Tampilkan postingan dengan label dystopia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dystopia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 18 September 2012

Fahrenheit 451



Fahrenheit 451
Simon & Schuster – May 2012
158 hal.
(Times Bookstore Plaza Semanggi)

 Guy Montag adalah seorang ‘fireman’  - tapi fungsi ‘fireman’ dalam cerita ini , bukan membantu memadamkan kebakaran, justru mereka ‘membuat’ kebakaran. Layaknya cerita-cerita genre dytopiayang sudah gue baca, selalu ada kebijakan-kebijakan yang mengekang rakyat agar pikiran mereka tidak ‘dicemari’ hal-hal yang bisa menentang pemerintahan. Contohnya dengan melarang adanya buku-buku yang isinya tidak sesuai dengan program pemerintah. Dalam buku ini, setiap orang yang memiliki buku, rumah mereka akan segera didatangi, rumah beserta isinya dibakar dan pemilik rumah itu tentu saja akan mendapatkan hukuman yang berat.

Awalnya Guy Montag tidak merasa ada yang salah dengan pekerjaannya. Yah, sebagai ‘pelayan’ pemerintah, tentu saja ia harus mengikuti segala peraturan yang berlaku. Tapi, suatu  hari, ia bertemu dengan tetangga barunya, seorang gadis bernama Clariesse. Clariesse ini orangnya santai, berbeda dengan orang lain yang kebanyakan Guy temui. Clariesse bercerita tentang hal-hal sepele yang sudah tak lagi jadi perhatian orang. Bagiamana semua orang sekarang terburu-buru, kalau mengendarai mobil harus ngebut. Orang tak sempat lagi memerhatikan kupu-kupu di taman, sekedar iseng bermain hujan, duduk-duduk sambil bercengkerama. Maka itu, hampir di tiap rumah, gak ada tuh yang namanya teras. Orang jadi lebih akrab dengan televisi.

Guy mulai risau, ditambah lagi, istrinya, Mildred mencoba bunuh diri dengan menelan obat tidur. Meski berhasil diselamatkan, Mildred sama sekali tidak ingat akan peristiwa itu. Clariesse pun tiba-tiba menghilang begitu saja. Guy curiga bahwa Clariesse sengaja ‘dilenyapkan’. Guy juga harus menyaksikan seorang wanita yang rela dibakar bersama buku-bukunya daripada harus menjalani hukuman di luar. Akhirnya, Guy pun ‘membelot’. Ia menyelamatkan beberapa buku dan mencoba membacanya. Guy juga berusaha mencari orang-orang yang masih menyimpan buku-buku lain. Guy akhirnya jadi buronan polisi dan proses penangkapan dirinya disiarkan di televisi nasional (hmmm jadi inget siaran di salah satu televisi swasta).

Wah, entah kenapa saat membaca buku ini, gue merasa ‘gelisah’. Mungkin karena nuansa  buku ini yang gelap. Ini pertama kalinya gue membaca buku genre dystopian tanpa ada embel-embel cerita romance di dalamnya.

Apa yang gue rasakan saat membaca buku ini adalah seperti ‘kosong’. Sama mungkin dengan para tokoh yang jiwanya ‘kosong’, gak kenal lagi yang namanya bahagia. Semua statis.

Bener ya, membaca buku kadang-kadang mempengaruhi mood. Jadilah saat membaca buku ini, gue selain gelisah, jadi rada-rada ‘depresi’. Hehehe.. sorry, deh, kalo rada berlebihan kali ya.. 

Melihat dari daftar karya-karya Ray Bradbury, beliau ini termasuk penulis yang produktif. Mulai dari novel, cerpen, karya non-fiksi, skenario untuk teater dan film televisi.

Read more »

Minggu, 15 Juli 2012

Matched



Matched (Perjamuan Pasangan)
Yohanna Yuni (Terj.)
GPU – Juli 2012
380  hal.
(Gramedia Pondok Indah Mall)

Di negeri ‘antah berantah’ ini, semua sudah diatur oleh Administrator Institusi Contoh, untuk yang sehari-hari saja: setiap individu harus berolah raga sesuai dengan kondisi tubuh mereka, bukan di alam terbuka, tapi di treadmill, para warga gak pernah masak, karena makanan dikirim langsung ke rumah mereka – lagi-lagi sesuai dengan kebutuhan tubuh mereka. Ada jam malam. Para pelajar yang berusia 17 tahun juga sudah memiliki pekerjaan. Waktu luang juga diatur. Kegiatan di waktu luang harus didaftar dulu ke Administrator.

