Selasa, 31 Mei 2011

Pesan dari Sambu

Pesan dari Sambu
Tasmi P.S. @ 2009
Hikmah – Cet. I, Maret 2010
349 hal

Pulau Sambu? Ada yang pernah denger nama pulau ini? Jujur, gue baru kali ini tau di Indonesia, atau tepatnya di Kepulauan Riau, ada yang namanya Pulau Sambu. Ups.. ma’afkan minimnya pengetahuan geografi gue ini.

Di pulau inilah, Mimi tinggal, bersama orang tua dan adik-adiknya yang tiap 2 tahun sekali selalu bertambah. Mimi sebenarnya ada ketiga, tapi kedua kakaknya sekolah di pulau Jawa, jadilah ia mendapat tugas untuk jadi ‘kakak tertua’, mengasuh adik-adiknya. Mimi berparas cukup cantik, banyak teman-teman sekolahnya yang naksir dengan Mimi, bahkan guru-guru laki-laki juga.

Ayah Mimi bekerja sebagai kepala bengkel di PT Shell. Tinggal di pulau kecil, tidak berarti kehidupan mereka terbelakang. Justru semua di sana serba mudah. Ayah Mimi digaji pakai dollar Singapura. Mau ikan, tinggal mancing, minyak dan air habis, tinggal lapor. Main-main bisa di laut. Mau jalan-jalan, tinggal nyeberang pakai ferry ke Singapura. Asyik kan? Potong rambut aja di Singapura. Keamanan terjamin. Teman juga banyak. Uang di pulau ini justru gak laku, makanya Mak-nya Mimi lebih senang menyimpan emas.

Tapi, justru mereka kehilangan akar budaya mereka. Seperti Mimi, sebenarnya ia keturunan Jawa. Tapi, ketika diajak ‘perlop’ ke Jawa, justru ia dan adik-adiknya dianggap aneh. Orang Jawa tapi gak bisa bahasa Jawa. Malah lebih jago bahasa Melayu, lebih kenal tari Serampang Dua Belas, dibanding tari Serimpi.

Meskipun sayang dengan adik-adiknya, Mimi kerap lelah karena harus selalu mengurus dan bertanggung jawab atas adik-adiknya itu. Mau pergi belajar nari, adik-adiknya merengek ingin ikut, mau nonton ‘wayang gambar’ dengan teman-temannya, meskipun sudah pakai berbagai macam jurus, tetap saja adik-adiknya berhasil menemukan keberadaan Mimi. Awalnya Mimi berpikir, mungkin dengan menikah, ia akan terbebas dari tanggung jawab ini.

Di usia yang sangat muda, Mimi pun akhirnya menikah dengan seorang prajurit dengan usia yang beda 6 tahun. Tapi, Mimi tak boleh sekolah lagi, harus menyesuaikan diri dengan predikat baru sebagai istri prajurit dan ikut ke mana suami pergi.

Menarik? Buat gue, awalnya memang menarik. Banyak kata-kata campur aduk, antara bahasa melayu, bahasa Inggris. Untung catatan kakinya cukup jelas, jadi kita gak perlu menebak-nebak apa arti kata tersebut.

Tapi memang gue suka berharap terlalu banyak di awal. Buku ini jadi rada nanggung buat gue. Tadinya gue pikir, bakalan ada cerita dengan porsi yang lebih banyak tentang gimana Mimi harus beradaptasi dengan saudara-saudaranya di Jawa, atau tentang kehidupan Mimi setelah menikah.

Read more »

Senin, 30 Mei 2011

Wuthering Heights

No [260]
Judul : Wuthering Heights
Penulis : Emily Bronte
Penerjemah : Lulu Wijaya
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, April 2011
Tebal 488 hlm ; 20 cm

Wuthering Heights adalah salah satu karya klasik dalam sastra Inggris yang mengangkat nama Emily Bronte (1818-148) ke dalam salah satu tokoh besar dalam kesusasteraan Inggris. Novel ini merupakan kisah saga dua keluarga tentang kisah kasih tak sampai. Namun ini bukan kisah cinta biasa yang cengeng karena Emily Bronte mengemasnya dalam sebuah kisah yang memikat dengan menghidupkan karakter gelap tokoh-tokohnya secara gamblang dan apa adanya.

Wuthering Heights sendiri adalah nama sebuah rumah besar di Yorkshare Inggris. Kisah novel ini diawali dengan kedatangan Mr. Lockwood yang menemui Mr. Heathcliff di Wuthering Heights untuk menyewa Thrushcross Grange, sebuah rumah milik Heathcliff yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Wuthering Heights.

Pertemuannya dengan Mr. Heathcliff yang terkesan aneh dan kasar membuat Mr. Lockwood mencoba mencari tahu tentang Heathcliff dan sejarah Wuthering Heights dari Miss. Ellen Dean, seorang pembantu rumah tangga yang pernah lama bekerja di Wuthering Heights . Dari tuturan Miss Dean inilah kisah kelam Wuthering Heigths terungkap secara detail hingga lembar-lembar terakhir novel ini.

Awalnya Wuthering Heights dimiliki oleh Mr. Earnshaw, seorang tuan tanah di Yorkhshire yang memiliki dua orang anak yg bernama Hindley dan Catherine . Sepulang perjalanan bisnisnya di Liverpool Mr. Earnshaw membawa pulang seorang bocah gipsi kotor yang sedang bergelandang di jalanan. Anak itu diberinya nama Heathcliff, sama dengan nama anaknya yang telah meninggal dunia karena sakit. Kehadiran Heathcliff di tengah keluarga Earnshaw ini ternyata merupakan awal dari bencana di keluarga ini. Sikap pilih kasih Earnshaw yang lebih menyayangi Heathcliff dibanding kedua anak kandungnya sendiri menanamkan benih kebencian dan iri hati di benak putra sulungnya, Hindley.

Dalam setiap kesempatan, ketika ayahnya pergi Hindley selalu mencoba untuk melakukan hal-hal yang jahat terhadap Heathcliff. Walau selalu dicela, direndahkan, dan diperlakukan jahat oleh Hindley namun Heatcliff kecil tak pernah melawan. Namun sikap pasifnya ini ternyata berbeda dengan apa yang ada dalam hatinya. Semua perlakuan jahat Hadley disimpannya dalam hati dan dibiarkan tumbuh menjadi dendam kesumat yang kelak akan dibalasnya di masa yang akan datang.

