Tampilkan postingan dengan label adult. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label adult. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Juli 2011

Kafka on Shore

Kafka on Shore
Haruki Murakami @ 2005
Vintage Books - 2005
489 hal.

Beberapa orang yang gue ‘temui’ dari hasil blogwalking, yang membaca karya-karya Haruki Murakami bilang, “He’s a jenius.” Karya-karyanya ‘mengagumkan’. Wah… tampaknya seorang penulis yang karyanya ‘wajib’ dibaca.

Kafka on Shore, rasanya (lagi-lagi) udah ada lama banget di lemari buku gue, tapi, sekian lama juga hanya jadi pemanis di sana. Entah kenapa, baru-baru ini, begitu membaca halaman pertama, gue tergerak untuk melanjutkan ke halaman-halaman berikutnya. Buku pertama Haruki Murakami yang gue baca adalah Norwegian Wood, tapi dengan sukses, gak gue selesaikan karena gak nyambung buat gue.

Ada dua kisah di dalam buku ini. Sejalan, tapi ada di tempat yang berbeda.

Pertama, tentang seorang anak laki-laki bernama Kafka Tamura. Tepat ketika ia berulang tahun ke 15, ia memutuskan untuk pergi dari rumah. Tujuannya mencari ibu dan kakak perempuannya yang pergi ketika ia masih kecil. Hubungan Kafka dengan ayahnya, Koichi Tamura, tidaklah harmonis. Malah, sang ayah mengutuk Kafka, bahwa suatu hari ia akan membunuh ayahnya dan meniduri ibu serta kakak perempuannya sendiri. Hmmm.. kutukan yang mengerikan.

Setelah mengambil uang dari laci meja kerja ayahnya dan sebuah pisau lipat, mengemasi pakaian dan kebutuhan lainnya, Kafka pun pergi. Tak ada tujuan pasti, Kafka sempat bertemu dengan seorang gadis bernama Sakura, yang membantunya ketika Kafka tiba-tiba terbangun di sebuah taman dengan baju berlumuran darah, yang ia sendiri tidak tahu darah siapa itu.

Sampai akhirnya Kafka sampai di sebuah perpustakaan pribadi, Komura Library. Ia pun berkenalan dengan asisten di perpustakaan itu bernama Oshima. Oshima ini lah yang pada akhirnya banyak membantu Kafka, seperti memberi tempat tinggal dan pekerjaan.

Di Komura Library ini pulalah, Kafka bertemu dengan Miss Saeki, pemilik perpustakaan ini. Dan menjalin hubungan singkat dengan Miss Saeki. Perbedaan usia tidak menghalangi hubungan mereka itu.

Tokoh utama yang kedua, adalah Nakata. Di era Perang Dunia II, Nakata terkena penyakit ‘aneh’. Saat berjalan-jalan di hutan dengan rombongan sekolah, tiba-tiba saja semua murid pingsan, tanpa diketahui penyebabnya. Tapi, sebagian besar murid-murid itu sembuh, kecuali Nakata. Kejadian itu mengakibatkan hilangnya kemampuan Nakata dalam membaca dan menulis, tapi ia punya keahlian lain, yaitu berbicara dengan kucing. Ia hidup dari subsidi pemerintah dan hasil dari membawa pulang kucing-kucing yang hilang.

Nakata juga melakukan perjalanan jauh setelah ia membunuh seorang pria yang ia yakini bernama Johnie Walker. Ditemani seorang pengemudi truk bernama Hoshino, yang dengan senang hati meladeni apa pun yang dikatakan Nakata.

Di saat yang sama, ayah Kafka juga ditemukan tewas terbunuh. Sementara, saat bersama Sakura, Kafka berkesimpulan Sakura adalah kakak perempuannya, dan ketika bersama Miss Saeki, ia pun berasumsi Miss Saeki adalah sosok ibunya. Dan akhirnya, kutukan itu pun benar adanya.

Awalnya gue masih sanggup mengikuti cerita ini, makin ke belakang gue makin puyeng… Buku ini penuh dengan khayalan para tokoh, dan penuh dengan cerita ‘dewasa’. Banyak hal yang aneh di dalam buku ini, tentang Kafka yang punya ‘teman khayalan bernama Crow’ – anyway, Kafka sendiri berarti Crow, lalu, seorang Johnie Walker yang membunuh kucing demi mendapatkan umur yang lebih panjang (yakssss…), hujan ikan, dan berbagai keanehan lainnya. Kafka on Shore adalah sebuah gubahan lagu, dan juga sebuah lukisan seorang bocah kecil di pantai. Bahkan di sini pun Kafka mengambil kesimpulan bocah itu adalah dirinya, karena memang hanya satu foto yang tersisa, yaitu ketika ia dan kakaknya sedang bermain di pantai.

