dituliskan kocak. Dengan kata lain, Magyk bisa dikatakan sebagai versi yang jauh lebih lembut dan lebih sederhana dari dunia sihir Harpot yang sudah telanjur melegenda itu.

            Magyk mengisahkan tentang sebuah Kastil tempat berkumpulnya para bangsawan, Penyihir Luar Biasa, Penyihir biasa (seperti keluarga Heap) dan rakyat jelata. Pada malam kelahiran Septimus, ayahnya yakni Silas Heap menemukan bayi perempuan di tengah hujan salju, yng kemudian ia bawa ke rumah. Sesampainya di rumah, si bungsu ternyata tiba-tiba telah berada dalam keadaan “tidak terselamatkan.” Bayi kecil yg lemah itupun dibawa oleh Ibu Bidan yang menggendongnya ke kegelapan malam. Silas yg terbengong2 oleh kejadian itu hanya bisa menyerahkan bayi perempuan itu kepada Sarah, istrinya, yg tengah berduka atas kematian Septimus. 10 tahun kemudian, si putri kecil telah dewasa dan menjadi putri ketujuh dari keluarga Heap. Saat itulah, Kastil dan Menara Penyihir yang telah dikuasai oleh Kuasa Jahat mulai mengincar keluarga Heap. Ternyata, Jenny adalah putri dari Sang Ratu, yang 10 tahun lalu dibunuh oleh Pembunuh Bayaran suruhan Penyihir Hitam.

            Perburuan pun berlangsung seru, keluarga Heap yang terpencar akhirnya melahirkan diri dari Kastil. Mereka pergi ke Hutan dan ke rumah Nenek Zelda, sang Penyihir Putih di Rawa-Rawa. Dalam pelarian itu, mereka dibantu oleh Penyihir Luar Biasa, Marcia Overstrand, yg juga terancam oleh Dom Daniel, sang Penyihir Hitam. Kastil telah jatuh, begitu pula Menara Penyihir yang kini dikuasai oleh Magyk Hitam. Mereka juga membawa serta Bocah 412 yang banyak menimbulkan kesulitan bagi keluarga Heap. Di Rawa-Rawa itulah, Jenna bersama kakaknya Nicko serta Bocah 412 membantu Bibi Helda. Mereka bersembunyi sambil belajar Magyk. Kejutan terutama adalah karena si Bocah 412 ternyata memiliki magyk yang luar biasa. Setelah itu, dimulailah perang antar penyihir dengan mantra-mantra yang kurang keren menurut saya. Pengucapan mantera sihir di dalam Magyk hanyalah dengan mengucapkan kata kerjanya,  di mana mantra ditandai dengan cetakan tebal seperti membeku, lempar, dorong, lupakan, dan lain sebagainya. 

            Ada twist seru di penghujung cerita, terutama berkenaan dengan Bocah 412. Anak itu ternyata memiliki peran yng lebih penting ketimbang seorang penjaga istana biasa. Tapi, bagi para pembaca yang berotak agak prima, pasti langsung bisa menebak siapa Bocah nomor 412 ini. Tiga bintang saja karena ceritanya memang kurang nendang walaupun sampulnya memang sangat bagus.


MySpace
Read more »

Kamis, 27 September 2012

The Tokyo Zodiac Murders


The Tokyo Zodiac Murders (Pembunuhan Zodiak Tokyo)
Barokah Ruziati (Terj.)
GPU – Cet. 2, Agustus 2012
360  hal.
(Gramedia Pondok Indah Mall)

Pembunuhan berantai terjadi di Tokyo pada tahun 1936. Diawali dengan kematian seorang seniman bernama Heikichi Umezawa, yang ditemukan tewas di studionya sendiri. Lalu, diikuti dengan kematian anak-anak dan keponakan Umezawa – yang semuanya perempuan. Lebih sadisnya lagi, tubuh mereka termutilasi.

Di dalam studio Umezawa ditemukan sebuah catatan yang merinci sebuah pembuatan patung yang jika diteliti berdasarkan potongan-potongan tubuh dari para perempuan yang tewas.

Berbagai spekulasi dan teori bermunculan. Ditambah lagi bahwa dalam catatan-catatan itu juga merinci dari segi astrologi para korban, unsur-unsur kimia berdasarkan astrologi, di mana mereka harus dikuburkan dan di mana patung yang disebut Azoth itu harus diletakkan. Dari setiap korban, si pembunuh mengambil potongan tubuh yang paling sempurna.

Singkat kata, segala teori itu akan membuat sebuah karya yang mengerikan. Mungkin orang akan mengatakan ini sebuah karya yang gila, karya orang yang kerasukan setan dan dipengaruhi hal-hal gaib.

Dan selama 40 tahun, misteri pembunuhan yang mengguncangkan ini tak bisa dipecahkan. Sampai seorang perempuan bernama Mrs. Iida datang kepada Kiyoshi Mitarai dan membawa sebuah catatan penting dari seorang perwira polisi, yang tak lain adalah ayah Mrs. Iida.

Kiyoshi Mitarai, seorang astrolog, peramal nasib sekaligus detektif yang ‘nyeleneh’. Gayanya cuek. Punya teori dan pengamatan sendiri. Sebal kalau dibandingkan dengan Sherlock Holmes oleh sahabatnya, Kazumi Ishioka. Ishioak ini tergila-gila sama cerita misteri, bahkan dia yang dengan semangat bercerita sama Mitarai tentang Pembunuhan Zodiak Tokyo, sementara Mitarai ogah-ogahan mendengarkannya.  Sikapnya yang aneh ini kadang membuat sahabatnya ini geleng-geleng kepala. Dengan gayanya yang spontan dan terkadang mirip orang gila ini, Mitarai berhasil melihat detail-detail yang luput dari pengamatan polisi selama 40 tahun.

Kali kedua gue membaca kisah pembunuhan yang ditulis oleh penulis Jepang dan dua-duanya sadisssss…. Yang pertama adalah Out – di mana daging korban diiris tipis-tipis seperti sashimi (untuk gak bikin jadi il-fil makan sashimi) dan kali ini korban dimutilasi. Harus gue akui, bahwa si pembunuh ini cerdas. Gimana gak, dengan hati-hati ia mengikuti isi surat yang ditinggalkan Umezawa dan gak ada yang tahu siapa pelakunya selama 40 tahun.

Kalau aja kita mau mengikuti pola pikir a la detektif, semua fakta sudah dijelaskan dengan rinci oleh penulis. Bahkan, di tengah-tengah cerita, penulis mengajak pembaca untuk sama-sama menebak siapa pembunuhnya.

