Jumat, 31 Agustus 2012

Harta Vaeran



Judul : Harta Vaeran
Penulis : Pratama Wirya
Sampul : Ecky Oesjady
Hikayat : Amy Raditya
Cetakan : 1, 2011 (525 halaman)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




Yang Pertama dari Vandaria
Sebagai novel Vandaria yang pertama kali diterbitkan (kalau tidak salah), tentu saja ada banyak sekali ekspektasi terhadap karya ini. Petualangan yang disajikan benar-benar seru, ada bahaya serta maut serta jebakan mematikan. Musuh-musuh yang disodorkan juga tidak tanggung-tanggung. Pun, sebagaimana proyek perdana lainnya, Harta Vaeran juga tidak sepi oleh kritik. Mengenai pemilihan tokoh yang sangat menyerupai game, narasi yang di beberapa tempat seperti “dituliskan” dengan terlalu cepat (sehingga kesannya seperti synopsis), hingga penggunaan sudut pandang ala Yang Maha Tahu yang cukup membingungkan pembaca. Namun, terlepas dari semua itu, entah mengapa saya malah sangat menyukai Harta Vaeran, terutama karena ceritanya yang benar-benar full petualangan. Jika banyak yang bilang bahwa karya ini adalah yang paling kurang di antara novel-novel Vandaria lainnya, saya malah berpendapat sebaliknya. Saya menempatkan Harta Vaeran di posisi kedua setelah Ratu Seribu Tahun sebagai novel Vandaria yang paling saya sukai. Untuk sementara, Hailstorm terpaksa bergeser sejenak ke posisi ketiga.

Kisah Pencarian Harta yang Seru
Harta Vaeran berkisah tentang upaya pencarian harta karun peninggalan seorang penyihir alam hebat bernama Vaeran Iervaanah, yang hidup ribuan tahun sebelum cerita ini bergulir. Adalah Karnthe Jahlnow, seorang anak muda yang mewarisi darah Pemburu Harta Karun dari ayahnya, Frank Jahlnow, yang tertarik untuk berpetualang ke dunia bebas demi memburu harta karun. Tidak ada hal lain yang lebih mengasyikan baginya selain berkelana di padang gurun, menembus hutan lebat, memasuki gua gelap, dan menyelam ke air dalam untuk menemukan harta berharga. Hingga akhirnya, ia mendapatkan sebuah lempengan batu berukir berisikan teka-teki mengenai keberadaan harta Vaeran yang sangat legendaris. Insting Pemburu Hartanya tak bisa dibohongi, ia harus segera bergerak untuk mencarinya. Maka berangkatlah ia dengan restu ayahnya.

Karnthe pun memulai perjalanan ke kota Thier Blackend, di mana ia bertemu dengan sekutu pertamanya yang seorang frameless penyihir tempur. Perlu diketahui bahwa Harta Vaeran mengambil setting tahun 214 IV, yakni ketika Tanah Utama Vandaria dipimpin oleh Sang Raja Tunggal, seorang frameless abadi yang lebih ramah kepada manusia. Pada masa ini, kaum frameless dan manusia bisa hidup dengan saling berdampingan. Lalu, Karnthe juga pertemu dengan seorang Pengumpul Pengetahuan bernama Fukhoy-ri, yang adalah separuh frameless. Maka dimulailah petualangan mereka bertiga ke rumah tua berhantu untuk mencari lempeng yang kedua. Seiring perjalanan, rekan mereka bertambah lagi dengan hadirnya Certeus—seorang Pengelabu Mata yang bakatnya ternyata sangat berguna dalam menyusup dan mengelabuhi, berempat, mereka mendobrak sebuah museum dan menemukan lempeng ketiga di ruang rahasianya. Akhirnya, Karin, seorang Pedagang Pejuang pun ikut serta dalam kelompok ini ketika mereka akhirnya membutuhkan bantuannya untuk menembus Pegunungan Tenang, tempat di mana makam Vaeran berada.

Setelah itu, petualangan seru dan penjelajahan maut seolah tak datang terus-menerus menerpa Karnthe dan timnya. Di makam Vaeran, mereka membuktikan sendiri betapa bangunan kuno iu dilindungi oleh berlapis-lapis perlindungan yang sangat mematikan. Mulai dari monster-monster dari era kuno, labirin yang menyesatkan, hingga kengerian-kengerian lain yang hanya bisa dijalani oleh kelompok yang tangguh sekaligus tabah. Petualangan pemuncaknya bahkan lebih seru lagi (atau bisa dibilang lebih menakutkan). Kelompok ini tersesat dan ditawan oleh sekelompok frameless yang tinggal di alam lain, sebuah alam yang hanya bisa ditembus lewat gerbang putih. Tak disangka, di alam ini mereka akan menemukan harta tercinta Vaeran yang sebenarnya, yakni Genggaman dan Jiwa Vaeran Iervaanah. Di sinilah loyalitas tim dan kesetiakawanan mereka dibutuhkan.

Di tempat inilah kekuatan dan ketangguhan mereka diuji. Untuk mendapatkan kembali Genggaman Vaeran yang telah diambil oleh Jiwa Vaeran, Karnthe dan timnya harus melawan naga yang menyemburkan emas, monster-monster dari kedalaman Bumi yang seolah tak bisa dibunuh, lorong-lorong berliku penuh jebakan, hingga ketakutan-ketakutan purba yang bercokol di sudut-sudut paling gelap. Semua itu harus dihadapi sebelum mereka menemukan harta Vaeran yang sebenar-benarnya. Dalam perjalanan itu, terbukti bahwa kekuatan dan keunggulan masing-masing (Karnthe dengan insting hartanya, Saeliya dengan sihirnya, Fukhoy-ri dengan pengetahuannya, Certeus dengan kemampuan menyusup dan mengatasi jebakan, serta Karin dengan ilmu beladirinya). Menyenangkan sekali melihat adegan pertempuran diobral habis-habisan, menjadikan beberapa bab di dalamnya mengalir begiru cepat dan tak membiarkan pembaca meletakkan buku ini, terutama di bab-bab akhir.

Tidak ada Editor?
Kekurangan utama buku adalah penggunaan sudut pandang berembel-embel “Yang Maha Tahu” yang penempatannya kurang jelas. Pembaca diajak memasuki Harta Vaeran dengan sudut pandang orang ketiga yang “maha tahu”, namun di beberapa tempat muncul kalimat “Yang Maha Tahu (yakni Vanadis atau dewa-dewi di Vandaria) memberi tahu kita”, seolah-olah si penutur cerita adalah utusan Vanadis (atau seorang mahkluk yang kedudukannya tidak jelas sebagai apa). Juga, karya ini masih tidak diedit, sehingga banyak narasi-narasi yang sebenarnya terlalu panjang dan bisa dipotong tanpa mengurangi cerita, misalnya adegan ketika tim Karnthe ditahan oleh para frameless. Aduh, bagian ini terasa sangat panjang dan membosankan dan seharusnya bisa diperlembut lagi oleh sentuhan editor.

Kebangkitan Fiksi Fantasi Karya Anak Negeri
Kelebihan utama buku ini ada pada ceritanya. Sebagai sebuah buku tentang pencarian harta karun, Harta Vaeran benar-benar menyuguhkan cerita yang memuaskan dan tidak nanggung. Ada pertempuran maut di dalamnya, ada persahabatan erat yang menghiasi ceritanya, ada berbagai alam serta keajaiban dunia Vandaria yang disuguhkannya. Kita juga bisa tahu apa itu kaum setengah frameless, siapa bangsa Isfaris, bagaimana kerjaan Edenion yang sangat legendaris itu, serta banyak hal-hal lain tentang dunia Vandaria yang mungkin belum diketahui oleh mereka yang baru mengenalnya. Ilustrasi-ilustrasi di dalamnya juga sangat keren, membuat proses membacanya tidak membosankan. Halamannya yang tebal juga menjadikan seolah-olah buku ini punya dua cerita namun tetap masuk sebagai satu cerita yang saling melengkapi.

Saat selesai membacanya, saya seperti habis menonton film petualangan kartun yang sangat menyenangkan, film yang tidak nanggung, mungkin semacam Ragnarok dan sejenisnya. Buku ini patut untuk dikoleksi para pecinta cerita fantasi, terutama karena kaedudukannya sebagai novel Vandaria pertama yang diterbitkan, sebagai sebuah penanda baru dalam kebangkitan fiksi fantasi Indonesia. 
Read more »

Kamis, 30 Agustus 2012

The Lord of the Rings: The Fellowship of the Rings



The Lord of the Rings: The Fellowship of the Rings (Sembilan Pembawa Cincin)
J.R.R. Tolkien
Gita Yuliani K (Terj.)
GPU – Cet. II, Maret 2002
512 hal
(Gramedia Pondok Indah Mall – kalo gak salah)

Memilih buku untuk posting bareng BBI bulan ini rada-rada membingungkan. Plin-plan aja gue jadi bawaannya. Tema bulan ini adalah ‘1001 books to read before you die’ – dari sekian banyak pilihan buku, susah rasanya untuk menentukan buku mana yang akan gue baca. Ada beberapa yang udah dibaca, dan udah dibuat review-nya, ada beberapa buku yang masih berstatus penghuni timbunan, tapi baru beberapa lembar dibaca, udah berpikir bahwa sebaiknya buku itu dijadikan bantal saja karena bikin ngantuk (yah, sebut aja Wuthering Heights atau Pride and Prejudice). Pride and Prejudice sempat gue baca beberapa bab – lebih banyak daripada Wuthering Heights yang hanya beberapa lembar :D Nyari-nyari Virgin Suicides kaya’nya adek gue punya – tapi.. lho koq gak ketemu… akhirnya, terinspirasi saat nonton di TV, gue memutuskan untuk membaca ulang The Lord of the Rings – toh saat gue baca buku ini tahun 2002, gue belum punya blog buku, dan otomatis belum ada review-nya.

Membaca buku untuk yang kedua kalinya, biasanya gue justru lebih ‘menghayati’, lebih hati-hati, karena gak ada perasaan pengen cepet-cepet nyelesain buku baru. Jadi, yang dulu saat pertama baca buku ini, sejujurnya, gue gak terlalu ngerti.

Udah ah, panjang bener basa-basi gue ini.

