Tampilkan postingan dengan label inspired by true story. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label inspired by true story. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Agustus 2011

Anak-Anak Langit

Anak-Anak Langit

Mohd. Amin MS @ 2011

Alvabet, Cet. 1- Juli 2011

494 Hal.



Simuh, termasuk salah satu anak yang berprestasi di daerahnya. Dan ia sudah berniat untuk masuk ke sekolah favorit incarannya. Tapi orang tuanya tidak setuju, dengan alasan di sekolah itu banyak warga keturunan Cina. Maklum, di masa lampau pernah ada pertikaian antara warga setempat dengan warga keturunan Cina. Meskipun kejadian itu sudah lama, tapi masih menyisakan trauma di hati penduduk aslinya.



Simuh akhirnya diminta mendaftar ke sebuah pesantren modern binaan pemerintah di Koto Baru. Meski ogah-ogahan, demi menyenangkan orang tua, ia pun mengikuti test tersebut. Dan ternyata, Simuh lulus dan berhasil masuk ke pesantren tersebut.



Mulailah hari-hari Simuh di pesantren itu. Udara dingin menjadi salah satu ujian. Bertemu dengan teman-teman baru yang datang dari berbagai pelosok di daerah Sumatera. Kenakalan-kenakalan khas remaja, disiplin yang ketat, persaingan antar sekolah mewarnai hari-hari mereka selama di pesantren itu.



Banyak orang yang menyebut anak-anak di sekolah ini sebagai anak-anak langit, mereka punya mimpi tapi ternyata setelah lepas dari sana, banyak tak sesuai dengan mimpi mereka.



Selama membaca buku ini, hmmm.. ma’af ya, Pak Mohammad Amin, mau gak mau gue teringat buku sejenis yang udah duluan beredar. Jadi, gue gak merasa ada yang istimewa ketika membaca buku ini. Gue jadi gak semangat baca buku ini, banyak yang akhirnya gue baca dengan sekilas aja. Ma’af ya…. *peace*

Read more »

Senin, 01 Agustus 2011

Sebelas Patriot

Sebelas Patriot
Andrea Hirata
Penerbit Bentang – Juni 2011
125 hal.

Gue mau membuat pengakuan… bahwa inilah buku pertama Andrea Hirata yang gue baca. Gue punya sih Tetralogi Laskar Pelangi, tapi ya itu deh, bahkan Laskar Pelangi pun belum tuntas gue baca. Mumpung ada tulisan Andrea Hirata dalam versi yang pendek, jadilah gue memutuskan untuk membaca buku ini.

Berkisah tentang kenapa seorang Ikal begitu mencintai sepak bola sampai pernah ingin masuk ke dalam tim PSSI. Adalah sebuah foto buram hitam-putih yang mengusik benak Ikal. Foto seorang pria dengan piala di tangan, tapi mimik wajahnya tidak tampak gembira.

Ikal pun mencari tahu siapa sebenarnya sosok di foto itu, kenapa ibunya malah menyembunyikan foto itu ketika Ikal pertama kali melihatnya.

Maka bertanyalah Ikal pada orang-orang yang dianggapnya cukup tua di sana. Terkuaklah misteri tentang pria di foto itu. Cerita yang mengenaskan berawal ketika masa penjajahan Belanda. Sebagai penjajah, tentunya Belanda tidak mau kalah dalam segala hal, termasuk dalam olahraga. Dalam berbagai pertandingan – entah itu bulutangkis, renang, lari – setiap warga pribumi yang nyaris menang, harus ‘otomatis’ kalah menjelang garis finish.

Tapi, di cabang sepakbola, tim pribumi diperkuat oleh 3 kakak beradik yang jagoan banget. Gara-gara berhasil mengecoh tim Belanda, 3 kakak beradik itu harus rela ‘digiring’ tentara Belanda, masuk penjara dan kemudian menjalani kerja paksa. Mereka harus menerima siksaan dari tentara Belanda yang tak rela kalah dari warga pribumi.

Cerita inilah yang ‘memecut’ Ikal. Dengan sepenuh hati, ia memilih sepakbola, berlatih dengan giat, hingga terpilih untuk ikut seleksi junior PSSI di Sumatera Selatan – sampai berburu kaus bertanda tangan Luis Figo di tempat asalnya,

Semua itu dilakukan untuk membuat pria di foto itu bangga. Siapa sih beliau? Baca aja sendiri… abis nanti jadi *spoiler* :D

Tapi, yang jelas, buku ini membuat gue ingin tau lebih banyak tulisan-tulisan Andrea Hirata yang lain. Cerita-ceritanya simple aja, tapi gak gampang dilupain.
Read more »

Rabu, 18 Agustus 2010

Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara
Sebuah Novel yang Terinspirasi Kisah Nyata
A. Fuadi @ 2009
GPU - Cet. 7, Juni 2010
432 hal.

