Jumat, 30 Januari 2009

Pintu Terlarang

Judul : Pintu Terlarang
Penulis : Sekar Ayu Asmara
Penerbit : Andal Krida Nusantara (AKOER)
Cetakan : II, April 2005
Tebal : 227 hlm

Disajikan dengan gaya bahasa populer, Sekar Ayu Asmara mampu membawa pembaca ke puncak tragedi. Sebuah novel thriller yang mengingatkan kita pada kisah­-kisah misteri milik novelis Agatha Christie. "Akhir cerita yang sulit ditebak," demikian komentar Noorca M.Massardi, salah seorang penulis senior.

Sebelumnya, Sekar Ayu Asmara dikenal sebagai tokoh kreatif yang pernah berkarir di dunia Man, penulis lirik lagu, pelukis, dan produser film. Di dunia penerbitan,ia pernah menulis buku untuk anak-anak berjudul Onde-onde dan Misteri Es Krim yang Hilang, Kembar Keempat (AKOER, 2005). Namanya juga dikenal di dunia film antara lain sebagai penuli skenario dan produser film Biola Tak Berdawai(2003), Belahan jiwa (2005), Pesan dari Surga (2007), dll

Dalam novel Pintu Terlarang, ia menyuguhkan kisah thriller yang membuat pembaca penasaran. Sejak halaman pertama, pembaca diajak menahan nafas ketika membaca kisah pilu seorang anak yang disiksa oleh kedua orang tuanya. Pada bab berikutnya, pembaca diajak melihat kehidupan seorang tokoh bernama Gambir, seniman patung yang beristrikan Taldya, wanita perfeksionis yang memiliki tiga jurus mencapai kualitas hidup terbaik: perfection, perfection, and perfection.

Taldya adalah seorang istri yang sangat mencintai suaminya dan sangat berpengaruh dalam karier Gambir. Di balik itu semua, ternyata Taldya menyimpan sebuah pengkhianatan, kebohongan, dan misteri. Di studio milik Gambir, ada sebuah pintu yang tidak boleh dibuka siapa pun, termasuk Gambir. Hanya Taldya yang mengetahui isinya dan sekaligus memiliki kunci pintunya. Kunci itu selalu ia gantungkan di leher sebagai kalung.

Lalu, ada juga bab-bab yang menceritakan seorang jurnalis wanita bernama Ranti yang terobsesi untuk mengungkap cerita seorang anak korban penganiayaan orang tuanya. Anak itu kini berada di sebuah rumah sakit jiwa. Awalnya, novel ini terkesan memiliki tiga cerita berbeda yang masing-masing memiliki tokohnya senidir-sendiri (anak korban penyiksaan, Gambir dan Taldya, serta Ranti). Namun, lambat laun, pembaca akan mengetahui bahwa ketiga cerita yang berbeda itu ternyata saling berhubungan.

Bagi penyuka kisah-kisah thriller, novel ini sangat layak untuk diapresiasi. Ketegangan dan kemisteriusan cerita membuat pembaca enggan melepaskan novel ini hingga halaman terakhir. Apa sebenarnya yang ada di batik pintu terlarang sehingga tak seorang pun boleh membukanya? Siapa sesungguhnya anak yang mengalami penyiksaan dari kedua orang tuanya. Siapakah Ranti? Akankah pintu terlarang itu terbuka dan menjawab semua misteri?

Akhir novel ini sangat tidak terduga. Dan, pembaca pasti akan terhenyak ketika menyadari apa sesungguhnya rahasia di balik pintu terlarang.

@h_tanzil


Review ini dibuat untuk majalah djakarta! ed. oktober 2004 ketika sy menjadi kontibutor kolom book review di majalah tsb . Saya postingkan disini berhubung dengan diputarnya film yang diadaptasi dari novel ini dengan judul yang sama "Pintu Terlarang". Entah apakah seiring diputarnya film ini maka novelnya dicetak ulang kembali?





Read more »

Senin, 26 Januari 2009

L

L
Kristy Nelwan @ 2008
Grasindo – Agustus 2008
394 Hal.

‘L’… judul yang simple banget tapi, cenderung mengundang ‘pertanyaan’. Apakah ‘L’ itu? Atau malah ‘siapa’?, terus, ‘kenapa L? koq gak F, atau X atau Q? Oke… oke… mari kita telusuri, ada apa dengan ‘L’ ini…

Jadi, tersebutlah cewek duapuluh tahunan bernama Ava Torino. Cewek yang kalo dibaca deskripsinya termasuk cewek tomboy, cuek banget, easy going, perokok berat, bekerja di sebuah stasiun televisi. Mungkin gayanya ini yang bikin banyak cowok tertarik sama Ava.

Tapi, Ava bukanlah orang yang betah dengan satu cowok aja. Entah apa yang membuatnya memilih ‘bertualang’ dari satu cowok ke cowok lain demi mengumpulkan nama cowok sesuai abjad. Dari A sampai Z. Luar biasakan.. bahkan untuk huruf X dan Q pun, Ava berhasil mendapatkannya. Dan, ia juga dengan mudah mendepak cowok-cowok itu dalam waktu singkat kalau sudah saatnya berganti abjad.

Ava sudah berhasil mengumpulkan 25 abjad. Satu yang tertinggal, yaitu huruf ‘L’. Bagi Ava, ini adalah pertanda. ‘L’ untuk Love, ‘L’ untuk ‘the Last’ dan artinya ‘L’ adalah ‘the Last Love’ – waktunya bagi Ava untuk menghentikan petualangan cintanya. Saatnya Ava percaya pada yang namanya cinta sejati.

Memang akhirnya, Ava menemukan si L ini – yang bernama asli Ludi. Mereka pun akhirnya berpacaran dan siap melanjutkan hubungan ke tingkat yang lebih serius alias pernikahan. Ludi adalah seorang auditor, yang di mata Ava adalah sosok pria yang baik dan pengertian. Bagi Ava – atau setidaknya harapan Ava – Ludi benar-benar akan menjadi the ‘L’ one.

Dalam perjalanan menuju hari H yang panjang, ternyata Ava menemukan sebuah sosok lain yang tanpa disadarinya membuatnya mengakui akan namanya cinta. Rei namanya. Perkenalan singkat di Yogyakarta yang aneh, lalu pertemuan tanpa sengaja di Bali yang memberikan kejutan-kejutan kecil yang mungkin gak berarti tadinya, tapi ternyata malah memberikan sebuah kenangan manis yang gak pernah ditemukan Ava sebelumnya.

Sampai akhirnya, mereka satu kantor, pertengkaran-pertengkaran kecil, kelakuan dua orang yang sama-sama gila, membuat teman-teman mereka melihat apa yang gak mau diakui oleh mereka berdua. Ava yang cuek, Rei yang gila, tapi mereka sama-sama gak mau ngaku atau sedikit berkilah untuk gak menunjukkan perasaan yang sebenarnya.