‘Seharusnya’ sih, cerita Lord of The Rings ini gak asing buat para pencinta cerita fantasi. Dulu pun saat gue beli buku ini, lagi jaman-jamannya Harry Potter… hehehe.. rada-rada tertipu sih, gue pikir ceritanya akan ‘semenyenangkan’ Harry Potter, tapi ternyata gelap banget *terbayang wajah Frodo yang selalu murung*

Jadi, alkisah, Bilbo Baggins mengadakan perayaan ulang tahunnya yang ke 111 – atau yang dalam bangsa Hobbit artinya ulang tahun yang ke seratus sepuluh satu – sebuah pencapaian yang membanggakan. Bilbo ini sudah merencanakan sebuah kejutan – yaitu ia akan ‘menghilangkan’ diri di tengah-tengah pidatonya sendiri.

Yah.. sebelumnya sih, Bilbo memang dikenal aneh. Ia sudah pernah ‘menghilang’ sebelumnya dan tiba-tiba muncul kembali. Tapi kali ini, ia akan ‘menghilang’ untuk selamanya.

Tapi, dengan apa Bilbo menghilang? Ternyata ia hanya perlu mengelus sebuah cincin. Dan .. ‘Pop’ , ia pun menghilang. .. seluruh kekayaan yang ia miliki, ia wariskan kepada keponakannya – Frodo Baggins.

O ya.. Hobbit itu sebangsa kurcaci – eh, bahkan lebih kecil dari kurcaci, gak pernah pake sepatu karena kaki mereka yang besar dan tebal, tinggalnya di dalam semacam gua atau lubang yang udah ditata dengan apik.

Ternyata cincin yang dipakai Bilbo ini memang mempunyai kekuatan ‘magis’ dan sayangnya, untuk beberapa pemakainya memberi pengaruh buruk. Maka itu, cincin ini harus dimusnahkan. Tapi, cara memusnahkannya pun gak sembarangan, harus dibawa ke gunung api di Mordor. Tugas Frodo-lah sebagai pewaris untuk memusnahkan cincin itu. Karena ternyata kekuatan gelap mulai muncul lagi.

Perjalanan yang harus ditempuh sangat berbahaya, Sauron si penyhir jahat, mulai mengincar cincin itu juga. Belum lagi Gollum, makhluk kecil yang menjijikan. Ia menganggap cincin itu adalah miliknya dan Bilbo sudah mencuri darinya.



Frodo pun berangkat ditemani 8 orang lainnya: empat sahabat hobbit – Merry Bradybuck, Pippin Took dan Sam Gamgee, lalu ada Gandalf, si penyihir putih yang baik hati dan bijaksana, Gimli – mewakili bangsa kurcaci, ada Boromir. Dan gak ketinggalan, Aragorn dan Legolas, si peri manis dan ganteng ini (aww… *mana suara para wakil Team Aragorn dan Team Legolas? Hehehe…)

Yah, begitulah cerita singkatnya.. yang pasti gue selalu membayangkan betapa tertekannya Frodo.

Adanya film, seperti yang gue bilang di atas, sangat membantu untuk mengerti jalannya cerita buku ini. Apalagi, sampai buku ketiga, yang buat gue, makin lama semakin gelap. Yang menyenangkan adalah membayangkan desa para Hobbit.

Kalo ditanya apakah buku ini pas untuk masuk ke dalam 1001 buku yang ‘wajib’ dibaca, karena J.R.R Tolkien berhasil membawa kita ke dalam sebuah dunia baru. Tak terbayang ada makhluk yang lebih kecil dari kurcaci. Dan kalo selama ini gue ngebayangin kurcaci itu imut-imut seperti yang ada di Snow White, hehehe.. di sini kurcacinya gendut dan mengerikan. Tapi sebenernya si kurcaci ini baik hati sih…

Waktu terakhir gue nonton LOTR 3, pengen nangis rasanya, sedih ngeliat perpisahan antara Frodo dengan Sam, Merry dan Pippin. Hiks…
Read more »

Middlesex

Judul : Middlesex (Pencarian Jati Diri Seorang Manusia Berkelamin Ganda)
Penulis : Jeffrey Eugenides
Penerjemah : Berliani M Nugrahani
Penerbit : Serambi Ilmu Semesta
Cetakan : Juni , 2007
Tebal : 810 hlm



"Aku terlahir dua kali : pertama, sebagai seorang bayi perempuan, pada hari tanpa kabut di Detroit, Januari 1960; lalu sekali lagi, sebagai seorang remaja laki-laki, di sebuah ruang gawat darurat di dekat Petoskey, Michigan, pada Agustus 1974." (hal 1)

Kalimat diatas adalah kalimat pertama dari novel Middlesex karya peraih Putlitzer Prize Jeffrey Eugenides. Novel ini menceritakan kisah pencarian jati diri Calliope Stephanides, seorang hermaprodithe (berkelamin ganda), yang terlahir sebagai seorang wanita namun di usianya yang keempat belas berubah menjadi Call, seorang remaja laki-laki.

Novel ini dimulai dengan narasi perkenalan tokoh Call Stephanides yang berperan sebagai narator yang menulis kisahnya ini ketika ia berusia 41 tahun. Awalnya Cal mengajak pembacanya untuk membaca kisah kelahirannya. Tuntas mengisahkan bagaimana ia dilahirkan, layaknya sebuah film yang diputar mundur, Call lalu mengajak pembaca untuk kembali ke awal tempat dimana akar sel-sel genetis leluhurnya bercampur hingga menjadikan dirinya seorang hermaprodit.

Semua berawal di tahun 1922 ketika kakek dan nenek Call masih berada di Yunani. Desdemona, neneknya adalah seorang pengrajin ulat sutera di atas tebing Gunung Olympus di Asia Minor – Yunani. Saat itu Desdemona telah berusia 21 tahun, kedua orang tuanya telah meninggal ketika pasukan Turki menyerbu Yunani. Ia tinggal bersama adik laki-lakinya, "Lefty". Salah satu pesan ibunya sebelum meninggal adalah mencarikan istri untuk Lefty. Kehidupan mereka berjalan normal hingga tiba waktunya bagi Desdemona untuk mencari istri bagi adik laki-lakinya. Misi tersebut gagal dilaksanakan, Lefty menolak semua wanita yang dijodohkannya.

Lalu terjadilah percakapan antara Desdemona dengan Lefty

" Jadi siapa yang akan kaunikahi?"
"Entahlah" – Lefty meraih tangan
Desdemona dan menatap matanya.
"Bagaimana kalau kamu?"
"Sayang sekali
aku kakakmu."
…………
"Kau gila Lefty."
"Ini akan membuat segalanya lebih mudah. Kita tidak perlu membagi rumah."

(hal 71)


Bercanda atau tidak, akhirnya Desdemona dan Lefty menikah. Mereka menikah ketika berada dalam kapal yang mengangkutnya ke Amerika ketika tentara Turki menyerbu sebagian wilayah Yunani. Di kapal, Desdemona dan Lefty memainkan peran seolah-olah mereka baru pertama kali bertemu dan saling jatuh cinta. Rahasia bahwa mereka kakak beradik mereka simpan. Mereka mengarang kisah hidup mereka masing-masing pada orang-orang yang berada di kapal. Begitu kuatnya kisah yang mereka karang sehingga seolah-olah mereka sendiripun hampir mempercayai kisah karangan yang mereka buat.

Sesampai di Amerika Desdemona tinggal bersama sepupunya Sourmelina yang telah lebih dulu tinggal di sana. Hanya Sourmelina yang mengetahui bahwa Desdemona dan Lefty adalah adik kakak yang menikah. Sourmelina berjanji menyimpan rahasia mereka dan mengijinkan mereka untuk tinggal bersamanya. Singkat cerita mereka melahirkan. Walau sebelumnya Desdemona dilanda kecemasan karena hubungan incest mereka, ternyata anak yang mereka lahirkan normal-normal saja, bahkan mereka memiliki dua orang anak yang sehat, Milton dan Zoe. Dan dari Sourmelina lahirlah Tessie.

Setelah Desdemona lega karena melahirkan anak-anak yang normal kekhawatiran kembali melandanya karena Milton tampaknya mencintai Tessie padahal Desdemona dan Sourmelina merupakan saudara sepupu. Walau berusaha mencegahnya, namun cinta yang telah tertaut antara Milton dan Tessie tak bisa dilepaskan hingga akhirnya mereka menikah. Dan dari pasangan Milton dan Tessie inilah lahir Calliope Stephanides dan Chapter Eleven

Dr. Phil yang menangani kelahiran Callie menegaskan bahwa Callie berkelamin wanita. Matanya yang sudah mulai rabun tak melihat bahwa sesungguhnya ada kelainan dalam organ genital Callie. Maka Callie pun dibesarkan dan menjalani kehidupan sebagai seorang perempuan normal. Ketika kondisi keuangan Levty membaik merekapun pindah ke Middlesex. Di situlah Callie tumbuh menjadi serang remaja. Ketika ia memasuki masa remaja, barulah Callie merasakan ada sesuatu yang ‘lain’ pada tubuhnya. Ia tak mengalami mensturasi, dadanya rata karena payudaranya tak tumbuh, dan beberapa rambut halus muncul di atas bibirnya.

Awalnya Callie dan kedua orang tuanya menyangka bahwa Callie memang tumbuh lebih lambat dari teman-teman sebayanya. Namun keanehan dalam diri Callie terus berlanjut. Lambat laun ia menyukai sahabat wanitanya dibanding dengan kawan-kawan prianya. Callie pun menyadari ada yang tidak normal di organ genitalnya, sebuah daging menyerupai penis kecil menyembul diantara vulva-nya, ia menyebutnya "crocus". Hal ini ia simpan baik-baik hingga akhirnya sebuah kecelakaan menimpanya dan para dokter yang merawatnya menemukan kejanggalan di organ genitalnya.

Kejadian itu membuka mata kedua orang tuanya akan kelainan yang ada dalam tubuh putri mereka. Akhirnya mereka membawa Callie ke New York untuk ditangai oleh Dr. Luce seorang ahli terkemuka di dunia hermaproditisme pada manusia. Dari hasil pemeriksaannya Dr Luce mengambil kesimpulan bahwa Callie memang seorang wanita, namun karena kekuraangan enzim 5-alphareductase maka tanda-tanda sekunder wantia tidak muncul. Dan Cellie memang terlahir dengan memiliki penis yang sangat kecil sehingga luput dari pengamatan dokter yang menangani kelahirannya.

Dr Luce akhirnya menyarankan untuk mengatasinya dengan operasi plastik dan terapi hormon. Namun tanpa diduga Callie menolak operasi dan melarikan diri dari kedua orang tuanya..

