Senin, 20 Februari 2012

Three Weddings and Jane Austen

Three Weddings and Jane Austen
Prima Santika
GPU – Januari 2012
464 hal.
(via bookoopedia.com)

Adalah Om Tan yang membuat gue memutuskan untuk membeli dan membaca buku ini. Gara-gara posting-an covernya di twitter, lalu gue baca sinopsisnya dan ternyata.. mmm.. menarik…

Ibu Sri – ibu dari 3 orang anak perempuan – penggemar berat Jane Austen. Masa remajanya memang dihabiskan di Inggris sana, jadi gak heran jadi beliau familiar dengan Jane Austen. Bahkan nama-nama anak perempuannya diambil dari tokoh-tokoh di novel Jane Austen – Emma dari Emma Woodhouse di novel ‘Emma’, Meri dari Marianne Dashwood di novel ‘Sense and Sensibility’, dan yang terkecil, Lisa dari Elizabeht Bennet di novel ‘Pride and Prejudice’.

Ketiganya bisa dibilang dalam usia yang cukup matang untuk menikah. Tapi sayangnya, tampaknya urusan percintaan ini jadi masalah yang rumit untuk ketiga gadis itu. Ibu Sri sebenarnya cukup khawatir. Maklumlah, namanya juga ibu-ibu. Permasalahan yang dihadapi ketiga anak perempuannya berbeda satu sama lain, tapi Ibu Sri selalu punya jawaban yang masuk akal dan semua itu didapatnya dari novel-novel Jane Austen.

Emma, Meri dan Lisa, sebenarnya rada ‘anti’ dengan novel klasik. Karena bahasanya yang susah dan kadang tokoh-tokohnya menurut mereka terlalu ‘dangkal’. Tapi, Ibu Sri dengan sabar selalu menjelaskan dengan perlahan, hingga akhirnya mereka bisa menerima penjelasan Ibu Sri. Jadi, meskipun belum membaca buku-buku Jane Austen itu, mereka bertiga lumayan hafal dengan isi ceritanya.

Yang membuat novel ini unik, selain cover-nya itu, ya karena cara ‘pendekatannya’. Kalo masalah cinta sih, udah sering kan dibaca di mana-mana, tapi latar belakangnya yang bikin menarik. Kalo gue jadi anaknya bu Sri, pasti gue bilang, “Please deh, Ma.. no more Jane Austen, deh… “ Hehehe… tapi, anak-anak Ibu Sri ini emang baik-baik… semuanya sama sabarnya dengan Ibunya.

Di buku ini, gak ada tokoh antagonis. Ini buku yang sangat ‘sopan’. Bahkan para cowok-cowoknya juga baik-baik. Ibu Sri dan anak-anaknya bergantian bercerita. Hingga kita tahu, apa permasalahan mereka masing-masing. Tapi nih… Mas Prima ini beberapa kali ketuker antara Mas Dian dan Mas Deni :D

Dulu gue sering banget beli novel ‘metropop’, sekarang udah jarang, kecuali dari beberapa penulis. Karena jujur, gue sering merasa rada ‘terganggu’ dengan terlalu banyaknya kalimat berbahasa Inggris yang bersliweran. Meskipun lebay nih, gue sering berpikir, “Gue baca novel Indonesia atau Inggris sih?” Nah, membaca novel ini, bagi gue terasa lebih ‘membumi’. Mungkin karena latar belakang keluarga Jawa yang ‘kental’, para tokohnya juga sopan-sopan, masih memegang teguh adat ketimuran. Meskipun ada kalimat-kalimat berbahasa Inggris, tapi sebagian besar itu dari kutipan-kutipan buku Jane Austen. Kalo pun mereka berdialog dengan bahasa Inggris, itu tak terlalu banyak dan gak berlebihan.

Dan selesai membaca buku ini, yang ada di pikiran gue, “Segera cari novel-novel Jane Austen.”

0 komentar:

Posting Komentar