Tampilkan postingan dengan label movie-tie-in. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label movie-tie-in. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Mei 2012

I am Number Four



I am Number Four
Pittacus Lore @ 2010
Nur Aini (Terj.)
Mizan – Cet. I, Januari 2011
493 hal
(via surgabuku’s clearance sale)


Sembilan orang anak dilarikan dari Planet Lorien ketika planet mereka diserang oleh kaum Mogadorian. Masing-masing anak ditemani oleh pendamping mereka. Sebelum meninggalkan Planet Lorien, mereka diberi mantra, sehingga kaum Mogadorian yang kejam tidak bisa membunuh mereka, kecuali secara berurutan. Jika salah satu dari mereka berhasil dibunuh, akan timbul bekas luka di kaki mereka.

Tiga guratan sudah menandai kaki John Smith – si Nomor Empat. Ini artinya para kau Mogadorian kini mengincar dirinya. Selama 10 tahun hidup di Bumi, John Smith – ini nama terbarunya, hidup berpindah-pindah tempat bersama pendampingnya, Henri. Mereka selalu berganti identitas dan nyaris tak pernah lama berada di satu kota. Sembilan anak itu disebut Garde dan para pendamping disebut Cêpan.

Planet Mogadorian menyerang Planet Lorien untuk mendapatkan sumber kehidupan baru. Planet Lorien kaya dengan berbagai sumber alam. Dan setelah Planet Lorien hancur, selain memburu kesembilan anak itu, para Mogadorian juga mengincar planet Bumi sebagai sumber kehidupan baru.

Di Bumi, para Garde dan Cêpan berbaur dengan manusia. Sebisa mungkin menghindar kontak yang terlalu dekat, jangan sampai punya foto. Mereka tersebar di seluruh penjuru bumi. Karena jika mereka berkumpul, mantra itu akan pudar. Di Bumi mereka juga mengasah kekuatan mereka yang disebut Pusaka. Pusaka itu akan berguna untuk berperang melawan Mogadorian dan kembali ke Planet Lorien.

Dengan dirinya yang kini menjadi target, John Smith benar-benar harus ekstra hati-hati. Tempat persinggahan mereka kali ini adalah sebuah kota kecil di Ohio bernama Paradise. Tak disangka-sangka, di kota ini John jatuh cinta dengan gadis bernama Sarah Hart dan ini justru membuat keinginannya untuk berjuang semakin kuat. Ia tak ingin lari dan sembunyi lagi. Di kota ini juga, mereka tahu bahwa para Mogadorian semakin dekat. Tapi, dengan Pusaka yang ia miliki, John pun semakin siap untuk berjuang.

Duh, ini buku ternyata keren ya… Alien tak harus berwajah buruk dengan jumlah mata yang tak normal, kepala besar, mulut aneh… Alien di sini ganteng… :D Dan seperti manusia, mereka juga bisa terluka meskipun mereka bisa sembuh dengan cepat dengan adanya batu penyembuh. Mereka juga punya hati dan bisa jatuh cinta.

Gue rada gak setuju kalo cerita ini dibilang ‘The Next Twilight Saga’. Meskipun ada unsur romance-nya, I am Number Four tidak menitikberatkan pada cerita cinta-cintaanya. Gue lebih ngeliat cerita ini sebagai cerita ‘super hero’. Tokohnya juga gak ‘menye-menye’. Tapi, hmm.. emang tetap aja sih, gue meleleh saat membaca bagian perpisahan John dengan Sarah. 


Yang menarik lagi adalah penulisnya yang ‘misterius’ – Pittacus Lore – yang disebut sebagai Tetua di Planet Lorien. Saat Planet Lorien dalam keadaan genting, para Tetua berkumpul, tapi tak ada yang tahu bagaimana keadaan mereka – di mana mereka, apakah mereka masih hidup.