Tak hanya itu, ‘pengaturan’ juga berlaku untuk kehidupan pribadi. Saat berusia 17 tahun, setiap remaja harus bersiap-siap untuk sebuah pemanggilan. Untuk menghadiri sebuah acara, di mana mereka akan menjadi bintangnya, yaitu ‘Perjamuan Pasangan’. Di sini mereka akan bertemu dengan jodoh yang sudah diatur oleh Departemen Pasangan. Inilah kesempatan bagi para remaja untuk berdandan secantik dan semenarik mungkin.

Untuk urusan kematian, juga sudah diatur. Para manula ‘akan’ meninggal di usia 80 tahun. Pemerintah sudah melakukan survey, bahwa setelah usia 80 tahun, maka setiap individu akan mengalami penurunan fisik, maka dari itu di usia 80-lah, yang paling ideal untuk meninggal, sehingga tak merepotkan keluarga nantinya.

Tak terkecuali Cassia Mayer, ketika menginjak usia 17 tahun, dia excited banget untuk datang ke Perjamuan Pasangan-nya sendiri. Apalagi, dia bersama sahabatnya sejak kecil, Xander. Dengan gaun hijau, Cassia begitu cantik dan sangat bersemangat untuk mengetahui siapakah laki-laki yang akan dipasangkan dengannya. Ternyata… Cassia berpasangan dengan Xander. Sebuah kejadian yang sangat langka ada pasangan yang datang dari daerah yang sama.

Tapi, saat ia melihat kartu mikro yang berisi data-data pasangannya, tiba-tiba ia melihat sekelebatan wajah lain… wajah Ky Markham, seorang anak adopsi, yang mempunyai status Aberasi. Cassia mulai bimbang. Antara tidak ingin mengkhianati sahabatnya, tapi ternyata ada rasa ‘penasaran’ yang timbul karena melihat wajah Ky di kartu mikro itu.

My points:

  1. Mirip banget sama cerita Delirium – di mana pasangan hidup sudah diatur oleh Pemerintah (kalo boleh gue tambahin yang rada ‘sakit jiwa’) – tapi bedanya, kali di Delirium, yang namanya cinta itu benar-benar dilarang, di sini, ketika sudah mengetahui pasangan masing-masing, mereka bebas jatuh cinta, mereka bahkan ada acara yang namanya Kencan Perdana – tapi ya, sayangnya, harus didampingi Administrator yang bakal jadi ‘nyamuk’, udah gitu makanannya sama aja kaya’ makanan sehari-hari, cuma pindah tempat. Dan sedih banget, saat gaun cantik yang dipakai Cassia harus dikembalikan ke pihak Administrator, dan sebagai kenang-kenangan, mereka akan menerima potongan kecil dari gaun itu. Konyol banget menurut gue…
  1. Untuk urusan cinta segitiga, mengingatkan gue sama The Hunger Games – di mana, Katniss harus memilih antara Peeta yang disukai sama Pemerintah, atau Gale. Membuat gue pengen *puk puk* Xander. Tapi, biasa deh, sesuatu yang ‘terlarang’ itu emang lebih bikin penasaran. Hehehe….
  1. Sebenarnya rada kecewa dengan alurnya yang lambat. Tapi yah, namanya cerita percintaan, gak seru dong kalo cepet-cepet kaya’ film action. :D

  1. Suka dengan cover-nya. Warna putihnya yang simple, plus bubble-nya. Menggambarkan isi dari buku ini – Cassia yang terkurung dengan segala aturan dari Institusi (plus tablet yang yang biasa dibawa-bawa sama warga). Buku selanjutnya bubble-nya berwarna biru dan merah. Meskipun untuk sosok di dalam bubble hijau ini, gue lebih suka versi aslinya. 
  1. Satu lagi yang gue suka, senang rasanya membayangkan kecanggihan di sini. Kereta layangnya atau sarana berkomunikasi via port.
  1. Bagian yang gue suka, saat Ky mengajarkan Cassia menulis namanya dengan huruf Latin. Cassia dan yang lainnya gak kenal nih, huruf-huruf seperti yang kita pakai sekarang ini. Ini bagian-bagian yang paling romantis menurut gue.
  1. Adegan yang menyedihkan saat bagian Perjamuan Terakhir kakek Cassia. Apa ya rasanya, saat tahu kalo hari ini akan meninggal?
  1. Apa juga rasanya hidup di dunia yang serba penuh aturan itu? Makanya orang-orang yang memberontak, langsung disingkirkan ke Propinsi Luar, atau ditempatkan di medan perang, atau bekerja di bagian-bagian yang rentan atau memperpendek umur mereka
Read more »

