Tampilkan postingan dengan label romance. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label romance. Tampilkan semua postingan

Jumat, 14 September 2012

Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa



Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa
Prisca Primasari @ 2012
Gagas Media – Cet. I, 2012
292 hal
(Gramedia Plasa Semanggi)

Florence melarikan diri dari rumah gara-gara gak mau dipertemukan dengan lelaki yang akan dikenalkan dengan dirinya itu. Yah, kata orang tuanya sih hanya perkenalan, tapi bukan gak mungkin mengarah ke yang namanya perjodohan.

Di Stasiun SaintLazare, Paris, Florence menemukan seorang pria yang dengan baiknya memberikan tas baru yang masih dalam bungkus untuk Florence. Yup, lagi lari-lari heboh, tas Florence putus. Nama pria itu adalah Vinter Vernalae. Pria dengan wajah muram dan tangan penuh bekas guratan.

Sebagai gantinya, Florence mau diajak Vinter ke rumah temannya bernama Zima di Honfleur. Florence harus tampil dalam sebuah pentas mini di rumah Zima. Zima ini juga pria yang gak kalah aneh. Punya nama sesuai dengan musim, seperti Four Seasons-nya Vivaldi. Zima juga adalah orang yang sulit untuk puas akan sesuatu. Karena penyakit yang dideritanya, ia tak bisa lagi menikmati pertunjukan seni di luar. Maka itu, ia selalu mengundang seniman ke rumahnya. Tapi, kalau mereka tampil jelek, mereka tidak akan dibayar.

Yah, singkat kata, sih, mungkin ketebak ya, gimana jalan cerita antara Vinter dan Florence… hehehe..

Florence dan Vinter sama-sama suka karya klasik. Florence ini gadis serba bisa, baca puisi oke, ngelukis jago apalagi main piano. Sedangnya keahlian Vinter lebih unik lagi, yaitu pemahat es. Sesuai banget sama nama dan karakternya yang dingin.

Tapi, kalo dipikir-pikir, koq kesannya Florence ini lugu banget ya? Mau aja gitu diajak-ajak sama orang yang baru dikenal dan ke tempat orang yang belum dikenal pula. Padahal, dia punya pengalaman buruk sama laki-laki.

Dan, buat gue karakter yang mencuri perhatian adalah Zima. Si pria pemarah dan aneh, tapi sebenarnya dia baik hati. Seorang pecinta seni, makanya dia marah banget kalo ada yang tampil asal-asalan. Di rumahnya, dia punya panggung mini, lengkap dengan kostum dan properti lainnya.

Tapi, apa juga coba yang membuat gue akhirnya tertarik untuk beli dan baca novel ini? Pertama, tentu saja cover-nya yang cantik itu, membuat jiwa romantis gue muncul.. hehehe.. Kedua, gue pernah membaca buku karya Prisca Primasari yang berjudul Éclair dan gue suka karena tokohnya yang gak biasa. Tokohnya bukan orang Indonesia dan settingnya waktu itu di Rusia. Kali ini setting-nya di Perancis. Dan kalo aja gue gak liat tanggal yang ada di awal bab, gue bakal mengira waktunya ada di abad 19. Soalnya, meskipun di Perancis, bukan mengambil Paris sebagai kota utama. Jadi gak berasa modern-nya.

Inilah yang membuat gue suka sama buku cantik ini.
Read more »

Minggu, 09 September 2012

Kala Kali



Kãla Kãli
Gagas Media
512 hal
(Gramedia Plasa Semanggi)

Cerita pertama – tulisan dari Vabyo – Ramalan dari Desa Emas:

Tentang seorang gadis bernama Keni Arladi, seorang gadis yang memilih menyepi untuk merayakan ulang tahunnya. Ia pergi ke Desa Sawarna. Selama ini, ia tinggal dengan neneknya. Nenek Keni membawanya tinggal bersamanya, demi menyelamatkan dirinya dari pertengkaran orang tua Keni yang ‘brutal’.

Di Desa Sawarna ini, Keni bertemu dengan anak laki-laki misterius yang meramalkan bahwa ia akan meninggal sebelum usianya yang ke 18. Nah.. kan dia mau ulang tahun yang ke 18… berarti…. Harus siap-siap dong?

Jadilah Keni parno berkepanjangan, tapi, entah kenapa setiap dia menceritakan masalah ini sama orang lain, orang lain itu yang dapat musibah, seolah dapat tumbal.

Cerita kedua – tulisan Windy Ariestanty – Bukan Cerita Cinta:

Tentang pria bernama Bumi, seorang editor yang selalu setia mendengar keluh-kesah Akshara tentang laki-laki yang ia cintai, bernama Bima. Tapi, Bumi selalu sini dengan yang namanya Bima ini, karena pertama, Bima ini seolah hanya ‘nama’, keberadaannya antara ada dan tiada. Satu kali ia muncul di acara peluncurana buku Akhsara, Bumi langsung bertanya, apakah Bima sudah pernah membaca buku Akshara.

Lalu, ada seorang perempuan, teman Akshara bernama Komang, yang kerap dipanggil Koma. Koma ini akhirnya menjalin hubungan dengan Bumi.

Tapi, sebenarnya sih, diam-diam, tanpa disadari Bumi jatuh cinta sama Akshara.

-----

Tentang ceritanya satu per satu. Kalo mau jujur, gue lebih bisa menikmati cerita yang pertama, mungkin karena bahasanya yang lebih akrab dibandingkan dengan cerita yang kedua. Cerita pertama juga lebih santai, karena diselipkan humor-humor, tapi ehmm.. kadang-kadang jadi lebay sih.

Cerita kedua sangat serius menurut gue, lebih kaku, ditambah lagi dengan tokoh-tokohnya yang resmi. Gue jadi rada-rada bingung menangkap cerita kedua ini.

Gue selalu berharap ‘lebih’ sama penulis yang buku sebelumnya pernah gue baca dan gue suka. Gue pernah membaca Kedai 1001 Mimpi dan Life Traveler, dan gue suka dua buku ini. Tapi mungkin, setelah baca Kãla Kãli, gue lebih memilih seandainya mereka berdua nulis non-fiksi aja kali ya…

Ini kali pertama gue membaca buku ‘Gagas Duet’. Dan dalam bayangan gue nih, yang namanya duet – ada satu cerita dengan di mana penulisnya berganti-gantian menulisnya. Misalnya bab 1 si penulis A, nah bab 2 si penulis B yang dapet giliran. Ada ada dua cerita, tapi saling ‘nyambung’ gitu lho.

Tapi, di buku ini (entah di buku Gagas Duet lainnya), cerita rada gak nyambung. Tokoh yang sama sekali berlainan, cerita yang juga berbeda. Satu santai, satu serius banget. Eh, tapi mungkin persepsi gue beda kali ya sama penerbit yang bersangkutan.

Yang gue suka, ada foto-fotonya, meskipun gak berwarna, gue ‘yakin’ aslinya bagus.

Satu lagi yang ganggu menurut gue adalah cover-nya. Bukan karena desain atau ilustrasi covernya, ini sih keren. Tapi, formatnya yang bentuk amplop itu lho. Yah, oke lah unik. Tapi, ribet saat lagi baca. Udah gitu, gue termasuk orang yang sebel kalo ujung-ujung cover itu terlipat. Nah, kalo model covernya begini, gimana mau disampul coba? *emosi*
Read more »

Kamis, 06 September 2012

Gadis Kretek



Gadis Kretek
Ratih Kumala @ 2012
GPU – Cet. I, Maret 2012
275 hal
(Pinjem sama Om Tan)

Boss besar Kretek Djagad Raja sedang sekarat. Dalam keadaan ‘ngelindur’, Pak Raja malah menyebutkan nama seorang perempuan yang karuan membuat istrinya berang dan cemburu. Jeng Yah – demikian nama perempuan itu. Ketiga anak laki-laki mereka pun bertanya-tanya, siapakah Jeng Yah? Bertanya pada ibu mereka sama saja memicu pertengkaran, karena ibunya berkata “Jangan berani-berani menyebut nama perempuan itu!” Waduh…

Maka, Tegar, Karim dan Lebas pun mencari informasi tentang siapakah sosok Jeng Yah itu. Bergulirlah sebuah kisah di balik kesuksesan Kretek Djagad Raja.