Dan salah satu Tetua, Pittacus Lore, mengisahkan cerita ini (katanya) agar kita sebagai manusia waspada – keenam anak yang tersisa, para Mogadorian, mungkin saja salah satu di antara kita – yang mungkin saja tetangga, teman sekerja, orang yang lagi mondar-mandir, yang bisa jadi lagi ngeliat gue nulis review ini … hehehe.. bahkan menurut penuturan Pittacus Lore, banyak tokoh dunia berasal dari Planet Lorien.

Benda keren yang ada di dalam buku ini adalah Peti Loric. Saat terburu-buru pindah dan ‘ngungsi’ ke tempat lain, Peti Loric satu-satunya benda yang gak boleh ketinggalan. Peti berukir dan terkunci. Hanya bisa dibuka bersama-sama oleh Grande dan Cêpan, bisa dibuka oleh satu orang saja jika salah satu di antara mereka sudah tewas. Di dalam Peti Loric ini tersimpan batu-batu kecil yang bisa membentuk jadi sistem tata surya Planet Lorien, selain itu juga ada batu-batu penyembuh.

Penasaran pengen baca kelanjutannya… pengen cari film-nya juga ah…
Read more »

Selasa, 28 Februari 2012

Rumah di Seribu Ombak

Rumah di Seribu Ombak
Erwin Arnada
Gagas Media - Cet. I, 2011
388 hal.
(Gramedia Plasa Semanggi)

“Allah memberkati kita dengan keberanian. Rasa takut adalah hal yang kita ciptakan sendiri. Perasaan apa yang nanti menguasai kita adalah pilihan kita sendiri…”
(hal. 197)


Bicara tentang Bali, pastinya gak pernah lepas dari yang namanya pantai. Gak afdol, kalo ke Bali, gak main-main di pantai, meskipun hanya sebentar.

Gak terkecuali buku ini. Berkisah tentang persahabatan antara Samihi dan Wayan Manik – atau yang akrab dipanggil Yanik. Semua bermula ketika Yanik menyelamatkan Samihi dari keroyokan anak-anak yang ingin mencuri sepedanya. Sejak itulah, di mana ada Samihi, hampir selalu ada Yanik.

Yang membuat persahabatan mereka jadi unik, adalah latar belakang yang berbeda. Samihi beragama Islam dan Yanik beragama Hindu. Mereka berdua tinggal di Desa Kalidukuh, Singaraja. Daerah ini memang terkenal dengan penduduknya yang mayoritas Muslim. Dua kelompok penduduk dengan keyakinan yang berbeda ini hidup berdampingan dengan rukun.

Samihi mempunyai trauma takut dengan air. Gara-gara kakaknya yang meninggal karena tenggelam di laut. Sementara Yanik, adalah anak pantai sejati. Pantai Lovina yang terkenal dengan lumba-lumbanya itu adalah tempat Yanik menghabiskan waktunya. Tempat bergantung untuk mencari nafkah sekaligus berselancar. Yanik lah yang berperan besar dalam membentuk Samihi menjadi anak yang lebih tangguh dan percaya diri.



Sayangnya persahabatan mereka harus ‘terhenti’, sebuah luka lama terkoyak. Yanik ternyata menyimpan cerita sedih. Awalnya cerita ini adalah sebuah rahasia. Yanik berbagi dengan Samihi, yang sudah berjanji untuk tidak menceritakan kembali pada siapa pun. Tapi, demi menyelamatkan sahabatnya itu, justru Samihi harus ‘membongkar’ rahasia itu pada polisi adat. Sejak saat itu, persabahatan mereka mulai renggang.

Cerita dalam buku ini sederhana, tapi makna tidak sesederhana itu. Di tengah kondisi Indonesia yang kadang beda dikit bentrok, ada ormas-ormas yang merasa lebih baik dari pihak lain, dikit-dikit ribut, bentrok. Aduh.. bikin suasana jadi gak tenang. Baca buku ini, rasanya jadi ademmmm… judulnya udah ‘indah’, terkesan romantis (hahaha.. banyak yang kecele dengan judulnya nih), covernya juga teduh… cara penuturannya juga tenang banget. Tapi, endingnya.. huhuhuhu…. Sedih sekali…

Ditulis oleh Erwin Arnada, mantan pemred majalah yang bikin heboh itu. Novel ini sendiri hasil karya selama mendekam di LP Cipinang dan akan segera beredar film-nya.
Read more »

Minggu, 12 Juni 2011

Dear John

Dear John
Nicholas Sparks
Barokah Ruziati (Terj.)
GPU – Juni 2010
392 hal.