Berbeda dengan Hindley, sikap Catherine terhadap Heathcliff sangatlah baik, karena sama-sama memiliki jiwa petualangan maka mereka menjadi cepat akrab. Keakraban ini ternyata menumbuhkan benih cinta kuat antara Heathcliff dan Catherine, namun karena kondisi sosial yang berbeda dan hubungan mereka berdua ditentang oleh keluarganya maka cinta mereka tak berujung pada sebuah pernikahan.

Singkat cerita sebuah peristiwa mempertemukan keluarga Earnshaw dengan keluarga Linton, pemilik Thrushcross Grange yang letaknya tak jauh dari Wuthering Heights. Pertemuan ini mempertemukan Catherine dengan Edgar Linton yang ternyata mencintainya. Walau sebenarnya Catherine tetap mencintai Heathcliff namun akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan Edgar Linton.

Keputusan yang diambil Catherine ini membuat Heatcliff melarikan diri dan kelak kembali ke Wuthering Heights sebagai pria kaya dan berpendidikan. Sepulangnya ke Wuthering Heights ia mulai menyusun rencana pembalasan dendam kepada keluarga Earnshaw dan Linton yang diyakininya telah melecehkan dan menghancurkan cinta dan hidupnya.

Dendam kesumat yang tumbuh dalam diri Heatcliff akan menggerakkannya untuk membuat suasana keluarga Earnshaw dan Linton seolah berada dalam neraka. Begitu licik dan sistematisnya rencana jahat ini dilakukan sehingga mereka yang terjerat dalam pusaran dendamnya menjadi tak mampu untuk lari dari neraka yang diciptakan Heathcliff.

Heathcliff berusaha menghancurkan kehidupan orang-orang dalam lingkaran kehidupan Catherine dan Linton. Cinta Heathcliff pada Catherine demikian dalam, gelap, dan sinis. Gagal menikah dengan Catherine, ia menikah dengan Isabell, adik ipar Catherine. Namun pernikahannya ini bukan atas dasar cinta, melainkan untuk menjalankan misi balas dendamnya, dengan terang-terangan ia menceritakan rencananya ini pada Miss Ellen demikian :

"Aku ingin merasakan kemenangan dengan melihat keturunanku menguasi harta mereka; anakku mempekerjakan anak-anak mereka untuk membajak tanah-tanah ayah mereka demi mencari nafkah" (hlm 3000)

Heathcliff pada akhirnya memang dengan keji merengut kebahagiaan Issabel ,istrinya sendiri, tidak hanya itu saja, putri Catherine, dan bahkan putranya sendiripun kelak akan diperlakukan dengan keji dan dijadikan alat untuk menguasai seluruh harta keluarga Linton. Saking tak tahannya dengan perlakuan Heathcliff pada dirinya, Issabel menulis surat panjang akan deritanya pada Miss Ellen dan diantaranya menulis demikian

Apakah Mr. Heathcliff itu manusia?Kalau ya, apakah dia itu gila?. Dan kalau tidak, apakah dia iblis?" (hlm 230)

Emily Bronte menulis novel ini dengan begitu gelapnya, sejak awal hingga akhir hawa kebencian, dendam kesumat, dan kemarahan membungkus novel ini. Hampir tak ada pergantian dari suasana yang suram ke suasana yang lebih ceria, kalaupun ada hanya sekilas saja sebelum akhirnya Bronte mengembalikan suasana hati pembacanya ke suasana hati yang lebih gelap lagi.

Jangan harap ada kalimat berbunga-bunga dalam novel ini, makian atau umpatan tokoh-tokohnya tertulis dengan jelas sehingga membuat saya tercengang membaca bagaimana Heatcliff memaki anak kandungnya sendiri dengan sebutan iblis . Tampaknya sangat mungkin edisi terjemahannya ini sudah diperhalus, sehingga saya tak dapat membayangkan bagaimana jika membaca edisi aslinya?

Karakter tokoh-tokoh dalam Wuthering Heights ini juga benar-benar suram. Bronte menguak habis sisi gelap para tokoh-tokohnya, tak ada yang disembunyikan, semua amarah, kebencian, dan dendam terungkap dengan gamblang. Selain itu beberapa tokohnya juga diciptakan begitu ringkihnya terhadap kesehatannya. Penyakit baik yang disebabkan oleh akibat fisik maupun mental menghantui setiap tokoh-tokohnya sehingga membuat novel ini menjadi begitu sarat dengan kisah kematian tokoh-tokohnya.

Tak mudah memang membaca novel ini, selain isinya yang suram sehingga melelahkan suasana hati pembacanya, alur dari novel ini juga terkadang tidak linier sehingga pembaca perlu berkonsentrasi membacanya. Selain itu kita juga akan dibingungkan dengan penyebutan nama tokoh-tokohnya yang kadang menggunakan nama depan, kadang nama belakang (nama keluarga), atau bahkan nama panggilan sepertinya misalnya Catherine Linton bisa disebut dengan Catherine, Mrs. Linton, atau Cathy.

Namun terlepas dari semua itu saya berpendapat bahwa novel ini novel yang bagus dan memorable karena seperti diungkap di atas, walau tema utamanya sederhana dan umum namun kita akan siduguhkan dengan sebuah kisah dengan plot yang tidak terduga, selain itu eksplroasi karakter tokoh-tokohnya juga begitu kuat sehingga pembaca bisa membenci setengah mati sekaligus mencintai mereka. Selain itu novel ini juga menyadarkan saya bagaimana perilaku pilih kasih dari orang tua terhadap anak-anaknya dapat berdampak buruk yang sedemikian hebatnya di masa yang akan datang.

Sejarah penerbitan

Novel Wuthering Heights ini merupakan satu-satunya novel yang ditulis oleh Emily Bronte pada tahun 1847 saat ia baru berusia 29 tahun. Di edisi pertamanya Wuthering Heights terdiri dari 3 volume, dimana dua jilid pertama ditulis olehnya dengan nama pena Ellis Bell, sedangkan jilid 3 nya yang berjudul Anne Grey ditulis oleh Anne Bronte, salah seorang saudaranya.

Ketika pertama kali terbit novel ini tak mendapat sambutan yang positif dari pembacanya hal ini mungkin dikarenakan Emily menulis novelnya ini dengan struktur novel yang tidak lazim dizamannya sehingga dianggap aneh dan membingungkan oleh pembacanya di masa itu. Setahun kemudian, di usianya yang ke 30 Emily meninggal dunia karena penyakit TBC yang dideritanya.



