Tampilkan postingan dengan label Kate DiCamillo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kate DiCamillo. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 Mei 2012

The Tiger Rising



The Tiger Rising (Sang Harimau)
Kate DiCamillo @ 2001
M. Raras Rumanti (Terj.)
GPU – April 2005
148 hal.
(via @winnaeffendi’s clearance sale)

Setelah ibunya meninggal, Rob Horton dan ayahnya pindah ke Florida. Mereka berdua berusaha melupakan kesedihan karena kematian perempuan yang sangat dicintai itu. Bahkan untuk menyebut namanya pun seakan suatu hal yang tabu. Ayah Rob bekerja di sebuah hotel, di sanalah mereka berdua tinggal. Sebuah hotel bernama Kentucky Star, hotel kecil dan kumuh.

Menjadi anak baru bukanlah hal yang menyenangkan untuk Rob. Di sekolah, ia sering di’bully’ oleh teman-temannya. Terlebih lagi, ia punya penyakit di kakinya, ruam-ruam yang membuat orang merasa takut tertular.  Tapi, meski begitu, Rob pasrah aja diperlakukan semena-mena oleh teman-temannya.

Suatu hari, di sekolah Rob kedatangan anak baru, perempuan, bernama Sistine Bailey. Sistine juga diperlakukan sama seperti Rob. Jadi bulan-bulanan kenakalan anak-anak lainnya. Bedanya, Sistine berani untuk melawan mereka.

Akhirnya, mereka pun berteman. Dan berbagi rahasia tentang seekor harimau yang ditemukan Rob di hutan – yang ternyata milik Beauchamp, pemilik hotel Kentucky Star. Mereka berdua bertekad untuk membebaskan harimau itu.

Yah, karena baru baca The Magician’s Elephant, mau gak mau gue jadi membandingkan The Tiger Rising – yang buat gue kurang ‘rame’. Meskipun sama-sama bercerita tentang anak yang sendirian, tapi punya tekad kuat. Mungkin karena The Magician’s Elephant didukung dengan ilustrasi yang keren, yang bikin gue lebih menikmati buku itu.

O ya.. dari empat buku Kate DiCamillo yang gue baca, selalu ada tokoh binatangnya (baru ngeh). Tinggal mencari Because of Winn Dixie nih…

Read more »

Jumat, 11 Mei 2012

The Magician’s Elephant



The Magician’s Elephant (Gajah Sang Penyihir)
YokoTanaka (illustrator)
Dini Pandia (Terj.)
GPU – September 2009
152 hal.

Peter Augustus Duchene, bisa dibilang sebatang kara. Ia tinggal dengan seorang mantan tentara tua yang masih ‘tergila-gila’ dengan masa kejayaannya sebagai seorang prajurit. Peter sering diminta untuk berlatih  baris-berbaris, dan dengan pasrah, Peter menuruti kehendak Vilna Lutz.

O ya… kenapa Peter tinggal bersama pria tua itu, karena orang tua Peter sudah meninggal. Ayah Peter adalah teman Vilna Lutz, ia meninggal di medan perang. Ibunya meninggal saat melahirkan adik Peter. Dan menurut Vilna Lutz, adik Peter ini meninggal saat dilahirkan. Tapi, entah kenapa, Peter tak percaya.

Suatu hari, saat Peter disuruh untuk membeli ikan dan roti, ia melihat ada tenda peramal. Dan dengan uang yang diberikan untuk membeli ikan dan roti itu, ia nekat memasuki tenda peramal. Ia bukan bertanya tentang keberuntungan atau masa depannya sendiri, ia hanya bertanya, tentang adiknya, apakah ia masih hidup atau sudah meninggal.

Jawaban sang peramal, Peter disuruh untuk mengikuti seekor gajah. Karena sang gajah lah yang akan menuntunnya pada jawaban itu. Lah, mau nyari ke mana itu gajah? Karena di kota tempat Peter tinggal tidak ada gajah.

Saat yang sama, digelar pertunjukan sulap di gedung theater. Maksud hati mau memunculkan bunga dari dalam topi, tapi koq malah gajah yang jatuh dari atap tenda. Kacau-balau semua jadinya. Si nyonya yang mau dapet bunga, malah cacat ketimpa gajah, si pesulap di penjara, si gajah juga ditangkap, dirantai, si polisi yang nangkep pesulap kasian sama gajah, si Peter penasaran pengen liat si gajah.

Wah, para tokoh-tokoh di sini, awalnya mungkin kelihatan gak berhubungan, punya masalah sendiri-sendiri, tapi justru semuanya ini ‘bersatu’ dan pada akhirnya yang membuat Peter menemukan jawabannya.


