Selasa, 31 Juli 2012

Fiksi Lotus - Kumpulan Cerita Pendek Klasik Dunia. Vol.1

No. 294
Judul :
Fiksi Lotus - Kumpulan Cerita Pendek Klasik Dunia. Vol.1
Penerjemah : Maggie Tiojakin
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, April 2012
Tebal : 184 hlm


Fiksi Lotus merupakan sebuah buku kumpulan cerpen yang terdiri dari 14 cerita pendek klasik yang diterbitkan pada tahun 1884-1957 karya para sastrawan dunia, beberapa penulis terkenal yang namanya familiar ada di buku ini antara  lain O Henry, Ernest Hemingway, Franz Kafka, Anton Chekov, Jean Paul Sartre, dan lainnya, namun ada juga nama-nama yang mungkin bagi sebagian orang masih asing seperti John Collier, Stephen Crane, Saki, dll.  

Sebagai cerpen pembuka kita disuguhkan oleh cerpen misteri berjudul Teka-Teki karya Walter De La Mare yang menceritakan seorang nenek dengan tujuh cucunya yang sedang berlibur di rumah tuanya. Semua cucunya diizinkan untuk bermain di seluruh ruangan kecuali sebuah kamar kosong di lantai atas  dimana terdapat sebuah peti kayu tua misterius. Ketujuh anak-anak itu rupanya tak mengindahkan larangan neneknya sehingga satu persatu menghilang secara misterius  dibalik peti tua tersebut.

Selanjutnya pembaca akan disuguhkan dengan cerpen-cerpen dengan keragaman bentuk dan tema. Semua cerpen dalam buku ini menarik untuk disimak. Untuk cerpen bertema cinta  kita bisa membaca cerpen  Pemberian Sang Magi karya O Henry yang menceritakan bagaimana sepasang suami istri merelakan benda kesayangannya dijual untuk memberikan kado natal bagi pasangannya.

Jika kita ingin membaca cerpen yang diangkat dari kisah biasa namun disajikan dengan menarik, cerpen Gegap Gempita karya sastrawan Rusia Anton Chekov yang diterbitkan pertama kalinya pada tahun 1884, dan cerpen Dering Telpon karya Dorothy Parker, penulis, penyair, dan penulis naskah yang naskah-naskah filmnya sempat memenangkan piala Oscar.

Cerpen Gegap Gempita menceritakan begitu antusiasnya seorang prajurit  ketika menemukan namanya muncul di koran sehingga ia tak sabar untuk mengumumkan kemunculan namanya di koran pada semua orang. Di cerpen ini Anton Chekov membuktikan keahliannya membuat kisah yang sangat pendek namun meninggalkan kesan mendalam pada pembacanya karena pembaca seolah dapat ikut merasakan betapa bahagianya si tokoh dalam cerpen ini  ketika namanya muncul di koran meskipun itu  sebuah berita kecelakaan kecil yang menimpa dirinya.

Cerpen Dering Teleponkarya Dorothy Parker juga diangkat dari keseharian yang mungkin pernah kita pernah alami yaitu menunggu dering telepon dari sang kekasih. Lewat cerpen ini kita dapat merasakan kegelisahan sang tokoh yang sedang galau menanti dering telepon kekasihnya.

Yang tak boleh dilewatkan adalah cerpen karya Jean Paul Sartre, filsuf Prancis berjudul Menjelang Fajar, ini merupakan cerita pendek terpanjang (55 hlm) di buku ini. Dalam cerpen ini Sartre berkisah tentang 3 orang narapidana  dalam satu sel yang sedang menunggu eksekusi mati. Dalam sel tersebut juga disertakan seorang dokter yang ditugaskan unuk memantau perkembangan fisik dan psikis dari ketiga tawanan yang hendak dihukum mati tersebut.

Buku yang diterjemahkan dengan sangat baik ini ditutup dengan cerpen Kalung Mutiara karya W. Somerset, penulis Inggris yang dikabarkan merupakan satu-satunya penulis dengan bayaran tertinggi dalam periode 1930an. Dalam cerpennya ini Somerset menceritakan seorang pembantu rumah tangga yang membeli kalung mutiara bernilai ribuan ponsterling hanya dengan  15 shilling saja akibat kelalaian penjual tokonya.

Secara keseluruhan seluruh cerpen-cerpen dalam buku ini sangatlah menarik. Tampaknya cerpen-cerpen yang dipilih untuk dimasukkan di Vol.1 buku ini pas dengan selera saya, buktinya saya yang tidak begitu menyukai membaca cerpen dibuat terpukau oleh kisah dan cara penuturan yang beragam dari para penulis klasik dunia ini. 

Sebagai pelengkap, di lembar-lembar terakhir buku ini penyusun menyertakan keterangan tentang penulis, berupa biografi mini yang ringkas yang mengungkap fakta-fakta penting tentang jati diri penulis.


Selain itu ada pula keterangan berupa sejarah penerbitan masing-masing cerita pendek yang terkumpul di buku ini meliputi judul dalam bahasa Inggris dan pertama kalinya karya-karya tersebut diterbitkan.



Karena seluruh cerpen dalam buku ini berasal dari cerpen-cerpen yang terdapat dalam situs Fiksi Lotus yang dikelola oleh penyusun buku ini, maka terbersit pertanyaan apa yang mendasari penyusun untuk memilih ke 14 cerpen untuk dimasukkan dalam bukunya ini? Dalam kata pengantarnya, penyusun tak menjelaskan secara rinci, penyusun hanya mengemukakan bahwa “Karya-karya yang terlampir di sini lebih dari cukup untuk mewakili prinsip terbentuknya Fiksi Lotus yang mengutamakan kualitas di atas kuantitas, visi di atas misi, dan fungsi di atas estetika” (hlm ix)

Jadi apa benang merah dari ke 14 cerpen dalam buku ini? Tampaknya penyususun memberi kebebasan pada pembacanya untuk mencari sendiri benang merahnya  berdasarkan imajinasi masing-masing pembacanya.

Karena buku ini dilabeli dengan Vol.1 maka tentunya kelak akan ada vol.2, 3, dan seterusnya. Saya sendiri tadinya berharap ada pembagian yang jelas dari vol.1 ini misalnya disusun berdasarkan tahun terbit, tema, asal penulis (penulis Eropa, Asia, Amerika, dll). Sehingga di volume-volume selanjutnya merupakan kelanjutan dari volume pertama.

