Tampilkan postingan dengan label children. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label children. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 September 2012

Rufus M



Rufus M
Eleanor Estes @ 1943
Odyssey – 2001
235 hal.
(Pinjam dari Reading Walk)

Well.. ini adalah kisah tentang anak kecil yang kocak, sok tau dan pantang menyerah tapi tetap lucu. Apa yang dia mau, maka ia akan berjuang supaya tercapai.

Namanya Rufus Moffat, tapi si Rufus ini terbiasa menuliskan namanya hanya Rufus M. Dia adalah anak terkecil dari 4 bersaudara Moffat. Ada aja akalnya yang bisa bikin gue jadi senyam-senyum gemes saat membaca kisah Rufus ini. Ini adalah buku ketiga dari kisah Moffat bersaudara ini.

Baca aja gimana usaha Rufus biar bisa minjem buku di perpustakaan, biar harus bolak-balik, tapi Rufus tetap gigih berjuang sampai akhirnya si pustakawati luluh.

Semua begitu simple di mata Rufus. Di tengah-tengah suasana Perang Dunia I, Rufus tetap ceria bersama kakak-kakaknya. Di sekolah, setiap anak wajib merajut handuk untuk para prajurit yang akan pergi ke medan perang. Dan saat melepas kepergian prajurit itu di stasiun kereta api, Rufus bersikeras untuk menyampaikan sendiri handuk hasil buatannya itu ke salah satu prajurit. 



Salah satu ilustrasi - via Collecting Children's Books

Siapa yang gak bakal jatuh cinta dengan tokoh yang menggemaskan seperti ini?

Ini adalah salah satu buku klasik. Mungkin gak banyak pembaca di Indonesia yang mengenal Eleanor Estes ini. Karena kalo ngeliat di Goodreads, yang kasih review pembaca dari luar semua. Yah, gue sendiri baru tau setelah baca buku ini. Rufus M ini mendapatkan penghargaan Newberry Honor. Buku lain beliau, selain seri The Moffats (The Moffats, The Middle Moffat dan The Moffat Museum) adalah Ginger Pye (yang meraih medali Newberry), Pinky Pye, The Witch Family, The Hundred Dresses dan Miranda the Great.

Ide The Moffat Museum keren juga ya… hehehe.. ini cocok untuk para melakolis yang selalu sayang sama barang-barang yang ‘dianggap’ punya nilai sejarah dan kenangan.

Kira-kira adakah penerbit di Indonesia yang mau menerjemahkan buku-buku Elanor Estes?
Read more »

Rabu, 16 Mei 2012

The Tiger Rising



The Tiger Rising (Sang Harimau)
Kate DiCamillo @ 2001
M. Raras Rumanti (Terj.)
GPU – April 2005
148 hal.
(via @winnaeffendi’s clearance sale)

Setelah ibunya meninggal, Rob Horton dan ayahnya pindah ke Florida. Mereka berdua berusaha melupakan kesedihan karena kematian perempuan yang sangat dicintai itu. Bahkan untuk menyebut namanya pun seakan suatu hal yang tabu. Ayah Rob bekerja di sebuah hotel, di sanalah mereka berdua tinggal. Sebuah hotel bernama Kentucky Star, hotel kecil dan kumuh.

Menjadi anak baru bukanlah hal yang menyenangkan untuk Rob. Di sekolah, ia sering di’bully’ oleh teman-temannya. Terlebih lagi, ia punya penyakit di kakinya, ruam-ruam yang membuat orang merasa takut tertular.  Tapi, meski begitu, Rob pasrah aja diperlakukan semena-mena oleh teman-temannya.

Suatu hari, di sekolah Rob kedatangan anak baru, perempuan, bernama Sistine Bailey. Sistine juga diperlakukan sama seperti Rob. Jadi bulan-bulanan kenakalan anak-anak lainnya. Bedanya, Sistine berani untuk melawan mereka.

Akhirnya, mereka pun berteman. Dan berbagi rahasia tentang seekor harimau yang ditemukan Rob di hutan – yang ternyata milik Beauchamp, pemilik hotel Kentucky Star. Mereka berdua bertekad untuk membebaskan harimau itu.

Yah, karena baru baca The Magician’s Elephant, mau gak mau gue jadi membandingkan The Tiger Rising – yang buat gue kurang ‘rame’. Meskipun sama-sama bercerita tentang anak yang sendirian, tapi punya tekad kuat. Mungkin karena The Magician’s Elephant didukung dengan ilustrasi yang keren, yang bikin gue lebih menikmati buku itu.

O ya.. dari empat buku Kate DiCamillo yang gue baca, selalu ada tokoh binatangnya (baru ngeh). Tinggal mencari Because of Winn Dixie nih…

Read more »

Jumat, 11 Mei 2012

The Magician’s Elephant



The Magician’s Elephant (Gajah Sang Penyihir)
YokoTanaka (illustrator)
Dini Pandia (Terj.)
GPU – September 2009
152 hal.

Peter Augustus Duchene, bisa dibilang sebatang kara. Ia tinggal dengan seorang mantan tentara tua yang masih ‘tergila-gila’ dengan masa kejayaannya sebagai seorang prajurit. Peter sering diminta untuk berlatih  baris-berbaris, dan dengan pasrah, Peter menuruti kehendak Vilna Lutz.

O ya… kenapa Peter tinggal bersama pria tua itu, karena orang tua Peter sudah meninggal. Ayah Peter adalah teman Vilna Lutz, ia meninggal di medan perang. Ibunya meninggal saat melahirkan adik Peter. Dan menurut Vilna Lutz, adik Peter ini meninggal saat dilahirkan. Tapi, entah kenapa, Peter tak percaya.

Suatu hari, saat Peter disuruh untuk membeli ikan dan roti, ia melihat ada tenda peramal. Dan dengan uang yang diberikan untuk membeli ikan dan roti itu, ia nekat memasuki tenda peramal. Ia bukan bertanya tentang keberuntungan atau masa depannya sendiri, ia hanya bertanya, tentang adiknya, apakah ia masih hidup atau sudah meninggal.

Jawaban sang peramal, Peter disuruh untuk mengikuti seekor gajah. Karena sang gajah lah yang akan menuntunnya pada jawaban itu. Lah, mau nyari ke mana itu gajah? Karena di kota tempat Peter tinggal tidak ada gajah.

Saat yang sama, digelar pertunjukan sulap di gedung theater. Maksud hati mau memunculkan bunga dari dalam topi, tapi koq malah gajah yang jatuh dari atap tenda. Kacau-balau semua jadinya. Si nyonya yang mau dapet bunga, malah cacat ketimpa gajah, si pesulap di penjara, si gajah juga ditangkap, dirantai, si polisi yang nangkep pesulap kasian sama gajah, si Peter penasaran pengen liat si gajah.