Review

Novel tebal (810 hl) ini memang menarik untuk disimak. Eugenides membaginya kedalam 4 bagian besar yang dibagi lagi kedalam 28 bab dengan Call sebagai naratornya. Karakter Call yang diciptakan Eugenides dan cara beruturnya tampak begitu hidup sehingga pembaca seolah-olah sedang membaca kisah nyata dari kehidupan seorang berkelamin ganda. Apalagi ditambah dengan tersajinya penelitian-penelitian Dr Luce mengenai kasus hermaprodit pada manusia yang tampaknya diambil oleh penulisnya dari berbagai jurnal kedokteran.

Eugenides juga tampak begitu sabar dalam mencari akar kelainan yang dialami Call. Setting waktunya membentang lebih dari 50 tahun. Melewati berbagai kejadian politik di Yunani, melewati masa-masa PD II dan perang Vietnam, mengungkap mencekamnya situasi kerusuhan rasial di Detroit Amerika di tahun 67. Kisahnya mengurai kehidupan 3 generasi keluarga Stephanides dengan detail. Setiap generasi memiliki kisahnya sendiri, eksplorari karakter tokoh-tokohnya sama-sama kuat.

Bagi yang menyenangi kisah dengan plot yang cepat, mungkin novel ini bukan pilihan, Eugenides dengan sabar dan tempo yang konstan mengurai kisah-kisahnya dengan mendetail. Bahkan tampaknya ada beberapa kisah yang sebenarnya mungkin tak perlu dikisahkan karena tampaknya tak menyangkut kehidupan Call di masa yang akan datang. Namun Eugenides tetap mengisahkannya sehingga tak heran novel ini menjadi novel yang tebal.

Untungnya tema Call yang berkelamin ganda membuat kita sabar mengunyah novel gemuk ini karena kita dibuat penasaran untuk mencari tahu bagaimana akhir kisah ini.

Apalagi ketika kita telah sampai di bagian IV, ketika Dr. Luce mulai memeriksa Call dengan seksama. Peran penerjemah juga tampaknya memegang peranan penting dalam memahami novel ini. Terbukti terjemahan buku ini enak dibaca dan kita tak akan menemui kesulitan berarti dalam memahami novel ini. Sayangnya ada beberapa kesalahan ketik yang walau tidak banyak namun seharusnya tidak perlu terjadi sehingga mengurangi kenyamanan membaca novel ini.

Tak ada yang berlebihan dalam kisah dan karakter tokoh-tokohnya, novel ini tersaji dengan sangat wajar dan manusiawi sehingga kita seolah-olah sedang membaca sebuah memoar dari seorang tokoh nyata. Melalui kisah Call ini kita akan tersentuh oleh pencarian jati diri Call, tertawa dengan kejenakaan yang kadang muncul dalam kisahnya, dan memperoleh pengetahuan baru tenan dunia gen, bagiamana terbentuknya alat kelamin pada janin dan kasus hermaprohdit pada manusia. Sungguh sebuah novel yang mencerdaskan dan layak dibaca oleh siapa saja.

Tak heran novel yang dikerjakan selama 9 tahun ini laris manis di pasaran. Middlesex menjadi best seller internasional. Melalui novel ini pula Eugenides Jefrey memperoleh hadiah Pultiltzer Prize pada tahun 2003. Middlesex juga masuk dalam Book Club Oprah, dan seperti yang sudah-sudah, setiap buku yang masuk dalam Book Club Oprah, pastilah akan menuai sukses yang berkepanjangan.

@htanzil

Keterangan :

Posting review novel ini merupakan ajang #postingbareng para Blogger Buku Indonesia (BBI) yang sepakat untuk mereview buku-buku yang termasuk dalam 1001 Books You Must Read Before You Die . Novel ini rasanya pantas untuk masuk dalam daftar 1001 buku yang harus dibaca mengingat temanya yang unik dan bagaimana penulis merangkai ceritanya dengan demikian menarik membuat buku ini akan selalu dikenang dan kelak akan menjadi sebuah buku klasik yang akan terus dibaca orang sepanjang masa.
Read more »

Treasure Island


Judul   : Treasure Island
Pengarang    : Robert Louis Stevenson
Penerjemah  : Mutia Dharma
Penyunting    : Ida Wajdi dan Pujia Pernami
Isi                 : H. Mahfudin
Cetakan        : 1, April 2011 , 353 halaman
Penerbit        : Atria




Limabelas orang dalam peti mati—Yo-ho-ho dan sebotol rum”

            Bicara tentang Pulau Harta Karun, tentunya tidak bisa dilepaskan dari bajak laut dan kapal layar bertiang tiga. Dan, kisah tentang para bajak laut yang menguasai lautan dan menyembunyikan harta hasil jarahan atau rampasannya di sebuah pulau terpencil mungkin adalah salah satu kisah petualangan yang paling disukai. Dalam hal ini, novel Treasure Island karya R.L. Stevenson ini adalah epiknya, sang inisiator pertama, karya yang muncul pertama kali dan menginspirasi kisah-kisah lainnya tentang bajak laut. 

          Jauh sebelum bajak laut muncul dalam Peter Pan atau dalam film Pirates of the Caribbean (yang dimainkan dengan sangat bagus sekali oleh Johnny Depp), R.L. Stevenson telah merangkai sebuah cerita hebat tentang bajak laut, yang kemudian disebut-sebut sebagai novel pertama tentang bajak laut. Begitu fenomenalnya novel ini, hampir-hampir tidak ada cerita sejenis lain yang dituliskan sebelumnya, sehingga menjadikan Treasure Island ini begitu dikenang dan masuk dalam 1001 Books to Read before Die.

            Treasure Island bercerita tentang petualangan seorang anak muda berusia 17 tahun bernama Jim Hawkins. Awalnya, Jim hanyalah seorang anak muda biasa yang berupaya membantu keluarganya mengelola penginapan bernama Admiral Benbow. Namun, jalan hidupnya berubah drastis ketika penginapan mereka mendapatkan kunjungan dari seorang bajak laut tua yang pemarah dan sangat menyeramkan bernama Billy Bones dengan bekas luka sayatan di wajahnya. Pria itu membawa serta sebuah peti misterius. Singkat cerita, Adminal Benbow kembali kedatangan tamu asing, bajak laut juga sehingga terjadi semacam pertumpahan darah yang menewaskan Billy. Dengan ketakutan karena penginapan mereka kini menjadi sasaran para bajak laut, Jim dan ibunya membuka peti milik Billy dan menemukan sebuah peta menuju harta karun. Peta inilah yang akan mengubah jalan hidup Jim untuk selamanya.

            Dengan membawa serta Dokter Livesey, Hakim Trelawney, dan Kapten Smollett, berangkatlah Jim untuk mencari harta karun itu dengan sebuah kapal layar bertiang tiga bernama HISPANIOLA. Dalam pelayaran itu, mereka membawa serta seorang tukang masak berkaki pincang, yang ternyata adalah Long John Silver, pimpinan bajak laut paling ganas di dunia. Suatu malam, tanpa sengaja, Jim mendengarkan pembicaraan rahasia antara Silver dan para awak kapal yang dibawanya, ternyata mereka semua adalah anggota bajak laut yang tengah menyamar dan hendak merencanakan makar untuk mengambil alih kapal. Jim tidak tinggal diam. Ia segera melapor pada Kapten Smollett dan kawan-kawan. Sehingga ketika akhirnya HISPANIOLA tiba di pulau harta, yakni Pulau Tengkorak, seluruh awak HISPANIOLA telah terbagi menjadi dua, yakni kelompok orang-orang jujur (dengan Jim di dalamnya) dan kelompok perompak mematikan yang dipimpin oleh Long John Silver. Dan kedua kubu pun saling bertarung. Pistol menyalak, mesiu meledak, sabetan pedang menyayat, dan pukulan terlontar.

            Untungnya, peta masih berada di tangan Hakim Trewlaney sehingga untuk sementara mereka ada di atas angin. Namun, Jim berbuat kesalahan dengan keluar dari kelompok dan kemudian berupaya mengambil alih HISPANIOLA. Dengan keberuntungan, ternyata ia berhasil mengalahkan salah seorang bajak laut dan kemudian mengemudikan HISPANIOLA ke ceruk tersembunyi. Namun, sial, ia tertangkap oleh komplotan Silver saat ia hendak mencari teman-temannya di pulau. Maka, dimulailah upaya besar-besaran untuk menjelajahi pulau demi menemukan harta karun legendaris itu. Apakah Jim berhasil selamat dari cengkraman Long John Silver? Apakah harta karun itu benar-benar ada? Siapakah orang asing yang telah tinggal di Pulau Tengkorak dan mengamati Jim? Silakan dibaca sendiri.

            Treasure Island memiliki cerita yang simpel, namun sangat khas dan berkarakter. Membaca buku ini, kita akan dibawa ke era penjelajahan samudra, saat dunia masih begitu luas dan tak terpetakan, saat mengarungi lautan adalah hal yang cukup berbahaya, dan masa-masa ketika bajak laut merajai lautan. Penggambaran karakter yang khas Inggris, lengkap dengan detail yang mampu menggambarkan masa-masa petualangan zaman lama, benar-benar dapat dijumpai dalam buku ini. Membacanya, kita seolah ikut merasakan hembusan angin samudra, gempuran ombak nan ganas, layar kapal yang terkembang, dan pemandangan Pulau Tengkorak yang muncul di ufuk. Pun, adegan perkelahian dengan pistol dan pedang, serta intrik-intrik yang diselingi dengan humor para gentleman khas Inggris, semuanya diramu apik dalam novel petualangan ini. Ilustrasi menawan di dalamnya juga cukup memberi kesegaran dalam lembar-lembar halamannya. Sungguh, buku luar biasa ini memang harus dibaca (paling tidak sekali) dan menjadi bagian dari perpustakaan pribadi maupun umum, agar semua orang bisa turut terlarut dalam petualangan besar di dalamnya. 

          Resensi ini dibuat dalam rangka posting bareng BBI dengan tema 1001 Books to Read before Die. Mari isi hidup dengan membaca! 
Read more »

The Night Circus



The Night Circus
Anchor Books
508 pages
(Times Bookstore – Cibubur Junction)

Cover memang salah satu daya tarik utama yang bikin gue tertarik untuk beli sebuah buku. Tak terkecuali yang satu ini, cover yang simple, background hitam, dengan garis-garis putih membentuk sebuah tenda dan sedikit warna merah.

Alasan lainnya adalah karena kalimat ini yang begitu ‘menggoda’ rasa ingin tahu gue:  

The circus arrives without warning. No announcements precede it. It is simply there, when yesterday it was not. Within the black-and-white striped canvas tents is an utterly unique experience full of breathtaking amazements. It is called Le Cirque des Rêves, and it is only open at night.