Pada tahun 1850, novel karya Emily ini dicetak ulang dengan kata pengantar dari Charlotte Bronte yang menyatakan bahwa novel Wuthering Heights lebih bagus dari karyanya sendiri, Jane Eyre. Di cetakan kedua ini volume 1 dan 2 disatukan menjadi satu buku dengan judul Wuthering Heights dan mencantumkan nama asli Emily Bronte sebagai penulisnya. Setelah itu barulah novel ini menuai sukses dan novel ini dipandang sebagai karya unik pencapaian seorang jenius yang hampir terlepas dari gerakan literer pada zaman tersebut. Dan kini novel ini dianggap sebagai salah satu karya klasik dalam sastra Inggris dan dunia.

Berita terakhir yang saya peroleh tentang novel ini adalah terjualnya edisi pertama Wuthering Heights (1847) pada tahun 2007 yang lalu di rumah lelang Bonhams Innggris . Novel ini terjual seharga £114.000 (+/- Rp. 2 milyar). Juru bicara rumah lelang Bonhams mengatakan novel itu dibeli oleh seorang pembeli yang tidak ingin diungkapkan namanya dan novel edisi pertama tersebut akan tetap disimpan di Inggris.

Film Wuthering Heights

Saking terkenalnya novel ini Wuthering Heights juga telah mempengaruhi begitu banyak karya sastra dan seni di seluruh dunia mulai dari novel, opera, puisi, film sampai lagu. Dalam hal film adaptasi yang paling terkenal adalah yang dirilis pada 1939. Dibintangi Merle Oberon sebagai Catherine Linton, Laurence Olivier sebagai Heathclif. Film yang disutradarai Wiiliam Wyler ini mendapat nominasi Academy Award 1939 untuk kategori Best Picture.





Tahun 1970 film Wuthering Heights kembali dibuat, film ini dibintangi aktor yg kelak akan memerankan film James Bond, Timothy Dalton sebagai Heathcliff dan Anna Calder-Marshall sebagai Catherine.





Pada tahun 1992 Wuthering Heights dirilis ulang oleh sutradara Peter Kosminsky dengan Juliette Binoche sebagai Catherine dan Ralph Fienes sebagai Heathcliff.


Di tahun 2006 sempat beredar rumor bahwa Wuthering Heights akan kembali difilmkan dengan dibintangi oleh Angelina Jolie dan Johnny Depp namun rumor ini sempat dibantah oleh beberapa media dan hingga kini tak terdengar lagi kabar beritanya.

@htanzil

Read more »

Minggu, 29 Mei 2011

Ranah 3 Warna

Ranah 3 Warna
A. Fuadi
GPU – Cetakan I, Januari 2011
474 hal

Pendidikan di Pondok Madani telah selesai. Alif kembali ke kampung halamannya di Maninjau. Cita-citanya kali ini adalah lulus UMPTN. Tapi sayang, banyak suara-suara sumbang yang membuat berkecil hati. Lulusan madrasah, mana bisa tembus UMPTN. Belum tentu juga lulus ujian persamaan SMA. Tapi Alif, semakin dikecilkan, semakin ia bertekad untuk membuktikan bahwa perkataan orang-orang itu salah. Terutama lagi, ia ingin membuktikan kepada Randai, bahwa ia juga bisa masuk ke perguruan tinggi dan bahkan mungkin ke Amerika… seperti cita-citanya selama ini.

Memang bukan ITB yang selama ini ia inginkan, tapi tetap Alif akhirnya membuktikan, bahwa anak pesantren juga bisa masuk perguruan tinggi negeri.

Perjuangan ternyata tidak hanya sampai di situ. Di Bandung, jauh dari orang tua, kondisi keuangan pas-pasan, membuat Alif harus memutar otak bagaimana bisa bertahan hidup. Ia mencoba bekerja sembari kuliah. Membuang rasa malu, ia jadi pedagang keliling, menjadi guru privat sampai akhirnya jatuh sakit.

Beruntung ada kesempatan lain, yang membuat Alif bangkit. Meskipun sempat membuat persahabatannya dengan Randai sedikit rusak, Alif pelan-pelan jadi mandiri dan semakin bertekad untuk menggapai cita-citanya.

Usaha Alif yang kocak, sok tau dan maju terus pantang mundur, berbuah manis. Ups… kecuali untuk urusan cinta… hehehe…

Meskipun, ada yang bilang ending-nya begitu mudah ditebak, ceritanya klise, tapi buat gue ini masih jadi salah satu favorit gue. Semua ditulis begitu detail dan rapi. Penuh dengan usaha yang jatuh bangun, beberapa juga ada yang membuat gue terharu. Iri juga karena Alif akhirnya bisa sampai ke Amerika. (hiks… gue jadi menyesal waktu kuliah gak pernah usaha lebih keras… ups.. cur-col). Tapi, gpp… buku ini bisa jadi pemompa semangat baru… biar gak gampang putus asa, biar gak gampang nyerah… biar terus usaha untuk cari jalan keluar biarpun rasanya semua pintu itu tertutup…
Read more »

Prophecy of The Sisters

Prophecy of The Sisters
Michelle Zink @ 2009
Ida Wajdi (Terj.)
Matahati - Cet.I, Maret 2011
359 hal.

Belum cukup duka yang disebabkan oleh ayahnya yang meninggal dengan cara yang misterius, Lia Milthrope harus menghadapi serangkaian kejadian aneh lainnya. Dimulai dengan munculnya tanda aneh di pergelangan tangan, lalu sikap saudari kembarnya, Alice, yang juga aneh, lalu ditemukannya sebuah buku misterius yang hanya berisi satu halaman saja dan letaknya tersembunyi.

Tapi dari buku itu, Lia mengetahui sebuah rahasia. Rahasia ini sudah ada semenjak jaman ibu, nenek, nenek buyut – intinya, inilah takdir yang diturunkan kepada setiap anak kembar perempuan, yang artinya harus ia dan Alice terima. Bahwa kematian ibu dan ayahnya yang misterius juga termasuk dalam rangkaian takdir itu. Bahwa Lia dan Alice harus berada di sisi yang berseberangan dan tak bisa menjadi kawan dalam hal ini. – sebagai seorang Garda dan Gerbang. Lia sempat emosi berat… karena kenapa dia baru tahu tentang rahasia ini, kenapa seolah Alice lebih siap dan selangkah lebih maju… untuk gadis berusia 16 tahun, tentunya ini bukan beban yang enteng…

Ternyata, bukan hanya Lia yang penasaran dengan apa yang terjadi, diam-diam Alice juga mencari tahu tentang takdir yang harus mereka berdua jalani. Meskipun apa yang Lia dan Alice inginkan bertolak belakang dengan yang seharusnya mereka jalani.