Yah, sempat sih agak bingung dengan segala penjelasan tentang astrologi itu. Karena penasaran, gue sempat mencoba mengamati pola-pola yang muncul, berdasarkan ilustrasi dari Ishioka, tapi lama-lama gue nyerah… mending baca aja dengan sabar.. hehehe… 

O ya.. gue suka covernya... Putih bersih, dengan tulisan dan gambar merah. Gak penuh detail-detail, simple tapi benar-benar pas sama ceritanya.

Kiyoshi Mitarai – resmi menjadi salah satu detektif favorit gue. Semoga aja cerita Detektif Mitarai yang lain juga diterjemahkan sama Gramedia.
Read more »

Rabu, 26 September 2012

Fablehaven 5, Keys to the Demon Prison

  Judul  : Fablehaven 5, Keys to the Demon Prison
  Penulis : Brandon Mull
  Penerbit : Shadow Mountain, Salt Lake City, Utah
  Tebal : 416 pages, 2010
  



Seri yang benar-benar memuaskan, begitulah pendapat saya ttg 5 seri fablehaven ini. Plotnya begitu meliuk-liuk, penuh dengan aksi dan mahkluk2 fantastis, susah sekali menebak plotnya. Bahkan, dengan mengutip sinopsisnya sendiri akan menghasilkan spoiler kejam yang pasti akan dikritik habis-habisan oleh para penggemar yg belum membacanya. Seri terakhir ini belum diterjemahkan ke B indo (saat saya menulis review ini) sehingga jika diceritakan alur ceritanya, pasti pada mencak-mencak. Karena twist dan belokan mendadak pun sudah muncul di awal-awal cerita. Musuh jadi teman dan teman jadi musuh, yang dikira sudah mati ternyata masih hidup, dan yang dikira musuh tersulit ternyata adalah kawan paling karib.

Dari segi cerita, tampaknya seri kelima ini akan menjadi yg paling tebal mengingat ceritanya yang begitu padat. Dari halaman ke halaman, penuh dengan aksi dan pertarungan, perebutan kelima artefak antara Ksatria Bintang Fajar dan Perhimpunan Bintang Malam. Pembaca juga akan dipuaskan dengan penggunaan kelima artefak yang benar-benar diobral habis-habisan dari seri ini.

Sedikit plotnya saja, Seth, Kendra, Mara, tanu, Trask, dan Vincent pergi ke suaka rahasia di Australia, di mana pusaka keempat disimpan. Mereja menjelajahi batu obsidian raksasa yg byk dipuja suku aborigin. Ternyata, suaka itu juga telah jatuh ke tangan musuh karena mereka langsung disambut serangan dari Mirav dan Torina. Pertempuran berlangsung sangat seru, dan ini baru yang pertama. masih akan ada banyak lagi pertempuran di halaman2 berikutnya.

di seri kelima ini, artefak terakhir juga ketemu, yakni ****** yg ternyata sudah dikuasai oleh Sphinx ... dia rupanya bersembunyi di suaka rahasia kelima. Aduh, mau bikin reviewnya susah ...banyak spoiler pasti hahaha

Membaca Fablehaven mungkin akan menimbulkan banyak pertanyaan bagi para pembaca yang kritis, mengapa penyihir bisa menciptakan Chronometer yang dpt memanipulasi waktu, mengapa Translocator yang bisa memindahkan max 3 orang itu hanya bisa memindahkan orang ke tempat yang ia kunjungi, mengapa mantra perlindungan itu bisa tetap bertahan walaopun ribuan tahun berlalu ...bla bla bla banyak sekali pokoknya. Tapi, mending jgn jd pembaca yang cerewet saat membaca seri ini. Just enjoy, relaks dan nikmati keseruan yang ditawarkan.

Buku ini menawarkan perjuangan yang berat, tapi dengan imbalan yang memuaskan. Awalnya, mungkin agak suram dan Ksatria Fajar seolah hampir runtuh, tp percayalah ... dalam perang epik di bab-bab terakhir, seluruh tokoh akan menampilkan perjuangan yang luar biasa, bahkan Doren dan Newwel pun ikut berperang.

Mengakhiri membaca seri fablehaven seperti memberikan kepuasan tersendiri bagi benak, terutama kepuasan karena telah membaca satu cerita yang utuh sekaligus menghibur.

Bacalah, you will like it, hopely.

Testimoni para pembaca luar:

Fablehaven is exquisitely plotted. Mull left no questions unanswered.

This is the best novel of the series

Ayo Penerbit Mizan segera terbitkan versi bahasa Indonesianya (less)
Read more »

Character Thrusday #1 Lee Duncan in Rin Tin Tin


Character Thrusday adalah sebuah meme blog yang  digagas blogger buku Fanda dimana  di tiap postingan dalam Character Thrusday akan dibahas karakter salah satu tokoh dari buku yang sedang atau telah kita baca. Untuk Character Thrusday #1  saya akan menuliskan sedikit tentang karakter tokoh  Lee Duncan, pemilik sekalligus pelatih aktor anjing paling terkenal sepanjang masa Rin Tin Tin yang saya peroleh dari buku yang sedang saya baca yaitu : Rin Tin Tin,  perjalanan Hidup Seekor Anjing pada Perang Dunia I 
by Susan Orlean, 

Lee Duncan adalah seorang tentara Amerika yang selama PD I bertugas di Prancis. Pada tahun 1918, Lee Duncan menemukan anak anjing terlantar di sebuah wilayah pertempuran Prancis. Duncan akhinya membawa anak anjing yang kelak diberi nama Rin Tin Tin itu pulang ke Amerika setelah perang usai. Duncan punya mimpi besar untuk Rin Tin Tin yang akhirnya berhasil ia wujudkan kelak.

Duncan sendiri terlahir dari keluarga miskin, setelah ayahnya meninggalkan ibunya, Duncan dititipkan di sebuah panti asuhan selama beberapa tahun. Hal ini membuat dirinya merasa tersisihkan dari keluarganya sendiri hingga akhirnya tiga tahun kemudian ibunya menjemputnya kembali.

Sedari kecil Lee Duncan menyukai binatang peliharaan, termasuk anjing. Karenanya ketika akhirnya menjadi tentara dan menemukan anak anjing terlantar di tengah reruntuhan sebuah kota di Prancis Duncan segera membawanya pulang. Singkat cerita Lee melatih Rin Tin Tin, dengan mimpinya ia mencoba mengetuk pintu para produser film di Hollywood agar Rin Tin Tin bisa mendapat peran dalam film.