Diawali dengan persaingan antara Soedjagad dan Idroes Moeria di masa perang kemerdekaan. Kala itu jaman serba susah. Pada dasarnya Soedjagad dan Idroes ini berteman sejak kecil. Tapi, persaingan diam-diam dalam memperebutkan seorang gadis bernama Roemisa, membuat mereka akhirnya menjauh. Syarat untuk bisa mendapatkan hati sang gadis adalah harus bisa baca-tulis. Sebuah syarat yang berat kala itu.

Awalnya Idroes-lah yang mulai dengan usaha kretek ini. Tapi, selalu saja tak selang berapa lama, muncul kretek sama produksi Soedjagad, entah dengan nama yang berbeda, atau kemasan yang nyaris sama. Tak ketinggalan pula slogan yang menarik hati para konsumen. Tentu saja Idroes gemas. Meskipun ia berhasil memenangkan ‘hati’ Roemisa, tapi tetap saja tak membuat Soedjagad menyerah. Puncaknya adalah ketika tiba-tiba Idroes menghilang kala masa pendudukan Jepang. Nyaris saja Roemisa jatuh ke pelukan Soedjagad.

Persaingan terus berlanjut bahkan sampai pasangan ini memiliki anak perempuan bernama Jeng Yah. Tapi selalu saja, Idroes selalu selangkah lebih maju. Kretek Gadis-lah yang membuat Idroes semakin sukses. Saat itu, seorang pemuda bernama Soeraja tengah dekat dengan Jeng Yah. Pemuda yang tak jelas asal-usulnya ini membuat Jeng Yah jatuh cinta. Mereka nyaris menikah, tapi sayang, peristiwa G30S/PKI membuat rencana mereka berantakan. Soeraja pun menghilang, Kretek Gadis juga sempat mengalami masa koma.

Dan… bagian yang lucu adalah saat pembaca rahasia luka di wajah Soedjagad terbuka apa penyebabnya. Dan terbongkar pula sebuah rahasia lain, yang membuat ketiga anak laki-laki Soedjagad justru merasa bersalah.

Wah, sebuah usaha yang sangat sederhana, melahirkan perusahaan kretek yang kemudian jadi nomer 1. Cover novel ini bisa membuat pembaca bertanya-tanya, siapakah si Gadis Kretek? Si Gadis yang tengah memegang rokok (yang kalo di iklan rokok aja kan gak boleh keliatan ada rokoknya… CMIIW). Tapi, gue suka cover-nya, tampak klasik.

Pembaca juga diberi ‘pengetahuan’ tentang segala sesuatu tentang kretek, mulai dari cara memilih tembakau dan cengkeh, sejarah kretek, bahan pembungkus kretek, plus resep rahasia yang membuat kretek itu jadi ‘enak’.

Tak hanya itu, Soedjagad juga mengajarkan pada anak tertuanya, bagaimana seharusnya seorang pemimpin itu bersikap, bahwa banyak yang menggantungkan hidup pada pabrik kretek mereka. Para buruh bukan hanya pekerja, tapi juga keluarga mereka.

Tapi, kenapa gue merasa porsi si Gadis Kretek ini terlalu singkat ya? Justru begitu panjang kisah cinta Idroes dan Roemisa, plus cerita tentang persaingan Idroes dan Soedjagad.
Read more »

Minggu, 22 Juli 2012

Veil of Roses



Veil of Roses (Kerudung Merah)
Laura Fitzgerald
Rahmani Astuti (Terj.)
Rini Nurul Badariah (Editor)
GPU, Cet. I, Mei 2012
376 hal
(swap sama mbak Shinta)

Hadiah ulang tahun kali ini jadi hadiah yang sangat berkesan untuk Tamila. Orang tua Tamila memberikan tiket sekali jalan ke Amerika Serikat. Tamila tidak ‘diharapkan’ untuk kembali ke Iran. Yah, seperti yang kita ketahui, kehidupa di Iran begitu keras, terutama untuk perempuan. Di mana perempuan nyaris tidak diberikan kebebasan. Perempuan harus senantiasa tertutup, tidak boleh ketauan berduaan dengan pria yang bukan muhrimnya, dan masih banyak lagi larangan lainnya. Apalagi jika sudah memasuki kehidupan pernikahan, perempuan Iran masuk ke rumah suaminya dan hanya akan keluar rumah saat ada di keranda jenazah.

Karena itulah, Baba dan Maman joon merelakan Tami untuk pergi ke Amerika menyusul kakaknya, Maryam. Tapi, visa Tami hanya berlaku 3 bulan. Yah, orang tua Tami berharap, dalam waktu 3 bulan, Tami segera menemukan pria yang bersedia menikahinya (dan tentu saja warga Negara Amerika) sehingga Tami bisa mendapatkan green card dan tak perlu lagi kembali lagi ke Iran.

Begitu pesawat mendarat di Amerika, Tami langsung membuka hijabnya, seperti juga orang-orang lain yang ada di pesawat. Dan begitu bertemu kakaknya di bandara, penampilan Tami langsung ‘dipermak’. Maunya sih menarik perhatian pria yang mau dijodohin dengan Tami, tapi yang ada si cowok malah jadi il-fil dengan dandanan Tami yang jadi rada ‘norak’.

Sementara Maryam gencar menjodohkan Tami dengan pria keturunan Persia lain, kehidupan Tami di Amerika diwarnai dengan persahabatannya dengan teman-teman di tempat kursus bahasa Inggris dan kehadiran seorang pria Amerika bernama Ike.

Gue cukup menikmati cerita di dalam buku ini. Meskipun yah, ending-nya klise dan mudah ditebak, tapi untungnya di dalam buku ini gak ada kisah cinta yang menye-menye. Justru lebih banyak tentang pergolakan batin Tami yang antara harus rela dengan perjodohan dengan pria-pria ajaib demi bisa tinggal di Amerika, seperti Haroun yang ‘parno’an, atau Masoud yang juga gak kalah ajaib.

Gue jadi bertanya-tanya, apakah harga sebuah kebebasan juga harus dibayar dengan ‘identitas’ yang berubah drastis? Tema yang diangkat dalam buku ini juga menurut gue rada ‘sensitif’, di mana seorang perempuan langsung membuka hijabnya sebagai tanda kebebasan. Ooopps.. gue gak mau sok tau sih, karena gue sendiri belum menjalani yang satu ini sih…

Kisah tentang perjodohan ini tak hanya dialami oleh perempuan dari Timur Tengah seperti Tami, tapi di sini juga oleh Nadia, perempuan asal Rusia, seorang ‘pengantin pesanan’. Yah, meskipun di Amerika serba bebas, gak menjamin kebahagiaan, seperti yang dialami Nadia.

