Jumat, 01 April 2011

The People of Sparks

Akhirnya Lina Mayfleet, Doon Harrow, dan 417 warga Ember tiba di permukaan bumi. Sinar matahari yang menyilaukan, hijaunya rerumputan dan pepohonan,maupun kicauan nyaring dari burung-burung menyambut kedatangan mereka. Semuanya terasa sangat asing. Tapi Inilah dunia baru  yang harus mereka jalani. Dunia dengan limpahan penuh cahaya seperti yang selama ini mereka harapkan.

Tapi,ternyata dunia baru itu tidak selamanya menawarkan kebahagiaan bagi mereka. Terutama buat Lina. Selama  di kota Ember dia sering bermimpi tentang sebuah kota yang indah, yang diharapkan akan ditemuinya di atas tanah barunya. Namun,Ternyata yang ditemuinya hanyalah tanah kosong yang luas berserta puing-puing dan rumah-rumah sederhana. Bahkan di tanah baru itu tidak terdapat listrik layaknya kota Ember. Apakah di atas sini tidak semaju masyarakat kota Ember?

Sparks adalah wilayah pemukiman terdekat yang dapat ditemukan oleh warga Ember. Meski enggan, penduduk Sparks  yang menyebut warga Ember manusia gua,terpaksa menerima mereka dengan berat hati.  Dengan keterbatasan hidup, penduduk Sparks yang hanya berjumlah 322 orang harus berbagi tempat tinggal dan juga persediaan makanan dengan penduduk Ember selama 6 bulan. Karena itu, perselisihan pun kerap terjadi di antara mereka. Penduduk Sparks merasa warga Ember sudah menghabiskan begitu banyak persediaan makanan mereka sehingga semakin lama persediaan makanan semakin sedikit. Demikian pula dengan warga Ember, mereka merasa penduduk Sparks terlalu pelit untuk berbagi makanan bagi mereka yang kelaparan dan berusaha untuk bertahan hidup.

Sebelum jangka waktu 6 bulan, warga Ember akhirnya dipindahkan dari rumah penduduk ke sebuah tempat tinggal kumuh. Disana, mereka diberikan beban tugas yang harus dikerjakan sebagai balasan dari makanan yang diberikan warga Sparks. Selama bulan-bulan itu jugalah, warga Ember nantinya diharapkan untuk dapat belajar bertahan hidup dan membangun pemukiman sendiri disaat musim dingin tiba. Tapi nyatanya, Warga Ember selalu mengalami kesulitan untuk  bekerja keras ditengah terik matahari dan  diperparah oleh makanan yang kian menipis. Hal itu menciptakan kegelisahan bagi warga Ember yang memandang bahwa warga Sparks berlaku tidak adil terhadap mereka.

Perselisihan pun  tidak dapat terelakkan. Dimulai dari  salah seorang warga Sparks menyulut api kebencian melalui tuduhan secara terang-terangan kepada warga Ember. Ditambah lagi, adanya Tick Hassler, salah seorang warga Ember, mecoba menghasut warga Ember sehingga memperkeruh hubungan kedua belah pihak. Di tengah pertikaian itu, Doon mengalami kegamangan dalam dirinya. Mengikuti rencana Tick lalu ikut berperang atau menghentikan semua rencana itu tapi diperbudak?

Sementara itu Lina masih berusaha mengejar mimpi-mimpinya. Dia masih merasa yakin, ada sebuah kota cahaya seperti dalam mimpi-mimpinya dulu. Karena itu, pada saat ada kesempatan, dia pergi diam-diam mengikuti dua orang pengelana dan akhirnya meninggalkan Sparks. Sayangnya, yang ia temui  ternyata jauh dari harapannya. Sepanjang jalan dia hanya melihat bekas-bekas kehancuran di mana-mana. Kota-kota mati, puing-puing bangunan, dan tanah-tanah luas tanpa batas.

Dimanakah kota cahaya itu? Bagaimana warga Ember bisa memulai kehidupan baru apabila harus meninggalkan Sparks? Tak ada tempat yang pantas untuk ditinggali untuk memulai hidup baru. Pikiran Lina berkecamuk sendiri. Apakah ia salah sudah mengajak serta seluruh warga Ember meninggalkan kota gelap mereka?

Sekuel kedua dari tetralogi ini masih berlangsung dengan alur cepat. Rasa penasaran terhadap apa yang akan warga Ember hadapi di permukaan bumi terasa sangat mengasyikan. Persengketaan antara Sparks dan Ember pun lumayan bisa dinikmati, meski konfliknya bisa dibilang dalam kategori yang ringan-ringan saja.

Jeanne DuPrau  memang meramu kisah ini pasca kehancuran dunia. Perang sudah meluluhlantakan seluruh kehidupan di permukaan bumi. Manusia-manusia yang  tersisa harus merangkak dan bangkit untuk bertahan hidup. Tak ada keindahan dunia seperti yang saat ini kita rasakan. Semuanya sudah musnah. Begitulah akibat Perang. Dan suguhan cerita dari karya Jeanne DuPrau ini bisa saja benar-benar terjadi jika adanya perang di kemudian hari. Oleh karena itu, berharaplah agar kedamaian dapat terus tercipta dan  langkah awal yang paling sederhana untuk memulai perdamaian itu adalah : mendamaikan dirimu sendiri.


" Daripada membalas pihak lain sama buruknya dengan yang mereka lakukan kepadamu--atau malah lebih buruk--kau melakukan kebaikan. Atau setidaknya kau menahan diri agar tidak melakukan hal yang buruk."
" Kupikir begitu. Satu keburukan setelah keburukan yang lain membawa pada kuburkan yang lebih besar. Jadi, kau lakukanlah kebaikan, dan itu akan mengubah keadaan."
(Hal.311)~Lina

=================

Judul : The People of Sparks
Penulis :Jeanne DuPrau
Penerjemah: Sujatrini Liza
Penerbit :Mizan Fantasy
Terbit : @2009
ISBN :978-979-433-564-2
Tebal :370 hal

=================

Baca juga :
1. City of Ember #1
2. The People of Sparks #2

0 komentar:

Posting Komentar