Mimpi dan optimismenya bahwa Rin Tin Tin akan menjadi bintang film berbuahkan hasil hingga akhirnya Rin tin Tin menjadi aktor anjing pertama yang mendunia.

Lee Duncan sendiri begitu mencintai Rin Tin Tin, saking cintanya kehidupan pribadinya tercurahkan sepenuhnya untuk anjing kesayangannya itu. Kesamaan nasib antara Rin Tin Tin dan dirinya yang pernah terlantarkan rupanya membuat cintanya pada Rin Tin Tin demikian besar. 

Cintanya pada Rin Tin Tin membuat seluruh kehidupannya tercurah untuk anjing kesayangannya itu. Dalam memoar yang ditulisnya sendiri tak banyak diungkap tentang kehidupan pribadinya, dia hanya menuliskan tentang kehidupan di lokasi pembuatan film dan tur publitas dengan anjingnya. Beberapa wanita pernah mengisi kehidupannya namun Duncan jauh lebih sibuk dengan Rinty daripada dengan bagian kehidupannya yang lain

Ketika telah menikah dan Rin Tin Tin I telah meninggal Duncan tetap mencurahkan perhatiannya pada anjing-anjing keturuanan Rin Tin Tin. Ketika penulis buku ini mewawancari Carolyn, putri tunggalnya dengan pertanyaan "Apakah sebagai anak dirinya merasa tersaingi oleh anjing-anjingnya?" dengan tertawa Carolyn berkata "Tidak, tidak pernah ada persaingan. Anjing-anjing itu selalu didahulukan."

Sampai akhir hidupnya Lee Duncan adalah sosok yang misterius, sikapnya kadang tidak jelas dan terselubung oleh banyak impian akan Rin Tin Tin. Film yang paling ingin Lee Duncan buat adalah kisahnya sendiri, kisah tentang bagaimana dirinya keluar dari panti asuhan, ikut berperang, menemukan anak anjing, dan membuat anak anjing itu menjadi bintang. Itu bukan kesombongan melainkan semacam pengakuan, dan keingiinan ini selalu ada dalam pikirannya. 

Demikian sedikit tentang karakter Lee Duncan, karakter misterius yang selalu optimis dengan mimpinya, sayangnya untuk mengejar mimpinya itu ia terlalu fokus pada impiannya sehingga tanpa disadarinya Duncan hanya memberikan sedikit cinta bagi keluarganya dibanding kepada Rin Tin Tin yang adalah sahabat sejatinya sepanjang masa.





Rin Tin Tin, 
perjalanan Hidup Seekor Anjing pada Perang Dunia I 
by Susan Orlean, Ufuk Fiction Mei 2012, 564 hlm







@htanzil



Read more »

(Un)affair


Judul              : (Un)affair
Pengarang      : Yudhi Herwibowo
Editor             : Anton WP
Cetakan          : Pertama, 2012, 172 halaman
Penerbit         : BukuKatta   



            Apakah itu sebuah affair ketika dalam cerita indah itu kedua insan sama-sama mengetahui posisinya masing-masing? Layakkah cinta yang begitu lembut antar dua insan yang berbeda—yang tidak menuntut apa-apa selain sebuah sofa dan rumah kontrakan nan teduh sebagai tempat berteduh dan meluapkan cerita—boleh didakwa sebagai perselingkuhan? Jikalau memang itu harus dianggap demikian, maka alangkah benar jika
cerita dari kota Sendu itu diberi judul “perselingkuhan yang tidak adil” unfair affair --> (Un)affair

            Unaffair adalah kisah tentang Bajja dan Arra, dan Wara, dan Vae, dan akhirnya, Canta. Kelima tokoh dari Kota Sendu yang banyak turun hujan inilah yang mewarnai satu lagi kisah tentang cinta tak kesampaian yang berawal dari sebuah sofa. Adalah Bajja, seorang karyawan penyuka hujan yang tiba-tiba kedatangan sosok wanita asing bernama Arra. Ketika itu, Arra  hendak mencetak buku untuk kekasihnya di kantor Bajja. Keunikan dan kemisteriusannya membuat hati Bajja yang dulunya sekeras baja semenjak perginya Canta menjadi luluh, perlahan demi perlahan. Sebuah sofa usang di rumah kontrakan Bajja menjadi saksi tumbuhnya jalinan bukan-cinta-tapi-lebih-dari-sekadar-sahabat antara keduanya. Di mana hubungan unik antara keduanya itu digambarkan dengan indahnya melalui syair-syair narasi dalam novel kecil ini.

            kita bagai kupu-kupu …
            aku kupu-kupu dengan sepasang sayap yang rapuh
            berharap engkau terus mengiringiku terbang
            menjaga sewaktu-waktu aku jatuh (hlm 85)



MySpace            Lalu, keputusan itu pun datanglah. Si wanita pecinta sofa itu akhirnya pergi, sebagaimana Canta pergi meninggalkan Bajja. Dan kegalauan pun mulai melanda, yang untungnya tak lama. Sebuah kembang dari masa lalu Bajja kembali mekar menghampiri. Adalah Canta, yang memutuskan untuk  tinggal di kota Sendu, demi menikmati ketenangan dan hujannya--yang senantiasa turun. Dan, Bajja pun mendapatkan semangat dan pola hidupnya kembali, hanya untuk kembali digoyahkan oleh kedatangan kembali Arra ke Kota Sendu. Demikianlah cerita itu terus bergulir. Lalu, apakah Bajja akan kembali kepada Arra, ataukah tetap mempertahankan Canta? Biarkan Unaffair yang akan menjawabnya.

            Membaca Unaffair seperti mengingatkan saya dengan pembacaan cerpen. Entahlah, tapi bagi saya aroma sebuah cerpen terasa begitu kuat dari novel yang nyatanya ada beberapa bab ini. Mungkin, saya terlalu membandingkannya dengan karya-karya Mas Yudhi yang terdahulu, terutama yang kumpulan cerpen. Sungguh, rasa sastra itu begitu kental menguar dari lembar-lembar Unaffair, menjadikannya semacam affair yang indah, yang tidak tabu, yang sangat nyaman.

           Unaffair menggunakan bahasa baku yang cenderung formal. Tidak banyak kata gaul apalagi alay yang bersliweran dalam novel kecil ini, bahkan pada candaan si Wara yang agak gokil itu. Namun, keteraturan dan kebakuan itu bukannya membuat kaku tapi justru memperindah novel ini, seolah-olah “mengklasikkannya”.  Pembaca akan tetap mampu menikmati ceritanya terlepas ari penggunaan kata-kata lengkap seperti “engkau” dan “mengudak-udaknya”.

