Tampilkan postingan dengan label hadiah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hadiah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Oktober 2012

Ratu Seribu Tahun




Ratu Seribu Tahun
Ardani Persada
GPU – 2011
542  hal.
(Hadiah dari yes24Indonesia)

Diawali dengan peperangan antara Kerajaan Madra dan Kerajaan Arengka yang dipimpin oleh Raja Rahwan. Dalam keadaan terdesak, Raya Shalya terpaksa meminta bantuan Djin Murugan untuk melindungi rakyat Madra. Murugan setuju, tapi dengan syarat Narasoma sebagai ‘tumbal’nya. Selamanya Murugan akan berada di dalam diri Narasoma dan juga rakyat Madra.

Selama 1000 tahun, Ratu Narasoma hidup dalam keabadian. Tapi lama-lama, beliau resah dan merasa kesepian. Ia menyaksikan kematian rakyat dan orang-orang terdekatnya, tapi ia sendiri tak punya teman abadi.

Suatu hari, datanglah seorang Pejalan Cakrawala yang misterius bernama Hekhaloth, yang menyarankan Ratu Narasoma untuk mencari Lembah yang Dijanjikan, yang akan membebaskan Ratu Narasoma dari kutukan Murugan. Maka mulailah perjalanan Ratu Narasoma. Ia menyamar menjadi seorang laki-laki bernama Volsung.

Sayangnya, banyak pihak-pihak yang merasa terganggu dengan keputusan Narasoma ini, selain Murugan tentunya. Yaitu pihak Raja Surga – Tritorch Hagel, Lumina Meredith, Alhazad Zatoith dan Zagam Willhemer. Mereka khawatir, perjalanan Ratu Narasoma justru akan mengganggu keseimbangan di tanah Vandaria. Mereka pun mengutus Kugo untuk mengawasi Ratu Narasoma dan membujuknya pulang ke Madra.

Dalam perjalanan ini, beberapa pihak yang tadinya berusaha menghalangi Volsung, justru berbalik menjadi pengikut setia Volsung dan membantunya dalam menghadapi berbagai ancaman.

Sejujurnya, lelah membaca buku ini. Bukan hanya karena memang fisiknya yang tebal, tapi mengikuti perjalanan Ratu Narasoma sebagai Volsung yang penuh dengan rintangan. Nyaris dalam setiap langkah ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi Volsung. Perseturuan mulai dari yang kecil sampai perang yang besar terjadi. Beberapa memang karena ingin membuat Volsung gentar, tapi ada juga yang demi kepentingan pribadi.

Awalnya gue sempat heran dengan Ratu Narasoma yang menjadi pengikut ajaran Rahwan. Padahal Rahwan adalah orang yang nyaris menghancurkan Madra. Tapi, ternyata hidup selama 1000 tahun, membuat Ratu Narasoma hanya memiliki ingatan yang samar-samar akan peristiwa itu.

Lalu sosok Rahwan, meskipun hanya muncul di awal cerita, sempat membuat juga membuat gue bertanya-tanya, Rahwan adalah pilihan Sang Ibu untuk menyebarkan kedamaian dan cinta kasih di tanah Vandaria ini, tapi kenapa Raja Shalya lebih memilih untuk membuat perjanjian dengan Murugan? Tapi, ternyata ada alasan logis di akhir cerita. Sebuah kenyataan yang membuat Ratu Narasoma sendiri terkejut, tapi pada akhirnya justru membuat ia lebih memahami ajaran Rahwan itu sendiri.

Satu lagi yang bikin gue berpikir adalah tentang Raja Surga. Dalam bayangan gue, Raja Surga adalah sosok yang arif, bijaksana dan tenang. Mengambil segala keputusan dengan matang dan tidak gegabah. Tapi… di sini, mereka justru lebih  banyak pakai emosi – khususnya Alhazad dan terlebih lagi Zagam. Tanpa menyelediki lebih lanjut, mereka udah ketakutan duluan kalau Ratu Narasoma punya tujuan buruk. Bahkan sampai pakai ada acara perang besar demi menghadang Narasoma.

O ya, teman-teman seperjalanan Volsung kan gak tau kalo dia ini sebenarnya – kecuali Kugo, adalah seorang perempuan. Tapi, Vari kan sempat mengobati Volsung yang terluka karena berkelahi. Tapi, koq dia masih gak ngeh juga kalo Voslung ini bukan laki-laki?

Layaknya dalam cerita fantasi, tentu saja ada banyak hal-hal yang tak pernah terbayangkan dalam dunia nyata. Sebut saja kaum frameless – frameless sendiri ada yang berdarah murni, ada yang blasteran. Kedua kaum ini terkadang saling membenci dan saling menganggap rendah satu sama lain. Lalu ada Gorken, sosok mereka mengerikan, tapi ternyata setia kawan dan bisa mellow juga. Kemudian ada Kugo si kera sakti, garuda jatayu, Ixion – seekor kuda-naga tunggangan Volsung selama dalam perjalanan. Dalam ilustrasi di buku ini, akan lebih jelas gambaran makhluk-makhluk itu.