Lia berkenalan dengan Sonia, seorang cenayang dan Luisa, teman satu sekolahnya. Mereka berdua memiliki tanda yang mirip dengan yang Lia miliki. Dengan bimbingan Sonia, Lia mengembara ke Dunia Lain, untuk bertemu dengan arwah ayah dan ibunya, mencari kunci-kunci yang disebutkan di dalam buku rahasia itu.

Tujuannya adalah satu, jangan sampai iblis masuk ke dunia dan menguasai dunia, dan jangan sampai Alice yang lebih dulu mendapatkan kunci itu Karena Lia-lah yang nantinya akan menentukan, apakah Gerbang itu akan dibuka atau akan tetap tertutup.

Awalnya, banyak yang bikin gue bertanya-tanya, kenapa ibu mereka mengurung diri di dalam Kamar Gelap? Apa penyebab misterius kematian ayah mereka? Apa hubungan Sonia dan Luisa dalam masalah ini?

Di awal, beberapa ‘kenyataan’ rada menjebak. Seolah kita udah bisa tahu pasti posisi Lia dan Alice. Siapa yang jadi Garda, siapa yang jadi Gerbang… tapi ternyata.. masih ada rahasia lagi yang memutarbalikkan kenyataan yang ada. Tenang… jawaban pelan-pelan akan ditemukan… seiring dengan cerita. Baca buku ini, tegang campur penasaran.

Dan… arggghhhh…. bersambung ternyata…. Yah… dari awal sih gue udah curiga ini bakalan bersambung. Artinya gue harus bersabar sampai sambungannya terbit.
Read more »

Selasa, 24 Mei 2011

'Bersih-bersih' Lagi... :)

Hi..hi.. mau 'bersih-bersih' lemari buku lagi. Kalau ada yang berminat, silahkan email ke ferina.permatasari@hbtlaw.com. Mau barter, juga boleh koq :).
Ma kasih....

1. Sihir Cinta – Miranda (Rp. 20,000)
2. Moonlight Waltz – Fenny Wong (Rp. 20,000)
3. Beauty Case – Icha Rahmanti (Rp. 25,000)
4. Prety Prita – Andrei Aksana (Rp. 25,000)
5. The Ghost Writer (Penulis Hantu) – John Harwood (Rp. 25,000)
6. Merpati di Trafalgar Square – Weka Gunawan (Rp. 15,000)
7. Bright Angle Time – Martha McPhee (Rp. 25,000)
8. The Men’s Guide to the Women’s Bathroom – Jo Barrett (Rp. 30,000)
9. Tarothalia – Tria Barmawi (Rp. 20,000)
10. My Life as a Fake – Peter Carey (Rp. 25,000)
11. True History of the Kelly Gang – Peter Carey (Rp. 30,000)
12. Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek - Djenar Maesa Ayu (Rp. 20,000)
13. Maya – Jostein Gaarder (Rp. 30,000)
14. The Lovely Bones (Tulang-tulang yang Cantik) – Alice Sebold (Rp. 25,000)
15. Marriage Most Scandalous – Johanna Lindsey (Rp. 30,000)
16. Summer in Seoul – Ilana Tan (Rp. 15,000)
17. One for my Baby – Tony Parsons (Rp. 30,000)
18. Jodoh Monica – Albertheine Endah (Rp. 25,000)
19. Sang Guru Piano – Elfriede Jelinek (Rp. 25,000)
20. My Salwa My Palestine – Ibrahim Fawal (Rp. 30,000)
21. Novel Tanpa Nama - Duong Thu (Rp. 25,000)
22. The Heart is a Lonely Hunter – Carson McCullers (Rp. 25,000)
23. Cinta Andromeda – Tria Barmawi (Rp. 20,000)
24. The Missing Rose – Serdar Ozkan (Rp. 25,000)
25. Vienna Blood – Frank Tallis (Rp. 25,000)
26. A Death in Vienna – Frank Tallis (Rp. 25,000)
27. Heartblock – Okke ‘sepatumerah’ (Rp. 20,000)
28. Mendamba – Aditia Yudis (Rp. 20,000)
29. Koq Putusin Gue? – Ninit Yunita (Rp. 20,000)
30. When a Man Lost a Woman – Ita Sembiring (Rp. 20,000)
31. Night over Water – Ken Follett (Rp. 25,000)
32. Married with a Vampire – Joko D. Mukti (Rp. 15,000)
33. Lucia, Lucia – Adriana Trigiani (Rp.25,000)
34. Forgiven – Morra Quarto (Rp. 20,000)
35. Rindu – Sefryana Khairil (Rp. 20,000)
36. Coming Home – Sefyrana Khairil (Rp. 20,000)
37. Goloso Geloso – Tanti Susilawati (Rp. 20,000)
38. Ciao Italia! – Gama Harjono (Rp. 20,000) – non fiksi
39. Girl with the Pearl Earings (Gadis dengan Anting-Anting Mutiara) – Tracy Chevalier (Rp. 25,000)
40. How to be Good (Suami Sempurna) – Nick Hornby (Rp. 25,000)
41. The Highest Tide (Pasang Laut) – Jim Lynch (Rp. 25,000)
42. When the wind blows (Ketika Angin Bertiup) – James Patterson (Rp. 25,000)
43. Perfume: The Story of a Murderer – Patrick Suskind (Rp. 25,000)
44. Sphre (Bola Asing) – Michael Crichton (Rp. 25,000)
45. The Remains of the Day (Puing-Puing Kehidupan) – Kazuo Ishiguro (Rp. 25,000)
46. Annie’s Baby – Anonim (Rp. 25,000) – non fiksi
47. Go Ask Alice – Anonim (Rp. 25,000) – non fiksi
48. Di Bawah Bayang-Bayang Perang – Naguib Mahfoudz (Rp. 20,000)
49. Sarabande – Bre Redana (Rp. 20,000)
50. Seribu Burung Bangau – Yasunari Kawabata (Rp. 20,000)
51. Tiada Tempat di Surga Untuknya – Nawal el Saadawi (Rp. 20,000)
52. Surau Tercinta – Sutirman Eka Ardhana (Rp. 20,000)
Read more »

The Guernsey Literary and Potato Peel Pie Society

The Guernsey Literary and Potato Peel Pie Society
Mary Ann Shaffer & Annie Barrows @ 2008
Allen & Unwin - 2008
240 pages

Awal gue membaca judulnya, gue rada ‘alergi’ karena ada kata-kata ‘Literary’-nya. Takutnya, bahasa terlalu ‘tinggi’ sampe gue gak ngerti isi ceritany. Tapi, dari hasil jalan-jalan ke beberapa blog, koq tampaknya menariknya? Beruntung ada yang mau barter dengan buku gue, jadi gue bisa membaca buku ini.