Demi menjaga kesetiaanya sama Ludi, Ava harus berusaha keras meredam perasaan yang tiba-tiba saja ia sadari, tapi, ketika ia sadar dan siap untuk mengatakan yang sebenarnya, Ava justru harus rela kehilangan.

Tadinya, gue sempet males banget untuk melanjutkan novel ini. Abis, gak jelas banget sih, apa coba maksudnya si Ava ngumpulin cowok berdasarkan abjad. Dia nolak dibilang ‘player’, tapi dendam masa lalu juga gak jelas banget. Terus, kenapa Ludi harus gak setia?

Tapi, momen atau bagian yang gue suka adalah waktu mereka ngumpulin kalimat-kalimat yang menurut mereka berarti dari buku ‘Tuesday with Morrie’. Gue sempet agak ‘mendua’ waktu menebak ending ceritanya ini, hmmm… meskipun sebenernya, ninggalin surat rasanya suatu yang biasa untuk orang yang akan pergi jauh, tapi, still… it was touchy…
Read more »

Jumat, 16 Januari 2009

Maryamah Karpov - Mimpi-mimpi Lintang

Judul : Maryamah Kaarpov - Mimpi-mimpi Lintang
Penulis : Andrea Hirata
Penyunting : Imam Risdianto
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : I, II, November 2008
Tebal : 502 halaman

Maryamah Karpov adalah novel pamungkas Tetralogi Laskar Pelangi. Bagi para pembaca Laskar Pelangi kehadiran novel ini sangatlah ditunggu-tunggu. Setelah mengalamai beberapa kali penundaan akhirnya novel ini terbit pada akhir November 2008 lalu saat emosi pembacanya membuncah seiring dengan diputarnya film Laskar Pelangi di bioskop-bioskop tanah air . Penerbit Bentang pun tampaknya tak menyia-nyiakan momen ini dengan segera menerbitkannya. Mereka optimis bahwa Maryamah Karpov akan meledak di pasaran seperti ketiga buku sebelumnya, karenanya untuk edisi pertamanya saja Bentang langsung mencetak 100 ribu kopi ! Jumlah yang fantastis dalam sejarah penerbitan buku fiksi di Indonesia.

Jauh hari sebelum novel ini terbit, tepatnya di buku kedua “Sang Pemimpi” (2006), pada bagian Epilog, Andrea telah memberikan sebersit informasi mengenai tema utama Maryamah Karpov yang sat itu sedang ditulisnya, cover buku Maryamah Karpov sendiri telah dipajang di novel ketiganya (Edensor,2007), dan semenjak itu muncul pula di cetakan-cetakan berikutnya baik di buku pertama hingga ketiga.

Berbagai bocoran informasi mengenai novel keempatnya dan suksesnya ketiga novel Laskar Pelangi ini tentu semakin membuat pembacanya semakin penasaran dengan novel terakhir dari tetralogi ini. Situasi ini juga dimanfaatkan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab. Beberapa bulan sebelum novel ini terbit, beredar novel palsu Maryamah Karpov dengan cover yang sama persis dengan yang diiklankan, selain itu beredar pula bersi digitalnya (ebook). Menanggapi hal ini, Renjana Organizer selaku manajemen Andrea Hirata sampai perlu mengeluarkan pernyataan yang diedarkan di milis-milis perbukuan dan sastra bahwa novel yang beredar tersebut adalah palsu.

Kini hampir dua bulan sudah Maryamah Karpov terbit dan telah dibaca oleh banyak orang. Berbagai komentar bermunculan . Ada yang memuji namun tak sedikit yang kecewa dengan novel pamungkas Laskar Pelangi ini. Di novel keempatnya yang lebih tebal dibanding ketiga novel lainnya Andrea masih menggunakan pola yang sama dengan dua novel terdahulunya yaitu dengan membagi kisah-kisahnya dalam bab-bab pendek atau yang ia tulis sebagai mozaik.

Pada separuh buku pertama, Andrea nyaris tak menghadirkan plot dengan sebuah konflik utama layaknya sebuah novel, masing-masing mozaik berdiri sendiri layaknya cerpen. Dengan bebas Andrea menyuguhkan berbagai kisah dari satu mozaik ke mozaik berikutnya. Benang merahnya adalah tokoh Ikal ketika telah berada di Belitong setelah menyelesaikan studinya dengan gemilang sebagai Master di bidang Ekonomi Telekomunikasi di Sorbone Perancis. Sayangnya karena ilmu yang dipelajarinya tak sesuai dengan kondisi kampung halamannya maka ia terpaksa menganggur.

Barulah di separuh buku berikutnya mulai terbentuk sebuah plot cerita dengan sebuah konflik utama yaitu pencarian Aling yang dikaguminya sedari kecil. Hal ini berawal ketika para nelayan menemukan beberapa mayat bertato gambar kupu-kupu yang merupakan tanda dari sebuah trah keluarga Tionghoa. Aling yang berasal dari trah keluarga tersebut juga memiliki tato yang sama pada lengannya.

Banyak yang menduga bahwa mayat-mayat itu adalah para pelintas batas yang sedang menuju Singapura yang dibunuh dan mayatnya dibuang ke laut oleh bajak laut di kawasan Batuan yang bernama Tambok. Ikal menduga Aling dan seluruh keluarganya turut dalam rombongan para pelintas batas itu dan berharap masih hidup dalam tawanan Tambok di pulau Batuan

Ikal bertekad mencari Aling hingga ke Batuan. Tak mampu untuk menyewa perahu, ia memutuskan untuk membuat perahu sendiri! Bagaimana mungkin?, untunglah Ikal mendapat bantuan dari si jenius Lintang yang dengan dalil-dalil fisika dan matematikanya mampu memberikan rumusan-rumusan matematis untuk membuat sebuah perahu. Selain itu Ikal juga dibantu oleh teman-teman Laskar Pelanginya yang tanpa pamrih menolong Ikal membuat perahu untuk mencari pujaan hatinya. Sebagai penghargaan terhadap Lintang maka perahunya tersebut diberi nama , “Mimpi-mimpi Lintang”.

Kisah Ikal berjuang membuat perahu yang penuh rintangan hingga pelayarannya bersama Mahar dan dua orang kawannya untuk mencari Aling terus mengalir dari bab ke bab dengan seru dan menegangkan. Sayangnya setelah kisah petualangan ini berakhir, tiba-tiba di bab berikutnya tersaji kisah yang tak ada hubungannya dengan kisah sebelumnya. Suspend yang begitu kuat yang telah dibangun Andrea dalam kisah petualangan Ikal mencari Aling tiba-tiba anjlok karena Andrea malah memilih kisah lain. Padahal masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab mengenai kepergian Aling. Alih-alih membuat kisah yang melatarbelakangi bagaimana Aling hingga berlayar ke Singapura atau bagaimana kisah Aling selama dalam tawanan bajak laut, Andrea malah bercerita tentang Ikal yang harus mengatasi traumanya memasuki klinik gigi.