Dengan pembagian yang jelas antar volumenya kelak ketika Fiksi Lotus telah diterbitkan dalam beberapa volume maka hal ini akan memudahkan pembaca untuk mencari cerpen-cerpen diinginkannya berdasarkan volume-volume tersebut. Misalnya volume 1 untuk cerpen dari penulis-penulis Eropa, volume dua untuk penulis2 Amerika, dan seterusnya.

Terlepas dari hal tersebut kehadiran Fiksi Lotus dalam bentuk buku ini patut mendapat apresiasi dari para pembaca dan sastrawan kita. Semoga buku ini bisa menjadi buku referensi bagi pembaca, pengamat sastra, penulis, atau calon penulis yang tentunya membutuhkan sumber-sumber referensi terbaik sebagai medium pembelajaran dan pembangkit inspirasi bagi perkembangan genre cerita pendek tanah air.

 @htanzil




Berikut Daftar isi dari Fiksi Lotus Vol. 1 : 



KATA PENGANTAR – Maggie Tiojakin
TEKA-TEKI – Walter De La Mare
RAMUAN CINTA – John Collier
SANG AYAH – Bjornstjerne Bjornson
PEMBERIAN SANG MAGI – O Henry
MENEMBUS BATAS – Saki
DILEMA SANG KOMANDAN – Stephen Crane
PERSINGGAHAN MALAM – Ernest Hemmingway
GEGAP GEMPITA – Anton Chekov
CHARLES – Shirley Jackson
DERING TELEPON – Dorothy Parker
PESAN SANG KAISAR – Franz Kafka
REPUBLICK – Naguib Mahfouz
MENJELANG FAJAR – Jean-Paul Sartre
KALUNG MUTIARA – W.Somerset Maugham
TENTANG PENULIS
SEJARAH PENERBITAN







Read more »

Pesta Makan Malam


Detik-detik terakhir baru saya berhasil menulis untuk ikutan event Shorty July: Baca Bareng Cerpen Klasik Dunia yang diadakan @bacaklasik, bekerja sama dengan Penerbit Serambi.

Berhubung saya gak punya kumcer klasik, akhirnya saya membongkar-bongkar website Fiksi Lotus, dan cerpen ini langsung menarik perhatian saya, bukan karena ceritanya, tapi karena penulisnya.





Pesta Makan Malam, atau The Butler, ditulis oleh Roald Dahl, pada tahun 1973.  Cerpen ini diterjemahkan oleh Maggie Tiojakin. Bagi pecinta buku, nama Roald Dahl tentunya tak asing lagi. Siapa yang tak kenal karya-karyanya dengan tokoh-tokoh yang ajaib atau ‘nyeleneh’, seperti ‘Charlie and the Chocolate Factory’, ‘Matilda’, ‘BFG’ dan masih banyak lagi. Cerita-cerita anak-anak itulah yang saya kenal. Tapi, seperti apa kalau Roald Dahl menulis cerita untuk orang dewasa?


Singkat cerita, Pesta Makan Malam bercerita tentang pasangan George Cleaver yang mengadakan jamuan makan malam di rumah mewah mereka. Mereka berusaha menyajikan menu terbaik dan mewah, tapi tetap saja, para tamu tidak terkesan. Anggur mahal yang disajikan atas saran Tibbs, pelayan mereka, juga tak membuat jamuan makan malam itu jadi lebih baik. Malah acara itu jadi hambar. Karuan Mr. Cleaver gusar. Pasalnya jamuan makan malam mewah itu bertujuan untuk menaikkan status sosial mereka.

Endingnya, malah Tibbs kabur dengan sang koki, Monsieur Estragon.

Ok, sekarang tiba waktunya untuk opini dari cerita ini:

  1. Ini adalah cerita tentang pasangan OKB alias Orang Kaya Baru, di mana untuk ‘memperjelas’ status baru mereka, pasangan ini perlu menampilkan berbagai kemewahan yang baru mereka cicipi. Tak peduli berapa pun harganya, mereka bersedia membeli anggur paling mahal sekali pun.
  1. Tapi, ternyata, bahkan semahal apa pun anggur yang disajika tidak bisa membohongi asal-usul mereka. Ini dilontarkan oleh Tibbs, “Saya selalu menyajika anggur merah murahan asal Spanyol itu. Menurut saya anggur itu sangat cocok dengan kepribadian anda.”
  1. Karakter Tibbs juga bukanlah sosok yang sempurna. Buktinya dengan tega ia mempermalukan Tuan-nya di depan para tamu, dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang mencela.
  1. Anggur ‘dipercaya’ sebagai minuman yang bisa meningkatkan status sosial seseorang. Bukan hanya dari segi uang, tapi juga ‘martabat’. Semakin tua umur anggur, biasanya akan semakin mahal pula harganya. Tapi, untuk menikmatinya pun ada tata cara tersendiri. Seperti kata Tibbs (lagi), “Anggur terbaik harus diperlakukan dengan sangat hati-hati.”

Terima kasih buat Fiksi Lotus, poin diskusinya membantu saya untuk mencoba memahami cerita Pesta Makan Malam ini.
Read more »

Senin, 30 Juli 2012

Revolusi Di Nusa Damai

Review ini merupakan re-post review yang pernah saya buat dan saya tayangkan di blog ini.
Berhubung para Blogger Buku Indonesia (BBI) saat ini sedang menggelar posting bareng Historical Fiction, dan hingga review ini ditayangkan belum ada satupun yang memposting review His Fic yang bernuansa lokal, maka saya pilih review lama saya ini untuk ditayangkan dalam Posting Bareng Historical Fiction.


Judul : Revolusi Di Nusa Damai
Penulis : K’tut Tantri
Penerjemah : Agus Setiadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : II, Agustus 2006
Tebal : 368 hlm ; 23 cm



“Saya berusaha memaparkan cita-cita bangsa Indonesia pada seluruh rakyat di dunia – yaitu kemerdekaan, hak untuk membangun negara sendiri. Saya juga ingin menandaskan pada Belanda – dan sedikit banyak juga pada Inggris – mengenai kesalahan besar yang mereka lakukan selama ini.” (hal 242)

Kalimat itu diucapkan oleh K’tut Tantri kepada para wartawan dari dalam dan luar negeri yang mewawancarinya perihal keterlibatannya dalam menyebarluaskan kemerdekaan Indonesia melalui corong Radio Pemberontak.

K’tut Tantri adalah nama lain dari seorang wanita warga negara Amerika keturunan Inggris yang pernah tinggal lima belas tahun di Indonesia dari 1932-1947. Awalnya K’tut Tantri yang hobi melukis ini tak puas dengan pekerjaannya sebagai seorang jurnalis di Amerika Serikat. Ia memiliki jiwa petualang yang membuatnya selalu ingin berkelana ke tempat-tempat jauh sambil melukis apa yang dilihatnya. Keinginannya semakin membuncah ketika ia menonton film berjudul Bali, The Lost Paradise. Seolah menemukan jalan hidupnya ia segera menuju Bali dan memutuskan untuk menetap disana.