Wah, para tokoh-tokoh di sini, awalnya mungkin kelihatan gak berhubungan, punya masalah sendiri-sendiri, tapi justru semuanya ini ‘bersatu’ dan pada akhirnya yang membuat Peter menemukan jawabannya.


 Di kota Baltese tempat Peter tinggal ini, sepertinya gajah adalah binatang yang langka. Orang-orang sampe penasaran, gajah jadi ‘trending topic’. Di pasar, di acara-acara sosialita, hanya gajah yang jadi pembicaraan. Malahan, salah satu bangsawan di kota itu, pengen gajah itu ada di rumahnya, biar si bangsawan ikut jadi pusat perhatian.

Nuansa cerita ini suram, semakin diperkuat oleh ilustrasinya. Tapi, buat gue, cerita ini bagus meskipun sederhana. Dan, di tengah cerita yang suram ini, tetap bisa bikin tersenyum geli. Semua tokoh punya sisi suram, even si gajah yang rindu kampung halamannya di Afrika sana.
Read more »

Rabu, 09 Mei 2012

Danny the Champion of the World



Danny the Champion of the World (Danny si Juara Dunia)
Roald Dahl @ 1977
Quentin Blake (illustrator)
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Cet. II, Januari 2010
248 hal.
(Jembatan penyeberangan Semanggi)

Ah.. senangnya dalam waktu yang berdekatan, gue menemukan dua buku Roald Dahl yang tergolong ‘langka’ ini – dengan harga yang sangat ‘bersahabat’. Dan yang gak diduga-duga, waktu lagi jalan di jembatan penyeberangan, ada yang jual buku-buku murah (hmmm.. biasanya bajakan sih), dan tiba-tiba gue melihat buku ini. Gue buka, dan ternyata buka bajakan. Happy…. Langsung aja gue beli…

Kali ini bercerita tentang Danny yang tinggal hanya berdua dengan ayahnya di dalam sebuah caravan. Ibu Danny sudah meninggal saat Danny masih bayi. Ayahnya mempunyai sebuah bengkel kecil. Kehidupan mereka sederhana, tapi mereka tak pernah merasa kekurangan.

Bagi Danny, ayahnya adalah segalanya. Setiap malam, ayah kerap membacakan dongeng sebelum tidur. Pokoknya ayah adalah sosok yang sangat ia kagumi.

Sampai suatu hari, ia justru mendengar cerita bahwa ayahnya tak sesempurna yang ia lihat selama ini. Ayah Danny menyimpan rahasia besar yang menjurus pada perbuatan kriminal. Wah…. Tapi apakah itu?

Justru setelah ayahnya bercerita, Danny pun gak sabar ingin ikut serta dalam petualangan bersama ayahnya. Rencana yang sempurna pun disusun – tujuannya utamanya adalah untuk menjebak Mr. Hazell yang pelit dan sombong itu.

Dan, lebih hebatnya lagi, beberapa tokoh masyarakat di kota kecil itu – eh, bukan pejabat penting sih, tapi penduduk kota yang dipandang sebagai warga ‘baik-baik’ seperti Dokter Spencer, Sersan Samways, atau Mrs. Clipston yang istri seorang pendeta – mereka ikut terlibat dalam misi rahasia itu.

Hihihi… asyik banget nih. Cerita ini terinspirasi dari cerita masa kecil Roald Dahl sendiri. Misalnya, karavan tempat tinggal Danny terinspirasi dari karavan yang ada di kebun Roald Dahl, atau, Danny yang udah bisa nyupir mobil di usia sembilan tahun, Roald Dahl sendiri mengajar putrinya, Ophelia, mengendarai mobil di usia sepuluh tahun.

Yang pasti, ada satu pesan di akhir cerita yang oke banget, yang intinya: “Jadilah orang tua yang asyik, karena bagi anak-anak, punya orang tua yang kaku sama sekali gak menyenangkan.” Hehehe.. bener banget, Opa Dahl.
Read more »

Selasa, 08 Mei 2012

James and the Giant Peach



James and the Giant Peach (James dan Persik Raksasa)
Roald Dahl @ 1961
Quentin Blake (illustrator)
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Cet. II, Januari 2010
192 hal.
(Gramedia Plasa Semanggi)

Setelah orang tuanya meninggal karena dimakan badak, James Henry Trotter terpaksa tinggal bersama kedua bibinya – Bibi Sponge dan Bibi Spiker. Seandainya kedua bibi ini bersikap manis, menyenangkan dan penuh kasih sayang, pasti James akan senang tinggal di rumah di atas bukit itu. Tapi, Bibi Sponge dan Bibi Spiker memperlakukannya seperti pembantu dan tidak pernah sekali pun memanggil James dengan namanya. James dipanggil dengan sebutan-sebutan yang menyakitkan. James selalu disuruh bekerja keras, tidak boleh bermain dan baru boleh makan kalau sudah selesai semua pekerjaan. Itu pun kalau dia tidak dihukum.

Suatu hari, di hari yang panas, seperti biasa James diperintah untuk melakukan tugas-tugasnya, sementara kedua bibinya bersantai. Tapi, James yang sudah terlalu lelah, akhirnya tidak bisa mengerjakan tugas dengan baik dan tentu saja, dia pun dihukum.

Ketika sedang menjalani hukuman itu, tiba-tiba muncul seorang pria kecil yang menawarkan cairan ajaib yang bisa membuat hal-hal yang menakjubkan. Pria misterius itu meminta James untuk berhati-hati. Tapi, karena terlalu excited, James malah terjatuh dan menumpahkan cairan itu ke tanah. Dan, terjadilah hal yang menakjubkan itu.

Di pekarangan rumah Bibi Sponge dan Bibi Spiker ada sebuah pohon persik. Dan tiba-tiba saja, buah persik itu membesar … sebesar-besarnya. Bibi Sponge dan Bibi Spiker yang serakah, langsung meminta bayaran pada orang-orang yang ingin melihat buah persik raksasa itu.


 Saat membersihkan sampah yang ditinggalkan para penonton, James pun mengalami hal-hal yang menakjubkan. Ia ‘terperosok’ masuk ke dalam buah persik raksasa itu dan bertemu dengan Kakek Belalang Hijau, Lipan yang selalu sibuk dengan sepatunya, Nona Laba-laba, Ulat Sutra, Cacing Cahaya, Cacing Tanah dan Kepik. Ia berkenalan dengan mereka  - sahabat-sahabat yang baik hati, yang belum pernah ia miliki selama ini.