Tentunya ini bukan sirkus biasa. Gak ada yang tau di mana kota selanjutnya yang akan mereka datangi. Pokoknya tiba-tiba ada aja tenda sirkus hitam putih udah berdiri. Sampai-sampai ada para ‘fans’ yang rela menguntit keberadaan sirkus ini, yang disebut dengan Rêveur.

Adalah Chandresh – si pemrakarsa sirkus ini. Awalnya Chandresh ini juga punya ritual aneh, yaitu mengadakan jamuan makan tengah malam. Di antara para tamu yang ekslusif itulah, Chandresh melontarkan ide ini. Para pengisi acara di sirkus ini pun haruslah unik.

Apa yang ada di sirkus juga bukan hal biasa – yah, bukan kaya’ yang biasa kita liat di sirkus-sirkus gitu deh. Berpindah dari satu tenda ke tenda lain, pengunjung kesulitan memutuskan mana yang paling mereka sukai. Ada tenda yang isinya awan-awan, wishing tree, labirin dan lain-lain – yang gak pernah terbayangkan kalau ini beneran ada. Jangan bayangin sirkus seperti yang ada di Water for Elephants, deh…      

Tapi, di balik keunikan dan segala misteri yang ada di balik sirkus ini, sebenarnya ada sebuah kompetisi antara dua orang magician bernama Celia dan Marco. Mereka berdua ini sudah dididik sejak kecil untuk berkompetisi. Celia adalah seorang anak magician, dan Marco – seorang yatim piatu yang diambil oleh pria misterius berpakaian abu-abu. Dalam kompetisi ini, siapa yang kalah akan mati.

Marco adalah asisten Chandresh dan pertama kali ia tau siapa kompetitornya saat ia menyaksikan Celia dalam audisi.

Tokoh yang mencuri perhatian gue adalah si Frederick Stefan Thiessen – si pembuat jam yang ajaib juga. Keren banget.. gue berusaha ngebayangin.. tapi susah… Sama satu lagi, si kembar Widget dan Poppet – si kembar yang lahir pas malam pembukaan sirkus, yang satu bisa membaca masa depan, yang satu lagi justru bisa melihat masa lalu.

Setting cerita ini dimulai tahun 1873. Setiap bab, waktu yang diceritakan juga melompat-lompat, meskipun kalo gak diperhatiin bener, akan gak sadar kalo sebenarnya kita membaca rentang waktu yang berbeda (nah, sambil baca aja udah kena ilusi)
Sebenernya nih… gue pengen banget untuk ‘sangat’ suka sama buku ini. Tapi, entah ya, koq tiba-tiba pas baca ini rasanya ‘blank’ aja. Terlepas dari segala keunikan buku ini, ada yang gak pas menurut gue. Entah karena, bumbu-bumbu percintaan antara Marco dan Celia yang bikin buku ini jadi kaya’ novel romance ‘biasa’ – mereka ini saling menunjukkan ‘cinta’ dengan cara bikin tenda yang isinya ajaib-ajaib semua, atau karena saat membaca buku ini gue gak ‘mencurahkan’ perhatian yang bener-bener. Maklum deh, saat-saat gue baca buku dengan tekun adalah di mobil dalam perjalanan ke kantor, tapi karena gue baca buku ini pas bulan puasa, yang ada di mobil gue malah ngantuk dan tertidur. Adakalanya saat gue baca pun gue jadi gak fokus karena ngantuk (huhuhu… alasan… alasan…)
Read more »

Senin, 27 Agustus 2012

Contoh Cover

x
Read more »

Minggu, 26 Agustus 2012

Chairul Tanjung Tribute: Peluncuran Buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong


Chairul Tanjung Tribute: Peluncuran Buku Chairul Tanjung Si Anak Singkong
Read more »

Chairul Tanjung Tribute : Buku Chairul Tanjung si Anak Singkong


Chairul Tanjung Tribute : Buku Chairul Tanjung si Anak Singkong

Mengapa dinamakan anak singkong? Karena berarti anak kampung yang hidup dalam kemiskinan. Kini di usia ke 50 tahun, ia mampu memberi lapangan pekerjaan bagi lebih dari 75 ribu jiwa. Bagaimana kisahnya? Bagaimana ia mencapai kesuksesan? Siapa saja sosok di belakangnya? Sungguh menginspirasi kita semua terutama generasi muda yang ingin menjadi wirausaha sukses. Buku "Chairul Tanjung, Si Anak Singkong", sangat patut untuk dibaca.
Read more »

Buku 'The Jungle School' Butet Manurung


Buku The Jungle School Butet Manurung

Vina Mubtadi dan Butet Manurung reuni di Washington DC. Pertemuan mereka yang terakhir, enam tahun yang lalu di salah satu sekolah alternatif asuhan Butet di Indonesia. Bulan ini, Butet meluncurkan buku 'the Jungle School' di Washington DC untuk menggalang dana bagi kelanjutan pembiayaan pendidikan alternatif ini. Simak ceritanya.
Read more »

Buku Panduan Lengkap Ibadah Anak Sholeh




Kelebihan Buku Lengkap lbadah Sehari-hari untuk Anak:

- melatih Anak-anak untuk beribadah sejak dini,
- disertai ilustrasi menarik dalam praktik ibadah,
- bahasa yang mudah dipahami,
- memuat amalan ibadah yang wajib diketahui oleh anak
- cara berwudhu
- panduan shalat
- puasa dan amalannya,
- zakat dan macam-macamnya,
- manasik haji,
- kumpulan doa sehari-hari,
- kumpulan doa sehari-hari, dan
- bonus VCD praktik wudhu, shalat, sedekah, puasa, dan manasik haji.
Dengan demikian, sang anak bisa belajar ibadah melalui buku sekaligus dipandu praktiknya dengan audio visual.
Read more »

VOA Career Day "Ilustrator Buku Anak-anak"


VOA Career Day Ilustrator Buku Anak-anak

Setelah meninggalkan karir sebagai sejarawan, Everett menemukan gairah baru dalam seni lukis dan sekarang menikmati karier sebagai ilustrator buku anak-anak. Sebagai ilustrator, Everett mampu menggabungkan ketertarikannya pada seni lukis, seni digital dan sejarah dan mampu membuat karir di menghibur dan mendidik anak.
Read more »

Diskusi Buku Angkat Pena Demi Dialog Papua 20 juni 2012 di Fakultas Dakwah

Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi pembicara utama dalam acara Diskusi Buku Angkat Pena Demi Dialog Papua pada tanggal 20 Juni 2012 di teatrikal Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga. Acara ini merupakan kerjasama Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga dengan Pusham UII, PSKP UGM, Pusat Studi Ham dan Demokrasi Atmajaya, Pusat Pengembangan Perdamaian UKDW dan Institute DIAN/Interfidei.




Buya Syafi'i: Selesaikan Konflik di Papua dengan Dialog!

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafi’i Ma'arif, mengaku prihatin dengan meningkatnya eskalasi konflik di Papua belakangan ini.

Konflik yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa itu, tegas dia, harus segera diselesaikan. Salah satunya dengan rekonsiliasai atau dialog antara masyarakat Papua dengan Pemerintah Pusat di Jakarta.

“Penyelesaian konflik di Papua harus menggunakan dialog. Dialog harus dibangun dengan baik. Saya belum melihat tindakan itu dari pemerintah (Jakarta),” jelas pria yang akrab disapa Buya itu dalam diskusi buku “Angkat Pena demi Dialog Papua” di Gedung Theatrikal Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Rabu (20/6/2012).

Menurutnya, pemerintah baru sebatas memiliki rencana untuk berdialog, namun diimplementasikan. “Pemerintah itu tugasnya memerintah, bukan mengimbau,” sindirnya.

Pendekatan keamanan, lanjut dia, tidak bisa menyelesaikan konflik di Bumi Cendrawasih itu. Bahkan berpotensi menimbulkan konflik-konflik baru jika dilakukan dengan pengerahan pasukan.

“Bangsa Indonesia sudah terlambat saling menyapa. Untuk itu, pemerintah harus berinisiatif menyapa. Bukan hanya di Papua, tetapi di wilayah lain di Indonesia,” pungkasnya.

(Sumber: http://news.okezone.com/read/2012/06/20/337/650413/buya-syafi-i-selesaikan-konflik-di-papua-dengan-dialog)

================

AGENDA

Diskusi Buku "Angkat Pena Demi Dialog Papua"
Panitia Bersama yang terdiri dari Institut DIAN/Interfidei, Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian [PSKP] UGM, Pusat Studi HAM [PUSHAM] UII, Pusat Studi HAM dan Demokrasi Unjiversitas Atma Jaya, Fakultas Dakwah UIN SUnan Kalijaga dan Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian [PSPP] UKDW, akan menyelenggarakan Diskusi Buku "ANGKAT PENA DEMI DIALOG PAPUA” yang ditulis oleh Pater Neles Tebay, Pr.

Acara ini akan dilaksanakan pada:

Rabu, 20 Juni 2012

Pukul 08.30 - 14.30 WIB

di Theatrical Room, Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri, Sunan Kalijaga, Jalan Adisucipto, Yogyakarta

Diskusi buku ini akan dihadiri oleh penulis buku, Pater Neles Tebay, Pr. dan Sri Sultan Hamengkubuwono X yang akan memberikan Keynote Speech dengan tema : “Dialog Jakarta-Papua, Jalan Damai Tanpa Kekerasan, Menuju Papua Tanah Damai, Indonesia yang Modern, Adil dan Beradab".

Sedangkan panelist yang akan membahas buku ini adalah

1. Syafii Ma’arif, “Dialog, Jalan menuju Perdamaian tanpa Kekerasan: Dari Teks kepada Praksis, Menuju Papua Tanah Damai, Indonesia bangsa yang modern, adil dan beradab”. (Perspektif dan usul konkrit tentang DIALOG dari Tokoh Agama).

2. Moh. Imam Aziz, “Dialog, Jalan menuju Perdamaian tanpa Kekerasan: dari Komunitas Umat kepada Bangsa, menuju Papua Tanah Damai, Indonesia bangsa yang modern, adil dan beradab” (Perspektif dan usul konkrit tentang DIALOG dari Pimpinan ORMAS Islam Indonesia)

3. PM. Laksono, “Dialog, Jalan Menuju Perdamaian tanpa Kekerasan: Dari Ancaman Realitas kepada membangun Budaya Berperikemanusiaan yang modern, adil dan beradab (Perspektif dan usul konkrit tentang DIALOG dari segi budaya dan kebudayaan).