            Hal lain adalah banyaknya bertebaran kalimat-kalimat reflektif yang membuktikan bahwa si penulis memang seorang pengamat kehidupan yang piawai. Di sela-sela romansa dunia Bajja, terselip pandangan penulis tentang ironisnya promo penjual nisan (“beli satu bonus satu”), atau tentang universalitas musik,

musik mungkin universal, tapi kisah di balik lagu itulah yang membuatnya semakin diterima. Itu artinya sebuah kejaidan seperti dalam lagu itu ternyata terjadi pula di tempat-tempat lain. Jadi seseorang tidak perlu terlalu sedih  akan sesuatu, karena di tempat lain pun, ada orang yang bersedih karena hal yang sama.” (halaman 107)

atau tentang pengaruh antara seseorang terhadap lingkungannya

Aku bisa memaklumi. Kadang sesuatuyang ada di sekitar kita, akan kita bentuk seperti diri kita” (halaman 144) *membacanya sambil melirik timbunan di pojokan  #eh

          Ciri lain dari Mas Yudhi yang banyak bertebaran di buku ini adalah penggunaan kalimat-kalimat yang pendek dan seolah terpotong, seperti melambangkan jeda atau ada sesuatu efek yang hendak ditekankan. Dan, Mas Yudhi mampu menerapkan kata-kata berefek ini dengan begitu bagus sehingga bahkan seorang editor seperti saya (hasyah) abaii—yang sebenarnya sudah lazim dalam fiksi.

Mari kita akhiri pembacaan resensi ini dengan satu kutipan galau tapi indah dari salah satu halaman novel ini.

aku bagai mawar merah yang luka
namun tetap merah menyala
karena warna itu sudah kupilih
untukmu, seberapa pun aku luka (hlm 38) MySpace
Read more »

Selasa, 25 September 2012

Wednesday Wishful 8



Pengen baca buku klasik, tapi takut keburu ngantuk di tengah jalan. Yang udah-udah sih gitu… liat aja nasib Wuthering Heights, Pride & Prejudice atau beberapa buku lain yang belum berhasil gue tuntaskan. Jadi, harus dicari cara, gimana gue bisa buku klasik tanpa kendala. Sekarang banyak cerita-cerita klasik yang dikemas dengan lebih menarik, gak hanya kalimat panjang yang mungkin buat sebagian orang membosankan, tapi dengan ilustrasi yang cantik.

Buana Ilmu Publishing mengeluarkan seri Dongeng Sepanjang Masa. Ada Dongeng untuk Putra Tersayang, Dongeng untuk Liburan, Dongeng tentang Binatang, dan yang menarik nih… ada Dongeng Karya Grimm Bersaudara, Dongeng Karya Hans Christian Andersen dan Dongeng Karya Charles Dickens. 






 Wah, langsung buku-buku ini masuk ke dalam daftar wishlist. Buat anak-anak cocok, buat orang dewasa juga ok koq.

Ini nih, sebagian beberapa ilustrasi dari buku Dongeng Karya Charles Dickens




Mau ikutan Wishful Wednesday juga, seperti biasa rules-nya:
  1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)
  2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!
  3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
  4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)
Read more »

Senin, 24 September 2012

Rufus M



Rufus M
Eleanor Estes @ 1943
Odyssey – 2001
235 hal.
(Pinjam dari Reading Walk)

Well.. ini adalah kisah tentang anak kecil yang kocak, sok tau dan pantang menyerah tapi tetap lucu. Apa yang dia mau, maka ia akan berjuang supaya tercapai.

Namanya Rufus Moffat, tapi si Rufus ini terbiasa menuliskan namanya hanya Rufus M. Dia adalah anak terkecil dari 4 bersaudara Moffat. Ada aja akalnya yang bisa bikin gue jadi senyam-senyum gemes saat membaca kisah Rufus ini. Ini adalah buku ketiga dari kisah Moffat bersaudara ini.

Baca aja gimana usaha Rufus biar bisa minjem buku di perpustakaan, biar harus bolak-balik, tapi Rufus tetap gigih berjuang sampai akhirnya si pustakawati luluh.

Semua begitu simple di mata Rufus. Di tengah-tengah suasana Perang Dunia I, Rufus tetap ceria bersama kakak-kakaknya. Di sekolah, setiap anak wajib merajut handuk untuk para prajurit yang akan pergi ke medan perang. Dan saat melepas kepergian prajurit itu di stasiun kereta api, Rufus bersikeras untuk menyampaikan sendiri handuk hasil buatannya itu ke salah satu prajurit. 



Salah satu ilustrasi - via Collecting Children's Books

Siapa yang gak bakal jatuh cinta dengan tokoh yang menggemaskan seperti ini?

Ini adalah salah satu buku klasik. Mungkin gak banyak pembaca di Indonesia yang mengenal Eleanor Estes ini. Karena kalo ngeliat di Goodreads, yang kasih review pembaca dari luar semua. Yah, gue sendiri baru tau setelah baca buku ini. Rufus M ini mendapatkan penghargaan Newberry Honor. Buku lain beliau, selain seri The Moffats (The Moffats, The Middle Moffat dan The Moffat Museum) adalah Ginger Pye (yang meraih medali Newberry), Pinky Pye, The Witch Family, The Hundred Dresses dan Miranda the Great.

Ide The Moffat Museum keren juga ya… hehehe.. ini cocok untuk para melakolis yang selalu sayang sama barang-barang yang ‘dianggap’ punya nilai sejarah dan kenangan.

Kira-kira adakah penerbit di Indonesia yang mau menerjemahkan buku-buku Elanor Estes?
Read more »

Minggu, 23 September 2012

Pinjam buku? Kenapa gak...


Saya, sebenarnya (dulu) termasuk yang rada ‘alergi’ dengan yang namanya pinjam-meminjam buku. Ini gara-gara ‘trauma’ masa lalu, ketika buku-buku saya dipinjam sama saudara atau teman-teman, seringnya justru gak balik lagi. Dan, salahnya nih, saya suka gak enakan untuk ingetin ke mereka kalo buku saya masih di mereka. Atau kadang-kadang, ketika dikembalikan, bukunya ada yang kelipetlah cover-nya atau jadi agak kotor. Well, kalau untuk urusan buku, saya termasuk ‘perfeksionis’. Jadilah, saya juga agak malas untuk meminjam buku ke teman yang lain, takutnya mereka juga pengen pinjam balik buku saya.