Seperti buku-buku Roald Dahl yang lain, pasti ada tokoh yang antagonis yang kelakukannya ekstrim banget. Tapi di sini, Bibi Sponge dan Bibi Spiker yang jahat itu hanya muncul sebentar, selebih adalah cerita petualangan yang menakjubkan dan menyenangkan. Perjalanan James dan teman-temannya dengan buah persik raksasa membuat kehebohan sampai ke Amerika!

Ini adalah salah satu buku Roald Dahl favorit gue. Dan, eh.. ada filmnya… pengen liat…
Read more »

Minggu, 29 April 2012

Harun dan Samudera Dongeng



Harun dan Samudera Dongeng (Harun and the Sea Stories)
Salman Rushdie @ 1990
Anton Kurnia & Atta Verin (Terj.)
Penerbit Serambi – Cet. I, September 2011
224 hal.
(Gramedia Plasa Semanggi)

Harun tinggal di sebuah kota bernama Alifbay, sebuah kota yang sedih. Semua yang ada di sana menebarkan kesedihan. Makan ikan jadi sedih, asap yang keluar dari pabrik membuat kota semakin murung.

Harun adalah anak seorang pendongeng, bernama Rasyid Khalifa. Dongeng yang diceritakan Rasyid adalah dongeng yang gembira dan ceria. Bayangkan di tengah-tengah penduduk kota yang muruh, muncul sedikit keceriaan dari seorang Rasyid Khalifa. Maka itu, ia sering disebut Raja Omong Kosong.

Suatu hari, petaka ‘singgah’ di rumah Harun. Ibunya pergi, melarikan diri bersama suami tetangga mereka. Rasyid Khalifa dirundung kesedihan, hingga saat ia harus mendongeng, tak sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

Meski begitu, masih ada yang mengundang Rasyid Khalifa untuk mendongeng. Namun Harun khawatir dengan ayahnya. Bagaimana jika ayahnya tidak mampu mendongeng. Hukuman berat pastilah menanti mereka.

Suatu malam, Harus bertemu dengan Jin Air bernama Jikka, yang memasok aliran dongeng dari Samudera Dongeng. Sesuatu telah ‘menyumbat’ aliran itu, hingga ayah Harun tak bias mendongeng lagi.

Maka, malam itu, dimulailah sebuah petualangan yang menakjubkan dengan misi membuka kembali sumbat aliran di Samudera Dongeng.

Di sinilah dongeng yang ‘sebenarnya’ dimulai. Muncul teman-teman baru Harun, selain Jikka si Jin Air, ada Tappi – burung bulbul mesin, Tukang Kebun Terapung dan Cerewet. Ada pasukan Halaman, Kitab dan Bab.  Ada pertempuran antara Negara Guppe dan Chup.

Gue pikir cerita ini akan lebih mudah untuk ‘dicerna’ dibandingkan dengan Midnight Children yang sampai sekarang masih belum berhasil gue tuntaskan. Yah, ini kan termasuk cerita anak-anak, kali-kali aja gitu kata-katanya lebih ‘bersahabat’. Hehehe.. ternyata gak juga ya… lumayan lama gue menyelesaikan buku yang gak terlalu tebal ini, dan, harus bolak-balik untuk bisa menangkap cerita di dalam buku ini. Ada dongeng di dalam dongeng. Butuh imajinasi yang ‘tinggi’.

Buat gue, sebenarnya nih.. ini cerita yang indah… tentang kasih sayang seorang anak pada ayahnya. Dan, satu lagi yang keren nih… di awal cerita, ada sebuah puisi yang setiap baitnya merupakan inisial dari nama anak Salman Rushdie. Anton Kurnia dan Atta Verin berhasil menerjemahkan dengan indah, dan gak merubah huruf awalnya.
Read more »

Senin, 23 April 2012

The Marvelous Land of Oz



The Marvelous Land of Oz
L. Frank Baum
Justin Tedjasukmana (Terj.)
Penerbit Atria – Cet. I, Januari 2012
234 hal.
(Gramedia Plaza Semanggi)

Tip, anak lelaki dari Negeri Gilikin yang yatim piatu. Sejak kecil ia diasuk oleh seorang penyihir bernama Mombi. Setiap hari, Tip disuruh untuk bekerja keras. Lama-lama Tip kesal. Timbul akalnya untuk mempermainkan Mombi. Ia membuat sebuah manusia labu, dengan tujuan untuk menakut-nakuti Mombi. Tapi, masa’ sih seorang penyihir takut sama manusia labu yang berwajah tersenyum. Dengan serbuk ajaib, Mombi menghidupkan manusia labu itu dan ia pun menghukum Tip.

Tip akhirnya memutuskan untuk melarikan diri dan mengajak si Manusia Labu yang diberi nama Jack untuk pergi bersamanya. Tujuannya adalah ke Negeri Oz. Dalam perjalanan menuju Negeri Oz, Jack membuat sebuah kuda kayu, yang dihidupkan dengan serbuk ajaib yang dicurinya dari Mombi. Bersama mereka menuju Negeri Oz.

Ternyata, Negeri Oz sedang dalam keadaan genting. Sekelompok gadis yang dipimpin oleh Jenderal Jinjur bermaksud untuk mengadakan kudeta untuk menggulingkan sang Raja yang tak lain adalah Boneka Jerami. Jenderal Jinjur dan pasukannya ini bersenjatakan jarum yang sangat tajam. Mereka ingin memanfaatkan batu zambrud yang bertebaran untuk dijadikan perhiasan, mereka juga katanya ‘lelah’ dipimpin Boneka Jerami dan ingin para pria yang jadi ‘pekerja’ di rumah. Jenderal Jinjur dan pasukannya ini adalah rombongan gadis-gadis manja dan genit.. dan tetap takut dengan binatang-binatang menggelikan seperti tikus.

Tip bertualang bersama Boneka Jerami, Jack si Manusia Labu, kuda kayu, berangkat ke tempat Kaisar Tin Woodman, dan kemudian, bersama-sama pergi ke negeri tempat Glinda si Penyihir Baik.

Jadi, berhasilkan Boneka Jerami merebut kembali tahtanya di Negeri Oz? Dan siapakah Tip sebenarnya? Ada kejutan kecil di akhir cerita.

" Tapi kau juga harus mengakui bahwa hati yang mulia adalah sesuatu yang tak bisa diciptakan meski kau berotak cerdas. Bahkan uang pun tak mampu membelinya."

