Tampilkan postingan dengan label Ika Natassa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ika Natassa. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 September 2012

Underground



Underground
nulisbuku.com - 2010
385 hal.
(pinjam dari Reading Walk)

Jaman-jaman MTV baru muncul di Indonesia, pastinya punya deh VJ idola – sebuh saja Sarah Sechan, Nadya Hutagalung, Jamie Aditya, Rahul Khana, Mike Kaseem… Saat-saat di mana gue mengorbankan jam tidur siang gue demi nonton MTV Unplugged. (oopss.. ketauan banget gue ini dari angkatan berapa.. hehehe…) Mulai rada ke belakang, VJ dari Indonesia banyak beredar di MTV – seperti Shanty, Daniel Mananta and so on.. yah, semakin bertambah usia, gue gak lagi ‘mantengin’ MTV. Pengen banget rasanya bisa cas-cis-cus bahasa Inggris seperti mereka, dengan gayanya yang santai dan keren. Belum lagi, ketemu sama artis-artis mancanegara. Sempet beberapa kali kirim request.. tapi, hiks… gak pernah diputer.. ikutan quiz apa lagi… gak pernah beruntung.

Berkisah tentang kehidupan pada VJ Underground – yah, sejenis MTV gitu. Berlokasi di Amerika. Para VJ-nya antara lain ada Liv, Stefan, Claire, Heather, Gavin, Jared dan lain-lain. Tentang keseharian kehidupan para VJ yang tampak gemerlap itu. Keliling dunia untuk meliput acara-acara musik, party di klub, kegiatan siaran di studio – baik secara live maupun tapping. Tak ketinggalan kehidupan percintaan di antara para VJ ini. Mereka ini juga termasuk selebriti yang kerap masuk dalam tabloid gosip. 

Meskipun peran di dalam buku ini tampak merata, tapi rasanya tokoh utama dalam buku ini adalah Liv dan Stefan. Mereka berdua ini sudah berteman sejak lama, sampai akhirnya menyadari bahwa mereka saling mencintai. Tapi, saat hubungan mereka sudah berubah status – dari pertemanan jadi kekasih – semua jadi tampak berbeda. Stefan jadi lebih posesif dan Liv jadi sensitif saat ruang geraknya dibatasi. 

Selain tentang masalah percintaan Liv dan Stefan, tokoh lain juga kebagian ‘masalah’. Sebut saja Claire yang sempat OD, Heather yang ketakutan karena mengira dirinya hamil, atau Jared yang sempat selingkuh. 

Yang menarik di sini adalah meskipun mereka dekat dengan dunia hura-hura, tapi mereka ini pintar-pintar. Claire dan Liv belajar musik klasik, Claire main biola, Liv belajar piano. Pendidikan formal mereka tak dilupakan. Selain itu, Stefan juga mengembangkan usaha online promotion. Lalu, ada Shareef dan Aaliyah yang digambarkan sebagai satu keluarga bahagia, meskipun sempat terbentur sedikit masalah. Satu lagi yang mungkin ‘langka’ (untuk ukuran Amerika, lho…) adalah Liv yang tetap mempertahankan ‘virginity’-nya sampai ia menikah nanti.

Buku ini full dengan percakapan atau ocehan, bahasanya santai. Tulisannya kecil-kecil. Perpindahan satu cerita ke cerita lain kadang gak  nyambung. Rada ganggu sih, selesai siaran.. tau-tau pindah ke klub, tau-tau pindah ke apartemen – dengan tokoh yang berbeda. Gue sempat ketuker antara Aaliyah dan Alisha. Terus, misalnya si VJ-VJ itu lagi tugas off air, gak diceritakan dengan lebih detail gimana suka duka mereka saat itu. Cuma cerita singkat, abis itu selesai dan pindah ke cerita lain lagi. 