Tentang cover – nah jarang-jarang nih, gue suka sama cover dengan gambar foto orang. Tapi di sini, kerudung merahnya membuat perempuan di cover itu jadi misterius. Gak terkesan norak seperti di buku-buku dari penerbit lain #oops #nomention
Sekuel Veil of Roses berjudul Dreaming in English
Read more »

Minggu, 15 Juli 2012

Matched



Matched (Perjamuan Pasangan)
Yohanna Yuni (Terj.)
GPU – Juli 2012
380  hal.
(Gramedia Pondok Indah Mall)

Di negeri ‘antah berantah’ ini, semua sudah diatur oleh Administrator Institusi Contoh, untuk yang sehari-hari saja: setiap individu harus berolah raga sesuai dengan kondisi tubuh mereka, bukan di alam terbuka, tapi di treadmill, para warga gak pernah masak, karena makanan dikirim langsung ke rumah mereka – lagi-lagi sesuai dengan kebutuhan tubuh mereka. Ada jam malam. Para pelajar yang berusia 17 tahun juga sudah memiliki pekerjaan. Waktu luang juga diatur. Kegiatan di waktu luang harus didaftar dulu ke Administrator.

Tak hanya itu, ‘pengaturan’ juga berlaku untuk kehidupan pribadi. Saat berusia 17 tahun, setiap remaja harus bersiap-siap untuk sebuah pemanggilan. Untuk menghadiri sebuah acara, di mana mereka akan menjadi bintangnya, yaitu ‘Perjamuan Pasangan’. Di sini mereka akan bertemu dengan jodoh yang sudah diatur oleh Departemen Pasangan. Inilah kesempatan bagi para remaja untuk berdandan secantik dan semenarik mungkin.

Untuk urusan kematian, juga sudah diatur. Para manula ‘akan’ meninggal di usia 80 tahun. Pemerintah sudah melakukan survey, bahwa setelah usia 80 tahun, maka setiap individu akan mengalami penurunan fisik, maka dari itu di usia 80-lah, yang paling ideal untuk meninggal, sehingga tak merepotkan keluarga nantinya.

Tak terkecuali Cassia Mayer, ketika menginjak usia 17 tahun, dia excited banget untuk datang ke Perjamuan Pasangan-nya sendiri. Apalagi, dia bersama sahabatnya sejak kecil, Xander. Dengan gaun hijau, Cassia begitu cantik dan sangat bersemangat untuk mengetahui siapakah laki-laki yang akan dipasangkan dengannya. Ternyata… Cassia berpasangan dengan Xander. Sebuah kejadian yang sangat langka ada pasangan yang datang dari daerah yang sama.

Tapi, saat ia melihat kartu mikro yang berisi data-data pasangannya, tiba-tiba ia melihat sekelebatan wajah lain… wajah Ky Markham, seorang anak adopsi, yang mempunyai status Aberasi. Cassia mulai bimbang. Antara tidak ingin mengkhianati sahabatnya, tapi ternyata ada rasa ‘penasaran’ yang timbul karena melihat wajah Ky di kartu mikro itu.

My points:

  1. Mirip banget sama cerita Delirium – di mana pasangan hidup sudah diatur oleh Pemerintah (kalo boleh gue tambahin yang rada ‘sakit jiwa’) – tapi bedanya, kali di Delirium, yang namanya cinta itu benar-benar dilarang, di sini, ketika sudah mengetahui pasangan masing-masing, mereka bebas jatuh cinta, mereka bahkan ada acara yang namanya Kencan Perdana – tapi ya, sayangnya, harus didampingi Administrator yang bakal jadi ‘nyamuk’, udah gitu makanannya sama aja kaya’ makanan sehari-hari, cuma pindah tempat. Dan sedih banget, saat gaun cantik yang dipakai Cassia harus dikembalikan ke pihak Administrator, dan sebagai kenang-kenangan, mereka akan menerima potongan kecil dari gaun itu. Konyol banget menurut gue…
  1. Untuk urusan cinta segitiga, mengingatkan gue sama The Hunger Games – di mana, Katniss harus memilih antara Peeta yang disukai sama Pemerintah, atau Gale. Membuat gue pengen *puk puk* Xander. Tapi, biasa deh, sesuatu yang ‘terlarang’ itu emang lebih bikin penasaran. Hehehe….
  1. Sebenarnya rada kecewa dengan alurnya yang lambat. Tapi yah, namanya cerita percintaan, gak seru dong kalo cepet-cepet kaya’ film action. :D

  1. Suka dengan cover-nya. Warna putihnya yang simple, plus bubble-nya. Menggambarkan isi dari buku ini – Cassia yang terkurung dengan segala aturan dari Institusi (plus tablet yang yang biasa dibawa-bawa sama warga). Buku selanjutnya bubble-nya berwarna biru dan merah. Meskipun untuk sosok di dalam bubble hijau ini, gue lebih suka versi aslinya. 
  1. Satu lagi yang gue suka, senang rasanya membayangkan kecanggihan di sini. Kereta layangnya atau sarana berkomunikasi via port.
  1. Bagian yang gue suka, saat Ky mengajarkan Cassia menulis namanya dengan huruf Latin. Cassia dan yang lainnya gak kenal nih, huruf-huruf seperti yang kita pakai sekarang ini. Ini bagian-bagian yang paling romantis menurut gue.
  1. Adegan yang menyedihkan saat bagian Perjamuan Terakhir kakek Cassia. Apa ya rasanya, saat tahu kalo hari ini akan meninggal?
  1. Apa juga rasanya hidup di dunia yang serba penuh aturan itu? Makanya orang-orang yang memberontak, langsung disingkirkan ke Propinsi Luar, atau ditempatkan di medan perang, atau bekerja di bagian-bagian yang rentan atau memperpendek umur mereka
Read more »

Minggu, 24 Juni 2012

Hujan dan Teduh



Hujan dan Teduh
Wulan Dewatra
Gagas Media  - Cet. IV, 2011
250 hal
(pinjam sama pepito)

Cerita pertama, saat Bintang duduk di  bangku SMA di Bandung. Hubungannya dengan teman sebangkunya, Kaila, terbilang sangat akrab. Suatu hari, saat mengerjakan tugas di rumah Kaila, Bintang harus menginap. Dan, tercetuslah sebuah pengakuan dari bibir Kaila, bahwa ia menyukai Bintang lebih dari sekedar teman. Gayung bersambut, Bintang membalas perasaan Kaila. Sejak itu, dimulailah hubungan diam-diam. Mereka berdua berlaku normal di depan keluarga dan teman-teman. Sama-sama punya pacar dan saling cemburu saat salah satu harus bersama pacar ‘normal’nya.

Rahasia terbongkar karena kecerobohan Kaila, beredarlah foto-foto mereka berdua.  Bintang lebih kuat menghadapi cemooh teman-teman sekolah. Tapi tidak dengan Kaila. Kisah  bersama Kaila berakhir tragis, tapi Bintang tetap menyimpan potongan hatinya untuk Kaila.

Cerita kedua, tentang Bintang yang kuliah di Jakarta. Bintang berkenalan dengan Noval, dan akhirnya menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Awalnya Noval begitu perhatian pada Bintang, tapi lama-lama, Noval jadi posesif. Bintang dilarang macam-macam – sebut saja dilarang berenang karena banyak cowoknya, padahal renang adalah olahraga favorit Bintang. Gak boleh pake rok, gak boleh jalan sama cowok lain. Kalau Bintang melawan sedikit, secara tak sadar, Noval menyakitinya secara fisik. Noval juga kerap memaksakan keinginannya.

Meskipun demikian, Bintang tak punya keberanian untuk meninggalkan Noval. Hubungan mereka lambat laun jadi dingin.