Well, Haruki Murakami memang jenius. Membuat cerita antara nyata, tapi koq gak nyata. Tapi, ma’af kalo gue bingung membaca cerita ini. Gue gak jenius. Gue kadang gak sanggup membaca cerita yang rumit, apalagi ‘menangkap’ pesannya. Akhir membaca buku ini, gue berpedapata kalau buku ini menggambarkan dunia yang ‘campur aduk’, antara kenyataan, mimpi, khayalan, takdir. Tentang usaha seorang manusia melarikan diri dari sesuatu, tapi ternyata tak berhasil.

Another Haruki Murakami? Mmm… nanti dulu deh… hehehe…
Read more »

Rabu, 29 September 2010

The House of the Spirit

The House of the Spirit (Rumah Arwah - La Casa de los Espiritus)
Isabel Allende @ 1982
Ronny Agustinus (Terj.)
GPU - Juli 2010
600 hal.

Esteban Trueba, membangun kembali tanah yang terbengkalai. Tak ada gunanya lagi ia kembali ke pertambangan, tempat ia bekerja selama bertahun-tahun demi menemukan batu berharga agar ia bisa menikahi kekasihnya, Rosa. Rosa meninggal karena racun yang sebenarnya diperuntukkan untuk ayahnya.

Sementara itu, kematian Rosa del Valle membawa perubahan di keluarga del Valle, terutama bagi adiknya, Clara del Valle. Di dalam keluarga del Valle, Rosa dikenal sebagai anak yang paling cantik jelita, sedangkan Clara adalah si peramal atau cenayang. ‘Kenyentrikan’ Clara pernah membuat keluarga ini ‘dihujat’ oleh pastor dan Clara juga yang meramalnya akan ada kematian dalam rumah itu. Setelah kematian Rosa, Clara membisu dan membuka suara kembali untuk pertama kalinya, ketika ia berkata akan menikah dengan calon suami Rosa.

Esteban yang tuan tanah, pemarah dan ambisius, mempunyai banyak anak haram di Tres Marias. Tapi hanya satu yang ‘diakui’nya yaitu anak dari adik mandornya – yang kelak cucunya pun akan mempunya ‘peran’ dalan tragedi keluarga Trueba. Pernikahan Esteban dan Clara menghasilkan 3 orang anak, Blanca dan si kembar Nicholas dan Jamie.

Keluarga ini terkenal ‘eksentrik’. Clara yang tampak hidup di dunia sendiri, kerap meramalkan kejadian-kejadian penting di rumah itu dan berkomunikasi dengan berbagai arwah, tapi sering kali ramalannya diabaikan oleh penghuni rumah itu, terutama oleh Esteban yang sering ‘gerah’ dengan kelakuan Clara.

Tragedi terus merundung keluarga Trueba. Blanca hamil di luar nikah, hasil hubungannya dengan anak sang mandor, Nicholas tergila-gila dengan yoga dan meditasi, Jamie memilih dunia kedokteran dan terlibat dalam pergerakan kaum kiri. Bahkan cucu Trueba, anak Blanca, bernama Alba juga terlibat dalam pergerakan komunis. Padahal sang kakek adalah seorang senator terpandang, tapi dikhianati oleh keluarganya sendiri.

Kematian Clara membuat rumah itu kembali suram. Semua bergerak semaunya sendiri. Sementara pergolakan politik juga semakin memanas.

Gue sempat bosan banget baca buku tebal ini. Apalagi kalo udah membahas masalah politik. Yang menarik sih, pas disebut-sebut kata ‘JAKARTA’, yang ditulis sama demonstran. Ooo.. ternyaa buat ‘menggambarkan’ kalo di Jakarta juga terjadi situasi politik yang kurang lebih sama dengan yang ada di cerita, kira-kira tahun 1965-1966-an kali ya.

Tapi, memang Clara yang memberi ‘roh’ pada buku ini. Clara dengan diamnya, dengan segala keanehannya. Karena setelah Clara meninggal, buku ini jadi ‘membosankan’.
Read more »

Rabu, 10 September 2008

The Book of Lost Things

The Book of Lost Things (Kitab Tentang yang Telah Hilang)
John Connoly @ 2006
Tanti Lesmana (Terj.)
GPU, Agustus 2008
472 Hal.

Tadinya, David hanyalah anak kecil biasa. Punya Ibu yang sering mendongengkan cerita-cerita fantasi dan Ayah yang gemar mengajaknya memancing. Tapi, semua mulai berubah ketika Ibunya sakit. Semakin lama, semakin lesu dan akhirnya meninggal. Usaha David untuk membuat Ibunya bertahan tidak berhasil, membuat rasa kehilangannya semakin besar. Tinggallah David dan Ayahnya. Lalu, masuklah seorang perempuan dalam kehidupan mereka - kehidupan ayahnya tepatnya. Perempuan bernama Rose yang akhirnya menjadi istri baru ayahnya. David merasa ayahnya sudah melupakan Ibunya. Ditambah lagi kehadiran bayi Georgie yang meramaikan keluarga itu. David merasa tersisih. Hubungannya dengan Rose tidak pernah akur. David tidak pernah menerima Rose sebagai pengganti ibunya.