Kalau dulu sih, mungkin gak masalah kali ya, kalau setiap ada buku baru dan bagus, langsung beli entah 2 atau 3 buku sekaligus. Gak mikir kalau ada pengeluaran lain. Tapi sekarang, setelah punya anak, pengeluaran rada dipilah-pilah. Beli buku juga gak sembarangan ikut apa kata orang bagus atau yang lagi jadi trend. Yah, selain berhemat, juga karena lebih selektif aja dalam milih buku. Lagipula sekarang harga buku semakin ‘aduhai’…

Ada beberapa cara untuk mensiasatinya, misalnya dengan book-swap – tapi ini pun kalau yang diajak tukeran cocok dengan buku yang kita punya. Cara lain adalah dengan pinjam. ‘Bertemu’ dengan teman-teman di BBI, membuat saya lebih ‘berani’ untuk merelakan buku saya melalang buana. Karena, namanya pecinta buku, pastinya mereka juga akan menjaga buku-buku saya dengan baik, karena mereka juga gak mau dong bukunya diperlakukan sembarang sama yang pinjam.

Tapi, kalau masih gak ‘percaya’ juga sama orang, sekarang ada fasilitas untuk meminjam buku tanpa kita harus kasih pinjaman ke orang lain juga. Misalnya melalui Reading Walk. Di sini kita bisa pinjam buku secara online. Tinggal dipilih-pilih buku mana yang mau kita pinjam, dan pihak Reading Walk yang akan mengantarkan buku-buku tersebut sampai ke tempat. Kalau udah selesai baca, mereka yang akan ambil. Simple kan? Cuma, untuk saat ini, Reading Walk baru beroperasi di Jakarta.

Reading Walk ini dibentuk karena kesukaan pendirinya (salah satunya Mbak Yasmin) akan bacaan, tapi kadang kalau beli buku suka gak yakin apakah buku itu akan cocok dengan mereka atau tidak. Dan juga karena kemacetan yang makin lama, makin menggila ini, bikin mereka inginnya beli buku tapi gak perlu repot-repot ke toko buku.

Koleksi bukunya juga beragam – ada klasik, chicklit, thriller, cerita anak-anak, non fiksi, komik. Baik yang terjemahan, bahasa Indonesia asli, atau bahasa Inggris.

Ada yang namanya Paket Easy Reading, di mana kita bisa meminjam buku dalam jumlah tak terbatas sesuai dengan kategori dan periode yang kita inginkan. Yang penting, kalau kita memilih paket ini, bebas ongkos kirim. Ada yang salah satu paketnya bisa mengantarkan maksimal 24 buku dalam sekali antar!
 
Dan kalau kita mau, kita juga bisa menintipkan buku-buku kita untuk disewakan melalui Reading Walk. Tentu saja ada share yang akan kita terima untuk setiap buku kita yang dipinjam. Hehehe.. untuk yang merasa buku-buku di rumah udah gak ada tempat, ini bisa jadi alternatif, lho.. lumayan, bikin rumah jadi rada ‘lega’, sekaligus nabung.

Mudah-mudahan, ke depannya, buku di Reading Walks semakin beragam dan jangkauan wilayahnya semakin luas.

Read more »

Selasa, 18 September 2012

Fahrenheit 451



Fahrenheit 451
Simon & Schuster – May 2012
158 hal.
(Times Bookstore Plaza Semanggi)

 Guy Montag adalah seorang ‘fireman’  - tapi fungsi ‘fireman’ dalam cerita ini , bukan membantu memadamkan kebakaran, justru mereka ‘membuat’ kebakaran. Layaknya cerita-cerita genre dytopiayang sudah gue baca, selalu ada kebijakan-kebijakan yang mengekang rakyat agar pikiran mereka tidak ‘dicemari’ hal-hal yang bisa menentang pemerintahan. Contohnya dengan melarang adanya buku-buku yang isinya tidak sesuai dengan program pemerintah. Dalam buku ini, setiap orang yang memiliki buku, rumah mereka akan segera didatangi, rumah beserta isinya dibakar dan pemilik rumah itu tentu saja akan mendapatkan hukuman yang berat.

Awalnya Guy Montag tidak merasa ada yang salah dengan pekerjaannya. Yah, sebagai ‘pelayan’ pemerintah, tentu saja ia harus mengikuti segala peraturan yang berlaku. Tapi, suatu  hari, ia bertemu dengan tetangga barunya, seorang gadis bernama Clariesse. Clariesse ini orangnya santai, berbeda dengan orang lain yang kebanyakan Guy temui. Clariesse bercerita tentang hal-hal sepele yang sudah tak lagi jadi perhatian orang. Bagiamana semua orang sekarang terburu-buru, kalau mengendarai mobil harus ngebut. Orang tak sempat lagi memerhatikan kupu-kupu di taman, sekedar iseng bermain hujan, duduk-duduk sambil bercengkerama. Maka itu, hampir di tiap rumah, gak ada tuh yang namanya teras. Orang jadi lebih akrab dengan televisi.

Guy mulai risau, ditambah lagi, istrinya, Mildred mencoba bunuh diri dengan menelan obat tidur. Meski berhasil diselamatkan, Mildred sama sekali tidak ingat akan peristiwa itu. Clariesse pun tiba-tiba menghilang begitu saja. Guy curiga bahwa Clariesse sengaja ‘dilenyapkan’. Guy juga harus menyaksikan seorang wanita yang rela dibakar bersama buku-bukunya daripada harus menjalani hukuman di luar. Akhirnya, Guy pun ‘membelot’. Ia menyelamatkan beberapa buku dan mencoba membacanya. Guy juga berusaha mencari orang-orang yang masih menyimpan buku-buku lain. Guy akhirnya jadi buronan polisi dan proses penangkapan dirinya disiarkan di televisi nasional (hmmm jadi inget siaran di salah satu televisi swasta).

Wah, entah kenapa saat membaca buku ini, gue merasa ‘gelisah’. Mungkin karena nuansa  buku ini yang gelap. Ini pertama kalinya gue membaca buku genre dystopian tanpa ada embel-embel cerita romance di dalamnya.

Apa yang gue rasakan saat membaca buku ini adalah seperti ‘kosong’. Sama mungkin dengan para tokoh yang jiwanya ‘kosong’, gak kenal lagi yang namanya bahagia. Semua statis.

