Tampilkan postingan dengan label Windy Ariestanty. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Windy Ariestanty. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 September 2012

Kala Kali



Kãla Kãli
Gagas Media
512 hal
(Gramedia Plasa Semanggi)

Cerita pertama – tulisan dari Vabyo – Ramalan dari Desa Emas:

Tentang seorang gadis bernama Keni Arladi, seorang gadis yang memilih menyepi untuk merayakan ulang tahunnya. Ia pergi ke Desa Sawarna. Selama ini, ia tinggal dengan neneknya. Nenek Keni membawanya tinggal bersamanya, demi menyelamatkan dirinya dari pertengkaran orang tua Keni yang ‘brutal’.

Di Desa Sawarna ini, Keni bertemu dengan anak laki-laki misterius yang meramalkan bahwa ia akan meninggal sebelum usianya yang ke 18. Nah.. kan dia mau ulang tahun yang ke 18… berarti…. Harus siap-siap dong?

Jadilah Keni parno berkepanjangan, tapi, entah kenapa setiap dia menceritakan masalah ini sama orang lain, orang lain itu yang dapat musibah, seolah dapat tumbal.

Cerita kedua – tulisan Windy Ariestanty – Bukan Cerita Cinta:

Tentang pria bernama Bumi, seorang editor yang selalu setia mendengar keluh-kesah Akshara tentang laki-laki yang ia cintai, bernama Bima. Tapi, Bumi selalu sini dengan yang namanya Bima ini, karena pertama, Bima ini seolah hanya ‘nama’, keberadaannya antara ada dan tiada. Satu kali ia muncul di acara peluncurana buku Akhsara, Bumi langsung bertanya, apakah Bima sudah pernah membaca buku Akshara.

Lalu, ada seorang perempuan, teman Akshara bernama Komang, yang kerap dipanggil Koma. Koma ini akhirnya menjalin hubungan dengan Bumi.

Tapi, sebenarnya sih, diam-diam, tanpa disadari Bumi jatuh cinta sama Akshara.

-----

Tentang ceritanya satu per satu. Kalo mau jujur, gue lebih bisa menikmati cerita yang pertama, mungkin karena bahasanya yang lebih akrab dibandingkan dengan cerita yang kedua. Cerita pertama juga lebih santai, karena diselipkan humor-humor, tapi ehmm.. kadang-kadang jadi lebay sih.

Cerita kedua sangat serius menurut gue, lebih kaku, ditambah lagi dengan tokoh-tokohnya yang resmi. Gue jadi rada-rada bingung menangkap cerita kedua ini.

Gue selalu berharap ‘lebih’ sama penulis yang buku sebelumnya pernah gue baca dan gue suka. Gue pernah membaca Kedai 1001 Mimpi dan Life Traveler, dan gue suka dua buku ini. Tapi mungkin, setelah baca Kãla Kãli, gue lebih memilih seandainya mereka berdua nulis non-fiksi aja kali ya…

Ini kali pertama gue membaca buku ‘Gagas Duet’. Dan dalam bayangan gue nih, yang namanya duet – ada satu cerita dengan di mana penulisnya berganti-gantian menulisnya. Misalnya bab 1 si penulis A, nah bab 2 si penulis B yang dapet giliran. Ada ada dua cerita, tapi saling ‘nyambung’ gitu lho.

Tapi, di buku ini (entah di buku Gagas Duet lainnya), cerita rada gak nyambung. Tokoh yang sama sekali berlainan, cerita yang juga berbeda. Satu santai, satu serius banget. Eh, tapi mungkin persepsi gue beda kali ya sama penerbit yang bersangkutan.

Yang gue suka, ada foto-fotonya, meskipun gak berwarna, gue ‘yakin’ aslinya bagus.

Satu lagi yang ganggu menurut gue adalah cover-nya. Bukan karena desain atau ilustrasi covernya, ini sih keren. Tapi, formatnya yang bentuk amplop itu lho. Yah, oke lah unik. Tapi, ribet saat lagi baca. Udah gitu, gue termasuk orang yang sebel kalo ujung-ujung cover itu terlipat. Nah, kalo model covernya begini, gimana mau disampul coba? *emosi*
Read more »

Rabu, 28 Desember 2011

Life Traveler


Life Traveler: Suatu Ketika di Sebuah Perjalanan
Windy Ariestanty @ 2011
Gagas Media – Cet. I, 2011
382 hal.
(via Gramedia Pondok Indah Mall)


"Home is a place where you can find your love, young girl"
(hal. 350)

Semoga gak berlebihan kalo gue bilang, gue menemukan buku yang bagus untuk menutup tahun 2011. Membaca buku ini, gue seolah menemukan sesuatu untuk me-recharge otak gue, energi gue dan berpikir lebih positif menuju tahun 2012.

Banyak hal menarik yang gue temukan sejak gue membuka lembar pertama buku ini. Pertama, daftar isi yang seolah ditulis dengan tulisan tangan, ilustrasi yang cantik, pembatas buku yang seperti potongan boarding pass, plus foto-foto yang keren. Ditambah lagi berbagai tips seputar traveling dan tempat-tempat yang wajib dikunjungi di negara-negara yang ada di buku ini.

Buku ini bukan sekedar buku ‘traveling’ yang hanya memuat info tempat-tempat wisata (ini sih yang terbersit di benak gue pada mulanya, apalah bedanya buku ini dengan buku traveling lain?). Tapi, salah satu cerita di dalam buku ini pernah dimuat di majalah Cleo, dan ini yang mengubah pikiran gue tentang buku ini.

Sepertinya, seorang Windy tidak hanya melakukan perjalanan untuk sekedar bersenang-senang, liburan, tapi juga mencari sesuatu yang untuk mengisi batin (aduh.. bahasa gue…). Baginya, berkenalan dengan orang asing – terutama penduduk setempat – akan memberi nilai lebih dalam sebuah perjalanan. Gue ‘menangkap’ persahabatan yang hangat, ketulusan dan kebahagiaan. Mencoba mencari makna apa artinya ‘pulang’, apa artinya ‘cinta’.

Banyak quote yang bagus, rasanya pengen gue share di sini semua… tapi, kalo ditulis semua… gak seru lagi dong…

Gue mau membuat satu pengakuan…. “bukan buku romance menye-menye yang membuat gue menangis, tapi… buku ini… berhasil membuat gue menitikkan air mata.” Beneran…. Membaca salah satu cerita, tentang bagaimana orang yang sebelumnya ‘asing’, ternyata mampu menawarkan sebuah kehangatan yang tulus.

Dua tulisan terakhir, tak kalah menarik. Windy mengajak dua sahabatnya, Dominique dan Yunika untuk ikut berbagi.


"Tapi saya tidak merasa sendirian. Tidak kesepian. Dan tidak pula merasa terasing
Saya ada bersama mereka. Ya, mereka. Orang-orang yang saya temui di perjalanan

And… I call them: family."

(hal: 158 – 159)
Read more »