4. Adriana Elizabeth, “Dialog, Jalan Menuju Perdamaian tanpa Kekerasan: sebuah Perjuangan antara Realitas fakta Kemanusiaan dan Kepentingan Politik-ekonomi (perspektif dan usul konkrit seorang Peneliti “Papua Road Map”)

(Sumber: http://interfidei.or.id/index.php?page=agenda&id=30)
Read more »

Kemandirian Lokal: Konsep Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru

Judul Kemandirian lokal: konsepsi pembangunan, organisasi, dan pendidikan dari perspektif sains baru
Penulis A Mappadjantji Amien
Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2005
ISBN 9792216553, 9789792216554
Tebal 396 halaman


Konsepsi Pembangunan Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru. Memahami semesta ternyata tidak memadai lagi dengan hanya mengandalkan doktrin-doktrin objektivisme, reduksionisme, dan determinisme yang selama ini menjadi pilar penyangga Sains Modern. Pada dasarnya, Sains Modern hanya mengedepankan sisi mekanis-materialistis semesta dan mengabaikan atau bahkan tidak mengakui keberadaan sisi lainnya.

Penjelajahan sisi yang terabaikan itulah yang menjadi titik tolak perkembangan Sains Baru yang kemudian menawarkan perspektif yang leibh luas dan lebih sesuai untuk memahami semesta.Kemandirian Lokal merupakan pendekatan yang dijabarkan dari Sains Baru. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pembagunan lebih tepat bila dilihat sebagai proses adaptasi-kreatif suatu tatanan masyarakat daripada sebagai serangkaian upaya makanistis yang mengacu pada satu rencana yang disusun secara sistematis, Kemandirian Lokal juga menegaskan bahwa oraganisasi seharusnya dikelola dengan lebih mengedepankan partisipasi dan dialog dibandngkan semangat pengendalian yang ketat sebagaimana dipraktekkan selama ini.

Pendekatan ini juga merekomendasikan pendidikan yang tidak lagi diperlakukan sebagai upaya sistematis untuk menyiapkan pelajar menghadapi hari depannya, tetapi sebagai kegiatan yang memfasilitasi para pelajar untuk menggali potensi mereka agar, mereka mampu merajut masa depan mereka. Perspektif yang dijabarkan dalam buku ini akan bermanfaat untuk memperluas cakrawala pengetahun para akademisi, praktisi dan pemerhati pembangunan, oraganisasi, dan pendidikan serta siapa pun yang tertarik untuk memahami Sains Baru.



Read more »

A. Mappadjantji Amien


Guru Besar Sistem Kendali dan Aplikasi Komputer pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin (sejak Juni 1999) dan saat ini menjababat sebagai Pembantu Rektor bidang Hubungan Eksternal, perencanaan, dan Pengendalian Unhas.

Lahir di Makassar pada tanggal 28 oOktober 1953 dan menempuh semua pendidikan dasar dan menengahnya di kota kelahirannya.

Sosok kontroversi. Kemampuannya untuk melihat jauh ke depan sering membuatnya tampil sebagai makhluk aneh. Sumber mata air bagi para pencari.

Lihat buku-buku tulisan A. Mappadjantji Amien disini.
Read more »

Sabtu, 25 Agustus 2012

I Will Always Love You


Judul: I Will Always Love You
Penulis: Jo Chang-in
Penyunting: Nunung Wiyati
Penerbit: Bentang Pustaka
Jumlah halaman: 388 halaman
Harga: Rp 62.000
ISBN: 978-602-8811-85-9

Melihatnya tergolek tak berdaya membuat hatiku hancur seketika. Seharusnya saat ini dia sedang bermain bersama teman-temannya, membaca buku dan belajar. Tapi, dia justru berbaring dengan selang-selang yang mengelilingi tubuhnya.

Apa salah anak itu? Sejak kecil, ibunya telah pergi meninggalkannya. Kini tubuh kecilnya makin layu ditelan penyakit yang mungkin tak akan sembuh. Ayah macam apa aku ini. Hanya bisa bergeming tanpa daya melihatnya menderita seperti itu.

I Will Always Love You, ketika cinta menuntut ketulusan dan pengorbanan. Sebuah kisah tentang ketegaran seorang ayah menghadapi saat-saat terakhir putra kesayangannya. Begitu menyentuh dan membuat siapa pun tersentak memahami besarnya kekuatan cinta di tengah kepahitan hidup.

Tentang Penulis:
Jo Chang-in adalah penulis kenamaan dari Korea. Lahir pada 1961, dia sudah mengeluarkan beberapa novel. Novel I Will Always Love You ini memikat publik Korea hingga dituangkan ke dalam layar lebar.
Read more »

Menyibak Tirai Tipis Dua Dunia



Judul: The Marked Son
Penulis: Shea Berkley
Penerjemah: Selviya Hana
ISBN:978-979-433-704-2
Terbit:Cetakan 1,Mei 2012
Penerbit: Mizan Fantasi
Tebal: 535 hlm

Peresensi: Zaitur Rahem

Seperti lokus awal penciptaannya, dunia memang dipenuhi dengan sepak terjang manusia yang dimensial. Bahasa yang paling sederhana, di dalam kehidupan dunia ada dua sifat yang saling bersamaan. Bersanding saling melengkapi dan menyempurnakan. Semisal, ada sifat baik dan buruk, bagus dan jelek, laki-laki dan perempuan, siang dan malam, dan sifat lain yang bersepadan. Sifat-sifat dunia ini menjadi sangat absurd ketika terkontaminasi oleh sifat di luar kehidupan dunia lain tak terbatas. Yaitu, ketika dunia alam nyata berbaur dengan kehidupan gaib (tidak nyata).

Dalam perspektif rasional, sangat mustahil dunia nyata berpadu dengan dunia gaib. Sebab, dua dunia ini dipandang memilik garis pemisah meski sangat tipis. Dan kisah dua dunia itu ada dalam novel bergensi ini. Sebagai karya fiksi bergenre sastra modern, Shea Berkley (Penulis) menghadirkan dua dunia seperti tidak memiliki garis pemisah sama sekali dalam novel ini. Kehidupan dunia nyata dan gaib menjadi bagian satu dari kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Alam gaib-alam nyata seperti kehidupan tetangga sebelah yang saling mengisi. Sensasional dan luar biasa. Meski sedikit mengernyitkan kening, namun membaca novel setebal 535 halaman ini menyenangkan. Dalam novel ini pembaca akan diajak menjadi penghuni baru dalam kehidupan yang baru. Seperti yang dialami Dylan dan Kera dalam karya ini. Kedua orang tokoh ini menjadi pengantar dalam memasuki dunia lain setelah dunia nyata.

Dylan, dalam kisah ini menjadi tokoh baik yang menaklukkan tokoh jahat yang bernama Navar. Seperti hukum alam, dua sifat ini memang saling berseberangan. Saling berkehendak berdasar garisan yang diinginkan. Dylan menginginkan kejahatan musnah dari alam ini. Tetapi pemuja kejahtan tidak mau kalah, justru kebaikan harus kalah. Berangkat dari sebuah hutan yang menggiring langkah Dylan, tokoh dalam novel ini maka misteri dua dunia bisa diketahui. Dylan yang dicitrakan sebagai tokoh baik harus jatuh bangun melindungi saudara yang lain, yaitu Kera. Kera adalah seorang gadis yang kemudian menjadi rebutan dua orang antara Dylan dan Navar. Navar mencoba menaklukkan Kera dengan macam cara, tetapi bisa dipatahkan oleh Dylan. (hlm 20-71)

Pertarungan dua tokoh jahat dan baik ini menjadi titik menarik dalam novel ini. Ada sejumlah ketegangan yang dimasukkan dalam karya ini. Meski pesan paling esensial adalah kehidupan nyata dan tidak nyata adalah kehidupan yang sarat dengan sepak terjang pernghuninya. Namun dalam perjalannya, yang baik akan mengalahkan yang jahat. Novel ini layak menjadi bacaan merenungi kehidupan dua dunia. Setidaknya menjadi tambahan pengetahuan akan kebesaran Tuhan. Selamat Membaca!

ZAITUR RAHEM, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan Aktif menulis di sejumlah media: Radar Surabaya, Kendari Pos, Annida Online, Jawa Pos, Kompas, Majalah KUNTUM Jogjakarta, MPA, Nuonline, Memorandum, Tabloid Info dan majalah Parlemen.

Sumber: Kompas
Editor :Jodhi Yudono
Read more »

Hukum Itu Selalu Dinamis


Judul: Teori Hukum Integratif: Rekonstruksi terhadapTeori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif
Penulis: Romli Atmasasmita
Penerbit: Genta Publishing, Yogyakarta
Tahun: I, Maret 2012
Tebal: xv+127 halaman
Harga: Rp 45.000,-

Peresensi oleh: A.P. Edi Atmaja

BUKU ini mengetengahkan diskursus baru dalam perkembangan ilmu hukum Indonesia. Setelah pada 1970-an Mochtar Kusumaatmadja menawarkan Teori Hukum Pembangunan dan pada 1990-an Satjipto Rahardjo menghidangkan Teori Hukum Progresif, kini Romli Atmasasmita melontarkan gagasan rekonstruksi atas dua teori tersebut, yang dinamakannya Teori Hukum Integratif.

Tak jauh beda dengan dua teori sebelumnya, guru besar Universitas Padjadjaran ini pun bertolak dari realitas keseharian. Argumen akademis Teori Hukum Integratif amat dipengaruhi oleh situasi hukum masa kini yang sarat ketidakadilan, ketimpangan, dan jauh dari kesejahteraan. Memang, kalau dibandingkan dengan dua teori itu, titik tolaknya lain: Indonesia selepas Reformasi 1998, di mana setan globalisasi dan kapitalisme menghinggapi seluruh bidang kehidupan, termasuk hukum.
Membaca buku ini, terasa benar titik pijak penulisnya: masyarakat (hukum) adat. Hukum tinggalan kolonial yang diproyeksikan sedemikian rupa oleh penguasa setelahnya amat jauh dari cita-cita kemerdekaan. Hukum pada akhirnya dipakai penguasa untuk menggerus eksistensi masyarakat adat, masyarakat lokal. Hukum terasa sangat antipati kepada kaum pribumi.