Takdir membawanya bertemu dengan Raja Bali yang mengangkatnya menjadi anak keempat dan memberinya nama baru ‘K’tut Tantri’. Perilaku masyarakat Bali membuat dirinya kerasanan untuk tetap tinggal disana, iapun membangun sebuah hotel di Kuta untuk membiayai hidupnya, bukan hal yang mudah karena pemerintahan kolonial Belanda tak menyukai dirinya bergaul rapat dengan penduduk setempat. Ia juga melihat bagaimana penduduk Bali harus hidup dalam kemiskinan akibat sistem kolonial yang mengabaikan kesejahteraan tanah jajahannya. Anak Agung Nura, putera Raja Bali menggerakkan hatinya untuk turut dalam kancah politik guna menentang pemerintahan Belanda.

Di zaman pendudukan Jepang, K’tut Tantri ikut dalam gerakan bawah tanah guna menumbangkan kekuasaan Jepang. Malang nasibnya karena ia ketahuan oleh Kampetai dan dipenjara selama kurang lebih dua tahun, disiksa dan dianiyaya melebihi atas-batas peri kemanusiaan.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia turut berjuang bersama-sama Bung Tomo dalam menyuarakan kemerdekaan indonesia di Radio Pemerontak –Surabaya. Kemudian bekerja untuk Kementerian Penerangan dan Pertahanan di Jogya. Tugasnya antara lain menyebarluaskan informasi keadaan Indonesia dalam bahasa Inggris dalam pidato radio, menembus blokade Belanda menuju Singapura, menyeludupkan utusan Liga Arab masuk Indonesia dan akhirnya menuju Australia guna mencari dukungan internasional.

Seluruh kisah kehidupannya diatas itulah yang ia tuangkan dalam novel dokumenternya Revolt in Paradise yang pertama kali diterbitkan oleh New York Harper, USA pada tahun 1960. Dalam bukunya ini K’tut Tantri membagi kisahnya dalam tiga bagian besar yang meliputi periode 1932-1941 (Melanglang Buana), 1942-1945 (Firdaus Yang Hilang), dan 1945-1948 (Berjuang demi Kemerdekaan).

Di bagian pertama (Melanglang Buana) pembaca akan diajak melihat keeksotisan natural penduduk Bali yang terekam dengan baik, ketika ia untuk pertama kalinya menyusuri Bali dengan mobilnya ia melihat bahwa; Di sepanjang jalan maupun di sawah, para wanita dengan polos memperagakan payudara yang sintal sementara mereka berjalan beriringan sat-satu sambil menjunjung beban yang tidak kecil ukurannya di atas kepala (hal 25)

Sedangkan kehidupan dalam puri raja anak Agung Gede Agung beserta kegiatannya juga terekam dengan menarik dalam buku ini. Tak hanya itu dalam buku inipun pembaca akan mendapat gambaran mengenai pandangan pemerintahan kolonial terhadap masyarakat Bali, hal ini terungkap dalam percakapan seorang asisten kontrolir Belanda pada K’tut Tantri menanggapi keinginan K’tut Tantri untuk tinggal bersama masyarakat Bali.


“Jika Anda mencoba hendak hidup seperti orang Bali, pengaruhnya akan buruk sekali terhadap pribumi dan hormat mereka terhadap orang kulit putih. Percayalah pemerintah kolonial pasti 
tidak suka. (hal 31)

Berbagai cerita menarik terungkap di bagian ini, selain pesona keindahan budaya Bali bagian ini juga mengungkap sepak terjang K’tut Tantri ketika ia berusaha untuk mewujudkan impiannya dengan mendirikan hotel di daerah Kuta Bali walau hal ini tidak mudah karena ditentang dengan keras oleh pemerintah Belanda.

Di bagian kedua (Firdaus Yang Hilang) pesona dan keindahan alam Bali tak lagi terceritakan, dimulai dengan kisah masuknya Jepang ke pulau Bali, dibagian ini pembaca akan disuguhkan dengan kisah tragis yang dialami oleh K’tut Tantri selama ia berada dalam tawanan Jepang di Surabaya. Penjara yang kotor dan siksaan yang diluar perikemanusiaan harus dialaminya karena ia dituduh sebagai mata-mata Amerika. Meringkuk dalam penjara pun bukan main menderitanya karena sepanjang hari, dari pukul enam hingga pukul sembilan malam para tawanan tidak diizinkan untuk duduk, melainkan harus berlutut, tak peduli betapa nyerinya otot-otot mereka. (hal 160). Belum lagi siksaan-siksaan keji saat interogasi dimana K’tut Tantri harus ditelanjangi, diikat, dipukul dan digantung hingga sendi-sendinya hampir putus hingga beberapa kali jatuh pingsan.

Pada bagian ketiga (Berjuang demi Kemerdekaan), kisah dalam buku ini semakin menarik dan menegangkan karena selepas dari tawanan Jepang K’tut Tantri bergabung dengan para pejuang kemerdekaan di bawah pimpinan Bung Tomo. Ia bertugas meyampaikan perkembangan yang terjadi di Indonesia dalam bahasa Inggris melalui siaran Radio Pemberontak dimana di tempat ini juga Bung Tomo mengadakan siaran dua kali setiap malam untuk membakar semangat pejuang-pejuangnya. Kesannya ketika bertemu dengan Bung Tomo terungkap sbb :


Orangnya tampan, bertubuh kecil. Umurnya saat itu paling banyak baru 26 tahun. Tindak-tanduknya menarik, selalu sederhana serta polos. Sinar matanya berkilat-kilat penuh semangat. Kemahirannya berpidato hanya bisa dikalahkan oleh Presiden Sukarno. (hal 223)

Selain dengan Bung Tomo, bagian ini mengisahkan pula pertemuan dan persahabatannya dengan tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia, antara lain Amir Syarifudin, dan Presiden Soekarno. Bahkan ia sempat diminta untuk membuat naskah pidato radio bahasa Inggris yang akan dibacakan oleh Presiden Soekarno. Kesan terhadap pertemuannya dengan Presiden Soekarno membuat Kut Tantri menulis dalam buku ini bahwa Presiden Soekarno adalah sosok yang pandai mengambil hati wanita, memiliki selera humor yang tinggi, rendah hati dan amat mencintai ibunya (hal 245)