Wah, udah lama gak baca buku romance begini, ternyata lumayan untuk selingan. Sehari selesai, dan ceritanya juga oke lah. Buku ini jadi juara I dalam lomba penulisan 100% Roman Asli Indonesia yang diselenggarakan oleh Gagas Media. Temanya, tentu saja tentang cinta. Tapi, yang membuatnya jadi menarik adalah pelakunya, dan dengan siapa percintaan itu terjadi. Ada dua cerita yang selang-seling, dengan setting waktu yang berbeda.

Buat gue, mengangkat tema percintaan seperti ini cukup berani, meskipun jaman sekarang udah bukan suatu rahasia kali ya.

Ada satu yang ‘ganggu’ dan ngeselin… endingnya itu, lho. Mengakhiri cerita dengan pertanyaan yang ‘menggantung’ itu bikin kesel pembaca… tau gak?!  :D Gue sampai berpikir, apa ada halaman yang sobek, atau hilang. Tapi, gak ternyata… Yah, tapi, it’s oke lah, daripada dilanjutin kalimatnya malah bikin ceritanya lebih klise lagi…
Read more »

Selasa, 24 April 2012

Dead Girl Walking



Dead Girl Walking (Masuk ke Tubuh yang Salah)
Linda Joy Singleton
Maria Susanto (Terj.)
Penerbit Atria – Cet. I, Januari 2012
382 hal.
(swap sama @balonbiru)

Amber Borden, termasuk siswi yang tidak dipandang di SMU Halsey. Padahal nih, Amber ini sangat baik hati.  Dia punya klub Hospitality, yang dengan senang hati menyambut setiap murid baru di SMU Halsey. Tapi sayangnya, apa yang ia lakukan itu sering jadi bahan tertawaan.

Suatu hari, di saat ia mendapat berita bahagia, tiba-tiba saja terjadi kecelakaan dan Amber pun berada dalam kondisi koma. Di alam ‘in between’, ia bertemu dengan arwah neneknya yang memberinya petunjuk jalan untuk ‘pulang’. Tapi nih, dasar si Amber ini suka susah menentukan arah, akhirnya, ia malah nyasar masuk ke tubuh orang lain. Tubuh ‘orang lain’ ini adalah Leah, gadis populer di SMU Halsey, punya cowok paling keren di sekolah, anak orang kaya.

Tapi, kenapa Leah malah memilih untuk bunuh diri? Padahal kalau dilihat, kehidupan Leah kan harusnya enak ya. Di dalam tubuh Leah ini, Amber menemukan banyak fakta yang membuatnya berpikir hidup bak putri raja tak selamanya enak. Banyak yang harus ia korbankan.

Sementara Amber mencari tahu ada apa dengan Leah sebenarnya, Amber juga harus ‘menyelamatkan dirinya’ untuk kembali ke tubuhnya. Orang tua Amber memutuskan untuk mendonorkan organ-orang tubuh Amber kepada orang lain.

Amber seolah jadi arwah gentayangan dalam tubuh orang lain. Dan ia harus mencari orang-orang yang percaya bahwa ia adalah Amber bukan Leah.

Cerita yang unik menurut gue. Amber ternyata punya misi khusus di dunia ini. Tapi, sosok Leah yang harusnya ‘diselidiki’ rada ketimpa dengan Amber yang sibuk kembali ke dunia. Apa gue yang kurang jeli ya bacanya, sampai akhirnya gue justru penasaran dengan kisah Leah.


Tapi paling mengganggu untuk gue adalah covernya. Isinya padahal gak gelap-gelap amat, tapi kenapa covernya seram begitu. Seolah ini adalah cerita horror. Bandingkan dengan cover aslinya yang juga bernuansa gelap, tapi lebih enak dilihat dengan sosok siluetnya.
Read more »

Rabu, 11 April 2012

Sunset bersama Rosie



Sunset bersama Rosie
Tere-Liye
Penerbit Mahaka – Cet. II, Desember 2011
426 hal.
(Hadiah dari temen kantor)

Tegar, seorang eksekutif muda rela meninggalkan pekerjaannya yang sudah memberinya kedudukan yang nyaman untuk menjaga anak-anak dari sahabatnya Rosie. Bukan hanya itu, ia juga rela menunda pertunangannya dengan kekasihnya, Sekar.

Rosie adalah sahabat Tegar sejak mereka masih kecil. Selama berpuluh tahun persahabatan itu, wajar aja kalo Tegar gak hanya merasa Rosie sebagai sahabat, tapi juga ingin menjadi bagian dari hidup Rosie. Tapi, sayang, saat pengen menyatakan cinta di tempat dan saat yang romantis, eh.. Tegar keduluan sama Nathan. Padahal, Tegar juga yang sudah memperkenalkan Rosie pada Nathan, tapi Tegar gak nyangka kalo Nathan malah ‘nyolong’ start.

Tegar pun akhirnya memilih menghilang dari kehidupan Rosie. Tapi, akhirnya toh Rosie dan Nathan berhasil ‘melacak’ jejak Tegar. Dan sejak itu Tegar kembali hadir dalam kehidupan Rosie dan Nathan. Bahkan Tegar pun akrab dengan keempat anak Rosie dan Nathan.

Kalau di Hafalan Shalat Delisa, Tere-Liye mengambil latar belakang peristiwa tsunami, di buku ini, peristiwa bom Bali II yang jadi benang merahnya. Saat keluarga itu sedang menikmati sunset di Jimbaran, sekaligus merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke 13, saat itu pula peristiwa bom Bali II terjadi. Nathan jadi korban. Keluarga itu seketika ‘jatuh’ dan berduka. Rosie kehilangan kendali, tak kuat menahan cobaan, sementara anak-anak masih kecil butuh dukungan orang yang lebih tua. Tegar pun mengambil alih, peran sebagai orang tua. Tegar tak hanya mengasuh anak-anak, tapi juga mengurus resor milik Rosie dan Nathan. Pelan-pelan, Anggrek, Sakura, Jasmine dan Lily berhasil berdamai dengan trauma. Tegar menjadi Paman, Uncle, Om hebat dan super keren. Mereka menjadi anak-anak yang cepat ‘dewasa’ tapi tak lantas menjadi mereka ‘tua’ sebelum waktunya. Mereka tetap anak-anak yang jahil dan iseng.

Karena anak-anak ini adalah ‘saksi’ pada peristiwa Bom Bali II, mereka harus hadir saat pembacaan vonis bagi terdakwa pelaku pengeboman di Jimbaran itu. Pastinya berat banget ya buat mereka, mereka harus melihat orang yang menyebabkan mereka kehilangan ayah, terpaksa mengingat lagi kejadian yang menyakitkan. Tapi, di sini, letak ‘indah’nya cerita ini, berdamai dengan masa lalu dan berlapang dada untuk mema’afkan.

Gue sih sempat berharap ada sedikit ‘ribut’ kecil gitu antara anak-anak dengan Tegar. Entah mereka ‘nuduh’ Tegar karena sok mengambil peran orang tua. Biar rada ‘seru’ gitu. Hehehe.. Tapi emang karena mereka anak-anak baik jadinya mereka nurut banget sama Paman mereka yang super keren ini. Konflik yang rumit justru lebih difokuskan sama hubungan antara Tegar dan Sekar yang on-off, dan Tegar yang terombang-ambing apakah mengambil kesempatan kedua bersama Rosie atau kembali ke Sekar.