Alkisah, Juliet Ashton, seorang penulis yang terkenal dengan kolomnya ‘Izzy’. Dia ini lagi cari ide untuk buku terbarunya. Ketika itu masa-masa setelah perang dunia kedua. Apartemen Juliet sendiri hancur karena serangan bom.

Secara kebetulan, Juliet menerima surat dari Dawsey Adams, seorang pria yang tinggal di Guernsey Island. Pak Dawsey ini cerita kalau dia kebetulan membaca bukunya dulunya punya Juliet. Di buku itu ada alamat Juliet. Jadilah bersurat-suratan, cerita tentang buku-buku, sharing tentang kehidupan di Guernsey selama diduduki tentara Jerman pas Perang Dunia itu.

Dan akhirnya, gak hanya Dawsey yang surat-suratan sama Juliet. Tapi juga ada Eben, yang suka Shakespeare, Isola – yang suka bikin ‘ramuan’ sendiri, ada Amelia – yang paling tua di antara mereka. Semua jadi cerita ke Juliet. Dan dari sinilah, Juliet tau gimana kelompok baca ini bisa terbentuk dan apa hubungannya sama si Pie Kentang yang ikutan dimasukin jadi nama kelompok itu.

Lama-lama, Juliet jadi penasaran dengan Guernsey dan para sahabat barunya itu. Ide untuk buku barunya muncul dan Juliet pun akhirnya berkunjung ke Guernsey. Akhirnya, malah Juliet betah di Guernsey. Dia menemukan sahabat baru yang menyenangkan. Ada satu tokoh yang selalu disebut-sebut oleh teman-temannya di Guernsey, yang sayangnya, bernasib tragis di tangan tentara Jerman. Elizabeth McKenna - namanya, selalu jadi sahabat semua orang.

Buku ini ditulis dalam bentuk surat-menyurat antara Juliet, teman-teman di Guernsey, dengan editor-nya dan dengan sahabat Juliet di London. Mungkin di awal agak sedikit membingungkan, karena begitu banyak tokoh yang ‘bersliweran’ di surat-surat Juliet. Tapi, makin lama, gue jadi merasa ikut ‘bersahabat’ dengan mereka.

Read more »

Darma Cinta

Judul                : Darmacinta
Penulis              : Sri Wintala Achmad
Editor               : Elis
Tata Sampul     : Kotak Hitam
Tata Isi             : Ika Tyana
Pracetak           : Wardi
Cetakan           : April, 2011
Tebal                : 296 halaman
Penerbit            : Laksana


Tangan Semar (yang menunjuk) ke atas memiliki makna yang menunjukkan keberadaan Sang Maha Tunggal. Sedang tangan kirinya yang ke belakang memiliki makna penyerahan diri dan melambangkan keilmuan. … Kuncung Semar melambangkan kepribadian seorang pelayan umat yang bekerja tanpa pamrih. Melayani umat berarti melayani Pencipta-nya…. Wajah (Semar yang tengadah)memiliki ati bahwa Semar dapat menjadi teladan kepada seluruh umat agar memandang kekuasaan Sang Maha Pencipta yang tak terbatas. (hlm 163–164).

            Darmacinta, sebagaimana judul pada halaman muka, benar-benar menawarkan jawaban tentang bagaimana keadaan tanah Jawa sebelum berkuasanya Majapahit dan kedatangan Islam. Pulau Jawa, abad ke-9 hingga abad ke-10 laksana tanah mitos dan legenda. Jawa kala itu diwarnai oleh wingitnya hutan-hutan, keramatnya 7 puncak gunung, bersliwerannya orang-orang saksi, jagadnya para lelembut dan begal, serta maraknya laku spiritual sesaji dan semedi. Membaca Darmacinta seperti membawa kita kembali ke zaman ketika fiksi dan fakta masih bercampur baur, tempo ketika mitos, legenda, dan epos seolah mewujud dan terbuktikan kebenarannya. Pakem utama ceritanya sendiri adalah tentang pengembaraan Jaka Prayaga dan Dewi Erawati dengan latar belakang situs Candi Borobudur dan candi-candi sekitarnya, lingkungan alam tanah Jawa pada millennium pertama setelah Masehi, Kerajaan Medang Kamulan (840-856 M), Empu Sendok (abad ke-10), hingga terjadinya Maha Pralaya (1006).

            Suasana mistis akan langsung menyeruak begitu kita membuka lembar-lembar pertama buku ini. Rentetan kata-kata mantra tua beraroma dupa mengawali petualangan Nini Dewi Erawati yang hendak mencari kekasih idamannya, Jaka Prayoga. Bersama para pendekar Merapi, dimulailah pencarian pujaan hati yang sekaligus awal dari penemuan kesejatian hidup. Saksikan mantra ajian Sepi Angin berikut ini, yang mungkin merupakan versi awal dari teknik ber-disappate di dunia sihir Potterian:

            “Ingsun amateg aji Sepi Angin. Lumaku pindah pesating sang bayu. Hamung sakedhepe netra, jantraningsun wus tumekeng papan kang katuju. Katuju saka karsaning Gusti.” (Aku kerahkan aji Sepi Angin. Melesat seperti angin. Hanya sekejap mata, perjalananku telah sampai di tujuan. Terlaksana karena kehendak Tuhan) hlm 23.

            Perhatian, ini bukanlah novel fantasi, melainkan epos sejarah yang memang masih bercampur baur dengan mitos dan legenda yang memang masih begitu kental pada masa itu. Namun begitu, pemaparan yang runtut serta pemilihan diksi yang khas membuat para penikmat sejarah dan kebudayaan senang membaca lembar-lembar novel epos ini. Tidak hanya perjalanan semata, di dalamnya diselipkan kisah-kisah pewayangan, asal-usul pulau Jawa, penancapan Gunung Tidar oleh Sang Hyang Ismaya agar pulau Jawa tidak terombang-ambing di samudra yang luas, serta kisah-kisah penuh hikmah zaman kuno yang mungkin belum pernah kita dengar walaupun versinya mungkin sudah tidak asing lagi. Sayangnya, masih dijumpai beberapa kali typo serta satu-dua cerita yang tidak utuh penyampaiannya. Tidak terlalu vital sih walau cukup mengganggu kenikmatan membaca.