-- Tin Woodman - hal. 234 

Seneng deh baca buku ini, sebuah cerita fantasi yang gak ribet membayangkan makhluk-makhluk aneh, dengan nama-nama yang ribet. Gak susah mengingat para tokoh. Karakter di cerita ini juga sederhana dan lugu. Apalagi si Jack Manusia Labu dan Boneka Jerami. Bahkan gadis-gadis Jenderal Jinjur pun bikin gue tersenyum. Tin Woodman yang ‘garang’ dengan kapaknya, tapi juga pesolek. Takut banget badannya tergores.

Sangat direkomendasikan buat anak-anak. Hehehe.. beberapa kali gue dengan cuek bacain Mika buku ini pas Mika lagi sibuk main yang lain. Eh… ternyata dia inget lho ada tokoh si Manusia Labu, meskipun kesannya dia gak meratiin apa yang gue baca. Hehehe..

O ya, buku ini ditulis, karena L. Frank Baum ini menerima banyak surat yang pengen banget The Wizard of Oz dibuat lanjutannya.

Read more »

Jumat, 30 Maret 2012

3 Buku Roald Dahl


1. The Twits (Keluarga Twit)
Roald Dahl @ 1980
Quentin Blake (Ilustrasi)
Yoke Octarina (Terj.)
GPU – Cet. III, Januari 2010
104 hal.
(Obral Gramedia Plaza Semanggi – 5000 rupiah saja :D)

Berkisah tentang pasangan Mr. & Mrs. Twit dengan sosok yang mengerikan, menjijikan dan menyebalkan. Liat Mr. Twit, seluruh wajahnya berambut dan gak pernah dicuci. Sisa-sisa makanan menempel di rambut wajahnya itu. Sedangkan Mrs. Twit, juga bertubuh gemuk, selalu membawa tongkat yang selain digunakan untuk membantunya berjalan juga untuk menyakit anak-anak atau hewan yang mengganggu.

Tingkah pasangan suami istri satu sama lain juga mengerikan. Mereka sering saling ngerjain, dan saling balas membalas dengan cara yang sadis. Misalnya, spaghetti Mr. Twit dicampur dengan cacing, dan Mr. Twit membalas dengan mengikat Mrs. Twit di balon udara dan membiarkannya terbang. Mereka juga suka menyakiti binatang.

Benar-benar pasangan yang mengerikan.



2. The Enormous Crocodile (Si Buaya Raksasa)
Roald Dahl @ 1978
Quentin Blake (Ilustrasi)
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Mei 2006
64 hal.
(via inibuku.com)

Ini adalah cerita tentang seekor buaya yang ingin sekali makan anak kecil. Dia pun pamer ke teman-temannya di hutan, bahwa hari itu ia akan berpesta dengan menu anak kecil. Berbagai cara ia lakukan untuk menarik perhatian anak-anak, tapi selalu saja digagalkan oleh para penghuni hutan yang tak menyukai cara-caranya.

Dan pada akhirnya, si buaya ini juga menghilang dengan cara yang ‘mengenaskan’


3. The Giraffe and the Pelly and Me (Si Jerapah dan si Pelly dan Aku)
Roald Dahl @ 1985
Quentin Blake (Ilustrasi)
Poppy Damayanti Chusfani (Terj.)
GPU – Agustus 2006
80 hal.
(via inibuku.com)

Billy berkenalan dengan 3 ekor hewan dengan kemampuan yang menakjubkan. Si Jerapah, Si burung pelican dan si monyet. Trio ini membuka ‘usaha’ membersihkan jendela. Mereka bertiga punya peran masing-masing – si Jerapah dengan lehernya yang panjang, sanggup mencapai jendela tertinggi, sementara si Burung Pelikan menjadi ember dan si monyet yang bergerak lincah membersihkan semua jendela.

Ini buku yang paling ‘bersahabat’ di antara 3 buku Roald Dahl yang gue baca kali ini. Isinya karakter baik-baik, mereka bahkan menggagalkan sebuah usaha perampokan di rumah seorang Duke. Dan di akhir cerita, si Billy membuka kembali The Grubber, toko permen. Di sini, Mr. Willy Wonka ikut menyumbangkan permen-permennya yang ajaib

Perkenalan gue dengan Roald Dahl, berawal saat gue membaca Matilda, mungkn waktu SD. Saat itu, ya baca.. baca aja. Sedikit ngeri dengan karakter Miss Trunchbull. Tapi, saat membaca Mr. Twit, aduh ternyata, gak kalah sadis. Emang sih, apa yang berusaha diceritakan oleh Roald Dahl ada hal positifnya, seperti misalnya jangan nyakitin binatang – sama seperti yang ada di cerita Magic Finger, tapi kalo untuk diceritain ke anak kecil rasanya terlalu ‘sadis’.

Bahkan saat ada film Matilda di tv, gue ngajak Mika nonton, maunya sih gue pengen kasih tau, kalo gue suka sama bukunya dan ini juga salah satu film yang gue tonton, eh.. tapi, gak lama, Mika pun bilang, “Matiin aja, filmnya gak bagus.” Dan, gue jadi sedikit khawatir, kalo nanti Mika malah takut ke sekolah.

Tapi, terlepas dari semua itu, gue tetap suka dengan Roald Dahl, di balik karakter-karakter ajaibnya itu, cerita-ceritanya mampu menghibur gue dengan selera humor yang ajaib juga.

Tapi… sekarang, kenapa susah cari buku Roald Dahl yang satuan ya? Yang ada di Gramedia hanya yang box set. Rugi dong beli yang box set karena gue udah punya beberapa. Dan gue pengen juga nih, baca bukunya Roald Dahl yang bukan buku anak-anak.
Read more »

Senin, 26 Maret 2012

The Wizard of Oz


The Wizard of Oz
L. Frank Baum
Alva Indriani (Terj.)
Penerbit Atria – Cet. I, Oktober 2010
206 hal.
(Gramedia Pondok Indah Mall)

Inilah pertama kali gue membaca buku The Wizard of Oz, yah, meskipun sering denger, tapi gue gak tau, seperti apa sih kisah The Wizard of Oz ini. Beruntung, Penerbit Atria menerbitkan terjemahan buku ini dan karena gue lagi punya sebuah ‘misi’, maka gue pun memutuskan untuk membeli buku ini.

Kisah ini lahir karena rasa ‘prihatin’ L. Frank Baum akan kisah fantasi yang beredar, tentang peri dan dunia sihir yang penuh ‘darah’ dan teror. Maka terciptalah sebuah dongeng sederhana, tapi penuh dengan petualangan dan banyak pelajaran yang bisa diambil dari dongeng ini.