Buku kedua dari Vandaria Saga yang gue baca. Lebih tebal dan lebih sarat dengan konflik. Dan gue kembali terkagum-kagum dengan cerita fiksi fantasi lokal ini.

Read more »

Rabu, 30 Mei 2012

Garis Batas



Garis Batas
GPU – April 2011
510 hal
(Hadiah #GPU100 dari @Gramedia)


untuk Mama di surga tanpa batas

Halaman persembahan dengan kalimat yang membuat gue terharu. Betapa besar cinta seorang Ibu, mendoakan anaknya yang berada di negeri ‘antah-berantah’.

Jika di Selimut Debu, Agustinus Wibowo berkunjung ke Afganistan, sebuah negara yang rawan dengan ‘ranjau’. Di Garis Batas, ia menjelajah negeri-negeri Asia Tengah yang dulu bersatu di bawah naungan Uni Soviet – sebut saja Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan.

Dulu, kalau ngeliat atlas, ngeliat Uni Soviet itu besarrrr banget. Rasanya mungkin menghabiskan setengah halaman dari atlas itu sendiri. Berada di dua benua – Eropa dan Asia (inget kalo dulu ada salah satu pertanyaan kalo ulangan: sebutkan negara yang berada di Eurosia?) Negeri yang dingin – itu yang ada di benak gue – dingin dalam arti cuaca, tapi juga orang-orangnya (berdasarkan pengamatan di foto atau ngeliat di film). Udah gitu, ini negara kaya’nya jagoan banget kalo pas Olimpiade.

Tapi apa iya, setelah mereka masih hidup ‘makmur’ setelah Uni Soviet terpecah dan menjadi negara-negara kecil. Apa iya mereka masih ‘sekuat’ dulu?

Setelah terpecah-pecah, mereka yang dulunya hidup dalam satu negara besar kini menetapkan otoritasnya masing-masing, menentukan batas-batas negara mereka dengan birokrasi yang ribet dan penuh dengan korupsi.

Gue gak akan membahas negara-negara yang dikunjungi Agustinus Wibowo ini satu per satu. Tapi secara garis besar, negara-negara ini hidup dalam kesusahan. Korupsi merajalela, para pria kebanyakan kongkow-kongkow di warung minuman dan mabuk, malas bekerja.

Dari segi fisik sih, perempuannya cantik-cantik, laki-laki juga ganteng… tapi ya itu, ternyata si cowok-cowok ini kebanyakan ‘pemalas’. Meski mengaku beragama Islam, terkadang mereka sama sekali gak merasa perlu sholat atau baca Al-Qur’an. Bahkan mereka gak tau arti syahadat. Bahkan saat Idul Fitri pun tak terasa kalau hari itu adalah hari yang istimewa.

Sejarah yang hebat menjadi latar belakang yang menarik dari negara-negara ini. Keriuhan di pasar-pasar mungkin jadi gambaran perdagangan Jalur Sutera. 


Yang menarik adalah negara terakhir – Turkmenistan. Hehehehe.. aduh terus terang ya, gue ngikik geli baca bagian ini. Membayangkan betapa narsisnya sang pemimpin. OMG … bahkan saat nulis ini pun gue senyum-senyum geli. Gimana gak narsis… Patung emasnya berdiri tegak dan dapat berputar! Foto-nya di mana-mana, tari-tarian, lagu-lagu dan segala puja-puji bagi sang Turkmenbashi. Bahkan ada kitabnya sendiri yang mungkin posisinya lebih tinggi daripada kitab suci. Aduh..duh..duh.. Foto di depan patung jadi salah satu tempat yang wajib untuk para pengantin baru.

Memang sih, dibandingkan dengan Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan dan Uzbekistan,  Turkmenistan bisa dibilang lebih ‘makmur’. Pendidikan gratis, gedung-gedung megah dengan air mancur, jalanan mulus. Pemandangan yang menyilaukan mata. Tapi, eitss.. tunggu dulu… itu di tengah kota. Coba melongok sedikit ke bagian belakang gedung, masih ada juga pemukiman kumuh.
O ya.. yang ‘unik’ lagi adalah perbatasan antara di mana satu bangunan rumah bisa berada di dua negara. Yang tinggal di rumah itu, bisa makan dan tidur di Negara yang berbeda. Perbatasannya hanyalah sebuah gang kecil yang sepertinya gampang banget ‘diselundupi’.

Ternyata ya, sebuah Negara yang selama ini bersatu, begitu terpisah-pisah oleh garis batas langsung berubah drastis segala aspek kehidupannya. Dan yang tadinya rukun, tiba-tiba bisa saling menjelekka dan merasa dirinya lebih baik daripada yang lain.

O ya, selain bercerita tentang keluh kesah, pengalaman selama perjalanan, di buku ini, Agustinus Wibowo juga bercerita tentang kisah pribadinya menjadi warga keturunan Cina di Indonesia. Tentang diskrimninasi yang ia dan keluarganya alami.