Hal menarik lainnya adalah bagaimana serunya ketika K’tut Tantri berusaha membongkar usaha sebuah komplotan untuk menjatuhkan Bung Karno, atau ketika ia menerima tugas untuk berangkat menuju Australia guna mencari dukungan internasional. Selain diajak merasakan ketegangan yang dialaminya berbagai kisah-kisah menarik juga tersaji dalam bagian ini, seperti ketika ia dibuatkan paspor Indonesia dengan nomor urut 1 yang berarti merupakan paspor pertama yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Pengalamannya bertemu dengan orang-orang Indonesia di Singapura sebelum berangkat menuju Australia juga terungkap di bagian ini. Salah satu yang menarik sekaligus ironis mungkin pengalamannya menemui kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh pedagang-pedagang asal Indonesia, hal ini membuat hatinya pedih karena sementara para koruptor asal indonesia hidup dalam kemewahan, ribuan rakyat jelata di Indonesia, yang bertempur dengan pakaian compang-camping, berjuang penuh lumpur dengan bersenjatakan golok dan bambu runcing untuk mempertahankan kemerdekaan (hal 328).

Kisah K’tut Tantri dalam buku ini berakhir ketika ia kembali ke New York, Amerika Serikat, ia berada di negaranya sendiri, namun hatinya merasa hampa dan rindu pada Indonesia yang merupakan tanah air keduanya. Kerinduan dan rasa cintanya pada Indonesia inilah yang menggerakkan dirinya untuk membuat memoar yang kemudian diterbitkan dengan berjudul Revolt in Paradise (1965). Tak disangka buku ini mendapat respon yang baik dari pembacanya baik di negaranya maupun di dunia internasional, sedikitnya buku ini telah diterjemahkan lebih dari 15 bahasa dunia.

Di tahun 60-an, K’ut Tantri mengunjungi Indonesia dan diterima oleh para pejabat pemerintahan termasuk oleh Presiden RI Soekarno. Di tahun 1965 buku Revolt in Paradise untuk pertama kalinya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan diterbitkan oleh Penerbit Gunung Agung dengan judul Revolusi di Nusa Damai. Rupanya cetakan pertama buku ini mendapat sambutan yang baik, terbukti hanya dalam waktu 6 bulan.buku ini dicetak ulang. Tahun 1982 hak cipta buku ini diambil alih oleh Gramedia dan dicetak dalam dua versi bahasa (Inggris dan Indonesia). Dan kini buku tersebut kembali dicetak ulang dengan kemasan baru dengan cover yang menggambarkan wanita kulit putih yang menggenakan pakaian tadisional Bali.







Buku yang kembali diterbitkan ulang oleh Gramedia ini memang sudah seharusnya hadir dan dibaca oleh masyarakat Indonesia mengingat nama K’tut Tantri kini telah dilupakan orang. Yang agak disayangkan adalah tidak adanya foto K’tut Tantri dalam buku ini. Tentunya karena buku ini bukan sekedar kisah fiksi dan K’tut Tantri bisa dikatakan sebagai salah satu pelaku sejarah di masa-masa revolusi kemerdekaan Indonesia, pemuatan foto K’tut Tantri tentunya akan memberi bobot sejarah yang lebih dalam pada buku ini. Tentunya bukan hal yang sulit untuk memperoleh foto diri K’tut Tantri, apalagi jika kita melihat cetakan tahun 1965, di buku tersebut disajikan beberapa buah foto K’tut Tanri termasuk ketika ia diterima oleh Presiden Soekarno di tahun 60-an.




Sejumlah kesalahan ketik ditemui dalam buku ini. Tidak terlalu mengganggu namun menimbulkan kejanggalan karena biasanya buku-buku terbitan Gramedia ‘bersih’ dari kesalahan-kesalahan ketik.

Namun sekali lagi usaha penerbit untuk menerbitkan ulang buku ini patut dihargai setinggi-tingginya. Setidaknya, kini nama K’tut Tantri, salah seorang Indonesianis yang terlupakan, yang telah banyak berjasa dalam menyuarakan kemerdekaan indonesia bisa kembali dikenang oleh rakyat Indonesia yang pernah diperjuangkannya.

K’tut Tantri, yang juga dikenal dengan julukan ‘Soerabaja Sue’ meninggal dunia di usianya yang ke 89 di Sydney Australia pada tahun 1997. Kecintaannya pada Indonesia dibawanya hingga mati. Peti matinya ditutup bendera Merah Putih berhias warna khas Bali. Jasadnya dikremasi di Bali dan abunya ditebar disana.

Mungkin saja orang Indonesia akan melupakan diriku apabila negara itu sudah benar-benar merdeka. Kenapa tidak? Aku kan hanya ombak kecil di tengah alun banjir semangat kemerdekaan. (K’tut Tantri, hal 355)



(K'tut Tantri saat diwawancarai oleh sejumlah media)

@htanzil
Read more »

Perfume, The Story of a Murderer


Judul               : Perfume, The Story of a Murderer
Pengarang    : Patrick Suskind
Penerjemah  : Bima Sudiarto
Penyunting    : Pray
Cetakan        : 17, April 2010
Penerbit         : Dastan Books



            Jean-Baptiste Grenouille terlahir tanpa bau tubuh, tubuhnya buruk rupa, dan ia sama sekali tidak berbau bayi. Kelahiran dan keberadaannya seolah membuat setiap orang yang bersentuhan dengannya merasa takut, datar, jijik, dan entah bagaimana jahat. Karena aura negatifnya yang sangat kental, masa kecilnya begitu suram, dilempar ke sana kemari ibarat anak yang terbuang: mulai dari biara hingga menjadi pekerja ilegal di tempat penyamakan kulit. Hidupnya begitu terlunta-lunta karena—entah bagaimana—orang-orang di dekatnya seperti tahu bahwa Grenouille itu unik, bukan …lebih tepatnya anak itu … bukan anak biasa (dalam arti yang negatif sayangnya).

            Namun dibalik segala cacat dan aura negatifnya, Grenouille memiliki indera penciuman yang luar biasa. Ia mampu memilah seluruh bau yang ada, mengolahnya dalam arsip di ingatan, dan membagi-baginya untuk kemudian dilabeli. Ia mampu mengendus datangnya hujan, membedakan keringat setiap orang, bahkan melihat dengan bau-bauan. Tampaknya, hanya satu yang lebih dari anak ini, yakni kepekaannya akan aroma. Nasib baik kemudian mengantarkannya bekerja ke seorang ahli parfum kenamaan di Paris yang bernama Giuseppe Baldini. Seolah tercipta untuk saling melengkapi, keduanya kemudian saling bekerja sama dalam menciptakan aroma parfum paling luar biasa dan paling laku di Paris. Grenouille senang karena ia mampu menyalurkan hobinya, sementara si ahli parfum juga senang karena parfum2 temuan anak buahnya itu ternyata laku keras.