Meskipun buat gue Hafalan Shalat Delisa masih lebih membekas, buku ini tetap mengharu-biru dengan cerita yang indah. Semoga sih, kalo pun gue nanti baca karya-karya beliau yang lain, gak malah jadi klise ya… :)

Buku ke 5 untuk 'Name in a Book Challenge 2012' - hosted by Blog Buku Fanda
Read more »

Senin, 20 Februari 2012

Three Weddings and Jane Austen

Three Weddings and Jane Austen
Prima Santika
GPU – Januari 2012
464 hal.
(via bookoopedia.com)

Adalah Om Tan yang membuat gue memutuskan untuk membeli dan membaca buku ini. Gara-gara posting-an covernya di twitter, lalu gue baca sinopsisnya dan ternyata.. mmm.. menarik…

Ibu Sri – ibu dari 3 orang anak perempuan – penggemar berat Jane Austen. Masa remajanya memang dihabiskan di Inggris sana, jadi gak heran jadi beliau familiar dengan Jane Austen. Bahkan nama-nama anak perempuannya diambil dari tokoh-tokoh di novel Jane Austen – Emma dari Emma Woodhouse di novel ‘Emma’, Meri dari Marianne Dashwood di novel ‘Sense and Sensibility’, dan yang terkecil, Lisa dari Elizabeht Bennet di novel ‘Pride and Prejudice’.

Ketiganya bisa dibilang dalam usia yang cukup matang untuk menikah. Tapi sayangnya, tampaknya urusan percintaan ini jadi masalah yang rumit untuk ketiga gadis itu. Ibu Sri sebenarnya cukup khawatir. Maklumlah, namanya juga ibu-ibu. Permasalahan yang dihadapi ketiga anak perempuannya berbeda satu sama lain, tapi Ibu Sri selalu punya jawaban yang masuk akal dan semua itu didapatnya dari novel-novel Jane Austen.

Emma, Meri dan Lisa, sebenarnya rada ‘anti’ dengan novel klasik. Karena bahasanya yang susah dan kadang tokoh-tokohnya menurut mereka terlalu ‘dangkal’. Tapi, Ibu Sri dengan sabar selalu menjelaskan dengan perlahan, hingga akhirnya mereka bisa menerima penjelasan Ibu Sri. Jadi, meskipun belum membaca buku-buku Jane Austen itu, mereka bertiga lumayan hafal dengan isi ceritanya.

Yang membuat novel ini unik, selain cover-nya itu, ya karena cara ‘pendekatannya’. Kalo masalah cinta sih, udah sering kan dibaca di mana-mana, tapi latar belakangnya yang bikin menarik. Kalo gue jadi anaknya bu Sri, pasti gue bilang, “Please deh, Ma.. no more Jane Austen, deh… “ Hehehe… tapi, anak-anak Ibu Sri ini emang baik-baik… semuanya sama sabarnya dengan Ibunya.

Di buku ini, gak ada tokoh antagonis. Ini buku yang sangat ‘sopan’. Bahkan para cowok-cowoknya juga baik-baik. Ibu Sri dan anak-anaknya bergantian bercerita. Hingga kita tahu, apa permasalahan mereka masing-masing. Tapi nih… Mas Prima ini beberapa kali ketuker antara Mas Dian dan Mas Deni :D

Dulu gue sering banget beli novel ‘metropop’, sekarang udah jarang, kecuali dari beberapa penulis. Karena jujur, gue sering merasa rada ‘terganggu’ dengan terlalu banyaknya kalimat berbahasa Inggris yang bersliweran. Meskipun lebay nih, gue sering berpikir, “Gue baca novel Indonesia atau Inggris sih?” Nah, membaca novel ini, bagi gue terasa lebih ‘membumi’. Mungkin karena latar belakang keluarga Jawa yang ‘kental’, para tokohnya juga sopan-sopan, masih memegang teguh adat ketimuran. Meskipun ada kalimat-kalimat berbahasa Inggris, tapi sebagian besar itu dari kutipan-kutipan buku Jane Austen. Kalo pun mereka berdialog dengan bahasa Inggris, itu tak terlalu banyak dan gak berlebihan.

Dan selesai membaca buku ini, yang ada di pikiran gue, “Segera cari novel-novel Jane Austen.”
Read more »

Twivortiare


Twivortiare
Ika Natassa @ 2011
Self published via nulisbuku.com
288 hal.
(via nulisbuku.com)

Penasaran dengan ending Divortiare? Sebaiknya buruan baca buku ini. Gimana sih ‘nasib’ Beno dan Alexandra selanjutnya.

Lewat tweet-nya, Alexandra Rhea menceritakan kehidupan setelah menikah kembali dengan Beno. Mulai dari mesra-mesranya mereka berdua kembali, cerita-cerita saat mereka masih pacaran, terus kenapa sampai akhirnya mereka bisa memutuskan untuk menikah kembali, plus pertengakaran mereka yang juga bolak-balik terjadi. Gak ketinggalan gossip-gosip barena Wina, sahabatnya Alexandra.

Awalnya, gue asyik-asyik aja baca buku ini. Karena ya alas an di atas, pengen tau aja gimana Beno dan Alexandra selanjutnya. Tapi, rada ke belakang, gue jadi agak-agak ‘terganggu’, atau bosan kali ya, baca tweet-nya Alexandra yang manis-manis sama Beno, mesra berdua di Amrik sana… eh, tiba-tiba ada tweet yang rada ‘kasar’ atau ‘memaki-maki’ Beno. Yah… mulai berantem lagi, mulai ribut lagi. Alex ngambek dan ‘kabur’ ke rumah mereka di Kebagusan… Beno nyusul.. baikan lagi…. Gak lama.. berantem lagi… Aduh… cape’ deh bacanya…

Yang menarik adalah bagian di mana mereka berdua saling menguatkan saat Alexandra belum juga hamil. Gak ada yang saling menyalahkan, tapi saling memberi semangat, meskipun dua-duanya sama-sama down.

Tapi… bagian akhirlah yang berhasil ‘menyentuh’ gue. Tweet tentang surat dari Beno bikin gue terharu.. hu..hu.. hu… Biar deh, si Alex harus tau tuh, jangan marah-marah terus, jangan asal nuduh terus… biar dia sadar, how much Beno loves her… :D

Banyak yang jatuh cinta sama Beno.. si dokter yang cool tapi protektif banget sama Alex. Cemburu berat kalo Alex dideketin sama cowok lain, tapi tetap lempeng saat Alex marah-marah karena Beno diem aja dipegang-pegang sama dokter cantik kolegaknya di rumah sakit.

Tapi, Beno tetap cinta sama Alex, meskipun hanya bisa masak scramble egg tiap pagi plus nasi goreng nugget. Atau Alex yang bisa ketawa dan senyam-senyum dengan ke-geek-annya Beno.

Terus gue mikir nih… koq lama-lama seperti ‘too much information’. Twitter emang bisa dibilang sarana curhat, update status… tapi kalo baca timeline-nya Alexandra – menurut gue – terlalu ‘pribadi’ untuk diumbar ke publik. Emang sih, dipasang ‘gembok’, jadi gak semua orang bisa liat timeline-nya, kalo gak diapprove sama beliau ini. Sampai-sampai gue berpikir, apa iya dalam kehidupan ‘nyata’, ada orang yang bercerita segitu pribadi-nya di twitter. Hehehe.. gue terlalu ‘berkaca’ sama diri gue sendiri, yang membatasi apa yang gue bagi di ruang publik. Yang gue follow dan follower gue pun bisa dibilang yang punya minat sama dengan gue. Sementara keluarga hanya kakak dan adik gue, temen-temen kantor gak ada yang gue follow (gak ada yang tau juga sih gue punya account twitter :D)

Tapi, sarana twitter untuk menghasilkan sebuah karya boleh diacungi jempol. Udah ada beberapa buku yang gue baca yang asal atau idenya dari twitter, seperti Kicau Kacau-nya Indra Herlambang atau Tweets for Life – Desi Anwar.