Bener ya, membaca buku kadang-kadang mempengaruhi mood. Jadilah saat membaca buku ini, gue selain gelisah, jadi rada-rada ‘depresi’. Hehehe.. sorry, deh, kalo rada berlebihan kali ya.. 

Melihat dari daftar karya-karya Ray Bradbury, beliau ini termasuk penulis yang produktif. Mulai dari novel, cerpen, karya non-fiksi, skenario untuk teater dan film televisi.

Read more »

Senin, 17 September 2012

Underground



Underground
nulisbuku.com - 2010
385 hal.
(pinjam dari Reading Walk)

Jaman-jaman MTV baru muncul di Indonesia, pastinya punya deh VJ idola – sebuh saja Sarah Sechan, Nadya Hutagalung, Jamie Aditya, Rahul Khana, Mike Kaseem… Saat-saat di mana gue mengorbankan jam tidur siang gue demi nonton MTV Unplugged. (oopss.. ketauan banget gue ini dari angkatan berapa.. hehehe…) Mulai rada ke belakang, VJ dari Indonesia banyak beredar di MTV – seperti Shanty, Daniel Mananta and so on.. yah, semakin bertambah usia, gue gak lagi ‘mantengin’ MTV. Pengen banget rasanya bisa cas-cis-cus bahasa Inggris seperti mereka, dengan gayanya yang santai dan keren. Belum lagi, ketemu sama artis-artis mancanegara. Sempet beberapa kali kirim request.. tapi, hiks… gak pernah diputer.. ikutan quiz apa lagi… gak pernah beruntung.

Berkisah tentang kehidupan pada VJ Underground – yah, sejenis MTV gitu. Berlokasi di Amerika. Para VJ-nya antara lain ada Liv, Stefan, Claire, Heather, Gavin, Jared dan lain-lain. Tentang keseharian kehidupan para VJ yang tampak gemerlap itu. Keliling dunia untuk meliput acara-acara musik, party di klub, kegiatan siaran di studio – baik secara live maupun tapping. Tak ketinggalan kehidupan percintaan di antara para VJ ini. Mereka ini juga termasuk selebriti yang kerap masuk dalam tabloid gosip. 

Meskipun peran di dalam buku ini tampak merata, tapi rasanya tokoh utama dalam buku ini adalah Liv dan Stefan. Mereka berdua ini sudah berteman sejak lama, sampai akhirnya menyadari bahwa mereka saling mencintai. Tapi, saat hubungan mereka sudah berubah status – dari pertemanan jadi kekasih – semua jadi tampak berbeda. Stefan jadi lebih posesif dan Liv jadi sensitif saat ruang geraknya dibatasi. 

Selain tentang masalah percintaan Liv dan Stefan, tokoh lain juga kebagian ‘masalah’. Sebut saja Claire yang sempat OD, Heather yang ketakutan karena mengira dirinya hamil, atau Jared yang sempat selingkuh. 

Yang menarik di sini adalah meskipun mereka dekat dengan dunia hura-hura, tapi mereka ini pintar-pintar. Claire dan Liv belajar musik klasik, Claire main biola, Liv belajar piano. Pendidikan formal mereka tak dilupakan. Selain itu, Stefan juga mengembangkan usaha online promotion. Lalu, ada Shareef dan Aaliyah yang digambarkan sebagai satu keluarga bahagia, meskipun sempat terbentur sedikit masalah. Satu lagi yang mungkin ‘langka’ (untuk ukuran Amerika, lho…) adalah Liv yang tetap mempertahankan ‘virginity’-nya sampai ia menikah nanti.

Buku ini full dengan percakapan atau ocehan, bahasanya santai. Tulisannya kecil-kecil. Perpindahan satu cerita ke cerita lain kadang gak  nyambung. Rada ganggu sih, selesai siaran.. tau-tau pindah ke klub, tau-tau pindah ke apartemen – dengan tokoh yang berbeda. Gue sempat ketuker antara Aaliyah dan Alisha. Terus, misalnya si VJ-VJ itu lagi tugas off air, gak diceritakan dengan lebih detail gimana suka duka mereka saat itu. Cuma cerita singkat, abis itu selesai dan pindah ke cerita lain lagi. 

Akhirnya kesampaian baca buku Ika Natassa yang satu ini. Beberapa kali membaca buku mbak satu ini, selalu bertebaran kalimat-kalimat berbahasa Inggris yang canggih. Bahkan gue sempat menulis di salah satu review gue, kenapa gak sekalian aja sih bikin buku bahasa Inggris? Well.. ternyata gue yang telat. Buku yang ditulis waktu Ika Natassa berusia 19 tahun ini, memang gak beredar di toko buku, tapi bisa didapatkan melalui situs nulisbuku.com. First draft-nya dibuat tahun 1997, dan baru jadi dalam  bentuk buku tahun 2010.
Read more »

Minggu, 16 September 2012

Beat the Reaper



Beat the Reaper (Menaklukkan Maut)
Putri Dewi MR (Terj.)
Penerbit Esensi - 2012
341 hal.
(buntelan dari Penerbit Esensi)

Siapa sangka kalau seorang dokter seperti dr. Peter Brown mempunyai masa lalu yang kelam? Peter Brown memiliki nama Pietro Brnwa. Ia adalah seorang pembunuh berdarah dingin yang secara tidak langsung bergabung dalam kelompok mafia. Awal ia menjadi seorang pembunuh dipicu oleh tewasnya kakek dan neneknya oleh dua orang pemuda. Setelah ditelusuri, dua pemuda ini harus melakukan pembunuhan agar bisa bergabung dengan kelompok mafia.

‘Keberhasilan’ pertama Pietro membunuh orang membuat ia direkrut oleh David Locano, ayah teman sekolahnya sahabatnya, Skinflick. Tapi, pada akhirnya justru Skinflick berbalik menjadi musuh yang ingin melenyapkan Pietro.

Titik balik Pietro adalah saat ia bertemu Magdalena dan jatuh cinta. Magdalena membuat nafsu membunuh Pietro lenyap. Tapi sayangnya, kehidupan dalam dunia mafia penuh dengan dendam.

Pietro pun mengubah identitasnya menjadi Peter Brown dan masuk ke dalam perlindungan saksi.

Tapi, seorang pasien ternyata mengetahui identitas aslinya, Peter pun kembali diburu oleh sahabat lamanya.