Walau demikian seperti di novel-novel terdahulunya kepiawaian Andrea dalam mengolah kalimat dengan metafora-metaforanya yang indah membuat novel ini begitu menarik, menghibur, dan memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan memotivasi pembacanya untuk melakukan hal-hal yang besar untuk mengejar mimpi. Kepiawaian Andrea memilih kalimat-kalimat dan merangkai kata dalam mendeskripsikan berbagai kisah mampu mengikat pembacanya untuk membaca novel ini hingga tuntas . Untuk urusan ini Andrea memang jempolan dan pendongeng yang baik.

Lalu siapa sesungguhnya Maryamah Karpov yang dijadikan judul dalam novel ini? Uniknya kisah si pemilik nama berbau Rusia ini hanya muncul beberapa kalimat saja, itupun baru muncul di pertengahan buku ini. Andrea hanya menyebutkan bahwa pemilik nama tersebut adalah Cik Maryamah yang karena kemahirannya mengajarkan permainan catur dengan langkah-langkah Karpov (Grand Master Catur Dunia) maka sesuai dengan kebiasaan Melayu yang sering memberikan julukan di belakang nama aslinya, maka diberilah nama Maryamah Karpov. Hanya itu, selebihnya nama dan kisah Maryamah tak lagi muncul dalam novel ini. Jika demikian mengapa nama wanita ini yang dijadikan judul ?

Menyimak komentar dari banyak pembaca yang telah menuntaskan buku ini , soal judul inilah yang paling dipertanyakan oleh para pembacanya. Selain itu, tema umum dari novel ini juga menjadi tanda tanya besar karena meleset jauh dari tema soal perempuan yang sering telah diungkapkan Andrea dalam berbagai kesempatan. Di buku Sang Pemimpi (2006), Andrea dalam epilognya mengungkapkan bahwa, Maryamah Karpov akan membahas tentang “ penghormatan kepada kaum perempuan” (Sang Pemimpi, hal 277). Pertanyaannya kini, bagian manakah dalam novel ini yang mengandung penghormatan terhadap perempuan? Bukankah ini hanyalah sebuah kisah romantika Ikal mencari Aling yang dibungkus petualangan seru.

Kejanggalan tersebut dan juga endingnya yang menggantung pada akhirnya memunculkan spekulasi bahwa akan ada Maryamah Karpov jilid 2. Untuk itu saya mencoba mengkonfirmasikan hal ini langsung pada Andrea Hirata. Dalam perbincangan telponnya, Andrea menegaskan bahwa Maryamah Karpov memang dibuat menjadi dua jilid. Jilid pertama yang sekarang telah terbit memang tak banyak membicarakan Maryamah Karpov karena di jilid ini Andrea bermaksud membangun karakter tokoh-tokoh yang kelak akan dimatangkan di jilid keduanya. Dan di jilid keduanyalah Maryamah Karpov akan banyak berperan.

Namun sangat disayangkan, dengan tegas Andrea menyatakan bahwa hingga saat ini jilid 2 Maryamah Karpov tidak akan diterbitkan !. Andrea mengungkapkan bahwa ada berbagai pertimbangan yang menyebabkan ia terpaksa menolak untuk menerbitkan Maryamah Karpov jilid 2 dan memilih ‘menghilang’ sementara dari dunia kepenulisan. Pertimbangan apa? Daripada saya salah mengutip pernyataan Andrea yang disampaikan pada saya lewat telpon, biarlah Andrea atau Renjana Organizer sendiri yang akan menjelaskannya pada publik kelak karena pembaca Tetralogi Laskar Pelangi butuh penjelasan yang tuntas dari penulis mengenai tidak tuntasnya novel pamungkas ini.

Selain soal keterkaitan antara judul dan isi, soal logika juga menjadi hal yang cukup mengganggu. Misalnya ketika Lintang yang hanya dengan mencoret-coret di atas pasir mampu memberikan rumusan ukuran-ukuran yang tepat untuk membuat sebuah perahu. Berdasarkan rumusan tersebut Ikal dan kawan-kawannya bisa membuat perahu, padahal kenyataannya dibutuhkan keahlian khusus dan pengalaman bertahun-tahun bagi seseorang untuk membuat perahu. Lalu bagaimana pula sebuah perahu kuno yang telah terkubur ratusan tahun dalam sungai bisa diangkat ke permukaan berkat ilmu fisika Lintang yang hanya tamatan SMP. Novel ini tak memberi penjelasan logis bagaimana Lintang yang tinggal di pulau terpencil sebagai petani kelapa bisa mengasah ilmunya hingga kini.

Seperti di tiga novel sebelumnya, Andrea juga masih menyajikan selipan berbagai kultur dan budaya Melayu dan suku-suku lain yang hidup berdampingan seperti Suku Sawang, Tionghoa, dan orang-orang bersarung. Karenanya Gangsar Sukrisno selaku CEO Penerbit Bentang Pustaka mengatakan bahwa tetralogi LP merupakan cultural literary non fiction yaitu sebuah karya non fiksi yang digarap secara sastra berdasarkan pendekatan budaya.

Berlebihankah ? Hal ini membuka peluang untuk didiskusikan lebih lanjut. Jika memang demikian, maka Andrea telah menyumbangkan sesuatu yang berharga dalam khazanah sastra kita. Dan sangat disayangkan jika setelah menuntaskan Tetraloginya ini Andrea dikabarkan akan ‘menghilang’ untuk sementara. Apakah Andrea sedang mematangkan kelanjutan dari Maryamah Karpov yang memang belum selesai, atau ia sedang mempersiapkan karya yang lebih monumental? Semoga.

@h_tanzil
Read more »

Kamis, 15 Januari 2009

Mirror, Mirror on the Wall

Mirror, Mirror on the Wall
Poppy Damayanti Chusfani @ 2008
GPU – September 2008
176 Hal.

Menjadi anak yang biasa-biasa aja, gak populer dan cenderung culun emang gak mudah. Karin, kerap jadi bulan-bulanan gank anak-anak populer di sekolahnya. Karin memang anak yang kurang percaya diri, dia lebih suka menyendiri, menjadikannya seolah sosok yang tidak kelihatan. Pasrah meskipun ia harus diejek oleh Lisa and the gank.

Di rumah, Karin tinggal dengan ayahnya dan kakaknya, Lis, plus pembantu mereka. Ibu Karin sudah meninggal, dan Lis adalah manusia super sempurna yang berusaha menjadi pengganti ibu mereka dengan mengatur semua urusan rumah tangga. Satu-satunya teman Karin adalah Shawn, cowok belasteran Belanda yang sudah jadi temannya sejak mereka berdua masih ‘ngompol’.