Si kecil Dorothy tiba di sebuah kota yang indah berwarna biru, kota para Munchkin. Berbeda jauh dengan Kansas, kota tempat Dorothy tinggal bersama paman dan bibinya. Sebuah kota abu-abu, gersang dan suram. Angin puting-beliung menerbangkan rumah Dorothy. Dorothy yang tak sempat bersembunyi di ruang persembunyian ikut terbang bersama rumah itu, termasuk juga Toto, anjing milik Dorothy.

Karena rumah Dorothy ‘tanpa sengaja’ jatuh di atas tubuh si Penyihir Jahat dari Timur, Dorothy pun dianggap pahlawan. Tapi, keinginan Dorothy hanya satu, yaitu kembali ke Kansas. Atas petunjuk Penyihir Baik dari Utara, Dorothy dianjurkan untuk bertemu Penyihir Hebat Oz.

Dimulailah perjalanan panjang Dorothy bersama Toto, menyusuri batu bata kuning menuju negeri Zambrud, negeri Penyihir Hebat Oz. Dalam perjalanan itu, Dorothy bertemu dengan Boneka Jerami yang menginginkan otak, Tin Woodman, si manusia kaleng yang menginginkan hati dan Singa Penakut yang ingin memiliki keberanian. Bersama teman-teman barunya, dengan keyakinan penuh Dorothy pergi menuju negeri Zambrud.

Tapi, untuk menemui Penyihir Hebat Oz pun tak mudah. Tak seorang pun tahu, seperti apa wujud pasti Oz, wujudnya selalu berubah-ubah. Dan ternyata tak mudah untuk mendapatkan apa yang dinginkan oleh mereka berempat. Mereka harus melakukan sesuatu dulu untuk Oz, baru keinginan mereka akan dikabulkan.

Baca buku ini, rasanya kembali ke masa kecil, masa-masa berkhayal, membaca buku-buku petualangan yang ringan. Gak perlu deh, petualangan yang bikin deg-degan, bikin tegang, tapi seperti Dorothy, di setiap langkahnya, dalam perjalanannya, ia selalu menemui hal-hal baru, seperti menyelamatkan Boneka Jerami, menolong Tin Woodman, ketemu Singa, Monyet Terbang, kaum Munchin dan Winkie yang lucu. Dan, satu pelajaran yang bisa diambil dari buku ini adalah kesetiakawanan, rasa empati dan tolong-menolong. Menjelang akhir cerita, ketiga teman baru Dorothy yang sudah punya kedudukan enak, tetap menemani Dorothy sampai bertemu jalan pulang. Dan saat yang satu lagi kesusahan, yang lain merasa kehilangan dan dengan sigak membantu.

Gue ketawa waktu tau wujud asli Penyihir Hebat Oz itu. Klimaks yang kocak.. hehehe…

O ya, ada satu koreksi di halaman 125, yang tertulis: “… Dorothy berlari ke halaman untuk memberitahu bahwa Tukang Sihir Jahat dari Timur telah tewas … “ Padahal seharusnya Tukang Sihir dari Barat kan? Iya kan? Karena kalo Tukang Sihir Jahat dari Timur udah ketauan dari awal tewasnya.

*seharusnya ini buat posting bareng BBI, tapi telat.. kelupaan tanggalnya*
Read more »

Selasa, 13 Maret 2012

Pollyanna


Pollyanna
Eleanor H. Porter @ 1913
Rini Nurul Badriah (Terj.)
Orange Books – Cet. I, Mei 2010
312 hal.
(hadiah #TebakDickens @bacaklasik)

Selama bertahun-tahun hidup sendiri, Miss Polly menerima kabar bahwa keponakannya, Pollyana, akan datang dan tinggal bersamanya. Kabar ini jelas merupakan suatu kejutan. Hubungan dengan mendiang ibu Pollyana tidak begitu baik. Bahkan bisa dibilang komunikasi terputus semenjak adiknya itu lebih memilih menikah dengan seorang pendeta daripada dengan seorang pria kaya. Pollyana kini yatim piatu, sehingga tak ada pilihan lain, selain menyerahkan perwalian Pollyana kepada Miss Polly.

Miss Polly sudah menyiapkan kamar yang panas, pengap dan gelap di loteng. Memang sih, Miss Polly ini dikenal sebagai perempuan yang kaku, serba teratur dan konon, menurut gosip yang beredar, ia pernah patah hati sehingga hingga akhirnya memilih menyendiri.

Pollyana datang dengan penuh suka cita dan keceriaan. Kepolosan sebagai anak kecil membuat banyak orang luluh hatinya. Sebut saja Mrs. Snow yang banyak maunya atau Mr. Pendelton yang jutek. Belum lagi, dengan polosnya Pollyanna membawa pulang seekor kucing dan anjing yang dipungutnya dari tengah jalan. Ooo.. itu belum apa-apa.. dibanding apa yang dibawa pulang berikutnya oleh Pollyanna.

Hanya Bibi Polly yang tampaknya adalah satu-satunya orang yang masih belum menerima keceriaan dan spontanitas yang ada pada diri Pollyanna.

Sebenernya dibalik keceriaan itu, tidak berarti Pollyana tidak pernah bersedih. Hanya saja, sebuah ‘permainan’ yang diciptakan ayahnya yang membuatnya selalu bisa berpikir positif. Dan, saat ia sendiri mengalami musibah, keceriaan apa yang bisa membuatnya kembali tersenyum?

Di awal-awal buku ini, gue teringat dengan sosok Anne di Anne of Green Gables. Anak yatim-piatu yang terpaksa tinggal dengan orang lain. Sama ceria-nya, sama-sama suka mengkhayal, meskipun dengan cara yang berbeda. Meskipun emang sih, gue sempet merasa si Pollyanna ini ‘ganggu’ banget. Semua orang ditegor, meskipun cemberut dan dijutekin, Pollyanna pantang menyerah.

Tapi, liat sisi positif dari ‘keberadaan’nya. Ini seperti cerita ‘Pay It Forward’. Sesuatu yang kecil, bisa menimbulkan efek yang besar.

*Buku ke 4 untuk 'Name in a Book Challenge 2012' - hosted by Blog Buku Fanda
Read more »

Selasa, 10 Januari 2012

Charlie and the Great Glass Elevator


Charlie and the Great Glass Elevator
Roald Dahl @ 1973
Michael Foreman (Illustration)
Puffin Books – 1986
160 pages

Pastinya cerita Charlie & Chocolate Factory sudah tidak asing bagi pecinta Roald Dahl, dan untuk mereka yang mungkin belum baca bukunya, tapi udah nonton filmnya yang dibintangi Johnny Depp. Charlie Bucket yang datang dari keluarga miskin, tinggal bersama kedua orang tuanya, dan dua pasang kakek-nenek - Grandpa Joe, Grandpa George, Grandma Josephine dan Grandma Georgina. Keempat manula ini, sudah berpuluh-puluh tahun menghabiskan hidupnya di tempat tidur. Hanya Grandpa Joe yang akhirnya berani ‘turun’ untuk menemani Charlie ke Pabrik Cokelat Willy Wonka ketika Charlie seperti bagaikan ketimpa durian runtuh, mendapatkan ‘golden ticket’ yang hadiah utamanya adalah menjadi pewaris Willy Wonka, yang otomatis akan menjadi pemilik Pabrik Cokelat Willy Wonka.