            Seiring berjalannya waktu, keahlian Grenouille semakin piawai dalam membuat parfum. Aroma adalah sekutunya, parfum adalah senjatanya yang utama. Ia ditakdirkan untuk mencintai aroma, bukan yang lainnya. Dari bengkel kerja sang maniak aroma ini, kita bisa belajar banyak tentang bagaimana penyulingan bebungaan sehingga menghasilkan minyak essence yang sangat kental dan pekat. Begitu banyak pelajaran pembuatan parfum ala abad pertengahan yang diketengahkan, mulai dari siapa Bapak Parfum Dunia, apa manfaat alkohol dalam pembuatan parfum, serta bagaimana memindahkan jiwa dari bebungaan ke dalam sebuah botol kecil. Semuanya dinarasikan dalam alur prosa yang indah.

            “Parfum sejati bersifat langgeng. Memiliki tiga tahapan masa—sebutlah masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Hanya apabila mampu memberikan aroma yang tetap segar dan enak di ketiga tahapan itu, sebuah parfum bisa disebut berhasil. (87)

            “Penyulingan sesungguhnya tidak lebih dari sekadar proses memisahkan substansi kompleks menjadi komponen yang mudah menguap  dan yang tidak mudah menguap. Ini hanya berguna dalam seni membuat parfum, karena sari minyak yang mudah menguap dari tanaman tertentu bisa diekstraksi atau dipisahkan dari subtansi lain yang sedikit atau tidak memiliki bau. (132)

            Ternyata, novel ini bukan sekadar penarasian dari sebuah pabrik parfum rumahan di Prancis abad ke-17. Alur yang dibikin penulis baru mencapai awalnya ketika Grenouille berhasrat untuk menciptakan parfum paling harum didunia. Parfum yang setetes darinya akan membuat semua orang tertunduk takjub akan kehebatan pemakaian, parfum yang dibuat dari 25 orang perawan. Maka, dimulailah kejadian demi kejadian ketika para gadis muda dibunuh di kamarnya sendiri, di halaman depannya, di luar gerbang kota. Mereka semua ditemukan telanjang dan tubuhnya bersih, seolah-olah ada iblis jahat yang mencuri jiwa mereka—dan aroma tubuhnya. Dari ke-25 aroma perawan inilah Grenouille akhirnya berhasil meracik sebuah parfum paling manis, harum, dan memabukkan di seluruh dunia. Dalam hal ini, Grenouille sudah berhasil menemukan apa yang disebut dengan kekuatan aroma, hal-hal di udara yang sering kali membuat perasaan kita tiba-tiba berubah saat menghitunya, aroma khas yang biasa menyertai sosok yang menawan dan mempesona. Grenouille bahkan mengutuk manusia biasa yang keliru dalam menggunakan hidungnya.

            “Dan karena mereka sedemikian bodoh, menggunakan hidung hanya untuk bernapas dan hanya meyakini apa yang bisa dilihat mata, lantas berpendapat bahwa ini pasti disebabkan oleh kecantikan, keanggunan, dan pesona fisik si gadis. … Tidak satupun sadar bahwa sesungguhnya bukan penampilan yg telah menjerat mereka. Bukan keindahan eksternal yang membuai jagat, tapi murni aroma tubuh  (217-9)

            Hanya bersenjatakan aroma, maniak parfum ini menghabisi korban-korbannya. Polisi dan bangsawan tidak bisa mencegah atau menangkapnya, karena Grenouille melihat dengan hidungnya. Dan, akhirnya, ketika parfum beraroma perawan itu jadi, maka euphoria pun melanda Paris, menjadikan rakyatnya mabuk dan terbutakan oleh kekuatan aroma.

            Bagus sekali novel ini ditulisnya. Dengan alur cerita memikat dan riset data yang kaya, pembaca pasti akan menikmati perjalanan hidup Grenouille yang muram. Bukan, bukan karena kesadisan dan kebiadabannya, tapi lebih pada setting abad ke-17nya yang begitu indah, begitu membuai, begitu antik. Kita akan diajak mengamati suasana kota Paris yang kumuh di abad ke-17, dengan jalanan yang kotor dan becek, dengan sungai yang menjadi bahan pembuangan sampah, hingga ke laboratorium seorang ahli parfum yang lebih mirip lab seorang alchemist.

            Mengambil setting di Prancis menjelang dan paska Revolusi Prancis, novel ini turt menggambarkan perubahan tatanan sosial yang tengah merebak besar-besaran di Eropa pada saat itu. Revolusi Industri, bangkitnya minat pada penjelajahan samudra dan kutub utara, penemuan jasad renik, hingga karya-karya besar yang kelak akan sangat dikenang. Aura sadis dalam buku ini memang agak mendominasi di awal, tapi di bagian tengah pembaca akan lebih banyak disuguhi semacam reportasi dari keadaan sosial di Prancis pada pertengahan abad ke-17. Ada banyak sekali peristiwa sejarah yang turut menjadi latar belakang atau sekadar pemanis alur cerita. Dan semuanya ditata begitu rupa, menghasilkan sebuah novel yang mirip sebuah karya seni nan tercipta secara sempurna. Bagi Anda yang suka mempelajari bagaimana keadaan Prancis di masa-masa krusial dalam sejarah, yakni seputar revolusi industri dan revolusi Prancis, maka bacalah novel yang sangat berbobot ini.

Read more »

The Sherlockian



The Sherlockian
Penerbit: Twelve, Hachette Book Group (2010)
350  hal.
(Pinjam sama Astrid)


Arthur Conan Doyle, sebenarnya rada ‘kesal’ dengan sosok Sherlock Holmes yang ternyata lebih ‘ngetop’ dibandingkan dirinya sendiri – si pencipta tokoh detektif flamboyan yang cerdas itu. Bahkan, para fans Holmes, menganggap sosok itu adalah nyata. Tak jarang Doyle menerima surat yang isi sebenarnya ditujukan kepada Holmes – ada yang minta cariin kucingnya yang hilang lah, minta tangkepin penjahat lah, dan lain-lain.

Maka, di suatu hari, Doyle memutuskan untuk ‘mengakhiri’ kisah Sherlock Holmes dalam ‘Kisah Penutup’ (baca: Memoar Sherlock Holmes). Doyle menerima caci-maki dari para penggemar Holmes yang terkejut. Mereka berduka.