Ketika membaca sinopsis di bagian cover belakang, gue sempet berpikir akan menemukan cerita yang penuh ketegangan, intrik-intrik di dalam dunia mafia. Tapi mungkin karena gaya bahasa si Peter yang cuek ini, gue jadi gak terlalu tegang or deg-degan gimana gitu…

Yang menarik adalah sejarah kehidupan Peter, yang dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Pertemuan kakek-nenek Peter yang ‘romantis’ di tengah-tengah hutan saat orang-orang Yahudi pada diburu untuk dibuang ke Auschwitz. Peter bahkan sempet jalan-jalan ke Polandia, nyari orang yang menjual informasi sehingga kakek-nenek Peter ini tertangkap.

Dan, oh no, kalo gue ketemu dokter kaya’ Peter, gue bakalan parno abis, karena cueknya sih Peter ini juga bikin dia jadi kadang seenaknya menangani pasien.

Banyak istilah-istilah kedokteran di buku ini, ada glossary-nya. Tapi, hehehe, gue males bolak-balik ngeliat ke bagian belakang. Lebih enak kalo dijadiin footnote aja kali ya. Biar gak ribet. Satu lagi nih, gak terlalu suka dengan cover versi terjemahan ini.

Oh ya, katanya nih, bakalan dibikin serialnya, dan bakalan melibatkan Leonardo DiCaprio. Ehem…
Read more »

Istana Mimpi

[No. 296]
Judul : Istana Mimpi
Penulis : Ismail Kadare
Penerjemah : Fahmi Yamani
Penerbit : Serambi
Cetakan : I, Juni 2012
Tebal : 274 hlm

"Kami ingin membaca mimpi orang!"  

Demikian ujar Dr. Moren Cerf, Ilmuwan California Institute Technology  seperti yang dilansir oleh BBC London dua tahun yang lalu. Dr. Moren Cerf memang saat itu sedang mengembangkan sebuah alat yang dapat merekam mimpi seseorang dengan menggunakan sebuah visualisasi elektronik dari aktivitas otak seseroang yang bermimpi. Entah sudah sejauh mana proyek mesin pembaca mimpi itu namun hal ini membuktikan bahwa mimpi hingga kini dianggap sebuah misteri sehingga orang masih berusaha untuk mengungkapkan dan menafsirkannya untuk berbagai keperluan tertentu.

Bagi sebagian orang mimpi tak sekedar bunga tidur, namun bisa menjadi bahasa simbol dari Tuhan atas kejadian yang akan datang. Sejarah mencatat keinginan orang untuk menafsir mimpi sudah ada sejauh perkembangan kebudayaan manusia. Buku tafsir mimpi tertua ditulis pada tahun 1100 SM dan hingga kini buku-buku tafsir mimpi dalam berbagai versi masih terus dicetak dan dibaca orang.

Apakah mimpi adalah sebuah pertanda? itulah yang terus menjadi pertanyaan besar bagi setiap orang tak terkecuali bagi sastrawan Albania Ismail Kadare. Dalam salah satu karya terbaiknya yang berjudul Istana Mimpi  Kadare mencoba mengaitkan mimpi manusia dengan kediktatoran penguasa Albania di masa silam.

Novel Istana Mimpi yang untuk pertama kali di Albania dengan judul Nepunesi i pallatit te endrave pada 1981 ini menceritakan tentang Mark Allen seorang pemuda gugupan dan galau yang bekerja di Istana Mimpi atau Tabir Sarrail, sebuah lembaga bentukan Sultan yang tugasnya mengumpulan mimpi-mimpi seluruh rakyat dari seluruh penjuru wilayah kekuasaan Sultan.

Semua mimpi rakyat hingga penguasa tak ada satupun yang luput untuk dicatat, dikumpulkan, disortir, dan ditafsirkan untuk mencari apa yang disebut Mimpi Utama yang dipercaya dapat memberikan pertanda bagi takdir Kekhafilahan dan peristiwa-peristiwa besar yang akan datang.

Ketika mimpi utama diperoleh, mimpi yang telah ditafsirkan ini akan diantarkan kepada Sultan dengan menggunakan kereta kuda khusus. Sang pemilik mimpi akan diberi penghargaan dan hadiah namun ironisnya si pemimpi ini akan dibawa ke Istana Mimpi untuk diinterogasi, untuk menceritakan secara lebih detail lagi mimpi dan kehidupannya. Interogasi ini bisa berhari-hari hingga si pemimpi kelelahan, jatuh sakit, dan akhirnya keluar dari Istana Mimpi dalam keadaan telah menjadi mayat.

Dikisahkan Mark Allen adalah pegawai baru Istana Mimpi, ia pertama kali bekerja di bagian terendah yaitu di bagian penyortiran dimana ia harus memilah-mimah mimpi mana yang tidak bermanfaat atau mimpi-mimpi palsu untuk dibuang sedangkan mimpi yang diperkirakan dapat memiliki arti bahkan berpotensi menjadi mimpi utama akan ia teruskan ke bagian tafsir untuk dicari maknanya.

Walau bekerja dengan penuh keraguan, karier Mark-Alem menanjak cepat karena ia berasal dari keluarga Quiprili, sebuah dinasti keluarga yang berpengaruh di Kekhalifahan. Konflik terjadi ketika pada akhirnya Mark-Alem secara tak terduga ia harus menangani mimpi yang ternyata berhubungan dengan takdir keluarganya dan Kekhalifahan.

Mimpi itu adalah mimpi seorang pedagang yang bermimpi

"Sebidang tanah kosong di dekat sebuah jembatan; semacam tanah kosong di mana orang membuang sampah. Di tengah-tengah sampah, debu, dan toilet yang rusak, sebuah alat musik aneh bermain sendirian hanya ditemani seekor banteng yang sepertinya kesal dengan suara itu dan berdiri di dekat jembatan lalu melenguh..."(hlm. 57).

Siapa bisa menduga kalau mimpi yang tampaknya tidak memiliki arti ini ternyata berisi ancaman terhadap kekhalifahan. Dan ternyata arti mimpi ini menyangkut keluarganya, dan lebih sial lagi Mark-Alem pernah meloloskan mimpi ini ketika ia masih di bagian penyortiran. Dengan demikian kedudukannya terancam dan ia akan dicurigai sengaja meloloskan mimpi tersebut untuk keselamatan keluarganya.