Ternyata, kisah Charlie belum berakhir. Ke’nyentrikan’ Willy Wonka masih terus berlanjut. Kali ini Mr. Wonka mengajak Charlie sekeluarga mencicipi sensasi ‘The Great Glass Elevator’ – lift transparan yang ajaib. Semua ikut masuk dalam lift itu, termasuk tempat tidur para nenek-nenek.

Willy Wonka (2005)

Willy Wonka (1971)

Karena kehebohan dan kepanikan Grandma Josephine dan Grandma Georgina, lift yang tadinya hendak kembali ke bumi, tepatnya ke Pabrik Cokelat, malah melesat jauh sampai ke luar angkasa. Tiba-tiba mereka langsung melayang-layang di dalam lift itu karena keadaan hampa udara. Meskipun yang lain heboh, Mr. Wonka tetap sok tenang.

Kebetulan di saat yang sama, juga diadakan launching hotel di luar angkasa pertama, bernama Space Hotel USA. Para pegawai hotel sedang bersiap-siap di dalam roket mereka, menuju Space Hotel USA. Tapi, tentu saja semua jadi kaget melihat ada ‘benda’ aneh berkeliaran di angkasa. Bahkan Presiden Amerika pun turun tangan untuk mengatasi ‘makhluk’ ini. Berbagai dugaan tentang siapakah ‘mereka’ ini muncul. Spekulasi berseliweran, jutaan pasang mata turut memantau dari siaran televisi dan radion.

Lepas dari masalah melayang-layang di angkasa. Charlie sekeluarga dihadapkan pada masalah lain, yaitu masalah ‘menghilangnya’ Grandma Georgina karena overdosis saat mengkonsumsi Wonka-Vite. Alah.. apalagi Wonka-Vite ini? Yang jelas, ini juga salah satu tambahan bukti kenyentrikan dari Mr. Willy Wonka.

Membaca buku-buku Roald Dahl, membuat gue kembali ke masa kecil. Petualangan, cerita dan tokoh-tokoh yang unik membuat buku-buku beliau selalu menarik untuk diikuti. Roald Dahl adalah salah satu penulis favorit gue.

Lessons to learn dalam buku ini, gak boleh serakah, apa yang berlebihan bakal bikin semua jadi kacau. Apa-apa itu emang harus sesuai porsinya. Dan satu lagi, jangan jadi orang yang panikan, karena bakal membuat masalah juga jadi tambah runyam – tapi kalo di sini sih, karena para Grandma dan Grandpa yang panik, malah membawa mereka pada pengalaman menakjubkan dan tak terlupakan. Meskipun tetap… Grandma Josephine, Grandma Georgina dan Grandpa George keukeuh untuk selalu ada di atas tempat tidur mereka. Kata mereka,”Kita udah ada di atas tempat tidur selama berpuluh tahun, gak ada pentingnya juga kita menggunakan kaki kita sekarang.” Gitu kira-kira kata mereka.

Gue pun tersenyum-senyum membaca buku ini. Dan langsung membongkar lemari buku, melihat koleksi Roald Dahl dan langsung mencatat mana aja yang belum gue punya.

*Buku pertama untuk Name in A Book Challenge 2012
Read more »

Rabu, 21 Desember 2011

Mooshka: A Quilt Story


Mooshka: A Quilt Story
Julie Paschkis
Peachtree Publishers
Publication date: March 01, 2012
18 pages
(via NetGalley.com)

Berkisah tentang Karla, si pemilik selimut warna-warni ini. Apa sih istimewanya selimut ini? Sama kali ya, hal yang dengan anak kecil yang gak bisa tidur kalo gak pake guling yang udah butek warnanya, atau boneka yang makin kumel makin gak bisa pengen lepas.

Ternyata, selimut perca ini bukanlah selimut biasa. Selimut ini dibuat oleh nenek Karla dengan memakai potongan-potongan kain warna-warni dengan berbagai motif yang penuh cerita. Setiap potongan memiliki kenangan tersendiri.

Dan, bagi Karla, selimut ini adalah penghangat tidur, pelindung saat ia merasa takut dan … bisa ‘bicara’. O ya… selimut ini punya nama: Mooshka. Ketauan banget deh cerita ini berasal dari mana.

Thanks to review-nya di , yang membuat gue pengen baca buku ini dan yang pasti ‘memperkenalkan’ gue sama NetGalley.com

Pertama kali melihat buku ini, wow, warna-warni yang cerah benar-benar menggoda. Gue langsung berharap, “Seandainya punya buku ‘benerannya’, bukan hanya baca via e-book.”
Read more »

Jumat, 28 Oktober 2011

Maya & Filippo Play Chef at Sea

Maya & Filippo Play Chef at Sea
Alinka Rutkowska
Konrad Checinski (Illustrator)
27 pages
(via Member Giveaway – Library Things.com)


Dapet buku ini dari hasil berburu ‘Member Giveway’ di Library Things. Sebenernya udah banyak banget dari Library Things, tapi karena bentuknya e-book, jadi rada males bacanya. Tapi karena ini buku anak-anak dan hanya 27 halaman (udah termasuk cover dan lain-lain), jadi iseng-iseng aja gue baca.

Ilustrasinya sederhana aja, tapi gak berwarna. Dan ternyata, memang ini edisi Color it Yourself. Jadi, kalo emang anak-anak gak terlalu tertarik dengan ilustrasinya, mereka bisa bikin buku ini jadi lebih menarik dengan warna pilihan mereka sendiri.

Tentang Maya dan Filippo yang lagi berlibur pake kapal pesiar. Di kapal ini, mereka ikutan kegiatan masak-memasak bareng anak-anak lain. Ternyata setelah gue baca, ‘terselip’ pelajaran yang digambarkan dengan cara simple tapi ‘mengena’. Tentang arti berbagi dan berani mencoba. Lalu, juga tentang belajar mengambil keputusan. Misalnya, Maya yang pengen bikin cheese cake, atau salah satu anak laki-laki pengen bikin kue cokelat. Saat mereka gagal, mereka jadi tahu di mana kekurangan atau kesalahan mereka.
Read more »

Senin, 20 September 2010

The Scarecrow and His Servant

The Scarecrow and His Servant (Si Boneka Jerami dan Pelayannya)
Philip Pullman @ 2004
Dibyareswari U.P (Terj.)
GPU – Desember 2009
200 hal.