Suatu hari, ketika mereka sedang membereskan gudang di rumah mereka (tentu saja atas perintah Lis), Karin menemukan sebuah cermin antik yang tersembunyi di sebuah sudut gudang dengan permukaan menghadap ke belakang. Cermin itu langsung menarik perhatian Karin yang memang kebetulan tidak punya cermin di kamarnya.

Keanehan pun mulai muncul. Di malam pertama cermin itu ada di kamar Karin, Karin seolah melihat ada pendar cahaya yang datang dari dalam cermin itu, tapi toh, tidak ia hiraukan. Karin pikir ia hanya mimpi. Tapi, di malam kedua, cermin itu berpendar lagi, dan Karin merasa ada sebuah suara yang memanggilnya yang datang dari arah cermin itu.

Itulah pertama kali Karin berkenalan dengan Nyi Rajadharma, Nyi Rajasturi dan Nyi Rajasita. Cermin itu dulunya adalah milik Nini (Nenek) Karin. Ketiga perempuan itu masih buyut-buyut Karin. Karin juga punya pelindung dua ekor macan ‘konyol’ bernama Cagra dan Wulung. Di antara ketiga perempuan itu, Nyi Rajadharma-lah yang paling ambisius.

Dengan adanya ‘teman-teman’ barunya, Karin jadi berbeda. Tanpa disadarinya, ia mulai terpengaruh dengan maksud-maksud tersembunyi dari perempuan-perempuan itu. Perlahan-lahan, Karin berubah. Bukan lagi Karin yang pemalu, penakut, tapi jadi Karin yang super pemalas bahkan ‘penggoda’. Dengan bantuan, Nyi Rajadharma, Karin berhasil melakukan aksi balas dendam terhadap Lisa, juga berhasil mengambil hati cowok impiannya selama ini. Karin juga bukan lagi manusia yang tak kasat mata, tapi jadi pusat perhatian.

Peringatan Cagra dan Wulung untuk tidak bergantung pada cermin tidak dihiraukannya. Malah ia mulai menganggap kalau orang-orang yang selama ini disayanginya tidak ada yang memperhatikannya, berbeda dengan teman-teman barunya yang benar-benar memperhatikan dan mau membantunya apa pun itu caranya.

Energi Karin mulai terserap, Karin mulai lemah. Cepat atau lambat, Karin akan mati dan membiarkan kekuatan jahat menguasainya. Harus ada yang menyelamatkannya kalau gak mau Karin terjebak di dunia lain.

Seru juga buku ini, meskipun sempat mengingatkan gue sama Coraline. Ya, gak aneh sih, karena mbak Poppy adalah penggemar buku-bukunya Neil Gaiman. Tapi, sekali lagi, baca teen-lit a la mbak Poppy memberi ‘penyegaran’ di antara teen-lit yang lain.

Read more »

Maximum Ride#3: Saving the World and Other Extreme Sports

Maximum Ride#3: Saving the World and Other Extreme Sports (Menyelamatkan Dunia dan Olahraga Ekstrem Lainnya)
James Patterson @ 2007
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Desember 2008
504 Hal.

Melarikan diri lagi dari Sekolah. Di akhir buku kedua, Max, Fang, Nudge, Gasman, Iggy dan Angel, serta Total, sempat terperangkap di dalam Sekolah lagi. Tapi, berkat kerjasama dan saling mendukung yang kuat, mereka kembali berhasil meloloskan diri.

Pihak Sekolah tidak tinggal diam. Menurut mereka, sudah waktunya memusnahkan para makhluk gagal itu – setidaknya gagal menurut versi mereka. Semuanya, tidak terkecuali. Bahkan para Pemusnah pun akan turut dihancurkan.

Sementara itu, dalam pelariannya, para kawanan memutuskan bahwa mereka harus kembali menemukan tempat untuk menetap. Sebagai pemimpin, Max merasa wajib melindungi mereka. Akhirnya, Max dan Fang terbang berkeliling mencari tempat yang cocok untuk mereka.

Ketika Max dan Fang pergi, anggota kawanan yang lain diserang oleh Pemusnah jenis baru, yang dinamakan Flyboy. Ternyata, Flyboy bukanlah makhluk hidup, tapi lebih tepat disebut robot. Tubuh mereka terbuat dari besi dan mereka deprogram untuk menghancurkan para kawanan. Nudge dan kawanan yang lain tidak bisa menandingi Flyboy yang terlalu banyak jumlahnya. Mereka akhirnya tertangkap lagi dan menyadari ada pengkhianat di antara mereka.

Max dan Fang yang yang sedang berkeliling tidak menyadari apa yang terjadi dengan teman-teman mereka. Mereka malah sibuk bertengkar, sempat mampir ke rumah dr. Martinez yang kemudian berhasil mengeluarkan microchip dari lengan Max.

Ketika mereka menyadari bahwa teman-teman mereka tertangkap, Max dan Fang tahu harus menuju ke mana, ke tempat di mana mereka pun sudah ditunggu.

Akal dan siasat Max lagi-lagi berhasil meloloskan mereka dari Sekolah. Tapi, kawanan harus terpecah dua, karena Max dan Fang bersikeras pada pendirian mereka masing-masing. Sebuah kejutan membuat perpecahan itu terjadi.

Kawanan itu berpisah, melanjutkan misi menyelamatkan dunia dan menyebarkan kebusukan Itex dengan cara yang berbeda. Max memilih menyeberangi lautan menuju daratan Eropa, langsung ke titik sasaran yaitu markas besar Itex yang berada di Jerman. Sementara, Fang bersama Gasman dan Iggy, memilih berjuang lewat blog Fang yang semakin terkenal dan semakin banyak diakses oleh para pembacanya. Dukungan melalui blog pun mengalir deras, protes-protes dan demonstrasi berlangsung di berbagai cabang Itex.

Max yang berada di Jerman, harus menghadapi banyak kejutan yang mengaduk-aduk emosinya. Tapi, untung aja, Max pintar, jadi gak mudah terpengaruh dengan segala hal itu. Max juga harus menghadapi makhluk ciptaan Itex yang lebih ajaib lagi.

Banyak hal yang mengharukan muncul dalam buku ketiga ini. Siapa orang tua Max pun terungkap, tapi, tetap, perjuangan Max dan teman-temannya belum selesai. Di akhir cerita, mereka kembali terbang untuk menyelamatkan dunia.

Apakah ini akan jadi buku terakhir dari seri Maximum Ride? Tampaknya gak tuh… masih ada lanjutannya di ‘The Final Warning’… Uhhh.. tak sabar menanti. Apakah masih akan seseru seri-seri sebelumnya?
Read more »

Rabu, 14 Januari 2009

The Wedding Officer (Pejabat Pernikahan)

The Wedding Officer (Pejabat Pernikahan)
Anthony Capella
Gita Yuliani K. (Terj.)
GP, Oktober 2008
568 Hal.