Akhirnya kesampaian baca buku Ika Natassa yang satu ini. Beberapa kali membaca buku mbak satu ini, selalu bertebaran kalimat-kalimat berbahasa Inggris yang canggih. Bahkan gue sempat menulis di salah satu review gue, kenapa gak sekalian aja sih bikin buku bahasa Inggris? Well.. ternyata gue yang telat. Buku yang ditulis waktu Ika Natassa berusia 19 tahun ini, memang gak beredar di toko buku, tapi bisa didapatkan melalui situs nulisbuku.com. First draft-nya dibuat tahun 1997, dan baru jadi dalam  bentuk buku tahun 2010.
Read more »

Senin, 20 Februari 2012

Twivortiare


Twivortiare
Ika Natassa @ 2011
Self published via nulisbuku.com
288 hal.
(via nulisbuku.com)

Penasaran dengan ending Divortiare? Sebaiknya buruan baca buku ini. Gimana sih ‘nasib’ Beno dan Alexandra selanjutnya.

Lewat tweet-nya, Alexandra Rhea menceritakan kehidupan setelah menikah kembali dengan Beno. Mulai dari mesra-mesranya mereka berdua kembali, cerita-cerita saat mereka masih pacaran, terus kenapa sampai akhirnya mereka bisa memutuskan untuk menikah kembali, plus pertengakaran mereka yang juga bolak-balik terjadi. Gak ketinggalan gossip-gosip barena Wina, sahabatnya Alexandra.

Awalnya, gue asyik-asyik aja baca buku ini. Karena ya alas an di atas, pengen tau aja gimana Beno dan Alexandra selanjutnya. Tapi, rada ke belakang, gue jadi agak-agak ‘terganggu’, atau bosan kali ya, baca tweet-nya Alexandra yang manis-manis sama Beno, mesra berdua di Amrik sana… eh, tiba-tiba ada tweet yang rada ‘kasar’ atau ‘memaki-maki’ Beno. Yah… mulai berantem lagi, mulai ribut lagi. Alex ngambek dan ‘kabur’ ke rumah mereka di Kebagusan… Beno nyusul.. baikan lagi…. Gak lama.. berantem lagi… Aduh… cape’ deh bacanya…

Yang menarik adalah bagian di mana mereka berdua saling menguatkan saat Alexandra belum juga hamil. Gak ada yang saling menyalahkan, tapi saling memberi semangat, meskipun dua-duanya sama-sama down.

Tapi… bagian akhirlah yang berhasil ‘menyentuh’ gue. Tweet tentang surat dari Beno bikin gue terharu.. hu..hu.. hu… Biar deh, si Alex harus tau tuh, jangan marah-marah terus, jangan asal nuduh terus… biar dia sadar, how much Beno loves her… :D

Banyak yang jatuh cinta sama Beno.. si dokter yang cool tapi protektif banget sama Alex. Cemburu berat kalo Alex dideketin sama cowok lain, tapi tetap lempeng saat Alex marah-marah karena Beno diem aja dipegang-pegang sama dokter cantik kolegaknya di rumah sakit.

Tapi, Beno tetap cinta sama Alex, meskipun hanya bisa masak scramble egg tiap pagi plus nasi goreng nugget. Atau Alex yang bisa ketawa dan senyam-senyum dengan ke-geek-annya Beno.

Terus gue mikir nih… koq lama-lama seperti ‘too much information’. Twitter emang bisa dibilang sarana curhat, update status… tapi kalo baca timeline-nya Alexandra – menurut gue – terlalu ‘pribadi’ untuk diumbar ke publik. Emang sih, dipasang ‘gembok’, jadi gak semua orang bisa liat timeline-nya, kalo gak diapprove sama beliau ini. Sampai-sampai gue berpikir, apa iya dalam kehidupan ‘nyata’, ada orang yang bercerita segitu pribadi-nya di twitter. Hehehe.. gue terlalu ‘berkaca’ sama diri gue sendiri, yang membatasi apa yang gue bagi di ruang publik. Yang gue follow dan follower gue pun bisa dibilang yang punya minat sama dengan gue. Sementara keluarga hanya kakak dan adik gue, temen-temen kantor gak ada yang gue follow (gak ada yang tau juga sih gue punya account twitter :D)

Tapi, sarana twitter untuk menghasilkan sebuah karya boleh diacungi jempol. Udah ada beberapa buku yang gue baca yang asal atau idenya dari twitter, seperti Kicau Kacau-nya Indra Herlambang atau Tweets for Life – Desi Anwar.