Novel ini bisa dikatakan sebuah parabel tentang kediktaroran bagaimana penguasa dangan lembaga super power bentukannya berusaha untuk mengendalikan rakyatnya sampai-sampai mimpi rakyatpun diawasi dan dicatat. Melalui tokoh Mark-Alem sebagai orang yang langsung berada di jantung Istana Mimpi kita akan melihat bagaimana proses pencatatan dan penafsiran mimpi dilakukan. Kadare berhasil menggambarkan kemisteriusan dan kedahsyatan pengaruh Istana Mimpi ini bagi kekhalifan, dan bagaimana kedudukan keluarga Quprilli dan kesulatanan yang telah terjalin selama ratusan tahun dan telah banyak berjasa bagi kekhalifahan ternyata menyimpan sebuah bom waktu bagi Sang Sutlan yang bisa meledak setiap saat.

Jadi selain tentang Istana Mimpi novel ini juga menceritakan bagaiamana hubungan antara keluarga Qupirili yang merupakan trah asli penduduk Albania yang memiliki sejarah panjang dan epik sendiri ini  diam-diam melahirkan kecemburan dari Kekhalifahan Utsmani Turki yang sebenarnya adalah penakluk dari wilayah Albania yang telah didiami selama ratusan tahun oleh keluarga Quprili.

Novel ini juga merupakan novel yang penuh satir dan humor gelap, namun semuanya itu akan lebih terasa jika pembaca novel ini sedikit memahami sejarah Albania, jika tidak kita paling hanya akan bisa menikmati novel ini menurut penafsiran kita sendiri dengan setting sebuah negeri antah berantah.karena Kadare sama sekali mencantumkan tahun kejadian dan nama Sultan tetap dibiarkan anomin hingga akhir kisahnya. Petunjuk yang diberikan hanyalah berupa wilayah negeri yang disebut Albania.

Namun dengan memahami atau tidaknya pembaca akan sejarah Albania yang melatari novel ini, saya rasa pembaca akan mengerti bahwa di novel ini Kadare dengan idenya yang orisinil tentang Istana Mimpi ini hendak menggambarkan bagaimana sebuah pemerintahan tirani begitu mencengkram kebebasan rakyatnya. Tidak heran begitu novel ini terbit, pemerintah Albania langsung melarang peredaran novel ini.

Bagi saya pribadi novel ini juga menggambarkan bagaimana sebenarnya sebuah penguasa tirani dengan kediktatorannya sebenarnya adalah penguasa yang penakut sampai-sampai mimpi rakyatpun dicatat dan diawasi untuk mencegah terjadi pemberontakan.

Tentang Pengarang

Ismail Kadare dilahirkan pada 1936 di kota pegunungan Gjikrokaster, dekat perbatasan Yunani. Dia adalah penyair dan penulis novel paling terkenal di Albania. Dalam sebagian karyanya, dia mengisahkan sejarah Albania yang kental dengan kediktatoran sehingga karya-karyanya ini menjerumuskan dirinya ke dalam sejumlah konflik penguasa Albania sejak 1945 sampai 1985. Pada 1990, Kadare meminta suaka politik ke Prancis dan kini membagi waktunya antara Paris dan Tirana.

Sejumlah penghargaan sastra diterimanya, antara lain pada 2005 Kadare mendapat Man Booker International Prize 2005. Kadare juga telah berkali-kali dinominasikan sebagai pemenang Nobel Sastra. Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam tiga puluh bahasa termasuk di Indonesia. Sebelum Istana Mimpi karya Kadare yang telah diterjemahkan adalah


Elegi Untuk Kosovo, Jalasutra 2004



Piramid, Margin Kiri 2011


@htanzil
Read more »

Jumat, 14 September 2012

Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa



Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa
Prisca Primasari @ 2012
Gagas Media – Cet. I, 2012
292 hal
(Gramedia Plasa Semanggi)

Florence melarikan diri dari rumah gara-gara gak mau dipertemukan dengan lelaki yang akan dikenalkan dengan dirinya itu. Yah, kata orang tuanya sih hanya perkenalan, tapi bukan gak mungkin mengarah ke yang namanya perjodohan.

Di Stasiun SaintLazare, Paris, Florence menemukan seorang pria yang dengan baiknya memberikan tas baru yang masih dalam bungkus untuk Florence. Yup, lagi lari-lari heboh, tas Florence putus. Nama pria itu adalah Vinter Vernalae. Pria dengan wajah muram dan tangan penuh bekas guratan.

Sebagai gantinya, Florence mau diajak Vinter ke rumah temannya bernama Zima di Honfleur. Florence harus tampil dalam sebuah pentas mini di rumah Zima. Zima ini juga pria yang gak kalah aneh. Punya nama sesuai dengan musim, seperti Four Seasons-nya Vivaldi. Zima juga adalah orang yang sulit untuk puas akan sesuatu. Karena penyakit yang dideritanya, ia tak bisa lagi menikmati pertunjukan seni di luar. Maka itu, ia selalu mengundang seniman ke rumahnya. Tapi, kalau mereka tampil jelek, mereka tidak akan dibayar.

Yah, singkat kata, sih, mungkin ketebak ya, gimana jalan cerita antara Vinter dan Florence… hehehe..

Florence dan Vinter sama-sama suka karya klasik. Florence ini gadis serba bisa, baca puisi oke, ngelukis jago apalagi main piano. Sedangnya keahlian Vinter lebih unik lagi, yaitu pemahat es. Sesuai banget sama nama dan karakternya yang dingin.

Tapi, kalo dipikir-pikir, koq kesannya Florence ini lugu banget ya? Mau aja gitu diajak-ajak sama orang yang baru dikenal dan ke tempat orang yang belum dikenal pula. Padahal, dia punya pengalaman buruk sama laki-laki.

Dan, buat gue karakter yang mencuri perhatian adalah Zima. Si pria pemarah dan aneh, tapi sebenarnya dia baik hati. Seorang pecinta seni, makanya dia marah banget kalo ada yang tampil asal-asalan. Di rumahnya, dia punya panggung mini, lengkap dengan kostum dan properti lainnya.

Tapi, apa juga coba yang membuat gue akhirnya tertarik untuk beli dan baca novel ini? Pertama, tentu saja cover-nya yang cantik itu, membuat jiwa romantis gue muncul.. hehehe.. Kedua, gue pernah membaca buku karya Prisca Primasari yang berjudul Éclair dan gue suka karena tokohnya yang gak biasa. Tokohnya bukan orang Indonesia dan settingnya waktu itu di Rusia. Kali ini setting-nya di Perancis. Dan kalo aja gue gak liat tanggal yang ada di awal bab, gue bakal mengira waktunya ada di abad 19. Soalnya, meskipun di Perancis, bukan mengambil Paris sebagai kota utama. Jadi gak berasa modern-nya.

Inilah yang membuat gue suka sama buku cantik ini.
Read more »