Seorang pria tua membuat boneka jerami dengan sepenuh hati. Boneka jerami berkepala labu itu diberi pakaian yang layak dan di dalam sakunya jasnya diselipkan sebuah surat yang sudah diberi pelindung agar tidak rusak. Tapi, ada saja orang-orang tamak, yang tak lain adalah keluarga si pria tua itu, mereka dari keluarga Buffaloni yang ingin menguasai tanah milik pria tua itu.Boneka jerami itu dicuri, berpindah-pindah tempat sampai akhirnya jadi lusuh.

Suatu malam, di tengah hujan deras, angin kencang, petir menyambar boneka jerami itu. Memberi aliran listrik di seluruh tubuhnya dan akhirnya menghidupkan boneka itu. Tak jauh dari sana, seorang bocah laki-laki kelaparan dan mencari tempat berlindung. Jack namanya. Mereka berdua akhirnya menempuh petualangan seru berdua. Si bocah menjadi pelayan bagi boneka jerami yang kocak itu.

Di perjalanan, mereka bertemu kawanan perampok, menjadi pelayan di rumah pasangan suami istri petani, ikut berperang, terombang-ambing di lautan, dan nyaris mati kelaparan dan kehausan (ini berlaku untuk Jack). Sementara, si boneka jerami, kerap mengalami patah ‘tangan dan kaki’, jerami yang sudah nyaris hancur, dan mengalami operasi ‘penggantian kepala’.

Tanpa mereka sadari, jejak perjalanan mereka diikuti oleh pengacara keluarga Buffaloni yang mengincar sesuatu dari si boneka jerami.

Tapi yang penting bagi Jack, adalah bisa mendapatkan makanan dan menemani boneka jerami yang baik hati itu. Dan bagi boneka jerami, perjalanan panjang mereka adalah mencari tempat bernama Spring Valley yang tersimpan rapi di hatinya.

Gue lebih suka buku-buku dongeng Philip Pullman yang kaya’ begini dibanding His Dark Material Trilogy. Lebih kocak dan mengharukan. Kaya’ di sini, boneka jerami dengan tingkah laku polos dan baik hati. Ia kerap menyelamatkan burung-burung, meskipun ‘ideal’nya tugasnya adalah menakuti burung-burung agar tidak memakan tanaman atau padi para petani. Tapi nyatanya, para burung-burung justru membantunya. Terus lucunya waktu dia lagi merayu gagang sapu cantik buat jadi istrinya.
Read more »

Kamis, 19 Agustus 2010

The Miraculous Jorney of Edward Tulane

The Miraculous Jorney of Edward Tulane (Perjalanan Ajaib Edward Tulane)
Kate DiCamillo @ 2006
Bagram Ibatoulline (Ilustrasi)
Dini Pandia (Terj.)
GPU - November 2006
208 Hal.

Edward Tulane, ada sebuah boneka kelinci yang terbuat dari porselen. Dibuat berdasarkan pesanan khusus seorang nenek sebagai hadiah untuk cucu perempuannya bernama Abilene Tulane. Telinganya terbuat dari bulu kelinci yang halus, mempunyai kumis yang Edward tahu bukan dari kumis kelinci, salah satu hal yang tidak mau ia bayangkan sama sekali.

Edward Tulane sangat disayangi oleh Abilene. Ia diberi pakaian yang sangat bagus dan mewah. Busana-busananya terbuat dari sutra dan satin yang halus, dilengkapi dengan topi dan sepatu yang bergaya. Bukan itu saja, ia juga mempunyai jam saku emas yang selalu diputar Abilene untuk menandakan kepulangannya dari sekolah. Demikian istimewa perlakuan Abilene terhadap Edward, sampai-sampai ia jadi ‘sombong’. Edward benci kalau disebut ‘benda’, ‘boneka’, atau ‘barang’. Menurutnya, ia lebih daripada itu.

Semua tampak nyaman, damai tapi membosankan. Sampai ‘bencana’ yang akan mengubah ‘perjalanan hidup’ Edward pun datang. Bermula dari perjalanan dengan kapal laut, ia ‘diajak’ oleh Abilene sendiri. Tapi, di kapal ada dua anak yang mengejek dirinya, sehingga terjadi pertengkaran antara Abilene dan kedua anak laki-laki itu. Akhirnya, Edward terlempar dari kapal, terjun bebas ke lautan yang luas, dan akhirnya tenggelam dalam gelapnya dasar laut selama berbulan-bulan.

Petualangan baru pun dimulai. Pertama ia diambil oleh seorang nelayan dan diberikan kepada perempuan tua baik hati bernama Nellie, tapi karena seorang anak perempuan yang cemburu, Edward ‘dijebloskan’ ke tempat pembuangan sampah. Kemudian ia ditemukan oleh seekor anjing, yang membawanya menjadi ‘gelandangan’ bersama Bully. Itu pun tak bertahan lama, ia harus kehilangan lagi kebaikan seseorang, dan malah diambil oleh perempuan yang menjadikannya sebagai alat untuk menakut-nakuti burung. Untuk seorang anak laki-laki bernama Bryce menyelamatkannya dan ia memperoleh limpahan kasih sayang baru dari seorang anak perempuan yang sakit-sakitan, adik Bryce bernama Sarah.

Nama Edward pun berganti-ganti setiap ia pindah tangan. Mulai jadi ‘kelinci perempuan’ bernama Susanna, lalu ‘kelinci buronan’ bernama Malone dan akhirnya di tangan Sarah, ia bernama Jangles.

Setiap ‘perpindahan tangan’ menyisakan rasa perih di hati Edward. Karena tanpa ia sadari, ia menyayangi para pemiliknya itu. Sesuatu yang tidak pernah ia ‘berikan’ kepada Abilene. Dan ia sangat sedih ketika harus kehilangan kasih sayang dari mereka yang merawatnya dengan penuh sayang.

Gue beli buku ini gak sengaja. Gara-gara lagi diobral aja. Ceritanya simple aja. Gue tuntaskan dalam waktu sehari. Semalem gue ajak Mika liat-liat buku ini, dan dia seneng ngeliat gambar-gambarnya si Edward. Mika bilang, “Wow… kelincinya jatuh ke laut.” Atau, “Wow, dia duduk di meja makan.” Tadinya mau gue bacain, tapi Mika lebih tertarik liat gambar-gambarnya.