Desa Fiscino, sebuah desa di lereng Gunung Vesuvio, Italia, sedang dalam keadaan penuh kegembiraan. Ada Festival Buah Aprikot, pemilihan buah apricot terbaik. Gak hanya itu, para kembang desa, juga memperebutkan gelar gadis tercantik di desanya.

Mungkin hanya Livia Pertini yang tidak tertarik dengan gelar gadis tercantik itu. Baginya, sebagai anak pemilik osteria yang terkenal lezat itu, yang penting adalah menyajikan masakan yang lezat. Konsentrasi penuh agar bisa menghasilkan masakan yang membuat orang berdecak dan kekenyangan.

Di hari itu juga, Livia jatuh cinta pada seorang perwira muda bernama Enzo. Usaha Enzo mendekati Livia yang galak tidak sia-sia, mereka pun menikah. Karena, di jaman itu, jangan coba-coba mendekati seorang gadis kalau si pemuda tidak berniat menikahinya.

Tapi, Perang Dunia memporak-porandakan kehidupan yang tenang dan bahagia. Italia pun hancur lebur, luluh lantak gara-gara perang. Datangnya tentara sekutu juga tidak banyak membantu. Malah timbul peraturan-peraturan aneh – tidak boleh menimbun bahan makanan, yang artinya banyak osteria gulung tikar atau sepi.

Para laki-laki dikirim ke medan perang – yang tinggal hanya anak-anak dan manula. Para perempuan memilih jadi pelacur, dengan harapan akan jadi pengantin perang tentang Inggris.

Gara-gara alasan itu pula, ada sebuah jabatan yang mengatur agar perempuan-perempuan Italia itu tidak bisa dengan sembarangan menikah dengan tentara-tentara sekutu. Adalah James Gould, perwira asal Inggris yang bertugas untuk memastikan hal itu .

Ditempatkan di Neapolitan, tanpa orang yang dia kenal, disajikan masakan dari ransum yang makin hari makin kacau, James mulai ‘pasrah’. Sampai Livia pun datang ke kediaman James.

Pertemuan pertama mereka lumayan kocak. Dan gara-gara perbuatan Livia yang dianggap melanggar segala aturan, Livia pun harus ikut ke Neapolitan, meninggalkan ayah dan adiknya. Tadinya, Livia terkatung-katung di awal kedatangannya di Neapolitan. Livia tidak mau ikut-ikutan jadi pelacur, sementara lowongan pekerjaan dipenuhi orang-orang lain. Akhirnya, Livia tiba di sebuah bar yang ditutup oleh James. Konspirasi antara pemilik bar dan orang-orang lain yang tidak puas dengan James, ‘menyelundupkan’ Livia untuk jadi juru masak di kediaman James.

Tentu saja, Livia pun memukau James dan yang lainnya dengan masakannya yang lezat itu. Livia bertemu lagi dengan James. Sempat terjadi kesalahpahaman sebelum akhirnya… ya.. tentu saja mereka jatuh cinta.

Tapi, gak mudah untuk mereka bersatu – karena perang membuat mereka harus berpisah sementara.

Dibanding ‘The Food of Love’, meskipun tentu saja masih soal cinta, buku ini ‘rada berat’, lebih tebal dan serius. Masakan lezat masih bertaburan. Tapi, banyak banget bagian yang menurut gue terlalu berpanjang-panjang dan sempat bikin cerita jadi gak asyik… yaitu, bagian perang di tengah-tengah cerita. Terus, gak asik waktu Livia jadi ‘serius’ pas dia gabung sama kelompok pemberontak.

Bagian yang gue suka adalah di awal cerita, gimana menyenangkannya Festival Buah Aprikot, kaya’nya hari itu indah banget. Ada bagian-bagian lucu juga, waktu pertama James ketemu Livia, plus, waktu Livia mikir James itu cowok yang ‘beda’.

Read more »

Jumat, 09 Januari 2009

Goodbye, Bush! - Sepatu Perpisahan dari Baghdad

Judul : Goodbye, Bush! - Sepatu Perpisahan dari Baghdad
Penulis : Muhsin Labib
Penyunting : Anwar M. Aris
Penerbit : Rajut Publishing House
Cetakan : I, Januari 2009
Tebal : 96 hlm

Siapa yang menyangka, seorang Presiden negara adidaya yang terhormat di akhir masa jabatannya akan dipermalukan harkat dan martabatnya oleh seorang wartawan dari negara yang di’jajah’nya. Minggu, 14 Desember 2008, presiden AS George W. Bush tiba di bandara Internasional Baghdad dengan pesawat kepresidenan AS yang paling bergengsi di dunia “Air Force One”.

Selain ingin berpamitan dengan tentara AS di Irak, tujuan utama Bush adalah untuk menandatangani pakta keamanan AS-Irak yang sempat direvisi beberapa kali dan ditentang oleh sebagian faksi di parlemen Irak. Usai menandatangani, Bush dan Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki melakukan konferensi pers. Dan saat itulah Bush menerima perlakuan memalukan yang bakal dikenang sepanjang masa baik oleh Bush pribadi maupun seluruh masyarakat dunia.

Karena peristiwa penandatangan pakta keamanan ini demikian penting, dan konferensi pers tersebut telah diagendakan sebelumnya, tentunya peristiwa ini dihadiri oleh para wartawan dalam dan luar negeri dengan kamera televisi yang siap menayangkannya secara live. Seluruh petugas Secret Service juga telah menyiapkan semua prosedur pengamanan super maksimum lengkap dengan peralatan canggihnya. Telah dipastikan dalam ruangan tersebut tak ada, bom, pistol, atau apapun yang mengancam keamanan Sang presiden dan perdana menteri.

Saat al-Maliki dan Bush berdiri di podium dengan tatapannya yang penuh kepercayaan diri hendak bersiap menjawab pertanyaan para wartawan, tiba-tiba peristiwa luar biasa terjadi. Seorang wartawan televisi Al-Baghdadia, Muntahar Al-Zaidi tiba-tiba melemparkan sepatunya ke arah Bush sambil berteriak , “Good bye, dog!”. Belum sempat para pengawal presiden bereaksi, Al-Zaidi melempar sebuah sepatunya lagi, untung Bush pandai berkelit sehingga kedua sepatu itu tak mengenai kepalanya.

Walau luput dari lemparan sepatu, namun peristiwa memalukan yang diliput secara live oleh hampir seluruh stasiun televisi dunia itu telah tersebar dengan cepat, menghibur banyak pemirsa dan segera saja menjadi bahan gurauan dan melahirkan berbagai reaksi dari seluruh masyarakat dunia. Tentunya peristiwa ini bisa menjadi insiden yang paling memalukan sepanjangi sejarah kepresidenan AS karena tapak sepatu adalah simbol penghinaaan pamungkas dalam budaya Arab. Setelah patung Sadam Husein dirobohkan di Baghdad pada April 2003, banyak orang memukuli wajah patung itu dengan tapak sepatu mereka.