            Melalui kisah perjalanan Jaka Prayaga pula, kita bisa menggenapi kekosongan pengetahuan kita berkenaan dengan tokoh-tokoh legendaris seperti Semar, Pandawa Lima, Dewi Angin-Angin, Ki Petruk, Ki Sapujagad, Nyai Gadhung Mlati, serta wujud lampor yang konon melintasi sungai Progo dari Laut Selatan menuju Gunung Merapi. Puncak kisah ini adalah pernikahan Jaka Prayaga dengan Dewi Erawati yang dirayakan besar-besaran di kraton Merapi. Lebih menariknya lagi, dalam novel ini disisipkan petikan dari Serat Nitimani yang mengajarkan tuntunan sanggama pada setiap orang yang telah menikah. Di antaranya berisi tata cara memulai asmaragama yang harus dilakukan dengan batin dan fisik yang suci, teknik-teknik memuaskan pasangan, serta hal-hal yang wajib dilakukan suami kepada istrinya. *Waduh*  Selain itu, ditampilkan pula sejarah singkat kehidupan Sang Buddha Gautama, makna dari relief-relief di Candi Pawon dan Mendhut, serta penerawangan sejenak ke masa depan di zaman Sunan Kali Jaga yang berlangsung ratusan tahun setelahnya.


            Novel dilengkapi dengan penggambaran menarik tentang kondisi Candi Borobudur pada abad X, abad-abad menjelang Maha Pralaya atau Bencana Besar yang menguncang Jawa. Mirip dengan dugaan para peneliti, penulis menggambarkan keadaan Candi Borobudur yang dikelilingi oleh sebuah telaga hijau lumut, yang menjadikan candi karya Wangsa Syailendra itu bak teratai raksasa yang merekah anggun di tengah telaga. Dugaan bahwa candi Borobudur dulunya memang dibangun di tengah telaga ini memang masih menjadi sebuah kontroversi yang pelik di kalangan ahli sejarah, namun novel ini dengan piawai mampu meyakinkan pembaca bahwa telaga itu memang benar adanya. Perjalanan spriritual alih-masa ini diakhiri dengan mahapralaya berupa letusan Gunung Merapi yang terjadi sekitar tahun 1006 Masehi. Selama tiga hari tiga malam, Gunung Merapi meletus hebat hingga memusnahkan peradaban di Jawa Tengah, yang konon memaksa peradaban Mataram Hindu memindahkan ibukotanya ke Jawa Timur. Dahsyatnya pralaya itu digambarkan begitu rupa:

            “ … sukma Darmacinta menangkap luncuran  besar lahar dingin dari kaki Gunung Merapi. Melibas dan mengubur Candi Mendut, Candi Pawon, Candiborobudur, dan Keraton Medang Kamulan.”(hlm 291).

            Sesuai dengan penuturan ahli sejarah, Merapi memang pernah meletus hebat, dimana abu yang dilontarkan serta lahar dingin yang diluncurkan menutupi bahkan mengubur bangunan-bangunan candi yang ada di wilayah yang kini adalah Yogyakarta, Klaten, dan Magelang. Sebuah letusan yang menandai datangnya masa ketika manusia mulai dikuasai oleh nafsu peperangan demi harta, tanah, dan kekuasaan. Sekaligus emlambangkan datangnya cahaya baru yang akan menerangi kembali tanah Jawa di masa para wali. Maka, sudah selayaknya kita belajar dari sejarah masa lalu, demi keselamatan di masa kini dan kemuliaan di masa depan.

Read more »

Jumat, 20 Mei 2011

The Arabian Nights

Judul               : THE ARABIAN NIGHT: Kisah-Kisah Fantastis 1001 Malam
Penulis            : Andrew Lang
Penerjemah    : Titik Andarwati
Editor : Anton Widyanto Putra
Desain cover : Isthis Comic
Layout            : Yudhi
ISBN               : 978-979-1032-56-8
Tebal               : 270 Halaman
Penerbit          : Katta
Harga              : Rp 49.800
Cetakan          : I, April 2011


Putri”, kata Aladdin, “jangan menyalahkanku jika membuatmu merasa tidak senang karena kelancanganku, tetapi salahkan kecantikanmu.” (Aladdin dan Lampu Wasiat, hlm 190.)


           Dahsyatnya kekuatan bercerita dan langgengnya metode penulisan cerita telah terbuktikan kehebatannya dengan dibukukannya kumpulan cerita 1001 malam. Dikumpulkan bak batu permata dan kepingan emas yang berserakan di padang pasir Arabia, Alif Layla wa Layla atau The Arabian Nights membuktikan dirinya sebagai kumpulan kisah fantastis terbaik yang telah dan akan terus diceritakan serta disimak kembali sepanjang zaman. Kisah 1001 Malam sendiri merupakan kumpulan cerita rakyat yang berasal dari kawasan Timur Tengah, Persia, Mesir, yang bercampur dengan cerita rakyat dan mitologi India kuno, Asia Kecil dan Mesopotamia. Setting utama yang melatar belakangi kisah-kisahnya adalah kawasan padang pasir Arabia, Lautan Hindia, Teluk Persia dan kawasan antara Timur Tengah hingga India.