Pembentukan hukum nasional, kata Romli, sampai saat ini masih belum selesai dan patut dipertanyakan terus. Sebelum dan setelah Indonesia memasuki era Reformasi, upaya yang dilakukan lebih banyak berupa harmonisasi pengaruh hukum asing (internasional) ke dalam peraturan perundang-undangan nasional (hal. 61).
Sebagai contoh, “nasionalisasi” Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-undang Hukum Pidana/KUHP Belanda) berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 muatannya nyaris sama dengan teks aslinya—yang bahkan di negara asalnya sudah diperbarui beberapa kali. Di sisi lain, pembaruan hukum melalui yurisprudensi belum melembaga di kalangan aparatur hukum meski telah diakui dalam pelbagai forum diskusi.

Teori Hukum Pembangunan yang menjiwai kebijakan Orde Baru pun rupanya masih terdapat cacat di sana-sini. Hambatan timbul lantaran kegagapan teori itu untuk menghadapi perkembangan hukum yang dinamis. Hambatan berkisar soal (1) penyalahgunaan teori untuk kepentingan politik sesaat, (2) sukarnya menentukan tujuan pembaruan hukum, (3) sedikitnya data empiris yang dapat digunakan untuk mengadakan suatu analisis deskriptif dan prediktif, (4) sukarnya mengadakan ukuran yang objektif untuk mengukur berhasil atau tidaknya usaha pembaruan hukum, dan (5) para ahli hukum Indonesia menderita kebingungan soal corak hukum yang dipandang cocok untuk dianut dan dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi seperti saat ini (hal. 77).

Kegagapan Teori Hukum Pembangunan coba dilengkapi Romli dengan menyandingkannya dengan Teori Hukum Progresif. Teori Hukum Progresif lebih melihat persoalan di tataran eksekusi. Artinya, bekerjanya hukum dianggap berhasil atau gagal tergantung dari pelaksana Undang-undang—kendati menurut Satjipto Rahardjo hukum tak bisa dimaknai sebatas Undang-undang.

Ada satu kunci yang dikemukakan Romli Atmasasmita sebagai upaya rekonstruksi atas dua teori hukum tadi sekaligus pendeklarasian Teori Hukum Integratif, yakni pemberdayaan birokrasi (social bureaucratic engineering). Rekayasa birokrasi dan masyarakat yang berlandaskan pada sistem norma, perilaku, dan nilai yang bersumber dari Pancasila sebagai ideologi bangsa—itulah Teori Hukum Integratif (hal. 97). Diharapkan, semua itu akhirnya akan bermuara pada tercapainya kondisi hukum yang asali: dinamis akan kehidupan masyarakat. []

A.P. EDI ATMAJA,
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro

Sumber: Kompas
Editor :Jodhi Yudono
Read more »

Kapitalisme di Panggung Kuasa Jawa


Judul buku : Kapitalisme Bumi Putra; Perubahan Masyarakat Mangkunegaran
Penulis : Prof. Dr. Wasino, M.Hum.
Penerbit : LKiS Jogjakarta
Cetakan : 2012
Tebal ` : xiii + 398 halaman

Oleh: Munawir Aziz*

Kapitalisme telah diperagakan oleh penguasa Jawa sejak beradab-abad lalu. Spirit kapitalisme ini ditanamkan oleh rezim kolonial Belanda kepada penguasa Jawa. Dengan menggunakan modal sosial, modal simbolik dan kekuasaan, penguasa Pribumi Jawa tak kuasa untuk menolak kegenitan kapitalisme. Maka lahirlah rezim pencari profit, yang lahir dari perselingkuhan penguasa dan kekuasaan di tanah bumiputra.

Dan, kerajaan Mangkunegara, terjangkit spirit kapitalisme dalam sistem pemerintahannya. Hal ini terjadi, ketika Belanda dengan semangat menggebu membangun beberapa pabrik gula di wilayah Jawa. Pemerintahan kolonial Belanda menjadikan sektor pertanian tebu sebagai ladang untuk mengeruk untung yang berlimpah. Inilah yang menjadikan kolonialisme begitu massif, karena menyalurkan pundi ekonomi bangsa ini melalui pipa penjajahan ke negeri Belanda.

Akan tetapi, di kerajaan Mangkunegara, iklim kapitalisme berwajah lain. Jubah kapitalisme tak lagi disandang oleh rezim kolonial, akan tetapi oleh penguasa Mangkunegara, yang merupakan kaum bumi putra. Inilah ironi yang tercatat dalam jejak sejarah bangsa ini. Kapitalisme merasuki keheningan jiwa penguasa Mangkunegara, raja yang kekuasaannya bergemuruh di kalangan bumiputra.

Gerak kapitalisme bumi putra ini berawal, ketika raja Mangkunegara IV dalam menggerakkan perekonomian kerajaan Mangkunegara. Sama halnya seperti kerajaan-kerajaan lain, yakni memanfaatkan bercocok tanam kopi, jahe, dan rempah-rempah lainnya untuk dijual. Selain itu, Raja Mangkunegara IV juga turut menyewakan tanah-tanah kekuasaannya untuk dijadikan ladang usaha para penanam modal asing yang datang dari kalangan swasta Barat dan China dengan menggerakkan usaha produksi dan pemasaran gula pasir dari tanaman Tebu yang dikuasai oleh VOC.

Setelah dirasa bahwa pendapatan—kerajaan baik dari usaha kerajaan sendiri maupun berbagai pajak (upeti) dari rakyat Mangkunegaran—tidak bisa menutup kebutuhan kerajaan, raja Mangkunegaran IV menarik kembali tanah-tanah yang ia sewakan terhadap pengusaha-pengusaha swasta Barat dan China untuk dijadikan usaha sendiri. Berbekal pengetahuan dan dukungan sahabat karibnya yang bernama Manuel (pemilik perkebunan indigo di Baron), raja Mangkunegara IV menggalakkan penanaman Tebu diberbagai tanah kekusaannya, yang kemudian disusul dengan didirikannya pabrik gula Colo Madu (tahun 1862) untuk menggiling dan memproses tanaman Tebu tersebut (hlm. 49).

Inilah yang menjadi titik balik kejayaan kerajaan Mangkunegara, mampu menimbun pundi-pundi ekonomi dari bisnis perkebunan tebu. Sejalan dengan hal ini, gemerlap usaha barunya itu pun mulai tampak dengan hasil gula pasir yang laku keras di pasaran Eropa. Laba hasil pemanenan Tebu di musim panen pertama inipun dirasa belum memuaskan raja Mangkunegara IV. Pada musim tanam tebu berikutnya, raja Mangkunegara IV, kembali bersungguh-sungguh dalam melanjutkan usahanya dengan menambah kuantitas penanaman Tebu ditanah-tanah kekuasan Mangkunegran yang lain dan mendirikan pabrik gula untuk kedua kalinya, dengan diberi nama Tasik Madu pada tahun 1874 (hlm 52).

Buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Wasino, Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Semarang ini merupakan disertasi beliau di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada Jogjakarta. Buku ini berhasil merekam secara komprehensif jejak sejarah kerajaan Mangkunegara, dengan raut wajah kapitalisme yang tampak tergurat jelas dalam sistem pemerintahan.

Buku ini juga memotret secara apik benang kusut problematika kepemilikan tanah yang berlangsung di berbagai daerah. Penulis buku ini meriset hal ini secara utuh dalam bingkai kasus monopoli perkebunan tebu di kerajaan Mangkunegara. Kasus kepemilikan tanah menyimpan luka sejarah kelam, karena penuh dengan intrik dan pertentangan kepentingan. Sengketa kepemilikan tanah seringkali meletus antar berbagai pihak.

Temuan dalam buku ini, sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hiroyosi Kano, Frans Husken dan Joko Suryo, di daerah perkebunan tebu pabrik gula Comal, Jawa Tengah. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan, bahwa masyarakat di daerah pabrik gula tidak mengalami involusi, tetapi diferensiasi. Pemilikan tanah di pedesaan tidak merata, tetapi terjadi kesenjangan antara petani pemilik tanah luas dengan pemilik tanah sempit dan tak bertanah.

Monopoli tanah perkebunan tebu di Mangkunegara menjadikan rakyat gelisah dan bertambah sengsara. Warga Mangkunegara bukan sengsara akibat penjajahan kolonial yang kejam, akan tetapi otoritarianisme penguasa yang menghamba pada denyut kapitalisme. Inilah yang menjadikan Mangkunegara sebagai kerajaan pribumi yang memasung kemerdekaan rakyatnya, karena mengejar target materialisme semata.

Buku ini menarik dikaji, karena dari sebagian besar penelitian yang ada hanya mengungkap kasus monopoli perkebunan tebu dan industri gula oleh bangsa asing yang menjajah negeri ini. Penelitian yang terekam dalam buku ini memberikan sumbangsih besar, karena secara intim berhasil memotret gerak kapitalisme yang menggejolak dalam jiwa bumi putra. Buku ini menjadi rujukan penting untuk mengetahui "wajah lain" bumi putra dalam mengelola aset rakyatnya.

Munawir Aziz, Mahasiswa Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS), Sekolah Pascasarjana UGM Jogjakarta.

Sumber: Kompas
Editor :Jodhi Yudono
Read more »

Jurus Ampuh Menjadi Orang Hebat


Judul: Status Update For The Best Student
Penulis: Agung Baskoro
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2012
ISBN: 978-979-22-8490-4
Tebal: 201 hlm
Peresensi: Zaitur Rahem

Situasi dan kondisi negeri pasca dilanda krisis moneter sedikit banyak berdampak pada aktivitas berkehidupan masyarakat Indonesia. Setidaknya dampak itu bisa terlihat dari semakin ketatnya persaingan di ranah sosial. Peta berkehidupan masyarakat ini juga merambah ke semua wilayah kehidupan masyarakat, mulai wilayah ekonomi, keyakinan dan relasi sosial lainnya. Bahkan, bedampak pada corak pandang masyarakat.

Pada tahun 2012 ini, masyarakat semakin diliputi rasa khawatir belitan masalah negeri ini berlarut hingga akhir usia negeri Indonesia. Sehingga, sejumlah orang tersesat pada ranah keputusasaan. Padahal, masalah ini hanya bagian lain sebagai upaya mendidik manusia semakin tegar menatap masa depan yang lebih baik.

Buku ini bermaksud menjawab kebimbangan atas sejumlah masalah kehidupan yang dihadapi manusia Indonesia. Dalam kemasan bahasa yang update seiring kemajuan hari ini Agung Baskoro, Penulis buku ini menawarkan tips dan trik keluar dari persoalan yang dihadapi. Ada banyak pengetahuan baru dari buku ini. Meski, ide yang ada dalam buku ini tak semua mewakili semua solusi dari masalah yang ada.