Jika selama ini kita hanya membaca dan melihat peristiwa tersebut melalui koran-koran, televisi, streaming video di internet, dll. Kini kita bisa membaca peristiwa tersebut secara utuh melalui sebuah buku yang ditulis oleh Muhsin Labib, jurnalis, cendekiawan muslim, salah satu penulis buku best seller “Ahmadinejad! David di tengah angkara Goliath Dunia “ (Hikmah, 2006).

Buku ini tampaknya memang sengaja dibuat secara cepat oleh penerbitnya agar kisah sepatu itu masih segar dalam ingatan kita. Jika diistilahkan mungkin buku ini disebut dengan flash book’ atau ada juga yang menyebutnya ‘magazine book’ , buku yang dibuat untuk menangkap sebuah moment peristiwa yang sedang trend secara cepat. Biasanya buku jenis ini tak terlalu tebal dan hanya menyarikan dari berita-berita yang beredar di media masa.

Menurut penerbitnya (Rajut Publishing) Buku Goodbye Bush! ini mungkin merupakan salah satu buku tercepat yang pernah dibuat. Diselesaikan dalam waktu 2x24 jam. Apa yang bisa dihasilkan dengan buku yang dibuat secepat demikian? Walau dibuat secara cepat tampaknya buku ini tidak dibuat secara serampangan karena nama penulisnya dan penerbit tentu saja dipertaruhkan di buku ini. Oleh penulisnya buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama memuat serangkaian peristiwa seputar Pakta Keamanan Amerika-Irak dan polemik-polemiknya . Bagian ini memuat berbagai pasal pakta pertahanan tersebut beserta pasal-pasal rahasia dari kesepakatan tersebut. Dari pasal-pasal tersebut akan terlihat dengan jelas bagaimana AS masih enggan sepenuhnya melepas cengkeraman militernya atas Irak.

Bagian kedua memapar peristiwa pelemparan sepatu oleh Muntahar al-Zaidi yang nyaris mengenai wajah George W. Bush. Lalu peristiwa-peristiwa susulan, atau respon dunia internasional pasca insiden memalukan itu. Di bagian ini akan terungkap hal-hal menarik dan lucu akibat aksi pelemparan sepatu tersebut, seperti bagaimana kini sepatu usang dengan model tahun 99 itu jadi sepatu yang paling dicari sampai-sampai ada yang menawarnya hingga 110 milyar hanya untuk satu buah sepatu.

Dimana kini sepatu itu berada? Jawabannya bisa ditemui di buku ini. Yang pasti kini pabrik pembuat sepatu tersebut kebanjiran order karena pesanan jenis sepatu tersebut naik hingga 4 kali lipat. Dan uniknya kebanyakan pesanan tersebut berasal dari AS, Inggris, dan sejumlah negara Arab.

Selain itu terungkap pula bahwa kejaidan aib bagi sang presiden tersebut malah menjadi hiburan gratis bagi tentara AS di Irak. Peristiwa tersebut nyaris tidak terkesan sebagai peristiwa kekerasan, namun kelucuan. Tentara AS di Irak terbahak-bahak melihat insiden tersebut. Banyak hal-hal menarik dan lucu di bagian ini tentunya saya tak akan mengungkapkannya dalam tulisan ini agar pembaca merasakan sendiri sensasi kelucuan dan keterkejutan membaca fakta-fakta yang ada akibat insiden ini.

Di Bagian ketiga memuat profil singkat pelempar sepatu, Munthadar dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan sosoknya sesuai aksi pelemparan seperti penyiksaan yang dialaminya dan dukungan serta simpati mulai dari sesama wartawan, hingga ibu-ibu yang bersedia menikahi anak gadisnya dengan al Zaidi. Al Zaidi memang telah menjadi hero dan simbol perlawawan terhadap Amerika dan sekutu-sekutunya. Bahkan setelah peristiwa tersebut para infitadah di jalur Gaza tak lagi melempari tentara Israel dengan batu melainkan dengan sepatu!

Pada intinya buku kecil yang juga dilengkapi dengan foto-foto ini memuat secara kronologis latar belakang, sebelum, saat, dan berbagai reaksi setelah insiden pelemparan sepatu terjadi. Tak ada analisis komprehensif atau abstraksi intelektual tingkat tinggi dalam buku ini karena memang bukan untuk tujuan itu buku ini dibuat. Buku ini hanya merangkum berbagai berita dan kisah insiden ini yang tersebar di berbagai media baik cetak maupun cyber sehingga buku ini sangat renyah, enak dibaca, dan dapat tuntas hanya dalam sekali duduk.

Namun bukan berarti buku ini sekedar ‘buku kacangan’. Tampaknya ini buku pertama di Indonesia (bahkan mungkin di dunia?) yang memaparkan insiden pelemparan sepatu pada Bush. Selain itu ada banyak hal positif yang mungkin bisa diperoleh dalam buku ini. Selain kita bisa memperoleh seluruh rangkaian peristiwa ini secara utuh dalam sebuah buku, melalui buku kini kita juga akan melihat sebuah ekspresi penolakan yang kuat terhadap arogansi dan hegemoni suatu pemerintahan yang secara sadar ingin menguasai bangsa lain dengan dalih perdamaian dan keamanan dunia.

@h_tanzil
Read more »

Rabu, 07 Januari 2009

To Tokyo to Love

To Tokyo to Love
Mariskova
GPU, Desember 2008
296 Hal.

Cita-cita Nina sebenarnya simple aja, hanya pengen jadi istri yang baik dan punya anak. Jadi ibu rumah tangga aja. Pekerjaan… biarlah urusan suami. Nina pun sedang mempersiapkan pernikahannya dengan Ian. Yang ada di gambaran Nina, adalah sebuah kehidupan pernikahan, sebuah keluarga yang sempurna. Ian, adalah senior Nina di kampus. ‘Cowok idola’ yang mulanya hanya bisa dipandang Nina dari jauh. Nina yang penyendiri dan tomboy sering mendengar gosip para cewek-cewek membicarakan Ian. Suatu kejadian, malah mendekatkan diri Ian dan Nina. Gak ada yang menyangka kalau Ian bisa jatuh cinta pada cewek berpenampilan biasa-biasa aja seperti Nina.

Nina yang tomboy, pelan-pelan berubah jadi feminin, atas ‘permintaan’ Ian. Nina yang cuek, jadi ‘kebanjiran’ hadiah-hadiah dan kejutan romantis. Berbeda dengan Nina yang dulu.

Tapi, ternyata, cita-cita Nina gak semudah itu untuk terwujud. Pernikahan yang tinggal beberapa bulan lagi batal. Ian berselingkuh dengan Karina, mantan pacarnya, dan harus bertanggung jawab karena Karina hamil.