Gue bayangin Edward kaya’ kelinci ‘aristokrat’ lengkap dengan jas, kemeja, celana panjang, sepatu… ditambahlah jam tangan saku emasnya itu.
Read more »

Rabu, 30 Juni 2010

Harry and the Treasure of Eddie Carver

Harry and the Treasure of Eddie Carver (Harry dan Geng Keriput Berburu Harta Karun)
Alan Temperley @ 1997
Hidayat Saleh (Terj.)
GPU – Agustus 2008
512 Hal.

Well… meskipun Percy Pops alias Kolonel Priestly sudah tertangkap dan dipenjara di Penjara Bukit Cony. Tampaknya Harry dan Geng Keriput belum bisa tenang. Ternyata Gestapo Lil justru masih bebas dan masih ada di Fellon Grange. Malahan komplotan mereka bertambah satu orang, yaitu Mad Ruby yang tak lain adalah ibu dari Percy Pops! Wah, urusan jadi tambah kacau, mengingat mereka menyimpan dendam pada Harry dan Geng Keriput.

Sementara itu, Geng Keriput merencanakan sebuah misi mulia, yaitu mencari dana untuk disumbangkan ke Afrika. Untuk itu tentu saja butuh dana besar. Kebetulannnn… Geng Keriput mendengar bahwa ada seorang narapidana bernama Eddie Carver yang menyimpan harta jarahannya di sebuah tempat yang tidak seorang pun mengetahuinya.

Dicarilah jalan untuk mendekati Eddie Carver. Tapi, Komplotan Percy Priestly juga mengincar harta itu. Dan, kebetulan lagi, Eddie Carver meninggal dalam sebuah kecelakaan ‘misterius’ di dalam penjara. Tak lama kemudian, Percy Priestly kabur dari penjara.

Kaburnya Percy Pops tentu saja jadi mimpi buruk untuk Harry dan Geng Keriput. Geng Keriput yang masih terus mencari di mana lokasi harta karun itu berada. Dengan segala riset dan penyelidikan, membawa mereka ke Skotlandia, ke sebuah pulau, di mana diyakini harta itu ada.

Sayang, Kompoltan Percy Pops juga tidak tinggal diam. Dengan segala cara, mereka juga berusaha mengambil harta karun itu. Mulai dari menyandera Harry sampai menyusul ke Skotlandia. Tapi, tetap aja, Harry lebih cerdik dari mereka.

Harry sempat ‘terjebak’ dilema, dan bertanya-tanya, apakah yang dilakukan bibinya dan teman-temannya ini salah apa betul? Mereka ‘mengambil’ sebagian harta orang kaya demi membantu orang-orang miskin. Hmmm… tapi, ternyata Harry menikmati juga tuh, aksinya bersama The Wrinklies…

Buku kedua makin kocak. Gue jadi ngebayangin film komedi kaya’ Home Alone, yang penjahatnya meskipun udah amburadul, berantakan, babak belur, tapi tetap aja bisa beraksi dan bikin ulah baru. Coba ada ilustrasinya, pasti buku ini makin seru dan kocak.
Read more »

Rabu, 23 Juni 2010

Harry and the Wrinklies

Harry and the Wrinklies (Harry dan Gang Keriput)
Alan Temperley @ 1997
Hidayat Saleh (Terj.)
GPU – Mei 2008
336 Hal.

Harry Potter… Harry Barton… dua Harry yang sangat malang. Orang tuanya meninggal sama-sama gara-gara kecelakaan. Ya, kalo Harry Potter karena lagi ‘bertarung’ sihir-menyihir, tapi kalo Harry Barton, orang tuanya meninggalkan karena kecelakaan ketika mereka lagi berpesiar entah di mana.

Harry Barton adalah anak orang kaya, saking kayanya, kedua orang tua Harry selalu menghabiskan waktu mereka dengan berlibur ke seluruh penjuru dunia. Mereka meninggalkan Harry di rumahnya yang besar, diasuh oleh pengasuh yang judes dan sadis, yang disebut Harry, Gestapo Lil. Hanya karena kewajiban, orang tua Harry pulang ke rumah setiap dua kali setahun. Bahkan natal pun, mereka hanya mengirim hadiah-hadiah mahal, yang bahkan bukan mereka sendiri yang memilih.

Ketika mendengar kabar buruk itu pun, Harry tidak merasa kehilangan orang tuanya. Harry pun terpaksa harus pindah ke rumah bibinya yang tidak pernah ia dengar sebelumnya. Oleh Gestapo Lil yang licik, ia hanya boleh membawa satu koper usang, yang isinya juga hanya baju-baju yang sudah jelek.

Harry Barton lebih beruntung daripada Harry Potter. Bibi-bibi Harry Barton ternyata sangat ramah dan menyenangkan. Meskipun sedikit aneh. Hehehe.. lagi-lagi, gue menemukan buku yang tokohnya nenek-nenek nyentrik dan asyik.

Di hari pertamanya, Harry langsung merasa betah berada di Lagg Hall, demikian mereka menyebut rumah mirip puri itu. Harry mendapat kamar di menara dengan pemandangan yang indah.

Harry berkenalan dengan teman-teman Bibi Florie – si bibi yang pinter banget ngebut, dan Bibi Bridget – yang ternyata adalah seorang professor!

Ternyata, Bibi Florie dan Bibi Bridget, menyimpan sebuah rahasia besar. Mereka dan teman-temannya adalah Robin Hood dalam versi nenek-nenek dan kakek-kakek! Siapa sangka mereka tenyata bekas narapidana dan penjahat. Target mereka adalah mengambil sebagian harta orang kaya dan memberikannya pada si miskin.

Harry pun akhirnya ikut menikmati misi ‘Robin Hood’ mereka dalam menjebak si Beastly Priestly dan tunangannya yang tak lain adalah Gestapo Lil.

Pertama, gue suka cover-nya. Kedua, bukunya lucu. Menyenangkan banget kalo bisa tinggal di dekat daerah yang hijau begitu, ada danau buat berenang. Tinggal nyemplung kalo pengen. Ada hutan kecil tempat main-main. Gue jadi lebih suka ‘tempat’nya dibanding ceritanya sendiri.

Tapi, kalo dari cerita, gue ketawa-tawa sendiri ngebayangin si nenek-nenek funky ini. Masing-masing punya keahlian yang menunjang misi mereka. Misi yang dirancang dengan sangat detail dan nyaris sempurna. Tokoh yang ngeselin tentu saja Kolonel Priestley dan Gestapo Lil, tokoh terpandang dan ternyata jahat. Klise sih, sangat hitam-putih. Tapi.. namanya juga buku anak-anak, biar gimana tetap fun bacanya.
Read more »