Hidup berdua dengan ayahnya, tidak menjadikan John Thryee dekat dengan ayahnya. Hubungan mereka berdua cenderung aneh, masing-masing hidup dalam diam dan sibuk sendiri. Ayahnya adalah petugas pengantar barang, yang seperti punya kehidupan dan rutinitas sendiri. Setiap hari, mudah ditebak apa saja yang akan ia lakukan, bahkan perkataan yang akan diucapkan. Mulai dari sarapan sampai makan malam. Satu-satunya yang membuatnya lebih hidup ketika ia berkutat dengan koleksi koin-koinnya.

John tak mengenal ibunya, dan tak pernah bertanya tentang keberadaan ibunya itu. Ia juga lebih memilih diam, mengikuti rutinitas ayahnya. Mungkin, saat kecil, John masih betah mendengar dan ikut ayahnya mencari koin-koin baru. Tapi, beranjak dewasa, John mulai ‘gerah’. Ia pun ‘melarikan diri’ dan masuk sekolah angkatan darat, hingga kemudian ditugaskan di Jerman. Saat itu, satu-satunya yang dirasa 'pas', adalah masuk angkatan darat, karena John gak tau lagi harus gimana.

Saat cuti,dan kembali ke kampong halamannya John berkenalan dengan seorang gadis, bernama Savannah. Perkenalan ini terjadi karena John berhasil mendapatkan kembali tas Savannah yang jatuh ke laut. Setelah itu, ya, mudah ditebaklah apa yang terjadi. Meskipun kebersamaan mereka singkat, dan John harus kembali bertugas, janji-janji manis pun dibuat.

Namun, mimpi memang gak selalu jadi kenyataan, janji juga gak mudah untuk dipenuhi. Kejadian 11 September 2001, memudarkan semua mimpi indah itu. Jiwa patriotisme membuat John memperpanjang masa tugasnya. Komunikasi mulai tersendat-sendat, sampai akhirnya John dan Savanah berpisah.

Salah satu cerita romance yang mengharu biru, tapi gak membuat gue terkesan. Yang malah lebih menarik minat gue adalah cerita tentang hubungan John dengan ayahnya, dan koin-koinnya itu. Gue menangkap sosok pria tua yang kesepian, dan seorang anak yang bingung dengan sikap ayahnya yang selalu datar. Dan sayangnya, John gak mau berusaha lebih jauh untuk mengenal ayahnya, sampai Savannah datang.Dari beberapa cerita Nicholas Sparks yang pernah gue baca, kenapa selalu ada tokohnya yang sakit?

Read more »

Selasa, 31 Agustus 2010

Sang Pencerah

Sang Pencerah: Novelisasi Kehidupan K.H. Ahmad Dahlan dan Perjuangannya Mendirikan Muhammadiyah
Akmal Nasery Basral @ 2010
Mizan - Cet. I, Juni 2010
461 hal.

Gue nyaris gak tau apa pun tentang KH Ahmad Dahlan, selain ‘mengenalnya’ sebagai nama jalan. Gue gak tau kalo ternyata beliau adalah pendiri Muhammadiyah, bahwa banyak cerita dan fakta menarik dalam sejarah hidup beliau.

Terlahir dengan nama Muhammad Darwis, anak seorang khatib Masjid Gedhe, pemuka agama di lingkungan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keturunan langsung dari Syaikh Maulana Ibrahim salah satu dari 9 tokoh Wali Songo. Merupakan sebuah keistimewaan memiliki silsilah ini. Nantinya, otomatis jabatan sebagai khatib Masjid Gedhe akan jatuh ke Muhammad Darwis apabila KH Abu Bakar meninggal.