Nina down, nyaris patah semangat. Untung di kantor Nina, seorang boss dari Jepang, Mr. Fujita, menawarkan beasiswa ke Jepang. Kesempatan itu mendapat dukungan penuh dari keluarga Nina yang ingin menjauhkan Nina dari Ian. Ian, yang meskipun sudah menikah dengan Karina, tetap ingin mendekati Nina lagi.

Jepang yang kaku, yang teratur, membuat Nina kembali tenggelam dalam dunianya sendiri. Perjalanan ke kampus dengan kereta, memberi warna tersendiri bagi Nina. Di dalam kereta, Nina kerap memperhatikan seorang pria dengan pakaian hitam-hitamnya. Bagi Nina, si man-in-black itu seperti menyimpan sesuatu dalam benaknya, begitu rapuh, membuat Nina ingin mendekatinya. Nina pun diam-diam jatuh cinta pada pria berstelan hitam itu.

One day, Nina yang jarang bergaul itu mendapat email dari seorang pria bernama Takung. Kegiatan chatting, yang berlanjut ke acara telepon-teleponan, menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu setiap malamnya oleh Nina. Takung menjadi tempat Nina untuk bercerita tentang man-in-black pujaannya, dan Nina juga menjadi tempat curhat Takung tentang gadis penyendiri di kampusnya. Dan, sempat membuat Nina sedikit cemburu. (Hmmm… agak mirip ‘You’ve Got Mail’).

Tapi, kehidupan Nina yang tenang kembali terganggu oleh datangnya Ian ke Jepang. Ian yang anak orang kaya, tentu saja tidak punya kesulitan untuk pergi ke mana pun yang ia mau. Dan Ian, nyaris membuat Nina bimbang, antara mema’afkannya atau melupakannya. Karena ternyata, bukan hanya Ian yang mengejar Nina, tapi juga Karina. Karina jadi rada ‘psikopat’, karena dia pikir, Nina bakalan mau balik lagi sama Ian. Nina nyaris celaka, kalo aja si man-in-black gak datang menolongnya.

Jadi siapa sih si man-in-black itu? Ketemu gak si Nina sama Takung? Ketebaklah kalo baca ceritanya. Dan, hehehe.. rada kecewa dengan gambaran si man-in-black. Kebayangnya sih, cowok dengan rambut melambai tertiup angin, kaya’ Takuya Kimura gitu deh… tapi, di sini, rada terlalu macho (menurut gue lhooooo….)

Yang rada kocak dan bikin gemes adalah waktu Takung cerita tentang cewek misterius idamannya itu dan membuat Nina keliling taman di kampus biar dia bisa liat seperti apa idola Takung.

O ya, yang satu lagi rada ‘berlebihan’, adalah waktu Ian lagi pdkt sama Nina… Booooo…. Mobil jeep Nina and abangnya, bertaburan bunga mawar dan ada poster bertuliskan ‘I Love You’, dan itu terjadi di kampus mereka. Entah emang berlebihan, atau, pas lagi baca, gue yang gak in the mood of romantic??

Gambaran kota Jepang yang kaku jadi ‘lumer’ gara-gara cantiknya bunga sakura yang lagi berguguran… Cerita ringan di awal tahun 2009…

Read more »

Minggu, 04 Januari 2009

Christ The Lord - The Road To Cana

Judul : Christ The Lord - The Road To Cana (Jalan Menuju Kana)
Penulis : Anne Rice
Penerjemah : Lanny Murtihardjana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, Des 2008
Tebal : 304 hlm, 20 cm

Tidak seorangpun mampu menuliskan biografi lengkap tentang Yesus. Kita tidak memiliki catatan sejarah tentang tiga puluh tahun pertama kehidupan-Nya. Banyak orang beranggapan bahwa keempat kitab Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) memberikan biografi komplit tentang Yesus. Kenyataannya tidaklah demikian. Markus baru memulai kisah Yesus ketika Ia berumur tiga puluh tahun. Matius dan Lukas menambahkan kisah-kisah seputar kelahiran-Nya, dan berbagai pengajaran dari Yesus. Sama seperti kitab Markus, kedua kitab ini hampir setengahnya berisi perjalanan terakhir Yesus sebelum Ia disalibkan. Begitupun dengan Injil Yohanes yang dimulai ketika Yesus berumur tiga puluh tahun dan lebih memfokuskan setengah dari kitabnya pada hari-hari terakhir Yesus di Yerusalem.

Para sarjana dengan tepat menamai kurun waktu tiga puluh tahun pertama dari kehidupan Yesus sebagai “tahun-tahun yang hilang”. Dan inilah yang menimbulkan dorongan hasrat yang kuat untuk menguak tabir sejarah dan menyinkirkan kabut misteri yang menyelubunginya ini . Hal inilah yang juga menggelitik Anne Rice yang selama ini dikenal dengan penulis kisah-kisah vampir, antara lain “Interview with The Vampire (1975) yang telah difilmkan pada 1994 dan diperankan oleh Tom Cruise untuk membuat novel mengenai kehidupan Yesus yang termaktub dalam trilogi “Christ The Lord”.

Novel pertama seri Christ the Lord terbit pada tahun 2005 dengan judul “Out of Egypt” yang menceritakan masa kecil Yesus pada saat berusia 7 tahun ketika Yesus dan keluarganya pergi meninggalkan tempat pengungsiannya di Mesir menuju Nazareth, kota kelahirannya. Novel ini telah diterjemahkan dengan judul “Kristus Tuhan : Meninggalkan Mesir” (Gramedia, 2006)

Sedangkan novel keduanya yang berjudul Christ The Lord : The Road To Cana terbit pada Maret 2008 dan edisi terjemahannya juga telah beredar di toko-toko buku pada Desember 2008 yang lalu. Jika pada buku pertamanya Anne Rice mengisahkan kehidupan Yesus pada usia 7 tahun, maka di buku keduanya ini Yesus telah berusia tiga puluh tahun, beberapa saat sebelum ia menjalankan misinya.

Sama seperti di buku pertamanya, di novel keduanya ini Anne menampilkan sosok Yesus yang manusiawi. Yesus mengalami apa itu kelelahan, kelaparan, kesedihaan, layaknya manusia biasa. Malah sebelum dirinya dibabtis oleh Yohanes bin Zakaria, sosok Yesus dideskripsikan sebagai pribadi yang memiliki beban yang berat dengan sikap tubuh yang selalu merunduk bila berjalan.

Selain itu seperti layaknya seorang pemuda dewasa, Yesus juga mengalami apa yang namanya jatuh cinta. Tidak seperti yang selalu diasumsikan banyak orang bahwa Yesus pernah jatuh cinta dengan Maria Magdalena, di novel ini dikisahkan Yesus menaruh hati pada Abigail, salah satu kerabat jauhnya. Namun Yesus harus menekan perasaannya karena Ia menyadari bahwa dirinya ditakdirkan untuk tidak menikah, suatu hal yang agak janggal bagi tradisi Yahudi kecuali para nabi yang beberapa memang tidak menikah sepanjang hidupnya.