Seperti biasa, Ika Natassa tampil dengan gayanya yang ceplas-ceplos. Dan, iya.. akhirnya gue follow tuh account @alexandrarheaw dan semakin gue baca timeline-nya, gue jadi merasa Alexandra… Beno.. even si mbok itu nyata.. hahahaha.. (tapi koq.. di list following justru gak ada tuh account Wina – sahabatnya sendiri?)

O ya.. sedikit ‘kritik’, di buku ini lumayan banyak bertebaran ‘typo’. Udah gitu, ada tweet yang sama yang beberapa kali diulang. Entah karena kelupaan, atau emang di-tweet beberapa kali. Soalnya hanya beda satu halaman. (gue lupa halaman berapa… catetan ketinggalan di rumah)
Read more »

Kamis, 16 Februari 2012

Divortiare


Divortiare
Ika Natassa @ 2008
GPU – Cet. II, September 2008
288 hal.
(Gramedia PIM)

Sebenernya gue udah pernah baca buku ini. Tapi, berhubung mau baca sambungannya, Twivortiare, dan gue rada-rada lupa ceritanya, maka gue pun meluangkan waktu untuk membaca lagi Divortiare. Biar lebih inget awal mulanya gimana.

Alexandra dan Beno, adalah pasangan mantan suami-istri. Mereka berdua adalah pasangan yang super sibuk. Alexandra bekerja di bank sebagai credit analyst, sementara Beno adalah dokter bedah jantung. Jam kerja yang tak tentu, terutama Beno, yang kerap mendapat panggilan mendadak dari rumah sakit. Alexandra juga sibuk banget, sering pergi-pergi ke luar kota juga. Tapi namanya sebagai istri, Alexandra juga menuntut perhatian dari suami. Bukan hanya bertemu saat sarapan atau tengah malam saat udah ngantuk-ngantuk dan gak sempet untuk berbincang-bincang lagi.

Puncaknya, komunikasi yang tak lancar, ego keduanya yang tinggi, akhirnya Alexandra memutuskan untuk berpisah dengan Beno. Daripada terus menerus bertengkar, akhirnya, itulah keputusan pahit yang akhirnya mereka ambil… berpisah.

Setelah berpisah pun, hubungan mereka bisa disebut love-hate relationship. Kalau sakit, Alexandra masih tetap meminta Beno untuk memeriksanya. Sama-sama cemburu saat melihat mantan berdekatan dengan orang lain.

Gue inget, hal pertama yang membuat gue membeli buku ini, karena gue suka dengan cara dengan buku pertama Ika Natassa – A Very Yuppy Wedding, ceplas-ceplos, meskipun kadang gue merasa ‘terganggu’ dengan begitu banyaknya kalimat bahasa Inggris yang bertebaran. Lalu, cover-nya yang simple. Kotak ‘His’ yang rapi, dan kotak ‘Her’ yang berantakan. Begitu membaca buku ini, gue ‘mengerti’, kotak itu seolah mewakili karakter di buku ini. Beno yang cool – cenderung lempeng dan kaku. Sementara, Alexandra yang to the point, terkadang gampang ‘panas’, tapi juga tegas.

Banyak yang pastinya jatuh cinta sama tokoh Beno. Kaya’nya sebagai tokoh yang ‘tertindas’ hahaha.. .sabar menghadapi Lexy, tapi kalo udah marah, kaya’nya bikin kita gak bisa berkata apa-apa. Dengan hubungan yang digambarkan seperti itu, harusnya sih ‘Divortiare’ itu gak perlu terjadi, asal mereka mau berusaha untuk bertahan sedikit lagi (duh.. sok tau banget sih gue ini). Sementara Denny… aduh, bosen ah. Tokoh yang sok-sok romantis, sok perhatian.. biasa aja jadinya… (menurut gue lagi lhoooo…) - tapi hmm.. seandainya gue masih single, ada yang begitu ke gue sih.. gue suka-suka aja.. hehehe.. (gak konsisten..)

Oh ya, ending menurut gue juga asyik. Kalo gue jadi bertanya-tanya, kira-kira Beno sama Alexandra jadi gimana nih? Akan tetap sebagai ‘teman’, atau tetap ber-love-hate relationship, atau mau ada kesempatan kedua ?

Oke lah.. sekian aja untuk Divortiare ini, nantikan ya tayangnya Twivortiare… soon…
Read more »

Senin, 16 Januari 2012

Hotel on the Corner of Bitter and Sweet


Hotel on the Corner of Bitter and Sweet
Jamie Ford @ 2009
Leinovar Bahfein
Penerbit Matahati - Cet. 1, November 2011
398 hal.
(pinjam sama @balonbiru)



“Berapa lama kau akan menungguku, Henry?”

”Selama yang dibutuhkan…”
“Bagaimana kalau aku tetap di sini sampai tua dan ubanan __”
“Kalau begitu aku akan membawakanmu tongkat.”

(hal. 317)

Ah, betapa romantisnya kalimat-kalimat di atas. Didukung dengan cover-nya yang cantik, cuaca dingin-dingin abis hujan :D

Diceritakan dalam dua kurun waktu yang berbeda, tahun 1942 dan 1986, ber-setting di Amerika. Henry, anak laki-laki berusia 11 tahun, hidup dalam masa perang. Sebagai keturunan Cina, tidaklah mudah bagi Henry. Ayah Henry, seorang pria nasionalis sejati, ia sangat membenci Jepang yang sudah memporak-porandakan Cina. Ia sangat mendukung diusirnya rakyat Jepang dari Amerika. Dan ayah Henry menginginkan anaknya untuk menjadi ‘Amerika’, ia tidak diperbolehkan bicara bahasa Canton di rumah. Padahal orang tuanya sendiri tidak begitu paham bahasa Inggris. Di sekolah pun, Henry kerap jadi bahan ejekan. Ditambah lagi, ia wajib memakai bros ‘Aku Orang Cina’ ke mana pun ia pergi. Mungkin tujuannya biar gak dikira orang Jepang dan demi keselamatan Henry sendiri. Di sekolah, Henry bekerja di kantin, membantu menyediakan makan siang untuk para siswa.

Suatu hari, datanglah seorang gadis cantik bernama Keiko. Malang bagi Keiko, meskipun ia lahir di Amerika, tapi tetaplah di mata orang, ia tetap seorang Jepang. Keiko tinggal di kawasan Nihonmachi. Keiko dan Henry sama-sama bekerja di kantin. Dan saat itulah, dimulai persahabatan mereka. Hubungan yang sangat terlarang di mata ayah Henry. Tapi, bahkan, saat Keiko dan keluarganya, beserta warga keturunan Jepang lainnya harus tinggal di dalam kamp pengungsian, Henry tetap setia menemui Keiko dan kerap berkirim surat.

Tapi, hubungan ini tidak mulus. Ayah Henry yang mempunyai kuasa di kalangan keturunan Cina, menggunakan pengaruhnya untuk menjauhkan Henry dan Keiko. Dalam keadaan sakit pun, ayah Henry bisa ‘mensabotase’ surat-menyurat antara Henry dan Keiko. Yang pada akhirnya membuat Henry terpaksa mengalah dan hubungan itu pun terputus.

Tahun 1986, Henry yang baru saja kehilangan istrinya, lewat di depan hotel Panama yang sedang dibongkar. Hotel Panama ini adalah tempat warga Jepang menyimpan barang-barang mereka sebelum mereka dulu dibawa ke kamp pengungsian. Daripada menghancurkan kenangan mereka, para warga Jepang memilih untuk menyimpannya. Meskipun tak tahu kapan bisa diambil lagi.