Sebagai anak kiai, sejak kecil Darwis sudah belajar mengaji dan sering diajak ayahnya mendengarkan khutbah di Masjid Gedhe. Batin Darwis terusik ketika dalam salah satu acara pengajian 40 harian meninggal bapak temannya, secara tak sengaja ia mendengar percakapan ibu temannya itu yang terpaksa meminjam uang untuk mengadakan acara itu. Sejak itu, ia mencoba bersikap kritis, tapi, sering tidak mendapat dukungan positif dari bapaknya dan para ulama lainnya.

Ketika remaja, ia sudah dikirim untuk naik haji dan belajar agama di Mekkah. Sepulangnya dari Tanah Suci, dengan pengetahuan yang semakin bertambah, pemikirannya sering kali berbeda dengan para kiai yang masih sangat kaku dan memegang teguh tradisi yang menurut Ahmad Dahlan – nama yang ia peroleh setelah menjadi haji – bertentangan dengan Islam. Baginya, Islam tidaklah menyulitkan umatnya, jadi jika tradisi itu ternyata menyulitkan, sebaiknya disederhanakan saja.

Semakin lama, cara mengajar, cara berpikir bahkan khutbahnya dianggap kontroversial oleh kiai-kiai sekitar, terutama ketika Ahmad Dahlan mengusulkan perubahan arah kiblat – yang akhirnya berujung pada pembongkaran Langgar Kidul yang selama ini dipergunakan Ahmad Dahlan untuk mengajar mengaji.

Belum lagi ketika akhirnya ia bergabung dengan Budi Oetomo, yang dianggap para kiai sebagai perkumpulan kejawen. Ahmad Dahlan pun mendapat sebutan ‘kiai kafir’ Tapi, berbagai cobaan, cercaan dan tuduhan itu tidak membuatnya patah semangat, malah ia semakin giat dalam berusaha membuktikan bahkan apa yang ia sampaikan adalah hal yang benar, bukan bermaksud memecah belah umat Islam sendiri. Beruntung ia didukung oleh istrinya yang sangat sabar, dan murid-muridnya yang setia sampai akhirnya terbentuklah Muhammadiyah.

Jarang-jarang gue suka kalo baca biografi atau memoar seseorang. Karena cara penyampaiannya cenderung datar, monoton, membosankan dan hanya satu arah. Tapi, gue suka baca buku ini. Mungkin karena novel ini dibuat berdasarkan skenario film, mungkin juga karena cara penyampaiannya yang menarik. Jadi bacanya juga enak. Banyak hal yang gue dapat dari buku ini, mulai dari fakta sejarah, dan pemikiran-pemikiran yang simple, tapi sangat masuk akal.

Mungkin kalo ada lagi memoar atau biografi yang dibuat seperti ini, gue bakal lebih banyak lagi baca buku-buku seperti ini.
Read more »

Rabu, 17 Maret 2010

The Lovely Bones (Tulang-Tulang yang Cantik)

The Lovely Bones (Tulang-Tulang yang Cantik)
Alice Sebold @ 2002
GPU – April 2008
440 Hal.

6 Desember 1973, Susie Salmon berjalan pulang menuju rumah dari sekolahnya. Tapi, ia tidak pernah sampai di rumah lagi untuk selamanya. Mr. Harvey, salah satu tetangganya yang kerap dianggap aneh, sudah memperkosa lalu membunuhnya dengan cara yang sadis.

Jasad utuh Susie tidak pernah ditemukan dan Mr. Harvey masih berkeliaran dengan bebas. Sementara keluarga Salmon tenggelam dalam dukanya. Meskipun Jack Salmon, ayah Susie, mencurigai Mr. Harvey, tapi tak ada bukti yang bisa menjerat Mr. Harvey. Mr. Harvey selalu menampilkan sosok lugu, tak bersalah, dan bersimpati pada keluarga Salmon. Sehingga polisi malah menganggap kecurigaan Jack sebagai angina lalu.