Rabu, 15 Februari 2012

Delirium


Delirium
Lauren Oliver @ 2011
Vici Alfani Purnomo (Terj.)
Mizan, Cet. 1 - Desember 2011
518 hal.
(Gramedia Plaza Semanggi)


Hal yang paling mematikan dari yang mematikan: cinta akan tetap membunuhmu, tak peduli apakau kau memilikinya atau tidak.
[hal. 11]

Hati adalah benda yang paling rapuh. Karena itu, kalia harus sangat berhati-hati
[hal. 16]

Amora Deliria Nervosa – nama yang cantik untuk sebuah penyakit. Sudah 64 tahun lamanya, sejak Pemerintah Amerika Serikat mengidentifikasi bahwa cinta adalah penyakit yang mematikan, oleh karenanya harus dibasmi sampai ke akar-akarnya. Segala hal yang berbau-bau ‘percintaan’ atau yang menjurus ke arah itu pun dilarang. Musik-musik, puisi, buku-buku roman dilarang, karena mengandung kata-kata dan ide-ide yang berbahaya. Diseleksi dengan ketat. Kalau pun ada kisah Romeo & Juliet di buku pelajaran, itu adalah sebuah peringatan bahwa cinta itu berbahaya, bukan untuk menunjukkan keindahan cinta. Jika sepasang muda-mudi kedapatan sedang berduaan, mereka akan segera ditangkap.

Untuk mencegah penyakit cinta ini, di usia 18 tahun, setiap orang akan melalui sebuah prosedur yang akan membuat mereka terbebas dari rasa cinta. Diawali dengan serangkaian tes sebelum akhirnya melewati prosedur itu. Di dalam laboratorium, mereka akan ‘dibedah’ dan kemudian akan kembali seperti manusia baru yang akan lupa dengan masa lalu mereka. Mereka akan jadi manusia ‘statis’ tanpa emosi, pasangan hidup pun sudah diatur. Hubungan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik, hanya status, tanpa ada rasa kasih sayang.

Semua orang yang sudah melewati prosedur itu berkata hidupnya akan lebih bahagia dan tenang. Karena semua yang dilakukan pemerintah adalah untuk melindunig rakyatnya dari bahaya penyakit itu.

Ada orang-orang yang menolak untuk menjalani prosedur itu, hingga akhirnya mereka kabur melewati daerah Portland. Mereka disebut kaum Invalid atau Simpatisan, dan tinggal di luar perbatasan, di daerah Alam Liar. Mereka yang berhasil ditangkap dijebloskan ke penjara bernama Kriptus.

Lena Haloway, sedang dalam penantian menunggu prosedur itu. Sebagai gadis remaja, Lena sedang dalam masa bersenang-senang dengan sahabatnya, Hana. Meskipun ia masih tetap berhati-hati, tetap berlaku baik, tidak melanggar jam malam dan batas-batas lainnya.

Tapi, saat ia berkenalan dengan Alex Sheates, semuanya berubah. Awalnya, Lena piker Alex sudah ‘disembuhkan’, dengan melihat tiga titik bekas suntikan di lehernya. Aman untuk berdekatan dengan orang-orang yang sudah disembuhkan. Bersama Alex, Lena merasakan yang namanya gejala-gejala ‘penyakit’ cinta ini. Lena ingin memberontak, ingin lepas dari prosedur yang sudah menantinya.

Membaca buku ini, gue merasa menonton film bernuasa ‘kecokelatan’ atau ‘sephia’. Hehehe.. entahlah kenapa begitu. Gue merasa tokoh-tokohnya bermuka datar, tanpa emosi. Sementara yang berwarna hanya para remaja yang belum mengalami proses penyembuhan. Dan begitu masuk ke Alam Liar, baru warna-warna mulai muncul.

Apa ya rasanya hidup di dunia seperti itu? Dunia yang tanpa emosi? Mengerikan banget. Rasanya pasti dingin.

Buku ini menarik perhatian, sejak gue membaca sinopsisnya.Gue tau buku ini dari rubrik di Free! Magazine yang memilih buku ini jadi salah satu buku favorit di tahun 2011. Seperti Romeo & Juliet, buku ini mengisahkan kisah cinta yang ‘tragis’.

Tapi ya.. setelah membaca buku ini, masih ada pertanyaan yang tersisa – entah mungkin terlewat sama gue atau gimana… kenapa sih tiba-tiba Pemerintah Amerika mengkategorikan Cinta sebagai penyakit? Awal mulanya koq gak diceritain ya?

Satu lagi yang rada gak sreg sih, cover-nya hehehe…

Gak sabar menunggu lanjutan buku ini, semoga segera diterjemahkan.
Read more »