Tanpa sengaja, Henry melihat sebuah benda yang membawanya kepada kenangan 40 tahun silam. Dan ia pun tergerak untuk mencari potongan kenangan yang lain.

Wahh.. tanpa terasa gue ikut terhanyut dalam kenangan Henry, kenangan akan cinta monyet, saat anak laki-laki 11 tahun berusaha untuk jadi dewasa, mencoba bertanggung jawab atas anak perempuan seusianya dan bahkan pengen ngajak kabur… Begitu lugu…

Buku ini gak hanya melulu soal hubungan Keiko dan Henry, tapi juga menyorot hubungan Henry dengan ayahnya yang kaku, ibunya yang terombang-ambing, antara kadang kasihan sama anaknya, tapi juga harus nurut sama suaminya. Padahal gue pengen lebih mengenal Keiko, tapi sayangnya, justru Henry yang paling dominan. Suka dengan Keiko yang manis.. pinter gambar. Dan uniknya nih, dua anak ini punya soundtrack lagu jazz.


Gue juga tertarik dengan fakta-fakta dalam buku ini. Misalnya Hotel Panama yang memang benar adanya. Dibangun oleh arsitek Jepang di tahun 1910, bernama Sabro Osaza. Sekarang, di dalam hotel ini, dibuat semacam lantai kaca, di mana para pengunjung bisa melihat ke basement di mana masih ada barang-barang yang ditinggalkan warga Jepang.

Penulisnya sendiri, Jamie Ford, adalah seorang keturunan Cina, yang akrab dengan sejarah Chinatown dan Nihonmachi. Kakek buyutnya hijrah ke San Fransisco pada tahun 1865.

Dan gue juga suka endingnya… gak banyak basa-basi… tapi manis…

4 payung cantik untuk Keiko dan Henry

Read more »

Minggu, 20 November 2011

The Translator

The Translator (Sang Penerjemah)
Leila Aboulela @ 1999
Rahmani Astuti (Terj.)
GPU – Oktober 2011
227 Hal.
(Trimedia – Mal Ambasador - 2011)

Sammar, perempuan berkebangsaan Sudan yang mencari nafkah di Skotlandia, tepatnya di kota Aberdeen. Kesepian, sendiri di kota yang dingin dan muram ini. Suami Sammar, Tarig, meninggal dalam sebuah kecelakaan dan Amir, anak Sammar satu-satunya, tinggal dengan keluarga Tarig di Khartoum.

Sammar bekerja di sebuah universitas sebagai penerjemah dokumen-dokumen berbahasa Arab. Seorang professor bernama Rae, seorang peniliti Islam, kerap meminta bantuan Sammar.

Hubungan professional ini lama-lama berubah menjadi hubungan persahabatan. Sammar merasa nyaman berbicara dengan Rae, yang juga seorang duda dengan satu anak perempuan.

Dan, makin lama, hubungan ini menimbulkan perasaan lain yang lebih dari sahabat. Tapi, sayang, perbedaan keyakinan menjadi penghalang hubungan ini. Sammar mencoba mengajak Rae untuk memeluk agama Islam, tapi tampaknya Rae belum yakin untuk melangkah ke arah yang lebih jauh. Sammar sebagai seorang Muslim, merasa lebih baik ia menjauhkan diri dari Rae, daripada ‘terjerumus’ ke dalam sebuah perbuatan dosa.

Sammar kembali ke Khourtoum. Kembali menemui Amir dan tinggal bersama keluarga mendiang suaminya. Ia mencoba melupakan Rae dan mimpi-mimpinya. Bahkan ia melepaskan pekerjaannya di Aberdeen, sebuah tindakan yang dianggap bodoh oleh adik Sammar. Tampaknya, kehidupan di luar negeri dianggap sebuah hal yang mewah, sebagai sebuah suatu keberhasilan.

Bahasa dalam novel ini, begitu tenang dan menghanyutkan. Tapi buat gue ini jadi ‘jebakan batman’, saking terhanyutnya, ada kalanya gue jadi ‘ngantuk’. Makanya, rada lama gue menyelesaikan novel yang gak terlalu tebal ini. Temponya lambat. Sesuai karakter-karakter dalam buku ini yang tenang. Gak ada pembicaraan yang meledak-ledak.

Buku ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama, saat Sammar di Aberdeen, kala musim dingin. Suasana begitu muram, semuram hati Sammar. Tapi, bagian kedua, waktu Sammar udah di Khartoum, suasana jadi lebih terasa hangat. Adanya tokoh-tokoh lain, meskipun bukan tokoh utama, seperti Amir, keponakan Sammar, adik ipar Sammar, menambah ‘kehangatan’ di dalam cerita. Seolah ada variasi lain dalam hidup Sammar sendiri. Gue pun jadi lebih semangat waktu sampai di bagian kedua ini.

Tampaknya, meskipun gak terlalu ‘puas’ dengan buku Leila Aboulela pertama yang gue baca ini, gue masih pengen membaca buku-bukunya yang lain. Satu lagi, gue suka sama cover edisi Indonesia ini, warna birunya sesuai sama isi ceritanya :)

Read more »

Senin, 07 November 2011

Thing Your Mother Never Told You

Thing Your Mother Never Told You
Olivia Lichtenstein @2009
Orion Books – 2009
312 hal.
(pinjam dari mia)

Ketika seseorang sudah tiada, ada saja hal-hal yang baru diketahui kemudian. Begitulah yang dialami Ros. Ia menemukan banyak rahasia yang tak sempat disampaikan ibunya, Lilian ketika ia masih hidup.

Buku ini bercerita tentang Ros, yang sedang mengalami gonjang-ganjing dalam pernikahannya. Pernikahan yang sudah berjalan selama 20 tahun diambang perceraian, karena Ros tidak tahan dengan suaminya yang punya masalah dengan pengendalian emosi.

Suatu hari, ia menemukan sebuah selebaran yang berisi iklan seorang cenayang. Keinginan untuk ‘bertemu’ dengan Lilian, membuat Ros menelpon Clare Voyante – yang ternyata sudah tahu kalau Ros akan menghubunginya.

Lilian dibesarkan di Afrika Selatan. Ia tidak setuju dengan adanya perbedaan perlakuan antara orang kulit putih dan orang kulit hitam. Semasa kuliah dan setelah lulus, Lilian terlibat dalam suatu organisasi yang membela hak-hak orang kulit hitam. Bahkan Lilian sempat terlibat hubungan asmara dengan Sipho, salah satu aktivis yang berkulit hitam. Mereka menjalani hubungan ini secara sembunyi-sembunyi.

Selama ini Ros hanya mengetahui sedikit tentang kehidupan masa lalu Lilian. Tapi, suatu hari ia menerima kiriman paket berisi tulisan Lilian yang akan dibukukan. Dari sinilah, Ros banyak mendapat kejutan.

Sementara itu, kehidupan sehari-hari Ros dipenuhi dengan hal-hal baru berkaitan dengan ‘status’ yang yang sebentar lagi akan berubah. Ros nekat men-tato kakinya, sampai-sampai ia diprotes karena memberi contoh yang kurang baik bagi anak didiknya. Lalu, memberanikan diri untuk mendaftar kencan online.

Gue sih lebih tertarik baca tentang kehidupan Lilian di Afrika Selatan, kaya’nya lebih banyak misteri dan dramanya. Karakter Lilian, ibu yang kaya’nya normal, tapi punya kebiasaan-kebiasaan unik. Yang lucunya, kalo tiba-tiba dia seolah ‘bicara’ sama Ros dari alam lain. Sementara tentang Ros rasanya udah sering gue baca di buku-buku lain, jadi gak terlalu 'mencuri perhatian'.