            Keistimewaan utama dari Kisah 1001 Malam adalah teknik penceritaannya yang unik dan tak terbandingkan. Dalam satu cerita ada cerita lain di mana dalam cerita itu ada cerita lagi. Teknik ini disebut teknik penceritaan berlapis di mana satu tokoh dalam cerita menceritakan cerita lain yang di dalamnya ada cerita lagi. Masing-masing cerita saling memeperkaya cerita yang lain, ibarat lapisan wafer nan lezat. Teknik unik ini diketahui sangat jarang dijumpai sebelumnya sehingga banyak penulis Barat yang terkagum-kagum oleh pesona The Arabian Nights. Tidak kurang dari pujangga besar seperti Goethe, Voltaire, dan William Wordwords mengakui bahwa The Arabian Nights mengilhami karya-karya mereka.
            The Arabian Nights dibuka dengan kisah Sultan Shahryar dan Putri Sheherazad. Dikisahkan bahwa sang sultan berubah menjadi kejam akibat pengkhianatan dan perselingkuhan istri yang sangat ia sayangi. Dia lalu menganggap semua wanita itu licik dan harus dibasmi. Sejak saat itu, sultan menikahi seorang gadis di malam hari, dan memerintahkan pengawalnya untuk membunuh gadis itu di pagi harinya. Demikian setiap malamnya sehingga setiap gadis di negeri itu dicekam ketakutan. Untunglah, putri  Sheherazad yang cerdik memiliki akal. Dia pun merelakan dirinya dinikahi oleh sultan demi menyelamatkan gadis-gadis lain dari kekejaman sultan. Setiap malam, Sheherazad akan menceritakan kisah-kisah ajaib kepada adiknya dan juga kepada Sultan, lalu mengakhiri cerita sesaat sebelum matahari terbit—tepat pada bagian cerita yang paling seru. Dengan demikian, sultan yang penasaran dengan akhir cerita akan membiarkannya tetap hidup untuk melanjutkan cerita itu kembali di malam harinya. Hal ini berlangsung terus-menerus hingga malam ke 1001 hingga sang sultan menyadari kekhilafannya.

            Selain itu, masih ada kisah Aladdin dan Lampu Wasiat serta Tujuh Perjalanan Sinbad. Kedua cerita ini sudah sangat populer dan bahkan sering diangkat di layar kaca. Dikisahkan, Sinbad adalah seorang pedagang dan juga petualang yang gemar melakukan perjalanan jauh. Ia sudah mengalami 7 kali petualangan, 7 kali pelayaran, 7 kali penjelajahan, dan tidak terhitung banyaknya bahaya yang mengancam. Melawan raksasa bermata satu, lari dari kejaran ular raksasa, menumpang burung rokh, bertemu penyihir jahat, ditawan manusia kanibal, hingga dicabik-cabik badai sudah pernah ia jalani. Namun demikian, perjalanan itu sendiri begitu fantastis karena di dalamnya kita diajak melihat berbagai negara, kota, dan kerajaan yang mungkin pernah jaya di sekitar abad 9 M hingga 15M.

            Masih ada lagi kisah Aladdin dan Lampu Wasiat. Di dalam buku karya Andrew Lang ini, Anda akan mendapatkan versi yang lebih lengkap dari kisah Aladdin yang selama ini Anda dengar. Simak juga ragam kisah penuh hikmah yang intinya adalah mengingatkan kita kembali tentang pentingnya berbuat baik (Kisah-kisah Para Fakir), menjaga amanat (dalam kisah Ali Kogia si Pedagang dari Baghdad), serta kisah percintaan jarak jauh (Pangeran Qamarulzaman dan Putri Badura). Kisah cinta mereka dikisahkan dengan begitu manis, bahwa jarak ternyata bukan penghalang bersatunya dua hati ketika masing-masing adalah belahan dari yang lain.

            “Aku hanya memiliki hatiku dan itulah yang akan aku persembahkan padamu. Ah, apa yang kukatakan? Milikku? Oh Tuan Putri, hatiku telah menjadi milikmu sejak pertama aku menatap wajahmu.” (Kuda Ajaib, hlm. 232).

            The Arabian Nights karya Andrew Lang ini adalah salah satu dari beberapa versi Kisah 1001 Malam yang pernah dirangkum dalam sebuah buku. Kisah-kisah padang pasir ini sendiri telah banyak dicatat, dikumpulkan, dan disatukan dalam beberapa versi dan jilid. Versi cerita dan jumlah kisah yang disertakan pun bermacam-macam, namun masing-masing tetap menggunakan kisah Aladdin dan Sinbad sebagai pakem utama. Itulah sebabnya saya tidak menemukan kisah Ali Baba dan 40 Pencuri dalam karya Andrew Lang ini. Namun demikian, versi Andrew Lang ini tidak diragukan lagi merupakan salah satu yang terbaik yang bisa merepresentasikan kehebatan dari kisah-kisah fantastis 1001 malam. Tidak heran jika The Arabian Nights masih tetap memikat walaupun telah dibaca dan diceritakan berulang-ulang. Terima kasih kepada mas Yudhi dan Penerbit Bukukatta yang telah menghadiahkan buntelan fantastis yang luar biasa ini. Keren!
Read more »

Kamis, 19 Mei 2011

Saga no Gabai Bachan

[No. 259]
Judul : Saga No Gabai Bachan (Nenek Hebat dari Saga)
Penulis : Yosichi Shimada
Koord. Penerjemah : Mikihiro Moriyama
Penerjemah : Indah S. Pratidina
Penerbit : Kansha Books
Cetakan : I, April 2011
Tebal : 245 hlm

“Kebahagiaan itu bukanlah sesuatu yang ditentukan oleh uang. Kebahagiaan itu adalah sesuatu yang ditentukan oleh diri kita sendiri, oleh hati kita.”

Demikianlah kira-kira inti dari buku ini. Buku kecil yang bersahaja ini merupakan kisah nyata dari penggalan kehidupan penulisnya, Akihiro Tokunaga atau kini dikenal dengan nama Yosichi Shimada (61 thn) selama ia tinggal bersama neneknya di kota kecil Saga setelah Hiroshima dijatuhi bom atom oleh sekutu.

Paska pemboman Hiroshima dan Nagasaki perekonomian Jepang hancur , sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar rakyatnya. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Tokunaga, apalagi tak lama setelah Tokunaga lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom. Karena merasa tak sanggup untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima maka oleh ibunya Tokunaga dititipkan pada neneknya di kota Saga.

Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang, Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Tokunaga di Hiroshima memang sulit, kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi dibanding ketika ia bersama ibunya di Hiroshima. Secara materi memang Tokunaga menjadi semakin miskin namun sikap hidup, pandangan, dan perilaku neneknya yang bersahaja ternyata membuat hidupnya menjadi kaya akan berbagai pengalaman hidup yang kelak akan membuatnya kaya dan bahagia secara batiniah.

Kehidupan Tokunaga bersama neneknya memang sangat-sangat sederhana bahkan bisa dikatakan sangat miskin. Neneknya hanyalah seorang petugas kebersihan di sebuah universitas di Saga. Jadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya nenek Osana hanya mengandalkan gajinya yang kecil dan uang bulanan kiriman anaknya yang pas-pasan.