Buku ini enak dibaca. Penulis berhasil menarik simpati orang yang memegang buku ini untuk membaca buku ini secara tuntas. Sebab, berbeda dengan kebanyakan buku yang ada format isi buku diramu dalam bentuk sebuah curhat di dunia maya. Hasil share sejumlah orang itu kemudian menjadi sumber awal masuk kepada tips dan trik yang jitu/update (menjanjikan). (hl. 10-20). Setiap orang dipandang mampu menggapai mimpi-mimpinya. Tetapi, proses mencapai impian itu melalui ahapan yang melelahkan dan aneka ragam. Seperti Kata Mahatma Gandhi yang dikutip dalam buku ini, Kemenangan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki (Mahatma Gandhi) hl 43. Artinya, kemampuan seseorang menjinakkan rasa mudah menyerah adalah kunci utama menggapai mimpi yang diharapkan.

Selain berusaha dengan bekerja keras, untuk meraih mimpi itu membutuhkan Pengalaman. Pengalaman seseorang juga menjadi modal penting seseorang meniti kesuksesannya. Agung menekankan, kesempatan memiliki pengalaman jangan disia-siakan. Sebab, pengalaman tersebut adalah peta maha penting masuk kepada 'istana emas'. Buku ini tak sekedar curhat belaka. Namun, pada sejumlah halaman dimuat alamat penting kantor, lembaga yang sudah mengantarkan penulis menjadi pengusaha, dosen, mahasiswa peraih sejumlah beasiswa, pemikir, penulis dan pengalaman lainnya yang energik. (hl 40-60)

Prestasi dan posisi strategis di medan usaha dalam logika formalnya tidak bisa didapat hanya dengan duduk manis. Tetapi, seseorang dituntut bisa merebut posisi itu dengan penuh keberanian. Persaingan dalam dunia karir hal lumrah. Yang penting, dalam menjalani persaingan dilakukan secara benar dan tidak menyimpang dari garis aturan yang ada. Sehingga, dalam buku setebal 201 halaman ini diharapkan seseorang bisa membenahi mental dan moral diri. Sebab ketika diri seseorang tertata baik maka aktifitas yang dilaksanakan bisa maksimal. Semua orang berfikir mengubah dunia dan tidak ada yang berfikir mengubah dirinya sendiri (Leo Tolstoy) hl 71.

Akhirnya, buku ini layak menjadi bahan bacaan orang-orang yang ingin menjadi hebat. Meski harus disadari, teori saja tidak cukup namun harus diimbangi dengan gerakan nyata. Semoga, hadirnya buku ini menjadi bagian ruh semangat bagi masyarakat Indonesia menjadi lebih baik.

* ZAITUR RAHEM, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabay. Aktif menulis di sejumlah media.

Sumber: Kompas
Editor :Jodhi Yudono
Read more »

Ziarah ke Masa Lalu Jepang


Judul Buku: Minamoto no Yoritomo
Penulis: Eiji Yoshikawa
Penerbit: Kansha Books
Cetakan: I, Februari 2012
Tebal: 386 Halaman

Memperbincangkan sastra Jepang, sangat sulit dilepaskan dari sosok bernama Eiji Yoshikawa. Dua karya utamanya; Musashi dan Taiko, menjadi bacaan wajib bagi para pecinta kisah Samurai khususnya, dan sastra Jepang pada umumnya. Kedua buku tersebut juga dianggap mampu menginspirasi dan memotivasi para pembacanya.

Pria bernama asli Hidetsugu Yoshikawa ini dikenal memiliki gaya penulisan yang khas, ia kerap mengekspresikan pandangan-pandangan pada masanya dengan menggunakan setting masa lampau Jepang, era ketika para Samurai dan Shogun berperang menumpahkan darah untuk meraih kehormatan dan kekuasaan. Hasilnya, karya-karya Eiji seakan tak lekang oleh zaman.

Salah satunya karya berjudul Minamoto no Yoritomo ini. Berkisah tentang anak-anak Sama no Kami Yoshitomo, pemimpin klan Minamoto, yang kalah telak dalam Perang Hougen Heiji di Rokujo-Kawara melawan Taira no Kiyomori. Yoshitomo beserta seluruh keluarganya terbunuh, dan hanya menyisakan empat orang anak; Uhyoe no Suke Yoritomo, Otowaka, Imawaka, Shanaou Ushiwaka dan seorang gundik bernama Tokiwa.
Jatuh-Bangun Rezim

Nasib kelimanya jauh lebih beruntung dibanding dengan anggota keluarga klan Minamoto lainnya yang mengalami akhir tragis, mati di ujung pedang para samurai klan Taira. Yoritomo misalnya, anak bungsu Yoshitomo dari istri sah ini, selamat dari hukum pancung berkat hati Kiyomori, yang tidak seperti biasanya, melunak atas bujukan dari ibu tirinya, Ike no Zeni, dan putra sulungnya, Shigemori untuk mengampuni anak musuh bebuyutannya.

Sedangkan Tokiwa dan ketiga anaknya dapat selamat dikarenakan hati Kiyomori yang memang mata keranjang, kepincut oleh kecantikan gundik mendiang Yoshitomo ini. Akhirnya, hukuman yang ddapatkan oleh anak-anak tersebut hanyalah pengasingan, sedangkan Tokiwa sendiri harus rela dinikahkan dengan salah satu anak buah Kiyomori, sebagai siasat pemimpin klan Taira ini mengelabui publik.

Meski menceritakan semua tokoh utamanya hampir secara berimbang, namun kisah Yoritomo dan Ushiwaka-lah poros dari semuanya. Yoritomo, yang diasingkan ke Izu, kemudian mulai menyusun kekuatan dari sisa-sisa pasukan keluarga klan Minamoto. Sedangkan Ushiwaka yang dibuang ke Kuil Kurama, secara diam-diam mendapatkan perhatian dan dukungan dari mantan anak buah ayahnya yang masih setia. Keduanya memiliki misi yang sama; meruntuhkan rezim Taira yang tengah berkuasa.

Ketegaran dan semangat yang pantang menyerah, nampaknya menjadi spirit yang hendak dihembuskan oleh penulis yang paling disukai seantero Jepang ini kepada para pembacanya. Sikap demikian tergambarkan dengan sangat jelas melalui karakteristik tokoh utamanya, Yoritomo. Spirit seorang samurai yang patut diteladani.

Sebagaimana buku-bukunya yang terdahulu, karya ini pun tergolong cukup tebal, meskipun dalam versi Indonesia dibagi menjadi dua jilid, dan semakin mengerek namanya sebagai novelis dunia dengan spesialisasi fiksi histori Jepang. Namun, sebagai sebuah kisah yang lahir dari perkawinan antara fakta sejarah dan imajinasi penulisnya, ketebalan tersebut tidak membuat jenuh pembaca.

Teladan dari Sejarah

Sebagai sebuah fakta sejarah, kisah yang ditawarkan Eiji tersebut dapat kita ketahui melalui lembaran resmi sejarah yang ada, namun bagaimana imajinasi Eiji yang penuh warna sangat menarik untuk dinikmati. Mengingat karya fiksi sebagai hasil dari proses imajinasi, bukan catatan sejarah yang harus menitikberatkan pada data-data faktual. Sehingga ia memiliki dunianya sendiri, yang bisa saja dibengkokkan dari mainstream sejarah.

Menjelajahi halaman demi halaman buku ini, akan membuat kita merenung dan mencoba membandingkan antara masa lalu dan masa kini Jepang dan Indonesia. Ada keterkaitan yang erat antara Jepang modern dengan Jepang masa silam terutama abad ke-12. Jepang hari ini masih kental memperlihatkan pengaruh dari ajaran Bushido, atau kode etik samurai. Namun mereka sukses mentransfer nilai-nilai tersebut ke dalam sikap kerja yang lebih riil, sehingga tidak gamang mengarungi modernitas dan sukses menjadi negara maju.

Sebaliknya, meski memiliki kebudayaan dan akar sejarah yang jauh lebih panjang, di Indonesia semuanya hanya berujung pada mitos-mitos yang jauh dari realitas. Bagaimana kebesaran Majapahit, Sriwijaya, Padjajaran maupun sosok Ratu Adil, sekedar berfungsi meninabobokan masyarakatnya untuk terus menunggu Godot, tanpa memahami filosofinya dalam konteks kekinian. Bahkan kondisi geografis dan demografis yang jauh lebih unggul daripada Jepang pun seolah menjadi mubazir. Sebuah kegagalan yang melahirkan keterbelakangan berkepanjangan.

Peresensi:
Noval Maliki, Pemerhati Buku, Tinggal di Yogyakarta

Sumber: Kompas
Editor :Jodhi Yudono
Read more »

Marketing is Bulshit: Retorika Bisnis Era Modern


Judul: Marketing Is Bulshit
Meledakkan Profit dengan Kreatifitas & Otak Kanan
Penulis: Ippo Santosa
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Terbit: ke-19, Juli 2012
ISBN: 978-979-27-4339-5
Tebal: vvii+181 hlm

Peresensi: Ana FM

Persaingan di era modern ini ternyata mulai menjadi trend baru berkheidupan warga Indonesia. Rumus yang ada, siapa yang cepat dan menguasai medan (usaha) maka dapat. Demikian sebaliknya, siapa yang lambat maka akan ditinggal oleh kepastian. Sehingga wajar jika sejumlah orang (pengusaha) berkompetisi menjadi yang terbaik dan terdepan. Meski, ada juga sejumlah orang yang berjalan tertatih dalam menjalankan usahanya.

Buku garapan Ippo Santosa ini hadir menjawab problematika dunia usaha dewasa ini. Buku ini memang bukan segalanya, namun ulasan dalam buku ini sudah nyaris mewakili kebimbangan para pengusaha yang menekuni aktivitasnya. Banyak 'jamuan' tekhnik jitu dalam mengelola dunia usaha menjadi menguntungkan berlipat ganda. Bahkan, dalam buku ini dijelaskan tentang trik, tips dan tekhnik hebat orang terkenal di dunia. Sehingga buku ini terasa sangat lengkap untuk dijadikan referensi dalam menjelajahi dunia bisnis.

Sebagaimana logika bisnis, segala aktifitas di wilayah dunia usaha diharapkan mendatangkan pendapatan (uang). Menggeluti dunia bisnis ini tidak cukup bermodal dana. Dana memang sangat penting, namun pengetahuan dan pengalaman tak jauh penting. Dana dan pengetahuan ini menjadi modal utama dalam memantapkan bisnis yang dijalankan. Belajar kepada pengalaman kepada para tokoh dunia, mengerjakan aktifitas usaha ini harus dilakukan dengan matang dan rapi. Dalam arti, apa yang dijalankan seseorang tidak hanya sekedar kegiatan sambil lalu saja. Kondisi ini yang sering disebut dengan istilah fokus pada satu objek. Namun demikian, fokus saja tidak cukup dalam mengemas usaha menjadi bernilai keuntungan berlipat ganda, tetapi harus diimbangi dengan kreatifitas dan potensi diri yang memadai.