 Di kota Baltese tempat Peter tinggal ini, sepertinya gajah adalah binatang yang langka. Orang-orang sampe penasaran, gajah jadi ‘trending topic’. Di pasar, di acara-acara sosialita, hanya gajah yang jadi pembicaraan. Malahan, salah satu bangsawan di kota itu, pengen gajah itu ada di rumahnya, biar si bangsawan ikut jadi pusat perhatian.

Nuansa cerita ini suram, semakin diperkuat oleh ilustrasinya. Tapi, buat gue, cerita ini bagus meskipun sederhana. Dan, di tengah cerita yang suram ini, tetap bisa bikin tersenyum geli. Semua tokoh punya sisi suram, even si gajah yang rindu kampung halamannya di Afrika sana.
Read more »

Kamis, 19 Agustus 2010

The Miraculous Jorney of Edward Tulane

The Miraculous Jorney of Edward Tulane (Perjalanan Ajaib Edward Tulane)
Kate DiCamillo @ 2006
Bagram Ibatoulline (Ilustrasi)
Dini Pandia (Terj.)
GPU - November 2006
208 Hal.

Edward Tulane, ada sebuah boneka kelinci yang terbuat dari porselen. Dibuat berdasarkan pesanan khusus seorang nenek sebagai hadiah untuk cucu perempuannya bernama Abilene Tulane. Telinganya terbuat dari bulu kelinci yang halus, mempunyai kumis yang Edward tahu bukan dari kumis kelinci, salah satu hal yang tidak mau ia bayangkan sama sekali.

Edward Tulane sangat disayangi oleh Abilene. Ia diberi pakaian yang sangat bagus dan mewah. Busana-busananya terbuat dari sutra dan satin yang halus, dilengkapi dengan topi dan sepatu yang bergaya. Bukan itu saja, ia juga mempunyai jam saku emas yang selalu diputar Abilene untuk menandakan kepulangannya dari sekolah. Demikian istimewa perlakuan Abilene terhadap Edward, sampai-sampai ia jadi ‘sombong’. Edward benci kalau disebut ‘benda’, ‘boneka’, atau ‘barang’. Menurutnya, ia lebih daripada itu.

Semua tampak nyaman, damai tapi membosankan. Sampai ‘bencana’ yang akan mengubah ‘perjalanan hidup’ Edward pun datang. Bermula dari perjalanan dengan kapal laut, ia ‘diajak’ oleh Abilene sendiri. Tapi, di kapal ada dua anak yang mengejek dirinya, sehingga terjadi pertengkaran antara Abilene dan kedua anak laki-laki itu. Akhirnya, Edward terlempar dari kapal, terjun bebas ke lautan yang luas, dan akhirnya tenggelam dalam gelapnya dasar laut selama berbulan-bulan.

Petualangan baru pun dimulai. Pertama ia diambil oleh seorang nelayan dan diberikan kepada perempuan tua baik hati bernama Nellie, tapi karena seorang anak perempuan yang cemburu, Edward ‘dijebloskan’ ke tempat pembuangan sampah. Kemudian ia ditemukan oleh seekor anjing, yang membawanya menjadi ‘gelandangan’ bersama Bully. Itu pun tak bertahan lama, ia harus kehilangan lagi kebaikan seseorang, dan malah diambil oleh perempuan yang menjadikannya sebagai alat untuk menakut-nakuti burung. Untuk seorang anak laki-laki bernama Bryce menyelamatkannya dan ia memperoleh limpahan kasih sayang baru dari seorang anak perempuan yang sakit-sakitan, adik Bryce bernama Sarah.

Nama Edward pun berganti-ganti setiap ia pindah tangan. Mulai jadi ‘kelinci perempuan’ bernama Susanna, lalu ‘kelinci buronan’ bernama Malone dan akhirnya di tangan Sarah, ia bernama Jangles.

Setiap ‘perpindahan tangan’ menyisakan rasa perih di hati Edward. Karena tanpa ia sadari, ia menyayangi para pemiliknya itu. Sesuatu yang tidak pernah ia ‘berikan’ kepada Abilene. Dan ia sangat sedih ketika harus kehilangan kasih sayang dari mereka yang merawatnya dengan penuh sayang.

Gue beli buku ini gak sengaja. Gara-gara lagi diobral aja. Ceritanya simple aja. Gue tuntaskan dalam waktu sehari. Semalem gue ajak Mika liat-liat buku ini, dan dia seneng ngeliat gambar-gambarnya si Edward. Mika bilang, “Wow… kelincinya jatuh ke laut.” Atau, “Wow, dia duduk di meja makan.” Tadinya mau gue bacain, tapi Mika lebih tertarik liat gambar-gambarnya.

Gue bayangin Edward kaya’ kelinci ‘aristokrat’ lengkap dengan jas, kemeja, celana panjang, sepatu… ditambahlah jam tangan saku emasnya itu.
Read more »