Arwah Susie ‘berkeliaran’ mengamati kehidupan keluarganya sesudah ia pergi. Bagaiamana ayah dan ibunya berusaha keras menghindar dari kenyataan bahwa Susie sudah meninggal. Mereka masih mengharapkan adanya jasad yang bisa meyakinkan mereka. Kehidupan keluarga Salmon jadi tidak sama lagi. Ayahnya berjuang untuk kuat, sementara Abigail Salmon, ibu Susie, mencari pelarian dengan cara lain.

Bertahun-tahun, tidak ada petunjuk apa yang sebenarnya terjadi pada Susie. Rumah tangga Jack dan Abigail diambang kehancuran, sementara adik-adik Susie, Lindsey dan Buckley juga membutuhkan perhatian.

Susie mengamati banyak hal yang terjadi apda Lindsey, hal-hal sebagai seorang perempuan yang tidak sempat ia alami.

Buku ini bisa jadi sebuah bahan renungan (aduhh.. kenapa gue sok serius begini), tapi.. bener deh, sebuah renungan tentang ‘kematian’ dikemas dalam bentuk yang tidak menggurui. Bukan model buku-bukunya Mitch Albom, gue malah lebih ‘menyamakan’ ini sama buku Ghostgirl (Tonya Hurley), sama-sama bercerita tentang arwah seorang gadis yang masih ingin kembali ke Bumi. Meskipun buku ini lebih serius dibanding Ghostgirl.

Tadinya gue pikir, buku ini akan mengarah pada sosok Mr. Harvey. Membayangkan sosok Mr. Harvey, gue kebayang sama salah satu tokoh di Desperate Housewive – Paul Young, suami dari Marie Alice Young . Mr. Harvey ternyata punya kecendurngan aneh, punya rahasia yang kelam dan masa lalu yang membuatnya jadi seperti ini. Sosok yang tenang, lugu, penyendiri. Selalu dianggap aneh oleh masyarakat sekitar, tapi tidak mencurigakan.

Tokoh-tokoh lain yang menarik perhatian gue di sini selain Susie, ada Ray Singh – pemuda yang jatuh cinta sama Susie, Ruth – teman Susie yang ternyata bisa ‘merasakan’ bahwa Susie masih ‘ada’.

Buku ini nyaris terlupakan, kalo ada temen gue di kantor gak ngomongin buku ini. Gue juga lupa di mana gue taro buku ini. Bahkan gue sampe mikir, "Gue punya kan buku ini?"
Read more »

Senin, 13 April 2009

Teka-teki Cinta Sang Pramusaji (Q&A)

Teka-teki Cinta Sang Pramusaji (Q&A)
Vikas Swarup @ 2005
Agung Prihantoro (Terj.)
Serambi – Juli 2008
458 Hal.

Siapa sangka seorang pramusaji di bar, bekas pemandu wisata illegal, mantan pembantu seorang bintang film dan sederet pekerjaan lainnya, bisa memenangkan hadia 1 Milyar rupee. Tapi itulah yang terjadi dalam kehidupan seorang Ram Mohammad Thomas, bocah berusia 18 tahun, seorang yang tinggal di gubuk kumuh di daerah Dharavi, India. Semua beranggapan itu keberuntungan semata, sebagian menganggap adanya kecurangan.

Karena itulah, Ram ditangkap polisi dan dipaksa menandatangani surat pernyataan bahwa ia telah melakukan kecurangan. Namanya saja kuis Who Will Win a Billion, tapi ternyata produser acara itu belum sanggup untuk memberikan hadiah sebesar itu jika pemenangnya memang benar ada. Ram pun jadi korban. Ia disiksa oleh polisi. Beruntung ada seorang pengacara perempuna muda yang tiba-tiba muncul bernama Smita, menyelamatkan Ram dan mencoba membantu Ram membuktikan bahwa ia tak bersalah.

Dari sini dimulailah kisah perjalanan Ram sampai akhirnya ia bisa sampai di ‘kursi panas’. Ram bilang, ia tahu semua jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam kuis itu. Dari setiap pertanyaan yang diajukan, terungkaplah satu kisah hidupnya.