Read more »

Rabu, 02 November 2011

Rumah Tangga yang Bahagia

Rumah Tangga yang Bahagia
Leo Tolstoy
Dodong Djiwapradja (Terj.)
Pustaka Jaya, Cet. II – Desember 2008
168 Hal.
(for #savepustakajaya)

Cintaku cinta untuk seumur hidup, karena itu janganlah mengambil sesuatu yang kupandang berharga dalam hidup ini (-- hal. 106)

Masha, Katya dan Sonya, hidup dalam rasa duka setelah ibu mereka meninggal. Kesepian dan kesunyian, itulah yang mereka rasakan. Musim dingin jadi terasa semakin beku dengan kesedihan mereka. Kerabat yang datang mengunjungi mereka, bukannya memberi penghiburan tapi malah semakin membuat suasana jadi muram. Tokoh utama dalam novel ini adalah Masha. Gadis berusia 17 tahun.

Satu-satunya orang yang ditunggu dan bisa membuat suasana lebih ceria adalah Sergei Mikhailich. Ia adalah sahabat ayah mereka, teman terdekat bagi Masha, Katya dan Sonya. Sergei-lah yang mengurus harta benda peninggalan orang tua mereka. Kedekatan ini membuat Masha mempunyai perasaan lain. Tidak hanya sayang seperti layaknya seorang adik pada kakak, tapi timbul rasa cinta yang lebih mendalam. Tapi, usia mereka terpaut cukup jauh. Hingga rasanya tak mungkin bagi Masha untuk mewujudkan angan-angannya. Dan ternyata, Sergei juga merasakan hal yang sama. Ia pun jatuh cinta pada Masha. Kendala usia membuat Sergei juga tak berani mengungkapkan perasaannya pada Masha.

Masha jadi kesal, ‘gregetan’, karena sikap Sergei yang terkadang penuh perhatian, tapi kadang menjauh. Sampai akhirnya justru Masha yang memberanikan diri membuka perasaannya. Tapi, bagi Sergei takut. Menurutnya, di usia remaja itu, Masha harusnya bersenang-senang, masih maunya ‘bermain-main’.

Memang sih, akhirnya mereka menikah (spoiler bukan ya?) Pasangan pengantin baru itu tinggal bersama ibu Sergei yang orangnya ‘apik’ banget. Semua serba teratur dan rapi. Lama-lama, Masha jenuh. Rumah tangganya mulai terasa hambar. Maka untuk membuat Masha senang, Sergei mengajak Masha berlibur ke St. Petersburg.

Di St. Peterburg inilah Masha kenal dengan ‘dunia lain’. Selama ini ia tinggal di desa, sekarang bertemu dengan orang-orang kota yang kaya, diundang ke pesta sana-sini dan mendapatkan banyak pujian karena kecantikannya, Masha ‘terbuai’, sementara Sergei malah memilih menarik diri dari pergaulan itu.

Nah, di sinilah mulai kelihatan perbedaan mereka karena usia yang terpau sangat jauh itu. Masha merasa Sergei menjauh dan berubah. Sementara Sergei sendiri terkesan cuek. Saat Masha merasa telah berkorban, Sergei malah bertanya tentang apa maksud pengorbanan itu.

Jadi, berhasilkan mereka mewujudkan rumah tangga bahagia yang mereka impikan? Berhasilkah mereka menjembatani perbedaan di antara mereka? Sebenarnya ,apa sih arti berkorban itu ya? Kalau salah satu sebenernya gak rela, apa gak malah jadinya bikin sebel dan tersiksa?

Kisah cinta memang selalu jadi ide yang menarik untuk bikin cerita. Tapi, membuat sesuatu yang berbeda biar ‘keliatan’ itu susah. Di sinilah uniknya cerita ini. Kisah cinta antara dua pasangan yang usianya jauh berbeda.

Buku klasik memang bukan ‘makanan’ gue. Terjemahannya sedikit membuat gue pusing dengan bahasa yang sangat baku (dan ada kata-kata yang baru pertama kali gue baca), tapi, ternyata, kalimat-kalimatnya mampu membuat gue bertahan membaca buku ini hingga tuntas. Puitis dan indah.

Hari itu berakhirlah petualangan cintaku dengan suamiku, cintaku yang lama tetap merupakan kenang-kenangan yang indah dan tak ‘kan kembali ….

… dan kehidupan ini tak pernah berakhir sampai hari ini.

-- hal. 166

Read more »

Minggu, 30 Oktober 2011

Sweet Misfortune

Sweet Misfortune: Cinta dalam Kue Ke(tidak)beruntungan
Kevin Alan Milne @ 2010
Harisa Permatasari (Terj.)
Penerbit Qanita - Cet. I, Juli 2011
456 hal.
(dari kuis #akudan mizan – via @penerbitmizan)

Some people are lucky in love
You aren’t one of them

Itulah salah satu kalimat yang tertera di secarik kertas yang ada di dalam kue. Lazimnya sih, kalimat ini ada dalam kue keberuntungan yang biasanya ada di restoran Cina. Tapi, Sophie Jones malah menulis kalimat-kalimat pahit di dalam kue bikinannya – mengambil ide dari kue keberuntungan, tapi bukan rasa manis yang didapat, justru akan meninggalkan rasa pahit – sepahit bait-bait kalimat yang ada di dalam kue itu.

Sophie tidak percaya dengan yang namanya kebahagiaan sejati. Di saat ulang tahunnya yang kesembilan, ia harus kehilangan ayah dan ibunya dalam sebuah kecelakaan. Sophie terus menyalahkan dirinya, beranggapan karena dirinyalah kecelakaan itu terjadi. Selama dua puluh tahun, Sophie terus memendam rasa bersalah itu.

Jangan terhanyut oleh seorang yang romantis setengah mati. Romansanya akan berakhir dan yang tertinggal hanyalah setengah mati (hal. 131)


Ia berharap menemukan kebahagiaan itu dalam pernikahannya. Tapi, ternyata, tanpa penjelasan apa –apa tunangannya, Garrett Black, meninggalkannya begitu saja. Sophie terlanjur sakit hati. Peristiwa inilah yang memberi ide bagi Sophie untuk membuat kue ke(tidak)beruntungan. Tak disangka-sangka kue menarik para pelanggan di Chocolat’ de Soph – toko cokelat milik Sophie.

Setahun kemudian, Garrett ingin kembali pada Sophie. Tapi, Sophie yang terlajur pesimis, tidak mau menerima Garrett begitu saja. Sophie menantang Garrett untuk membuat iklan di koran yang isinya mencari kebahagiaan sejati – kebahagiaan yang bersifat jangka panjang. Jika ada 100 orang yang memenuhi criteria yang diminta Sophie, maka Sophie bersedia meluangkan waktu untuk berkencan dengan Garret.

Jika ditawari sebuah mimpi yang bertahan seumur hidup, KATAKAN TIDAK! Ingat, itu hanya sebuah mimpi (hal. 149)


Awalnya iklan itu tidak mendapat banyak tanggapan, tapi, tiba-tiba ada yang memberi informasi pada stasiun televisi setempat, hingga akhirnya respons yang diterima nyaris tidak mampu ditampung oleh Sophie. Selama proses membaca surat-surat itu, banyak hal-hal darimasa lalu yang terungkap.

Asyik juga kalimat sinis’ yang dibuat Sophie. Malah lucu, jadi lebih ‘realistis’ Inti novel ini adalah tentang memaafkan diri sendiri dan juga berbesar hati menerima pengakuan orang lain. Salah satu tokoh malah mengajarkan arti berbesar hati dengan segala kekurangannya dan mencoba untuk selalu bahagia.
Read more »