Seperti biasa, Ika Natassa tampil dengan gayanya yang ceplas-ceplos. Dan, iya.. akhirnya gue follow tuh account @alexandrarheaw dan semakin gue baca timeline-nya, gue jadi merasa Alexandra… Beno.. even si mbok itu nyata.. hahahaha.. (tapi koq.. di list following justru gak ada tuh account Wina – sahabatnya sendiri?)

O ya.. sedikit ‘kritik’, di buku ini lumayan banyak bertebaran ‘typo’. Udah gitu, ada tweet yang sama yang beberapa kali diulang. Entah karena kelupaan, atau emang di-tweet beberapa kali. Soalnya hanya beda satu halaman. (gue lupa halaman berapa… catetan ketinggalan di rumah)
Read more »

Kamis, 16 Februari 2012

Divortiare


Divortiare
Ika Natassa @ 2008
GPU – Cet. II, September 2008
288 hal.
(Gramedia PIM)

Sebenernya gue udah pernah baca buku ini. Tapi, berhubung mau baca sambungannya, Twivortiare, dan gue rada-rada lupa ceritanya, maka gue pun meluangkan waktu untuk membaca lagi Divortiare. Biar lebih inget awal mulanya gimana.

Alexandra dan Beno, adalah pasangan mantan suami-istri. Mereka berdua adalah pasangan yang super sibuk. Alexandra bekerja di bank sebagai credit analyst, sementara Beno adalah dokter bedah jantung. Jam kerja yang tak tentu, terutama Beno, yang kerap mendapat panggilan mendadak dari rumah sakit. Alexandra juga sibuk banget, sering pergi-pergi ke luar kota juga. Tapi namanya sebagai istri, Alexandra juga menuntut perhatian dari suami. Bukan hanya bertemu saat sarapan atau tengah malam saat udah ngantuk-ngantuk dan gak sempet untuk berbincang-bincang lagi.

Puncaknya, komunikasi yang tak lancar, ego keduanya yang tinggi, akhirnya Alexandra memutuskan untuk berpisah dengan Beno. Daripada terus menerus bertengkar, akhirnya, itulah keputusan pahit yang akhirnya mereka ambil… berpisah.

Setelah berpisah pun, hubungan mereka bisa disebut love-hate relationship. Kalau sakit, Alexandra masih tetap meminta Beno untuk memeriksanya. Sama-sama cemburu saat melihat mantan berdekatan dengan orang lain.

Gue inget, hal pertama yang membuat gue membeli buku ini, karena gue suka dengan cara dengan buku pertama Ika Natassa – A Very Yuppy Wedding, ceplas-ceplos, meskipun kadang gue merasa ‘terganggu’ dengan begitu banyaknya kalimat bahasa Inggris yang bertebaran. Lalu, cover-nya yang simple. Kotak ‘His’ yang rapi, dan kotak ‘Her’ yang berantakan. Begitu membaca buku ini, gue ‘mengerti’, kotak itu seolah mewakili karakter di buku ini. Beno yang cool – cenderung lempeng dan kaku. Sementara, Alexandra yang to the point, terkadang gampang ‘panas’, tapi juga tegas.

Banyak yang pastinya jatuh cinta sama tokoh Beno. Kaya’nya sebagai tokoh yang ‘tertindas’ hahaha.. .sabar menghadapi Lexy, tapi kalo udah marah, kaya’nya bikin kita gak bisa berkata apa-apa. Dengan hubungan yang digambarkan seperti itu, harusnya sih ‘Divortiare’ itu gak perlu terjadi, asal mereka mau berusaha untuk bertahan sedikit lagi (duh.. sok tau banget sih gue ini). Sementara Denny… aduh, bosen ah. Tokoh yang sok-sok romantis, sok perhatian.. biasa aja jadinya… (menurut gue lagi lhoooo…) - tapi hmm.. seandainya gue masih single, ada yang begitu ke gue sih.. gue suka-suka aja.. hehehe.. (gak konsisten..)