8 tahuh kemudian, lagi-lagi, Doyle membuat kejutan. Dengan ‘memunculkan’ kembali kisah Sherlock Holmes. Kemunculan ini kembali menyisakan misteri, kenapa Holmes muncul kembali? Apa yang terjadi dalam kurun waktu 8 tahun itu?

Sir Arthur Conan Doyle rajin menulis buku harian. Tapi, justru buku harian yang memuat kisah hari-hari selama kurun waktu tersebut hilang.

Tahun 2010, para Sherlockian dikejutkan dengan berita bahwa salah satu anggota Baker Street Irregulars, kelompok Sherlockian yang ekslusif, berhasil menemukan buku harian itu. Tentu saja, para Sherlockian tak sabar menunggu laporan apa isi buku harian itu sebenarnya. Tapi sayangnya, si penemu buku harian itu  justru ditemukan tewas di kamar hotelnya.

Harold White, anggota terbaru dari Baker Street Irregulars, tidak mau menyerahkan perkembangan kasus itu pada polisi. Ia pun mulai melakukan penyelidikan a la ‘Sherlock Holmes’.

Layaknya Sherlock Holmes, baik Doyle maupun Harold memiliki ‘Watson’ mereka sendiri. Doyle dibantu oleh Bram Stroker (yup, sang penulis kisah Drakula), sementara Harold didampingi Sarah, seorang jurnalis yang ingin menjadikan kisah Diary Arthur Conan Doyle ini sebagai kisah ‘comeback’nya ke dunia jurnalistik.

Gue memutuskan untuk memasukkan buku ini ke dalam posting bareng BBI yang temanya ‘Historical Fiction’. Karena, Sir tokoh Arthur Conan Doyle boleh dibilang salah satu penulis yang membuat sejarah dengan tokoh Sherlock Holmes-nya, yang meskipun sudah satu abad, masih tetap memiliki penggemar tersendiri.

Buat gue yang baru saja mulai membaca kisah-kisah Sherlock Holmes, buku ini sangat menarik, sebuah kisah di belakang layar penulisan Holmes. Gak menyangka kan , kalau Doyle justru sebal dengan kesuksesan Sherlock Holmes. 

Reinbach Falls, Switzerland


Gaya penulisannya juga unik. Dua kisah yang berbeda, dengan rentang waktu yang jauh. Hingga akhirnya bertemu di satu titik. Jadi ikutan terharu pas ceritanya selesai.

Yang bikin gue cekikikan adalah saat membayangkan Arthur Conan Doyle dan Bram Stroker harus menyamar jadi perempuan untuk bisa masuk ke dalam sebuah pertemuan yang hanya boleh dihadiri oleh perempuan. Mereka berdua harus mencukur kumis mereka dan rela pake korset. 

Atau, silahkan bayangkan saat pertemuan Baker Street Irregulars, semuanya berdandan ala Sherlock Holmes. Mungkin bakalan tampak lucu, tapi namanya juga nge-fans berat, pastinya bakal diusahakan semirip mungkin dengan sang idola.

Ada thriller, ada juga humornya. 


Tentang penulis (dari goodreads.com):
Graham Moore is a twenty-eight-year-old graduate of Columbia University, where he received his degree in religious history. He grew up in Chicago, which was very cold, and then moved to New York, which was not really as cold, even though people who live there strangely pretend that it is.

He now lives in the not-at-all-cold Los Angeles, despite being the sort of person who thought he would never, ever live in Los Angeles. Life is funny that way.
Read more »

Selasa, 24 Juli 2012

Her Fearful Symmetry



Her Fearful Symmetry
Vintage Books
485 hal
(Periplus Pondok Indah Mall – Special Price!)

Dalam surat wasiatnya, Elspeth mewariskan apartemennya di London kepada dua keponakan kembarnya yang ada di Amerika. Tapi dengan syarat yang aneh yaitu orang tua si kembar – Julia dan Valentina, tidak boleh menginjakkan kaki di apartemen itu, dan mereka harus tinggal di sana selama setahun, baru setelah itu boleh mereka jual jika mau.

Julia dan Valentina – kembar identik atau saat mereka berhadapan akan seperti berkaca. Mereka nyaris tak pernah berpisah. Untuk urusan sekolah pun, mereka harus selalu bersama. Urusan percintaan juga jadi hal yang jarang terjadi di antara mereka. Karena, jika mereka sudah puas berdua, kenapa harus berhubungan dengan yang lain? Karakter Julia lebih kuat daripada Valentina. Julia lebih sering mengambil keputusan, sementara Valentina hanya mengekor. Bahkan Valentina cenderung mengikuti semua yang Julia mau. Termasuk dalam hal minat. Valentina berbakat dalam hal jahit-menjahit dan punya cita-cita ingin mendalami hal itu dengan lebih serius, tapi terbentur dengan Julia yang jadi ‘bingung’, kalo Valentina sekolah, nanti dia sama siapa? Dan gara-gara ini, mereka bahkan jadi putus sekolah. Dalam hal fisik juga Julia lebih kuat dibandingkan dengan Valentina yang punya penyakit asma.

Awalnya, orang tua mereka, Eddie dan Jack keberatan melepas mereka hanya berdua ke London. Tapi, akhirnya mereka berpikir kalau justru ini hal yang bagus untuk melatih kemandirian mereka. Apalagi Julia dan Valentina begitu semangat ingin tahu latar belakang Elspeth yang tidak pernah mereka temui, atau malah, mereka baru tahu kalau ternyata Elspeth itu adalah saudara kembar Eddie.

Di London, akhirnya mereka mengalami hal yang tak terduga. Meskipun mereka tetap tak mengetahui kenapa Elspeth dan Eddie tidak pernah saling berkomunikasi, tapi, mereka malah berkenalan dengan hantu Elspeth. Valentina yang akhirnya jadi lebih ‘dekat’ dengan Elspeth. Dan hal ini justru membawa pada peristiwa yang tak masuk akal.

Awalnya gue rada pesimis saat mulai membaca buku ini. Gue punya pengalaman ‘buruk’ saat membaca Time’s Traveler Wife. Buku ini gak sempat gue selesaikan karena bikin gue bosan. Tapi, dari lembar-lembar pertama, buku ini ternyata membuat gue penasaran untuk membaca lebih tau. Selalu.. buku yang penuh rahasia berhasil menarik minat gue.

