Kamis, 29 September 2011

Letters to Sam

Judul                : Letters to Sam
Penulis              : Daniel Gottlieb
Penerjemah      : Windy Ariestanty
Editor               : Ninus D. Andarnuswati
Proofreader      : Christian Simamora
Penata Letak    : Nopianto Ricaesar
Desain Sampul: Dwi Anissa Anindhika
Cetakan           : Pertama, 2011
Tebal                : 217 halaman
Penerbit            : Gagas Media
Harga               : Rp 45.000,00



            Apa yang akan tercipta ketika seorang kakek lumpuh yang jago psikologi, seorang cucu yang mengalami gangguan autisme, dan syair Rumi nan indah tentang “penyambutan tamu” saling dipertemukan? Tidak lain tidak bukan, hasilnya adalah kumpulan goresan indah tentang pelajaran kehidupan yang terangkum  Letters to Sam, Pelajaran dari seorang Kakek tentang Cinta, Kehilangan dan Anugerah Hidup. Sebuah buku yang akan mengubah pandangan kita akan sosok-sosok yang selama ini terabaikan karena mereka asyik dengan dunianya sendiri. 

            20 Mei 2000, penulis buku ini mengalami salah satu momen paling luar biasa dalam kehidupannya, yakni hadirnya seorang cucu bernama Sam—yang kelahirannya ke dunia seolah memang telah ditakdirkan untuk membuat sang Kakek dan jutaan orang lain di dunia menjadi lebih memahami apa makna sesungguhnya dari kehidupan. Bahwa kehidupan itu memang sempurna, tapi tidak apa-apa jika ada sejumlah ketidaksempurnaan di dalamnya karena kehidupan itu sendiri selalu sempurna bagi mereka yang mampu menjalaninya dengan penuh rasa syukur.

Menjadi lumpuh akibat kecelakaan mobil, seorang Daniel Gottlieb harus mengalami lagi satu ketidaksempurnaan dalam hidup, cucunya—yakni si Sam—didiagnosis mengalami gangguan psikologis yang oleh orang awam dikenal sebagai autisme.  Namun, alih-alih membuatnya depresi, dua ketidaksempurnaan besar dalam kehidupan ini malah semakin membuat sang Kakek bijak lebih menghargai hidup. Dari kedua ketidaksempurnaan itu, ia mampu memeras intisari dari nilai-nilai kehidupan; yang seharusnya kita sibuk mengisinya dengan hasrat dan harapan, bukannya sibuk mewarnainya dengan keluhan dan ketidakbahagiaan.

“Dengan cedera tulang belakangku dan autisme yang kau miliki, kita terlihat berbeda dan bertindak berbeda. Tapi, kita juga bisa mengajari orang lain, sebagaimana Norma telah mengajariku, bahwa apapun yang terjadi dengan tubuh atau pikiran kita, jiwa kita akan tetap utuh.(halaman 71).

Bahwa bukan kehidupan itu yang harus kita paksa agar sesuai dengan harapan kita, tapi lebih pada bagaimana kita mengubah pandangan kita terhadap kehidupan itu sendiri. Kakek si Sam telah mempelajari hal ini sebagai salah satu cara untuk “mensyukuri” kelumpuhannya, yang semoga saja juga kelak digunakan oleh cucunya untuk “mensyukuri” autisme yang ia alami. Buku Letters to Sam adalah kumpulan dari surat-surat Daniel Gottlieb kepada cucunya, Sam. Ia berharap, melalui buku ini kelas sang cucu terkasih akan mampu memandang dunia sebagaimana kakeknya memandang dunia ini dengan penuh rasa syukur. 

Dengan bahasa akrab khas seorang kakek yang tengah berbicara kepada cucunya, buku ini akan mengajak pembaca untuk sejenak menenggok ulang apa dan bagaimana kita menjalani kehidupan kita selama ini. Apakah selama ini kita memandang “hidup adalah rangkaian masalah sulit yang harus dipecahkan dengan sedikit kesenangan” ataukah ia memandang “hidup adalah harta karun yang harus disyukuri; keduanya akan menghasilkan pemaknaan dan penghayatan yang berbeda tentang kehidupan itu sendiri. Apakah kita menyibukkan hidup dengan selalu membanding-bandingkan diri dengan orang lain, apakah kita sibuk mencemburui kelebihan orang lain ketimbang mensyukuri kelebihan dalam diri? Hidup sebagaimana yang diajarkan oleh kakek si Sam adalah dengan menghargai ketidaksempurnaan-ketidaksempurnaan kecil dan lebih mensyukuri kehidupan yang sebenarnya sudah luar biasa sempurna.

Disusun dengan model buku surat, setiap bab dalam buku ini adalah sepucuk  surat yang ditulis sendiri oleh Daniel Gottlieb untuk cucunya. Masing-masing bab berisi secuil pengalaman sang penulis, yang kemudian dikaitkan dengan aspek-aspek psikologi modern, sehingga menghasilkan untaian kisah-kisah bijak yang bisa juga dipelajari oleh semua orang. Hanya saja, ada beberapa anjuran atau kisah-surat dalam buku ini yang sifatnya terlalu "khusus", seolah solusi yang ditawarkan masih terlalu “Amerika” sehingga kurang sreg jika diterapkan oleh pembaca dengan latar budaya yang berbeda. Beberapa perilaku atau kebiasaan yang dijadikan sebagai contoh pun ada beberapa yang terasa kurang pas untuk diterapkan secara “saklek” di budaya kita. Entahlah, mungkin hanya karena perbedaan latar belakang dan budaya semata.

Namun, terlepas dari itu semua, satu pelajaran terbaik dari buku ini terselip dengan begitu manisnya pada sebuah paragraf di halaman 198.

“Sering sekali, orang yang melangkah keluar dari dirinya  dan mulai membantu orang lain akan mengalami perasaan yang jauh lebih baik dengan cepat. Mereka menjadi bagian dari dunia yang lebih luas. Masalah-masalah mereka tidak lagi memenuhi hidup mereka.”(halaman 198).

Kalau yang ini saya setuju!

0 komentar:

Posting Komentar