Oh ya, ending menurut gue juga asyik. Kalo gue jadi bertanya-tanya, kira-kira Beno sama Alexandra jadi gimana nih? Akan tetap sebagai ‘teman’, atau tetap ber-love-hate relationship, atau mau ada kesempatan kedua ?

Oke lah.. sekian aja untuk Divortiare ini, nantikan ya tayangnya Twivortiare… soon…
Read more »

Kamis, 15 September 2011

Antologi Rasa

Antologi Rasa
Ika Natassa
GPU - Agustus 2011
344 hal.

Novel ini bercerita tentang kisah cinta yang mmm… apa ya, semu? (aih bahasa gue). Tentang orang-orang yang punya perasaan, tapi gak berani mengungkapkannya.

Keara, Haris dan Rully, bekerja di sebuah bank. Mereka dipertemukan ketika sama-sama bertugas ke daerah. Tapi, sifat ketiganya berbeda.

Keara, seorang gadis yang easy-going, suka clubbing, shopping dan fotografi. Jatuh cinta sama Rully, tapi karena dia tau, Rully suka dengan gadis lain, maka ia hanya berani berharap sekali saja pria itu memperhatikannya. Rully berbeda dari laki-laki yang selama ini kerap menjalin hubungan dengan dia.

Haris, seorang ‘womanizer’. Rayuan dan gombalannya hampir selalu berhasil membuat perempuan bertekuk lutut. Kecuali, Keara. Hanya Keara yang mampu membuat Haris merasa jatuh cinta, karena hanya Keara yang melihat Haris sebagai seorang sahabat.

Sementara Rully, yang paling ‘alim’ di antara mereka. Paling normal, jauh dari kehidupan malam. Tapi, sayang, cintanya justru hanya untuk seorang perempuan yang sudah berkeluarga.

Bolak-balik Keara berusaha menghapus bayangan Rully dan mencoba berhubungan dengan pria lain, tapi tetap saja, baginya itu hanya membohongi perasaannya. Sementara saat Haris berusaha jujur, justru ia kehilangan sahabat sekaligus perempuan yang ia cintai.

Keara itu tipe gadis yang ceria, tapi ketika bicara soal Rully, dia jadi berbeda. Di dalam kisah cinta segitiga (atau bahkan segiempat) ini, semua yang keliatan bahagia, ternyata gak begitu adanya. Keara itu tipe gadis yang ceria, tapi ketika bicara soal Rully, dia jadi berbeda. Atau Harris yang gampangnya gonta-ganti cewek, tapi di hadapan Keara justru kata-kata gombalnya selalu ‘mental lagi. Rully – si pria baik-baik ini – hanya berani berharap Denise akan meninggalkan suaminya.

Gue cuma mau jadi orang yang take care sama loe dan menemani loe di saat sulit ini
Antalogi Rasa page 269


Meski bertema cinta, tapi waktu membaca buku ini, rasanya campur aduk. Karena ditulis tidak hanya dari sudut pandang satu tokoh, jadi bisa ikut ‘ngerasain’ apa yang dialami setiap tokoh. Meskipun porsi untuk Rully gak sebanyak Keara dan Harris. Tokoh favorit gue, ternyata bukan Rully, tapi justru Harris. Si bad boy ini ternyata mau ‘bertobat’ demi seorang Keara.

Cara penulisan yang santai, bertaburan kalimat berbahasa Inggris, seolah bisa ‘menggambarkan’ sosok Ika Natassa – tokoh yang sama-sama banker, nge-fans John Meyer, suka fotografi.

Buat yang mau ber-menye-menye *colek Om Tan*, hayuuu.. dibaca buku ini… gak hanya akan jatuh cinta sama Keara, tapi juga tokoh-tokoh yang lain, plus.. siap-siap penasaran apakah Keara akan terus memburu Rully? Atau bersiap-siap menerima Harris?

Demi mendapat jawabannya, gue rela begadang untuk nyelesain buku ini.
Read more »