Penulis buku memberikan trik untuk menjadi pengusaha yang cerdas dan kreatif. Dengan mengutip pemikiran Michael Michalko diberikan cara bagaimana menjadi creatif marketer. Pertama, be distinctive. Maksudnya, amati dan cermati persoalan yang ada dengan pendekatan berbeda. Sehingga, persoalan yang ada menjali bagian penting dalam meraih kesuksesan. Jangan pernah takut menghadapi persoalan. Sebab, dengan persoalan ini seseorang akan menjadi lebih dewasa.

Kedua, be imaginative. membayangkan sesuatu bisnis yang mapan salah stu kunci sukses. Sejumlah tokoh dunia, sebut saja Albert Einstein selalu berjuang menemukan temuan baru. Pada awalnya, temuan-temuan Enstein ini didasari dari membayangkan sesuatu. Dan sesuatu itu dibayangkan menjadi salah satu temuan yang bakal menggemparkan jagad. (hl 119-120)

Ketiga, be productive. Hasil imajinasi itu dilanjutkan dengan mencoba menghasilkan sesuatu dengan lebih nyata. Nyata disini bagi marketer adalah mengasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi usahanya dan popularitasnya. Keempat, be combinative. Memadukan pengetahuan/pengalaman baru dari yang didapat sebelumnya dengan yang update pada titik kulminasi akan menghasilkan temuan baru. Trik keempat ini sudah menjadi syarat mutlak bagi orang menekuni dunia usaha bisnis oriented.

Kelima, be connective. Perjalanan usaha seseorang pasti akan dihadapkan kepada dua ujung arah. Yakni, arah keberuntungan dan kerugian. Menemukan koneksi (hubungan) dari aneka persoalan yang dihadapi akan menciptakan ledakan keberuntungan bagi seorang pengusaha. Bahkan, dengan strategi be connective ini akan juga mampu menciptakan rasa percaya diri dalam menjalankan sebuah usaha.

Selian kelima tips di atas, setiap marketer dituntut memiliki be contrary (mampu menyimpan dua hal yang saling berlawanan), dan tips lain yang satu sama lain saling berkelindan menyempurnakan. Keahlian, berani dan sukses adalah pilihan. Hari yang utama adalah bergerak dan bangkit dari keterpurukan. Selamat membaca, mencoba, dan menjadi jutawan!

*Penulis, Pecinta Buku dan Alumni PonPes An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep, Madura . Email: lembayung_88@yahoo.com

Sumber: Kompas
Editor :Jodhi Yudono
Read more »

Anak Singkong dan Sejuta Kepercayaan


• Judul buku: Chairul Tanjung Si Anak Singkong • Penulis: Tjahja Gunawan Diredja • Penerbit: Penerbit Buku Kompas • Cetakan: VI, Agustus 2012 • Tebal: xvi + 384 halaman • ISBN: 978-979-709-650-2

Resensi oleh Rhenald Kasali

Pada tahun 2000-an, tak lama setelah para konglomerat lama menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional, muncul sejumlah nama pengusaha baru. Chairul Tanjung adalah salah satunya.

Racikan usaha konglomerat baru yang menarik perhatian publik itu bertulang utama di sektor keuangan, sebagian industri, properti atau perkebunan, dan tentu saja media massa. Konglomerat baru itu ingin mendapat pijakan dalam dunia hiburan atau media, menemani tumbuhnya kelas menengah baru domestik.

Berebut tempat atau memosisikan diri sebagai orang media sangat disyukuri, apalagi jika mendapat julukan sebagai tokoh pers, bahkan sebagian menyeberang ke dunia politik dengan motivasi yang berbeda-beda.

Tidak mengherankan jika ada dugaan, konglomerat baru pasca-Orde Baru dibidani oleh pemain lama yang butuh ”orang kepercayaan” untuk memutar kembali asetnya yang tidak dapat dibeli kembali dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Namun, membaca biografi Chairul Tanjung (CT), kita tidak akan menemukan jawaban itu meski gunjingan akan selalu terdengar.

CT mengambil Bank Mega (1995) ”atas tawaran” pejabat senior Bank Indonesia dan Bapindo melalui proses due diligence, jauh sebelum para konglomerat gulung tikar (1997). Namun, benar seperti yang dikatakan Jakob Oetama dalam pengantarnya, modal CT adalah kepercayaan. Dan, itu sesungguhnya adalah modal besar seorang pemimpin, modal utama seorang wirausaha.

Keberuntungan, harta tak terlihat

CT dipercaya pasar, diminati pengusaha, dan disukai Presiden. Sepanjang buku ini kita disajikan langkah-langkah kecil yang menjadikan CT magnet. Sekali lagi bukanlah uang yang menjadi modal, melainkan kepercayaan. Bagi yang melihat uang sebagai constraint dalam berwirausaha tak akan percaya bagaimana seorang ”anak singkong” yang tinggal di Gang Abu, berdinding asal-asalan dan biasa ”nongkrong” di jamban beratap seng, yang masuk kuliah di UI tak punya uang, bisa menjadi sarjana dan bankir yang diperhitungkan. Pastilah, pikir mereka, ada tangan lain yang meminjamnya.

Kata orang bijak keberuntungan itu bukan karena fengsuinya bagus, melainkan karena persiapan diri yang kuat yang bertemu dengan kesempatan. CT membaca kesempatan sejak menjadi anak rakyat di kampus Salemba. Saat mahasiswa lain sibuk kuliah dan fotokopi diktat, ia justru melihat gap antara biaya fotokopi dan mencetaknya dalam bentuk stensilan di percetakan teman sekolah masa SMP-nya di daerah Senen. Selisihnya besar sekali. Ia pun mendatanginya, mengambil risiko, dan menawarkan harga lebih murah. Dipercaya di kampus membuatnya dipercaya dunia usaha sedikit demi sedikit.

Dari fotokopi ke alat-alat kedokteran, lalu jual beli mobil bekas, menjadi kontraktor kecil-kecilan, dan belajar menangani kesulitan. Saat bangkrut, bukannya pecah seperti telur yang jatuh, ia justru membal kembali seperti bola tenis. Bukankah Tuhan memberikan kita kesulitan agar kita berpikir? Seperti sopir yang mengekspos diri pada risiko, ia tidak mau menjadi penumpang yang berpangku tangan di belakang. Ia mengaku selalu didatangi tawaran untuk masuk ke bisnis-bisnis baru dan ia mau melakukannya. Kalau kita sekolah di kedokteran gigi, kemungkinan besar istri akan mengatakan, ”Ngapain jadi juragan sepatu? Kan, mas dokter?”

Demikianlah ia ditawari orang Taiwan membuat sepatu meski jadinya hanya pabrik sandal, celah yang sulit dimasuki ia ekspos terus. Dari situ ia dapat kepercayaan, menggabungkan keahlian dalam industri dan properti. Dari berhubungan dengan bank sebagai debitur sampai menjadi pemilik bank dan masuk ke dalam dunia pertelevisian. Secara spiritual kita bisa memercayai doa ibu yang menyertai keberuntungan seseorang. Hampir semua pemimpin dan pengusaha besar dalam biografinya selalu menyebut ibu. Aneh, ya, kok bukan bapak?

Namun, dalam kewirausahaan, keberuntungan seseorang hanya terjadi apabila kedua hal di atas terpenuhi: mampu membaca gap (peluang) dan mempersiapkan diri. Jangankan wirausaha, calon presiden saja harus mampu membaca kesempatan serta ilmuwan harus bisa melihat celah apa yang sudah diteliti dan yang masih menjadi masalah. Namun, mampu membaca saja tidak menjadikan Anda manusia beruntung. Manusia harus bergerak, mengeksplorasinya, yang berarti melakukan persiapan sampai ia didatangi oleh kesempatan-kesempatan yang lebih besar. Namun, siapa yang bisa didatangi kalau tidak ada kepercayaan?

Akumulasi semua ini sesungguhnya adalah harta-harta tak kelihatan (intangible) yang menjadikan Warren Buffet pengusaha besar, demikian juga dengan Bill Gates dan Steve Jobs, dan menjadi modal bagi Ir Ciputra, TP Rahmat, dan Peter Sondakh. Menurut saya, kemampuan manusia mengelola harta-harta tak kelihatan inilah (kepercayaan, pengetahuan, daya juang, informasi, pembelajaran, dan etika) masih kurang didalami di dunia persekolahan kita.

Kemampuan mengelola harta-harta tak kelihatan itu dikenal dengan istilah life skills dan menjadikan Jepang, Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Singapura sebagai bangsa yang tangguh. Akan halnya CT, dia mendapatkannya dari perjalanan hidup.

Anak singkongnya?

Biografi ini dibuat dengan bahasa yang sederhana, dengan bab yang ditulis pendek-pendek, jauh dari jargon-jargon bisnis. Namun, seperti yang saya katakan di pembukaan, masih banyak yang bisa diceritakan CT, khususnya dalam ”kepercayaan” yang diberikan pemain-pemain lama, minimal bagaimana ia membedakan diri dengan mereka dan memosisikan sebagai pengusaha di era baru yang lebih didasarkan tata kelola yang baik. Refleksi kedekatan dengan penguasa perlu juga diuraikan agar pengusaha muda mampu mengambil pertimbangan yang masak.

Meski generasi CT sangat familiar dengan kata anak singkong, dalam buku ini tak ada ulasan yang menjelaskan mengapa ia mengklaim sebagai anak singkong. Dalam buku ini juga ditemui beberapa ulasan yang terkesan banyak dipotong sehingga muncul pertanyaan, mengapa harus disajikan jika informasinya hanya seadanya? Juga ditemui kegalauan penulisan antara otobiografi (menjelaskan tentang ”saya”) dan biografi yang ditulis orang lain berdasarkan hasil riset (hal 165).

Namun, kalau kita bisa memisahkan bagian-bagian tertentu, buku ini penting untuk menanamkan semangat kewirausahaan. Bagaimana menjadikan para sarjana sebagai manusia beruntung yang tak hanya menjadi pemain warung di kaki lima selama bertahun-tahun bersaing dengan rakyat jelata dan selalu meributkan constraint.

RHENALD KASALI Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia •

Sumber :Kompas Cetak
Editor :Jodhi Yudono
Read more »