Namun walau hidup miskin bukan berarti Nenek Osana menyerah pada keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama Tokunaga ia menjalani hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osana menerima kenyataan hidup bahwa ia hidup dalam kemiskininan, tapi ia tak mau bersedih dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan Nenek Osano mengatakan pada Tokunaga bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin ceria.

“Ada dua jalan buat orang miskin. Miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria. Selain itu karena bukan baru-baru ini saja menjadi miskin, kita tidak perlu cemas. Tetaplah percaya diri. Keluarga kita memang turun-temurun miskin.”

Demikianlah kehidupan Nenek Osano, walau hidup miskin tapi dia tidak pernah membiarkan dirinya dikalahkan keadaan melainkan selalu tampak bahagia

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya. Ketika berangkat kerja Nenek Osano tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di ujungnya terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya. Dengan cara itu ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan untuk dikumpulkan dan dijual kembali. Ketika Tokunaga menanyakan hal ini pada neneknya, Neneknya menjawab dengan lugas.

“Sungguh sayang kalau kita sekedar berjalan. Padahal kalau kita berjalan sambil menarik magnet, lihat, begini menguntungkannya, kalau kita jual, sampah logam lumayan tinggi harganya. Benda yang jatuh pun kalau kita sia-siakan, bisa dapat tulah.” (hal 42)

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makanan tiap harinya nenek memanfaatkan sungai yang mengalir di depan rumahnya. Setiap hari ia mengumpulkan ranting2 yang terseret arus sungai, ranting-ranting itu kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Selain itu sungai itu pula selalu membawa sayur-sayuran dan buah-buahan yang dibuang penjualnya karena tidak laku. Sayur-sayuran dan buah-buahan itu diambil oleh Nenek Osana, dicuci dan dimasak. Dengan begitu sebagaian besar makanan yang ada di rumah Nenek merupakan hasil perolehan dari sungai. Dengan bercanda Nenek Osana menyebut sungai tersebut sebagai supermarket dengan pelayanan ekstra karena langsung diantar ke rumahnya tanpa biaya. J

Jenis sayur dan buah-buahan yg mengalir di sungai tak selalu sama, karenanya alih-alih melihat buku resep untuk mencari ide lauk santapan, Nenek akan menengok ke sungai dan berkata “Hari ini lauknya apa ya?”. Kemudian barulah ia menentukan menu. Namun demikian kadang sungai itu tak mengalirkan apapun selain ranting-ranting, jika demikian Nenek Osana tetap optimis dan mengatakan bahwa “Hari ini supermarket libur”.

Bagi Nenek Osana kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang harus dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik. Daripada hanya pasrah, selalu coba cari jalan”

Walau hidup miskin Nenek Osana juga selalu berusaha berbuat kebaikan tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena baginya “ Kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang yang menerima kebaikan.

Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Tokunaga selama ia tinggal bersama neneknya. Bagi Tokunaga ini adalah kesempatan berharga dimana dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari bersama neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup mereka.

Pengalaman hidup Tokunaga bersama nenek Osana ini juga membuat dirinya tergerak untuk menuliskannya dalam sebuah buku agar semua orang tahu tentang cara hidup dan pangangan hidup neneknya. Dalam bukunya ini Tokunaga menulis kisah kehidupan yang dialaminya selama ia tinggal bersama neneknya semenjak SD hingga SMA. Ada 17 kisah menarik dan inspiratif dalam buku ini mulai dari kisah perjalanan pertamanya ke Saga hingga akhirnya ia lulus SMA dan harus memilih antara tinggal bersama neneknya di Saga atau mengejar mimpi-mimpinya di Hiroshima.

Sebagai bonus di lembar-lembar terakhir, buku ini juga menyertakan kutipan-kutipan Nenek Osana yang berasal dari isi buku ini. Halaman ini oleh penerbit diberi judul "Tips Hidup yang Menyenangkan dari Nenek yang membesarkan Yosichi Shimada : Nenek Osano!"

Sama seperti kesederhanaan nenek Osana , kesemua kisahnya ini ditulis dalam kalimat-kalimat yang sederhana dan mudah dipahami oleh siapa saja sehingga buku ini memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi sekaligus membuat kita tersenyum, terenyuh, dan yang pasti kisahnya yang inspiratif ini dapat memberi makna yang dalam bagi pembacanya dalam hal memaknai nilai-nilai kesederhanaan.

Buku Saga no Gabai Bachan ini terbit untuk pertama kalinya di Jepang pada tahun 2001. Kemudian penulisnya juga mengadakan pertunjukkan drama dengan tema pandangan hidup Nenek Osana di seluruh Jepang. Dengan demikian buku ini menjadi semakin terkenal, apalagi dengan kemunculan penulisnya di Asahi TV dlm progam “Tetsuka no Heya” (Kamar Tetsuko) yg dipandu oleh Testuko Kuroyanagi (penulis Toto Chan: Gadis Cilik di Jendela)

Setelah mengenalkan buku Saga no Gabai Bachan di acara Tetsuko no Heya pesanan buku ini di toko-toko buku langsung membludak sehingga kurang dari satu tahun buku ini telah terjual 100.000 eks di Jepang. Bahkan kini kisah Nenek Hebat dari Saga ini diadaptasi dalam bentuk film layar lebar, game, maupun manga.





Poster Film Saga no Gabai Bachan




Di Indonesia sendiri buku ini yang diterjemahkan langsung dari Bahasa Jepang oleh Indah S. Pratidina dan dimentori oleh Prof. Mikihiro Moriyama (profesor pada bidang kajian Indonesia di Departemen Asian, Fakultas Studi Luar Negeri, Universitas Nanzan, Jepang) terbit pada bulan April 2011 ini kabarnya mendapat respon yang positif dari pembacanya, hal ini terbukti dengan dilakukannya cetak ulang novel ini pada Mei 2011, tepat satu bulan setelah cetakan pertama buku ini terbit.

Seistimewa apa sih buku ini? Silahkan dibaca sendiri saja dan semoga dengan membacanya kita akan mendapatkan seperti apa yang dikatakan motivator terkenal Arvan Pradiansyah dalam endosrmentnya di buku ini

“Novel ini seru, kaya nuansa (bikin terenyuh. Lucu, mengharukan), mampu mengaduk-ngaduk emsoi pembaca dan yang pasti akan membangkitkan kebahagiaan”

@htanzil

Read more »