Ram Mohammad Thomas, awalnya hanya bernama Thomas, nama yang diberikan oleh seorang pastor berkebangsaan Inggris. Thomas adalah anak yatim piatu yang ditemukan di sebuah panti, ditinggalkan begitu saja dalam sebuah keranjang. Nyaris tak ada yang mau mengadopsinya. Karena sesuatu hal, akhirnya, Thomas diasuh oleh Romo Timothy. Pemberian nama itu mengundang perdebatan di antara pendeta umat Hindu dan seorang imam umat Muslim. Karena itulah, namanya mengandung tiga unsur yang mewakili ketiga agama itu.

Perjalanan hidupnya nyaris bagai neraka bagi diri Ram. Ia harus lari dari satu tempat ke tempat lain. Bersembunyi karena ketakutan dikejar polisi, nyaris jadi pengemis, membunuh perampok, bersahabat dengan Salim, lalu jatuh cinta pada seorang pelacur, nonton film India bareng Salim, jalan-jalan di Taj Mahal. Ram mungkin anak yang polos, cita-citanya biasa aja, tapi, dia cerdik, selalu bisa lolos dan bertahan dalam kesulitan. Sifat Ram, pema’af, baik hati dan gampang tersentuh. Coba aja minta bantuan uang sama Ram, meskipun dia sendiri masih kekurangan.

Yang paling kocak di buku ini adalah waktu Ram jadi pemandu wisata illegal di Taj Mahal. Pertama kalinya dia datang ke sana, dengerin cerita dari guide resmi, terus, dia ceritain lagi ke turis Jepang dengan informasi yang kebolak-balik.

Alur ceritanya flashback, maju mundur. Gak bikin bingung, tapi, terus bikin penasaran, koq bisa si Ram ikut kuis itu dan menang. Klimaksnya tentu saja ada di bab 1,000,000,000 rupee (iya.. setiap pergantian bab ditandai dengan jumlah uang yang bakal dimenangkan sama Ram). Layaknya film India, tokoh-tokoh di buku ini lengkap.. hehe.. ada polisi, ada penjahat, ada cewek cantik, ada ‘pahlawan’nya, berlinang air mata. Tapi, yang gak disampaikan di sini, gimana Ram bisa ikut acara itu. Apa acara itu gak pake audisi kaya’ Who Wants to be a Millionaire, ya? Rasanya terlalu mudah buat seorang Ram untuk sampai ke sana.

Mungkin kalo gak karena Slumdog Millionaire menang Oscar, buku ini masih terbungkus rapi di lemari buku gue. Mungkin kalo gak karena ganti cover, gue gak akan tertarik beli buku ini. Cover yang lama, gambar anak cowok dengan tampang memelas, nyaris gak menarik perhatian gue. Terus, terjemahannya enak dibaca, meskipun kadang pilihan katanya banyak yang ‘aneh’, gak lazim. Kadang gue harus menebak-nebak apa artinya. Tapi, ternyata gue suka cerita di buku ini.
Read more »

Minggu, 15 Maret 2009

Ungu Violet - The Novel

Ungu Violet - The Novel
Miranda
Gagas Media - Cet. I, 2005
256 Hal.


Tadinya aku udah gak mau beli buku ini, karena aku pikir, toh kita juga mau nonton. Dari yang udah-udah, adaptasi novel dari scenario film biasanya cenderung sama dengan apa yang ada di film. Tapi.. untung aku beli buku ini… karena ternyata ada bedanya.

Karena aku udah nonton filmnya duluan, baru baca bukunya, jadinya aku berasa buku ini kurang ‘nendang’. Mungkin akan berasa sebaliknya, kalo aku baca bukunya dulu.

Buku ini bagus, sama seperti filmnya. Hanya kalo di film, kita langsung bisa ngeliat ekspresi Kalin & Lando, di buku, kita bisa tau apa sih kata hati mereka, apa yang ada di benak mereka. Covernya, adegan waktu Lando meluk Kalin di rumah sakit.