Awalnya, Alif marah ketika Amaknya meminta ia melanjutkan sekolah ke pendidikan agama. Padahal, dengan nilai yang sangat baik yang ia peroleh, ia bisa melanjutkan ke SMA. Sejak SD, Alif sudah bersekolah di madrasah. Lagi pula, Alif dan Randai, temannya, sudah berjanji akan masuk ke SMA yang sama, lalu melanjutkan ke ITB, bercita-cita ingin jadi seperti BJ Habibie.

Tapi apa mau dikata, orang tuanya bersikeras untuk tetap memasukkan Alif ke sekolah agama. Alasan mereka, selama ini, hanya anak-anak yang tidak dapat sekolah negeri, atau anak-anak nakal yang masuk ke sekolah agama, bagaimana bisa mendapatkan pendidik agama yang baik jika bukan bibit terbaik yang masuk ke sekolah agama. Akhirnya, Alif menyerah, tapi ia hanya mau masuk sekolah Pondok Madani di Ponorogo, bukan sekolah agama di Maninjau, tempat asalnya.

Dengan berat hati, mereka pun melepas Alif untuk merantau.

Sampai di Pondok Madani, Alif ternyata ‘terpukau’ dengan kemegahan tempat itu. Di hari pertamanya, Alif pun terbius oleh sebuah ‘mantra sakti’: man jadda wa jada - Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Kata-kata yang membakar semangat Alif dan teman-teman barunya. Kata-kata yang akan membangkitkan Alif nantinya dari segala keraguan dan keputusasaan.

Belajar di Pondok Madani sangat berat, dengan segala peraturan dan kedisplinan yang tinggi, ritme harian yang padat, penyesuaian bahasa yang hanya boleh mempergunakan bahasa Arab dan Inggris – yang dianggap sebagai bahasa dunia. Pondok Madani mempersiapkan mereka untuk ‘terjun’ ke dunia luas, untuk merantau ke sampai ke negeri orang.

Peraturan di PM sangat ketat, salah sedikit, tidak akan bisa menghindar dari ‘mahkamah’ yang terkenal angker. Gara-gara mendapat hukum jewer berantai, Alif mendapatkan sahabat-sahabat baru yang akhirnya dikenal sebagai Sahibul Menara – Alif, Baso, Dulmajid, Said, Raja dan Atang. Mereka bermimpi bersama, mereka-reka bentuk awan.

Surat-surat dari Randai kerap ‘menggoda’ Alif untuk menyerah, tapi untung Alif mempunyai teman-teman dan ustad-ustad yang mendukungnya dan selalu siap ‘membakar’ semangatnya kembali.

Sebuah novel, yang didasari oleh kisah nyata. Cara bertuturnya sangat ‘teratur’. Gak ada lompatan-lompatan yang membuat terkejut. Semua mengalir dengan tenang. Gue bisa ikut menikmati sebuah kehidupan di pesantren, meskipun terkesan sangat berat dan ketat, tapi banyak banget manfaatnya.

Gue kaget juga ternyata udah cetakan ke-7. Dari awal novel ini terbit, gue belum 'tergerak' untuk membelinya, meskipun heboh banget pemberitaan tentang novel ini. Apalagi sampai masuk ke Kick Andy segala. Gue takutnya ini kaya' Ayat-Ayat Cinta, atau Ketika Cinta Bertasbih. Tapi ternyata, ini lebih 'mirip' ke Laskar Pelangi (hehehe.. meskipun gue belum tuntas juga sih baca buku yang satu ini). Gue juga jadi inget sama '9 Matahari - Adenita', novel yang gue rasa diambil dari kehidupan nyata si penulis. Nah... bulan puasa, kaya'nya 'moment' yang pas untuk baca buku ini.. hehehe..

Satu lagi novel yang membuat gue ‘bermimpi’. Novel yang membuat gue merenung. Udah lama nih, gue gak baca novel yang bisa membuat gue sedikit berpikir. Semoga ‘mantra sakti’ itu juga bisa membuat gue semangat.
Read more »