Elspeth, Julia dan Valentina, tokoh utama yang penuh dengan keanehan. Semua jadi seperti orang ‘sakit jiwa’. Valentina yang tampak rapuh, ternyata punya ide gila. Yah, Julia yang dominan lama-lama bikin Valentina ‘gerah’. Valentina mulai berontak dan melakukan banyak hal sendiri. Dan malah punya keinginan untuk berpisah dari Julia. Sementara, Julia pun jadi bingung dan cari kesibukan sendiri. Namanya kembar, ada aja rasa cemburu saat yang kembarannya punya dunia lain. Tapi, gue justru jadi berbalik simpati sama Julia yang koq kaya’nya malah jadi ‘korban’ orang-orang aneh di sekitarnya. Lalu, Elspeth yang penuh rahasia. Si hantu ini cemburu dan gak rela kalau Robert – kekasihnya semasa hidup, justru diam-diam menyukai Valentina.

Tokoh lain adalah, Robert, kekasih Elspeth, yang bekerja sebagai pemandu wisata di Highgate Cemetery. Robert ini masih susah untuk move-on setelah meninggalnya Elspeth. Justru Robert yang akhirnya tau rahasia Elspeth. Dan, satu karakter yang gak kalah ajaib adalah Martin, tetangga Robert dan Elspeth. Martin ini punya ‘keanehan’ – misalnya, jendela apartemennya semua tertutup karton hitam, nyaris gak pernah keluar dari apartemen, ‘gila’ kebersihan, sampai-sampai karena gak tahan dengan kegilaannya ini, istrinya, Marijke, pergi meninggalkan dia. Julia-lah yang berbaik hati mendekati Martin dan akhirnya bisa membuat Martin keluar dari comfort zone-nya.




Tadinya gue juga berpikir akan merasakan aura yang rada-rada spooky, mengingat cover-nya yang udah berbau-bau hantu, lalu setting cerita ini berkisar di dekat kuburan. Bahkan dari apartemen Elspeth akan terlihat pemandangan ke Highgate Cemetery. Belum lagi, hantu Elspeth yang berkeliaran. Untungnya sih, cerita di buku ini gak membuat gue merinding dan menutup buku gara-gara membayangkan film-film horror a la film Indonesia.

O ya, gue juga suka membayangkan isi apartemen Elspeth. Maklum, katanya Elspeth ini jual beli buku-buku tua. Di apartemen-nya banyak buku-buku, bahkan dari edisi yang udah langka.

Jadinya, yang tadinya pengen kasih 3 bintang aja, malah naik jadi 4 bintang.
Read more »

Kristalisasi

Judul       : Kristalisasi
Penulis   : Ami raditya dan 9 pemenang cerpen favorit pembaca
Cetakan : Pertama, 2012
Penerbit: Gramedia










Sepuluh kisah terpilih dari sepuluh penulis pilihan. Satu buku, dengan 10 warna yang masing-masing adalah berbeda, tapi kesemuanya menampilkan setiap sisi yang luar biasa dari semesta Vandaria. Sebuah semesta rekaan karya anak bangsa yang terbukti begitu dicintai begitu rupa, sehingga menghasilkan aneka hikayat dan legenda menakjubkan yang mewarnai sekaligus mengisi lini masa di bumi Vandaria. Jika Anda masih bingung dengan seri Vandaria ini, atau hendak bertanya apa dan mengapa ini dan itu terjadi di Vandaria, maka Kristalisasi adalah awal yang tepat sebelum Anda memasuki dunia Vandaria, dan ikut mengkristal di dalamnya—seperti 10 penulis kisah dari buku ini.

Kristalisasi adalah kumpulan cerita dari para penulis yang ceritanya telah terpilih oleh pembaca. Kesepuluhnya adalah yang terbaik dalam menampilkan sejumlah peristiwa seru yang terjadi di semesta Vandaria. Mulai dari hikayat pertempuran antara negeri Edenion dengan bangsa manusia, hingga perburuan harta karun nan melegenda, semuanya tersaji komplit dalam buku ini. Acungan jempol perlu juga diberikan pada para illustrator yang telah berjuang keras menangkap sosok-sosok fiktif dalam cerita dan kemudian mewujudkannya menjadi goresan-goresan ilustrasi yang mampu bercerita. 

1. Bisikan Sang Angin
Disetir dengan seru sekali oleh adegan peperangan. Para maniak game dan cerita fantasi dengan setting laga pasti akan menyukai ini. Pertempuran digambarkan begitu rupa dan detail, dan kemudian dibumbui kisah “simpati” dari seorang musuh kepada lawannya.

2. Padamnya Bintang-Bintang Vaeran
Kisah ini adalah yang paling puitis menurut saya. Tentang penyanyi dan penyair dari seorang frameless penyihir alam nan termasyur, Vaeran, yang akhirnya dihukum oleh sang penyihir sendiri. Dari sini, kita bisa menyaksikan “kelemahan” dari bangsaa frameless yang serba-sempurna itu. Kisah ini juga memiliki kaitan dengan salah satu seri novel Vandaria Harta Vaeran karya Pratama Wirya. Lalu, apakah Melviola itu sebuah kode bagi penulis cerita ini?

3. Batu Filsuf
Seorang anak remaja harus menyaksikan betapa setiap sebulan sekali seorang anak manusia dibawa ke Kastel Deimos sebagai bahan untuk membuat Batu Filsuf. Apakah tujuannya dan bagaimanakan nasibnya ketika ia akhirnya malah menolong salah seorang anak yang handak dijadikan persembahan? Cerita ini bersetting semasa pertempuran antara negeri Edenion yang tiran dengan gabungan pasukan manusia dan frameless yang menjunjung kesetaraan.

4. Musim Gugur
Settingnya mirip dengan kisah Harry Potter (lengkap dengan menara astronomi danrumah kacanya), yakni tentang seorang murid di sekolah sihir yang tiba-tiba menyadari bahwa dirinya diikuti oleh seorang naga bening nan misterius. Apa sebenarnya naga itu? Dan apa yang ada dibalik sekolah kuno mereka? Cerita ini rupanya agak menyinggung peradaban kerajaan Hastin, salah satu kerajaan di bumi Vandaria yang muncul di buku Ratu Seribu Tahun.

5. Nyanyian Alam
Entah kenapa saya paling suka dengan kisah ini. Penulis dengan lihai mampu menyisipkan pesan tentang pelestarian hutan melalui setting cerita fantasi yang dituliskan dengan lembut sekali. Kisah ini adalah tentang seorang wanita yang dapat berbicara dengan tumbuh-tumbuhan. Tak dinyata, nyanyiannya nan merdu itulah yang berjasa menyelamatkan seisi desa dari bencana.