Banyak bagian yang ada di buku ini, tapi gak ada di film atau bahkan beda sama sekali. Misalnya, di film, setelah Rara ngucapin selamat tinggal via handycam, Lando & Rara gak pernah ketemu lagi, tapi di buku, waktu Lando lagi belanja di supermarket, dia ketemu sama Rara & cowok barunya.

Terus, ada lagi, kalo di film, untuk ngucapin terima kasih, Kalin belanja makanan dan minuman untuk Lando terus langsung dianter sendiri ke apartemen Lando, kalo di buku, Kalin dan Lando belanja bareng ke supermarket terus mereka ‘party’ di apartemen Lando.

Kalo di buku, diceritain juga, sebelum ke agency yang besar, Kalin sempet ikut audisi di agency yang gak jelas alias agency ‘ecek-ecek’. Terus, di buku dibilang kalo Lando beliin Kalin baju untuk audisi di agency yang lebih besar.

Kalo buat aku, ‘keromantisan’ cerita di buku baru berasa di akhir buku ini. Waktu Kalin membaca surat yang tertinggal di baju Lando.

Dan… hehehe.. dengan baca buku ini, jadi ketauan deh… siapa yang donor mata untuk Kalin, dan apakah Lando akhirnya meninggal atau nggak…

Buku gue baca dalam waktu satu hari saja… rekor… karena udah lama aku gak baca buku yang selesai dalam satu hari….

Lagi-lagi… jadi pengen nonton filmnya lagi….

05.06.27
Read more »

Senin, 03 September 2007

Merah Itu Cinta

Merah Itu Cinta
FX. Rudy Gunawan
Gagas Media – Juli 2007
114 Hal.

Beda sama novel ‘Selamanya’ yang ngomongin tentang warna putih, kalo di novel ini, udah ketauan dari judulnya, akan didominasi sama warna merah.

Perkenalan Raisa dan Rama diawali ketika Raisa marah-marah karena Rama yang fotografer itu seenaknya aja memotret rambut merah Raisa. Tapi justru warna merah itulah yang akhirnya menyatukan mereka.

Cerita di novel ini dimulai ketika Raisa sedang menantikan kedatangan Rama yang baru pulang dari liburan di Australia. Semua sudah dipersiapkan secara detail dan sempurna untuk menyambut Rama. Raisa sudah memasak, menata meja dan berdandan cantik dengan gaun merahnya. Tapi, Rama tak kunjung datang. Raisa kecewa berat. Ternyata, Rama mengalami kecelakaan dan meninggal dunia.

Raisa yang keliatan dari luar cewek yang tomboy dan mandiri, ternyata adalah seseorang yang rapuh. Kalau gak ada Fanny, temannya, mungkin Raisa sudah mati karena bunuh diri.

Suatu hari di rumah Rama, Raisa melihat sebuah foto Rama ketika berada di Australia. Ada satu yang janggal di foto itu menurut Raisa. Di foto itu, Rama terlihat begitu bahagia, bahkan Raisa tidak pernah melihat Rama sebahagia itu. Raisa curiga ada orang lain di hati Rama.

Hanya satu yang bisa menjawab pertanyaan Raisa, yaitu Aria, sahabat Rama. Sama dengan Raisa, Aria juga terpukul dengan kepergian Rama. Kehilangan orang yang sama-sama mereka sayangi ternyata malah mendekatkan mereka. Apalagi Aria dengan sabar menemani Raisa yang masuk rumah sakit karena mau bunuh diri.

Ada alasan sendiri kenapa Aria mendekati Raisa. Bukan karena ia menyukai Raisa, tapi karena ia ingin mencari ‘sisa-sisa’ Rama dalam diri Raisa. Ada rahasia di balik hubungan persahabatan Rama dan Aria.

Dari awal nih, dari sejak nama Aria muncul, udah gitu kedatangan Aria dengan segala rasa yang ia ungkapkan tentang Rama, ketebak banget ada apa di antara mereka. Jadinya baca novel ini udah gak seru lagi…

Akhir cerita dibiarkan menggantung, gak ada emosi yang bikin pembaca gemes karena nanggung, atau happy kah… atau sedih kah… Karena ya.. itu… ada sesuatu yang udah ketebak di tengah. Mungkin kalo nonton filmnya, bisa dapet penyelesaian yang cukup masuk akal.