Kisah Abigail inilah yang menjadi salah satu pengikat dalam novel ini. Abigail kelak mengalami musibah nyaris diculik dan dijamah oleh para perompak. Walau akhirnya selamat, ayah Abigail menganggap putrinya telah tercemar dan mengurung Abigail hingga nyaris gila. Tentu saja Yesus dan seluruh kerabatnya mencari cara agar Abigail lepas dari kurungan ayahnya sendiri. Akhirnya Yesus diutus untuk menemui Hanael di Kana untuk membujuk ayah Abigail agar bisa membebaskan putrinya. Cerita kemudian beranjak ke saat pembabtisan di Sungai Yordan, pemilihan murid-murid Yesus, tindakan kontroversial Yesus yang makan bersama Matius si pemungut cukai yang dibenci oleh banyak orang, hingga mukzizat pertamanya mengubah air menjadi anggur di pesta perkawinan di Kana.



Cover The Road To Cana

Publisher : Knopf (March 4, 2008)




Seperti novel pertamanya, Anne tetap mempertahankan gaya bercerita yang menyajikan Yesus dari sudut pandang orang pertama, dengan demikian novel ini menghadirkan pergulatan batin Yesus dari kacamata Yesus sendiri, antara lain beban psikologisnya sebagai anak yang kelahirannya disertai dengan banyak tanda (malaikat, orang majus, bintang, dll), godaan jatuh cinta, desakan untuk memimpin pemberontakan terhadap penjajahan Romawi, hingga konfrontansinya dengan iblis di padang gurun.

Tampaknya Anne piawai dalam mengeksplorasi sisi manusiawi Yesus. Apa yang mungkin dirasakan Yesus sebagai manusia terekam jelas dalam novel ini. Pandangan orang-orang yang menyaksikan banyak tanda dalam peristiwa kelahiran-Nya juga terungkap dengan menarik. Mereka menunggu-nunggu tibanya takdir yang akan dijalaninya kelak seperti yang telah dinubuatkan oleh para nabi. Hanael bahkan mempertanyakan mengapa Yesus tidak tinggal saja di Bait Allah dan mengajar yang menurutnya akan lebih bermanfaat daripada hanya sekedar menjadi tukang kayu. Hal ini tentu saja menjadi beban psikologis bagi Yesus sebelum ia memulai misinya.

Walau sebagian besar kisah Yesus dalam novel ini lebih menonjolkan sisi manusiawi-Nya namun ada juga beberapa kisah yang membuat Yesus ‘berbeda’ dari manusia biasa dan harus menggunakan kuasaNya untuk menolong seseorang. Pilihan penulis untuk tidak menamai tokoh utamanya Yesus melainkan Yeshua (Yesus dalam bahasa Ibrani) merupakan hal yang tepat karena terkesan lebih manusiawi bagi para pembacanya dibanding nama Yesus Kristus yang tampak lebih sakral dan Ilahi.

Tentunya kini kita menunggu novel berikutnya guna menuntaskan bagian dari triloginya ini. Sepertinya akan semakin menarik karena tampaknya di novel ketiganya kelak Anne akan bertutur mengenai kisah Yesus di puncak misinya untuk menyelamatkan orang yang percaya pada-Nya

Seperti banyak telah diungkap oleh Anne dalam tiap wawancaranya, untuk menyelesaikan trilogi Christ The Lord ini Anne melakukan riset sejarah dan biblika yang begitu dalam dan komprehensif. Ia juga membaca ratusan buku seputar kehidupan orang-orang Israel di abad pertama. Tak heran buku ini memberikan latar sejarah dan budaya orang-orang Israel dengan baik. Kondisi politik dan adat kebiasaan orang Yahudi di masa Yesus hidup terungkap dengan jelas dan tersaji dalam porsi yang pas sehingga turut mewarnai dan menghidupi novelnya ini.

Walau beberapa kejadian yang dialami Yesus dalam novel ini tak terapat dalam keempat kitab Injil, kita tak perlu khawatir novel ini akan menjadi novel yang menghujat atau mempermalukan Yesus yang selama ini dikenal oleh dunia dan oleh para penganut-Nya. Secara garis besar cerita dalam novel ini masih setia pada Injil dan Perjanjian Baru. Ia hanya menambah peristiwa-peristiwa yang dialami Yesus yang mungkin terjadi ketika Injil tak mencatatnya, dan semua itu ditulis dalam batas-batas keimanan kristiani yang dianutnya.

Kisah kehidupan iman Anne Rice ( 67 thn) sendiri sangat menarik. Ia dilahirkan dalam keluarga katholik yang taat. Walau demikian setelah beranjak dewasa ia meninggalkan Tuhan dan menjadi seorang atheis. Di masa-masa itulah karirnya sebagai penulis menanjak dan menghasilkan berbagai novel mengenai vampir dan telah terjual hampir 100 juta copy. Tak heran karena novel-novelnya itu ia menjadi salah satu penulis terkenal di dunia dan dijuluki Ratu Cerita-Cerita Horor. Namun pada tahun 1998 jalan hidupnya berubah, ia meninggalkan ke atheisannya dan kembali pada pangkuan Tuhan dan kembali menjadi seorang Katholik yang saleh. Selain itu ia juga bertekad untuk berhenti menulis kisah-kisah vampir dan hanya akan menulis buku-buku religius. Dan trilogi Christ The Lord ini ditulis sebagai perwujudan tekadnya. Selain menulis seri Christ The Lord, pada 2008 yang lalu Anne juga telah merampungkan sebuah buku memoar spiritualnya yang berjudul, “Called Out of The Darkness” (Knopf, October 7, 2008)

Kembali ke novel tilogi Christ The Lord, Anne berharap buku ini membuat mereka yang sebelumnya tak begitu mengenal Yesus Kristus dapat melihat sosoknya dari novel yang ditulisanya ini. Harapan Anne tak berlebihan, karena tampaknya novel ini dapat dijadikan bacaan awal atau pelengkap bagi mereka yang ingin mengenal pribadiNya baik sebagai manusia maupun sebagai Allah sebelum ia menggali lebih dalam lagi dari Kitab Suci dan bacaan-bacaan lain.

Selain itu dengan ternarasikannya Yesus secara lebih manusiawi hal ini akan mempertebal iman kita. Dengan membaca novel ini kita akan tersadarkan bahwa jika Yesus pernah merasakan apa yang dirasakan manusia pada umumnya (kemarahan, kesedihan, kelelahan, depresi,dll) maka tentunya DIA mengerti pula segala keluh kesah kita yang kita panjatkan dalam doa-doa kita pada-Nya.


@h_tanzil
Read more »