6. Padang Hijau Atap Merah
Cerita ini juga sangat bagus, ditulis dengan rapi dan endingnya menyenangkan. Beginilah model kisah fantasy yang saya suka, yang tetap membawa unsur muram dan ngeri namun ditutup dengan bijaksana sekali sehingga pembaca puas. Kisahnya adalah tentang seorang anak manusia yang ingin belajar sihir pada seorang frameless penyihir nan sombong. Dari cerita ini, kita bisa tahu kenapa frameless jago sekali soal sihir dan bagaimana seorang manusia (yang sebenarnya tidak berbakat sihir) bisa menjadi seorang penyihir di Vandaria.

7. Relik Agung Gallizur
Bagi pecinta cerita petualangan dan pencarian harta karun, kisah ini bisa menjadi jagoan utama. Alkisah ada tiga orang pencari pusaka yang menemukan seorang asing tengah memegang salah satu pusaka yang mereka cari. Siapakah pria asing yang mengalami amnesia dan tidak tahu siapa dirinya itu? Dan, mengapa salah satu relik agung Gallizur bisa berada di tangannya? Jadilah saksi sebuah novel yang terangkum dalam sebuah cerita, plus bonus twist yang menyenangkan di bagian penghujung.

8. Di Bawah Bulan Separuh
Kisah ini adalah yang paling muram di antara 10 cerita dalam Kristalisasi. Ditulis dengan sudut pandang orang pertama, kisah ini sukses mengobok-obok batin pembaca dengan kondisi psikologis seorang anak remaja yang terbuang. Penulis menyorot batin si anak, dan sepertinya dengan cara itu berusaha menunjukkan sesuatu yang penting kepada pembaca. Sayangnya, endingnya agak menggantung sehingga efek “memberi tahu secara tersirat” itu jadi kurang terasa geregetnya. Mau tanya: Si Anak itu sebenarnya siapa? Kasihan yang belum terlalu akrab dengan dunia Vandaria karena mereka pasti bertanya-tanya (atau saya nya saja yang terlalu telmi kali ya? hehehe).

9. Beri Kami Damai
Sang penyusun hikayat, Ami Raditya, rupanya tidak mau ketinggalan. Karyanya ini seperti mengungkapkan tujuan atau maksud dirinya menciptakan Vandaria dengan perang-perang besar di dalamnya. Secara apik, melalui peran seorang penyair yang bertugas menyemangati (atau memanas-manasi) prajurit yang hendak terjun ke medan perang. Bahwa perang itu sia-sia, hanya membawa kesedihan dan luka, itulah yang mungkin hendak ditekankan oleh sang penulis.

10. Pentagon
Karena penulisnya sama dengan penulis Takdir Elir, tentu saja kisah ini memiliki keterkaitan erat dengan buku itu. Di dalamnya, Anda yang sudha lebih dulu membaca Takdir ELir akan mengetahui masa kecil Liarra serta awal mula pertemuan dan persahabatan antara pangeran ALthor dan Pangeran Xaliber. 

Selamat kepada 10 penulis yang telah terlebih dulu membuktikan secara nyata bahwa mereka benar-benar jatuh cinta dan berhasil melebur dalam dunia Vandaria. Kisah-kisah mereka yang terkumpul dalam buku ini membuktikan bahwa Vandaria menawarkan dunia dan cerita yang tak habis-habis untuk dituliskan dan diceritakan ulang, bukti bahwa Vandaria memang benar-benar mengajak siapa saja untuk turut mengkristal dalamnya. 
Read more »

Wishful Wednesday 1

Biasanya aku gak pernah ikut2 an meme yang diadakan teman-teman blogger buku, tapi kali ini aku pingin ikutan! :). Wishful Wednesday, adalah weekly meme yang digagas oleh Blog buku Book To Share Kali ini ada yang menarik dari Wishful Wednesday-nya karena dibarengi dengan giveaway! nah  inilah yang membuat aku tergerak ikutan, siapa tahu beruntung, atau siapa tau Astrid, pengelola blog Book To Share tergerak memberikan giveawanya untukku tanpa diundi... wkwkwk. Mimpi kali yeee... :)

Baiklah, ini adalah buku yang jadi incaranku.

THE ALEXANDRIA LINK 
by Steve Berry


Kenapa aku memilih novel ini? tentu saja karena ada aroma buku  yang menyengat di novel karya Steve Berry ini, apalagi menyangkut Perpustakaan Alexandria, perpustakaan terlengkap dan terbesar di dunia yang didirikan di Mesir pada abad 3 SM. Sayangnya perpustakaan ini  namun hancur lebur karena perang di abad ke-5 Masehi.

Lalu novel ini bercerita tentang apa dan apa kaitannya dengan Perpustakaan Alexandria?

Berikut Sinopsinya :

Cotton Malone mengundurkan diri dari dunia penuh risiko agen lapangan elit Departemen Luar Negeri Amerika dan membuka toko buku-buku langka. Namun kehidupannya yang tenang terguncang ketika ia menerima email tanpa identitas pengirim yang mengancam akan membunuh putranya. Mantan istrinya yang ketakutan memberitahu bahwa ancaman itu nyata: Putranya yang beranjak remaja telah diculik. Ketika toko buku Malone di Kopenhagen dibakar hingga rata dengan tanah, jelas bahwa mereka yang bertanggung jawab terhadap kejadian itu tidak akan berhenti hingga mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan: Perpustakaan Alexandria yang hilang.

Berbagai pendapat––sejarah, filsafat, literatur, sains, dan agama––memberikan data yang sama bahwa Perpustakaan Alexandria pernah ada di dunia. Tapi 1.500 tahun yang lalu, perpustakaan itu musnah menjadi kabut misteri dan legenda––sejak saat itu, keluasan ilmu dan pengetahuan yang bisa diperoleh dari perpustakaan tersebut diperebutkan oleh para ilmuwan, pemburu harta karun, dan mereka yang percaya rahasia tersembunyi perpustakaan itu memegang kunci menuju kekuasaan terbesar.

Kini kartel pengusaha kaya kelas internasional, yang berkomplot untuk mengubah alur sejarah, sangat ingin menerobos kesucian perpustakaan––dan hanya Malone yang memiliki informasi yang mereka kejar. Sebuah dokumen tua yang sangat penting, yang berpotensi tidak hanya dapat mengubah takdir di Timur Tengah, tapi juga dapat mengguncangkan pondasi dasar tiga agama terbesar di dunia.

Nah, menarik kan? sekarang tinggal berharap dan berdoa semoga aku bisa mendapatkan buku itu.. :) 

Pingin ikutan program ini juga? silahkan simak aturan mainnya di bawah ini :

1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =)

2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya!

3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian.
 
Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

@htanzil
Read more »