Peperangan membuat David dan ayahnya harus pindah ke rumah Rose yang relatif lebih aman. David mendapatkan sebuah kamar sendiri yang penuh dengan buku-buku. David sempat merasa tidak nyaman di kamar itu, karena ia seolah mendengar buku-buku itu berbisik. Tapi, lama-kelamaan ia pun mulai terbiasa dengan ‘percakapan’ buku-buku itu. Dulunya kamar itu adalah kamar Jonathan Turley, paman Rose – yang lenyap secara misterius.

Suatu hari ketika sedang membaca di taman, David tidak sengaja mendongak ke arah jendela kamarnya, dan melihat ada sosok orang di dalamnya. Karuan David panik dan bergegas mencari ayahnya. Tapi, meskipun tidak ditemukan tanda-tanda ada orang yang pernah masuk ke kamarnya, David merasa bahwa memang ada sosok lelaki bungkuk yang masuk.

Di halaman rumah David, ada taman cekung yang bisa dengan mudah dimasukin oleh anak kecil. David sering mendengar suara Ibunya yang seolah memanggilnya meminta bantuan. Ketika itu David sedang marah, setelah bertengkar dengan Rose dan ayahnya, ia pun berlari memasuki taman itu. Dan, sampailah ia ke sebuah hutan yang misterius dan menakutkan. Tidak ada seorang pun di sana. Ia menemukan berbagai kengerian yang menyebabkannya ingin segera pulang.Tapi, ia putus asa, karena pohon tempatnya masuk tidak bisa dibedakan lagi. David menggali dengan membabi buta. Sampai akhirnya, datanglah seorang Tukang Kayu.

Kepadanya, David bercerita dari mana asalnya dan apa yang membawanya sampai ke tempat itu. Tukang Kayu itu pun berkata, mungkin David harus bertanya pada Raja yang sudah sangat tua yang memiliki sebuah Kitab Tentang Yang Telah Hilang. Mungkin Raja punya jawaban atas apa yang harus dilakukan David.

Perjalanan David menuju kastil Raja tidaklah mudah. Ancaman utama datang dari Loup, serigala yang nyaris berwujud manusia. Mereka jalan dengan dua kaki, memakai baju tapi tetap licik dan menakutkan seperti serigala. Pemimpin kaum Loup bernama Leroi – yang ingin merebut takhta Raja. Mereka segera tahu, bahwa David adalah ancaman.

Dibantu Tukang Kayu, David berhasil lolos. Tapi, semua itu tidak berakhir. David menemukan banyak bahaya dan tantangan yang lebih mengerikan lagi. Kaum Loup yang terus mengejar David, bertarung dengan Binatang buas yang sangat mengerikan dan haus darah, bertemu penyihir yang mencari pemuda yang mau menciumnya agar ia terbangun dari tidurnya, sampai akhirnya ia harus berurusan dengan Lelaki Bungkuk yang selalu menawarkan kesepakatan.

David bagai ‘berjalan’ dalam sebuah buku fantasi yang selalu dibacanya. Hanya saja kisahnya tidak seperti yang selama ini ia kenal. Ia mendengar Kisah si Tudung Merah yang ternyata menjadi awal lahirnya Loup; Putri Salju yang ternyata pemalas dan pemarah; konspirasi pembunuhan terhadap Putri Salju yang ternyata didalangi oleh para tujuh kurcaci, sampai Putri Tidur yang ternyata penyihir yang menunggu pemuda tampan untuk disedot jiwanya.

Gue sempat bertanya-tanya, apa sih maunya si Lelaki Bungkuk ini… Dari awal cerita, ia seolah menjadi ‘bayangan’ saja dalam perjalanan David. Selalu mengendap-endap, membunuh semua musuh David demi kepentingannya sendiri.

Gue pikir, tadinya buku ini adalah buku fantasi untuk semua umur, fantasi yang menyenangkan a la Harry Potter, tapi ternyata… hadduuhhh… isi buku ini lumayan mengerikan. Penuh dengan darah yang berceceran, pembunuhan sadis dan mengerikan. Sosok si Lelaki Bungkuk yang dalam bayangan gue mirip si Smegaol di Lord of The Rings. Licik, sok baik dan ingin mengambil keuntungan sendiri. Meskipun tokoh utamanya anak kecil, tapi, buku ini sama sekali bukan diperuntukkan untuk anak-anak. Selain banyak penggambaran adegan sadis, juga banyak hal-hal lain untuk orang dewasa.

Read more »