Tau gak sih, kalo baca Selimut Debu dan Garis Batas, hehehe.. kadang gue kasian sama Agustinus Wibowo ini… abis kadang sepertinya menderita banget.. entah karena nyaris ditangkep polisi, ‘diperas’, ditinggal sama mobil angkutan, udah gitu, kalo pun di mobil, jangan bayangkan itu mobil travel yang oke, tapi truk atau bis yang desek-desekan, kadang mogok dan harus ikutan dorong. Belum lagi, pengalamannya naik keledai… Uang pas-pasan, tidur di warung-warung.. belum lagi ngurus perijinan yang ribet.

Tapi, mungkin semua itu terbayar dengan pengalaman yang pastinya belum semua orang mau menjalaninya.
Read more »

Rabu, 11 April 2012

Sunset bersama Rosie



Sunset bersama Rosie
Tere-Liye
Penerbit Mahaka – Cet. II, Desember 2011
426 hal.
(Hadiah dari temen kantor)

Tegar, seorang eksekutif muda rela meninggalkan pekerjaannya yang sudah memberinya kedudukan yang nyaman untuk menjaga anak-anak dari sahabatnya Rosie. Bukan hanya itu, ia juga rela menunda pertunangannya dengan kekasihnya, Sekar.

Rosie adalah sahabat Tegar sejak mereka masih kecil. Selama berpuluh tahun persahabatan itu, wajar aja kalo Tegar gak hanya merasa Rosie sebagai sahabat, tapi juga ingin menjadi bagian dari hidup Rosie. Tapi, sayang, saat pengen menyatakan cinta di tempat dan saat yang romantis, eh.. Tegar keduluan sama Nathan. Padahal, Tegar juga yang sudah memperkenalkan Rosie pada Nathan, tapi Tegar gak nyangka kalo Nathan malah ‘nyolong’ start.

Tegar pun akhirnya memilih menghilang dari kehidupan Rosie. Tapi, akhirnya toh Rosie dan Nathan berhasil ‘melacak’ jejak Tegar. Dan sejak itu Tegar kembali hadir dalam kehidupan Rosie dan Nathan. Bahkan Tegar pun akrab dengan keempat anak Rosie dan Nathan.

Kalau di Hafalan Shalat Delisa, Tere-Liye mengambil latar belakang peristiwa tsunami, di buku ini, peristiwa bom Bali II yang jadi benang merahnya. Saat keluarga itu sedang menikmati sunset di Jimbaran, sekaligus merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke 13, saat itu pula peristiwa bom Bali II terjadi. Nathan jadi korban. Keluarga itu seketika ‘jatuh’ dan berduka. Rosie kehilangan kendali, tak kuat menahan cobaan, sementara anak-anak masih kecil butuh dukungan orang yang lebih tua. Tegar pun mengambil alih, peran sebagai orang tua. Tegar tak hanya mengasuh anak-anak, tapi juga mengurus resor milik Rosie dan Nathan. Pelan-pelan, Anggrek, Sakura, Jasmine dan Lily berhasil berdamai dengan trauma. Tegar menjadi Paman, Uncle, Om hebat dan super keren. Mereka menjadi anak-anak yang cepat ‘dewasa’ tapi tak lantas menjadi mereka ‘tua’ sebelum waktunya. Mereka tetap anak-anak yang jahil dan iseng.

Karena anak-anak ini adalah ‘saksi’ pada peristiwa Bom Bali II, mereka harus hadir saat pembacaan vonis bagi terdakwa pelaku pengeboman di Jimbaran itu. Pastinya berat banget ya buat mereka, mereka harus melihat orang yang menyebabkan mereka kehilangan ayah, terpaksa mengingat lagi kejadian yang menyakitkan. Tapi, di sini, letak ‘indah’nya cerita ini, berdamai dengan masa lalu dan berlapang dada untuk mema’afkan.

Gue sih sempat berharap ada sedikit ‘ribut’ kecil gitu antara anak-anak dengan Tegar. Entah mereka ‘nuduh’ Tegar karena sok mengambil peran orang tua. Biar rada ‘seru’ gitu. Hehehe.. Tapi emang karena mereka anak-anak baik jadinya mereka nurut banget sama Paman mereka yang super keren ini. Konflik yang rumit justru lebih difokuskan sama hubungan antara Tegar dan Sekar yang on-off, dan Tegar yang terombang-ambing apakah mengambil kesempatan kedua bersama Rosie atau kembali ke Sekar.

Meskipun buat gue Hafalan Shalat Delisa masih lebih membekas, buku ini tetap mengharu-biru dengan cerita yang indah. Semoga sih, kalo pun gue nanti baca karya-karya beliau yang lain, gak malah jadi klise ya… :)

Buku ke 5 untuk 'Name in a Book Challenge 2012' - hosted by Blog Buku Fanda
Read more »