Read more »

Minggu, 02 September 2007

Selamanya

Selamanya
Rio Rinaldo
Gagas Media – Juli 2007
172 Hal.

Weekend ini, gue membaca tiga buku tipis dan ringan dan sedikit ‘melow-melow’. Tadinya sih mau nyelesain si Anansi Boys, tapi bukunya ketinggalan di kantor. Jadi ya, sudahlah… buat rileks di akhir pekan, gpp deh… Jadi gue membaca dua novel adaptasi – Selamanya dan Merah itu Cinta, plus satu buku a la chicklit, Indonesian Idle.

Ini nih, yang pertama:

Diawali dengan pertemuan di kantor polisi, cinta lama pun bersemi kembali. Aristha, adalah seorang pemakai dan pengedar narkoba. Dalam salah satu transaksi di sebuah kafe, Aristha tertangkap… mmm… sebenernya sih, dia udah berhasil melarikan diri dan bersembunyi dalam gorong-gorong kotor plus bau… tapi gara-gara seekor tikus yang menjijikan, Aristha berteriak dan teriakannya kedengeran sama polisi yang mengejarnya. Akhirnya, Aristha pun pasrah untuk digiring ke kantor polisi.

Sementara itu, Bara baru saja melamar kekasihnya, Nina. Di tengah-tengah momen romantis itu, tau-tau telepon genggamnya berdering dan ternyata itu dari temannya yang minta dibebasin gara-gara kasus yang sama dengan Aristha.

Maka, bertemulah Bara dan Aristha di kantor polisi.

Ternyata, Bara dan Aristha adalah sepasang kekasih ketika SMU. Dulu, Bara-lah yang ‘memperkenalkan’ Aristha pada obat-obatan terlarang itu, sampai akhirnya, Aristha ketagihan dan masih terus jadi pemakai. Dulu, mereka berjanji untuk bersatu selamanya… tapi, tiba-tiba saja, 6 tahun yang lalu, Bara meninggalkan Aristha tanpa kabar berita. Aristha yang putus asa pun lari ke obat terlarang. Saat ini, Bara sudah bersih dan selain ia memang masih belum bisa melupakan Aristha, Bara merasa bertanggung jawab karena ia-lah, Aristha jadi seperti ini.

Aristha yang tadinya menolak kehadiran Bara, lama-lama luluh juga. Tapi, langsung hancur lagi begitu tahu Bara sudah bertunangan.

Sebenarnya sih, Bara gak benar mencintai Nina seperti yang ia rasakan ke Aristha. Baginya, Aristha-lah matahari hidupnya, sementara Nina adalah bulan yang merupakan ‘pantulan’ dari Aristha. Makanya, Bara seolah hendak menjadikan sosok Nina semirip mungkin dengan Aristha. Misalnya, dengan meminta Nina selalu memakai baju berwarna putih, warna kesukaan Aristha.

Membaca cerita seperti ini, dari awal juga udah keliatan, mau seperti apa endingnya. Fighting for true love deh… seperti Bara yang bertekad menyembuhkan Aristha meskipun ia harus tega melihat penderitaan Aristha ketika sedang sakaw.

Kalo biasanya baca buku atau nonton film Sekar Ayu Asmara, akan ditemui nuansa mistis yang kental plus masalah kejiwaan, di buku ini, kaya’nya lebih berat unsur dramanya, unsur romantisnya… meskipun… akhirnya, gak kalah tragis dari cerita-ceritanya yang lain.

Kaya’nya emang lebih enak baca novel adaptasi-nya dulu dibanding nonton filmnya, ‘pengkhayalan’ jadi lebih bebas... meskipun, seperti novel adaptasi lainnya... buku ini tipis banget, kita jadi gak bisa mengenal tokoh lebih dalam, masalah yang ditampilkan seolah hanya garis besarnya aja.

Read more »